PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alat-alat bedah dan medis dapat bertindak sebagai pembawa untuk
penularan agen-agen infeksi ke hospes yang rentan
Peralatan medis berkisar dari item yang sederhana seperti stik sampai
peralatan yang lebih kompleks, seperti ventilator. Mereka mewakili beberapa
teknologi yang paling inovatif yang dikembangkan dalam beberapa tahun
terakhir. Sebuah peralatan medis didefinisikan setiap item yang digunakan
untuk mendiagnosa, mengobati, atau mencegah penyakit, cedera, atau kondisi
lain yang bukan obat, biologis, atau makanan. Amerika resmi Serikat (AS)
definisi 'perangkat' istilah dapat ditemukan dalam Federal Makanan Obat &
Kosmetik Act (1998) ditegakkan oleh Food and Drug Administration (FDA),
sebuah lembaga dari Departemen Kesehatan dan pelayanan Manusia.
Namun terlepas dari bagaimana peralatan baru , publik mengharapkan,
dan Food and Drug Administration mensyaratkan bahwa peralatan medis
aman, efektif, dan diproduksi sesuai dengan praktek manufaktur saat
ini.Peralatan medis yang tunduk pada kontrol umum dari Undang-Undang
Makanan, Obat, dan Kosmetik (Kode Peraturan, Federal 21 2010). Semua
produsen harus mendaftarkan pendirian mereka, daftar semua jenis peralatan
mereka berencana ke pasar, dan memastikan bahwa perangkat mereka diberi
label sesuai dengan peraturan FDA label, sebelum clearance pemasaran
diberikan.
Peralatan medis didefinisikan setiap item yang digunakan untuk
mendiagnosa, mengobati, atau mencegah penyakit, cedera, atau kondisi lain
yang bukan obat, biologis, atau makanan.
Peralatan medis seringkali mengakibatkan efek-efek yang tidak
diinginkan pada klien. Peristiwa yang merugikan adalah kejadian di mana
peralatan medis telah, atau mungkin memiliki, menyebabkan atau
berkontribusi pada kematian atau luka berat (FDA Kode Peraturan, Federal 21
1
2010). Masalah yang sering peralatan aktual atau potensial dan dapat terjadi
karena beberapa alasan. Dua alasan sering dilaporkan kepada FDA
melibatkan masalah peralatan (a) manufaktur dan (b) interaksi manusia
(faktor manusia). Faktor manusia disebut sebagai 'ergonomi dan faktor
manusia rekayasa' fokus pada interaksi manusia-mesin (Bogner, 1994).
Human Factors berdampak merugikan terhadap hasil pasien. Salah
perangkat / ukuran dalam paket / kotak Prosedur atau operasi yang tertunda
Kegagalan desain peralatan baru yang akan membuat Staf intuitif menjadi
bingung dan / atau harus menebak apa yang harus dilakukan. Kejelasan
monitor menampilkan data yang salah tafsir akan menyebabkan keputusan
klinis didasarkan pada data yang salah.
B. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah, agar mahasisiwi mampu
memahami dan mengenal alat-alatyang di gunakan dalam kebidanan. Dan
mahasiswi mampu mencoba mempraktekan hal-hal yang telah di bahas di
makalah ini.
C. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan alat-alat dalam praktik kebidanan
2. Menjelaskan proses pemakaian alat-alat dalam praktik kebidanan
3. Menjelaskan kegunaan alat-alat kebidanan
4. Mempelajari dan memahami tata cara pemrosesan alat bekas pakai
dengan benar.
5. Dapat melakukan tata cara pemrosesan alat bekas pakai dengan cara
dekontaminasi, pencucian, dan pembilasan, DTT dan sterilisasi
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan
abnormalitas.
4) Catat hasilnya
2. Pemeriksaan Palpasi
a. Definisi
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan
dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan
menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk
mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk,
kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari
jaringan/organ tubuh. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan
tindakan penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk
menemukan yang tidak terlihat.
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian
mana yang diperiksa dan Bagian tubuh yang diperiksa harus
terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang
nyaman untuk menghindari ketegangan otot yang dapat
mengganggu hasil pemeriksaan
3) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan
kering
4) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan
relaksasi otot.
5) Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan yaitu dengan
tekanan ringan dan sebentar-sebentar.
6) Palpasil daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan
menandakan kelainan
7) Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur
tulang.
8) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
4
9) Lakukan Palpasi ringan apabila memeriksa organ/jaringan
yang dalamnya kurang dari 1 cm.
10) Lakukan Palpasi agak dalam apabila memeriksa
organ/jaringan dengan kedalaman 1 - 2,5 cm.
11) Lakukan Palpasi bimanual apabila melakukan pemeriksaan
dengan kedalaman lebih dari 2,5 cm. Yaitu dengan
mempergunakan kedua tangan dimana satu tangan direlaksasi
dan diletakkan dibagian bawah organ/jaringan tubuh,
sedangkan tangan yang lain menekan kearah tangan yang
dibawah untuk mendeteksi karakteristik organ/ jaringan.
12) Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya
nodul, tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal,
bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/
trill, serta rasa nyeri raba / tekan .
13) Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat
3. Pemeriksaan Perkusi
a. Definisi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan
mendengarkan bunyi getaran/ gelombang suara yang dihantarkan
kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada
permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung
oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan
resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan
lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit.
Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin
lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung pada
bagian mana yang akan diperiksa dan bagian tubuh yang
diperiksa harus terbuka
5
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dan posisi yang nyaman
untuk menghindari ketegangan otot yang dapat mengganggu
hasil perkusi.
3) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan
relaksasi otot.
4) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan
kering.
5) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
a) Metode langsung yaitu melakukan perkusi atau
mengentokan jari tangan langsung dengan menggunakan
1 atau 2 ujung jari.
b) Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut :
(1) Jari tengah tangan kiri (yang tidak dominan) sebagai
fleksimeter di letakkan dengan lembut di atas
permukaan tubuh, upayakan telapak tangan dan jari-
jari lain tidak menempel pada permukaan tubuh.
(2) Ujung jari tengah dari tangan kanan (dominan)
sebagai fleksor, untuk memukul/ mengetuk
persendian distal dari jari tengah tangan kiri.
(3) Pukulan harus cepat, tajam dengan lengan tetap/ tidak
bergerak dan pergelangan tangan rilek.
(4) Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area
tubuh.
(5) Bandingkan bunyi frekuensi dengan akurat.
6) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh
perkusi.
a) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi,
waktu agak lama dan kualitas seperti drum (lambung).
b) Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada
rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
6
c) Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu
lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru).
d) Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai
menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas seperti
petir (hati).
e) Bunyi kempes mempunyai intensitas lembut, nada tinggi,
waktu pendek, kualitas datar (otot).
4. Pemeriksaan Auskultasi
a. Definisi
Aukultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan
mendengarkan bunyi yang terbentuk di dalam organ tubuh. Hal ini
dimaksudkan untuk mendeteksi adanya kelainan dengan cara
membandingkan dengan bunyi normal. Auskultasi yang dilakukan
di dada untuk mendengar suara napas dan bila dilakukan di
abdomen mendengarkan suara bising usus.
b. Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
Pemeriksa harus mengenal berbagai tipe bunyi normal
yang terdengar pada organ yang berbeda, sehingga bunyi
abnormal dapat di deteksi dengan sempurna. Untuk
mendeteksi suara diperlukan suatu alat yang disebut stetoskop
yang berfungsi menghantarkan, mengumpulkan dan memilih
frekuensi suara. Stetoskop terdiri dari beberapa bagian yaitu
bagian kepala, selang karet/plastik dan telinga. Selang
karet/plastik stetoskop harus lentur dengan panjang 30-40 cm
dan bagian telinga stetoskop yang mempunyai sudut binaural
dan bagiannya ujungnya mengikuti lekuk dari rongga telinga
7
Kepala stetoskop pada waktu digunakan menempel pada kulit
pasien. Ada 2 jenis kepala stetoskop yaitu :
1) Bel stetoskop digunakan untuk bunyi bernada rendah pada
tekanan ringan, seperti pada bunyi jantung dan vaskuler.
Bila ditekankan lebih kuat maka nada frekuensi tinggi
terdengar lebih keras karena kulit menjadi teranggang,
maka cara kerjanya seperti diafragma.
2) Diafragma digunakan untuk bunyi bernada tinggi seperti
bunyi usus dan paru
c. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian
mana yang diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus
terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang
nyaman
3) Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara
bagian kepala, selang dan telinga
4) Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga
pemeriksa sesuai arah, ukuran dan lengkungannya. Stetoskop
telinga
5) Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan
pada telapak tangan pemeriksa atau menggosokan pada
pakaian pemeriksa
6) Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang
akan diperiksa dan lakukan pemeriksaan dengan seksama dan
sistimatis
7) Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi
bernada rendah pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung
dan vaskuler dan gunakan diafragma untuk bunyi bernada
tinggi seperti bunyi usus dan paru
8) Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status.
8
3. Alat yang digunakan pada Pemeriksaan Fisik dalam kebidanan
Spygnomanometer Fungsi : untuk menentukan tekanan
/ Tensimeter darah pasien
9
Penghitung Denyut Fungsi : untuk menghitung denyut
Nadi nadi
10
tekanan sistolik: jantung berkontraksi mendorong darah keluar dan
berdenyut. Angka 70 adalah tekanan diastolik atau masa istirahat di antara
2 denyutan. Angka 120/70 termasuk tekanan darah normal. Disebut
tekanan darah tinggi jika angkanya lebih dari 140/90. Ini bisa merupakan
pertanda gangguan penyakit, seperti pre-eklampsia, eklampsia, atau
hipertensi dalam kehamilan.
3. Doppler.
11
Gunanya: alat pencitraan, bebas radiasi sebab memanfaatkan pantulan
gelombang suara frekuensi tinggi (di atas 20 kilohertz) untuk
menghasilkan gambar. Terdiri dari bagian yang ditempelkan ke tubuh dan
monitor penunjuk gambar. Meski dianggap aman, jika kehamilan Anda
normal dan sehat, gunakan USG secukupnya atau sekitar 4 kali: di awal
setiap trimester dan menjelang persalinan. Penggunaannya pun harus
selalu di bawah pengawasan dokter.
5. Cardiotocography (CTG).
12
denyut jantung janin, bisa menandakan adanya gawat janin akibat fungsi
plasenta yang tidak baik dan harus segera diberi pertolongan. CTG yang
dikerjakan di Indonesia adalah jenis ulangan, tidak terus-menerus. Dalam
persalinan, ibu yang berisiko tinggi memerlukan pemeriksaan ulangan
setiap 4-8 jam sekali.
13
C. Alat-alat yang digunakan pada Persalinan
Jenis-jenis alat yannng digunakan dalam proses persalinan tanpa
robekan,yaitu:
1. Spekulum Vagina (Cocor Bebek)
14
2. Kateter Netalon
15
Menampung urin ke dalam bengkok atau botol steril bila
diperlukan untuk pemeriksaan. Bila urine sudah keluar semua,
anjurkan klien menarik nafas panjang, kateter dicabut pelan-
pelan dan dimasukan ke dalam bengkok berisi larutan klorin.
Melepaskan sarung tangan dan masukan ke dalam bengkok
bersama dengan kateter an pinset
Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan pengalas
Menarik selimut dan mengambil selimut mandi
Membersihkan alat
Mencuci tangan
b. Pada pria
Memberitahukan dan menjelaskan pada klien
Mendekatkan alat-alat
Memasang sampiran
Mencuci tangan
Menanggalkan pakaian bagian bawah
Memasang selimut mandi, perlak dan pengalas bokong
Menyiapkan posisi klien dorsal recumbent
Meletakan 2 bengkok diantara tungkai klien
Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
Memegang penis dengan tangan kiri
Menarik preputium sedikit ke pangkalnya, kemudian
memberihkan dengan kapas DTT
Mengambil kateter dan ujungnya diberi vaselin 20 cm
Memasukan kateter perlahan-lahan ke dalam uretra 20 cm
sambil penis diarahkan ke atas. Jika kateter tertahan jangan
dipaksakan. Usahakan penis lebih dikeataskan sedikit dan
pasien dianjurkan menarik nafas panjang, dan memasukan
kateter perlahan-lahan sampai urin keluar, kemudian
16
menampung urin ke dalam bengkok atau botol steril bila
diperlukan untuk pemeriksaan
Bila urin sudah keluar semua , anjurkan klien menarik nafas
panjang, kateter dicabut pelan-pelan dan dimasukan ke dalam
bengkok berisi larutan klorin
Melepaskan sarung tangan dan masukan ke dalam bengkok
bersama dengan kateter an pinset
Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan pengalas
Menarik selimut dan mengambil selimut mandi
Membersihkan alat
Mencuci tangan
3. Stetoskop
17
Dengarkan inspirasi dan ekspirasi.Fase inspirasi. Fase ini berupa
berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada
membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih
kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya
oksigen masuk.Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi
atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang
dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi
kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi
lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga
dada yang kaya karbon dioksida keluar.
Catat hasil auskultasi (Auskultasi, adalah sebuah istilah
kedokteran di mana seorang dokter mendengarkan suara di dalam
tubuh pasien untuk mendapatkan informasi fungsinya)
4. Gunting Episiotomi
18
bayi untuk perlindungan. Ini diikuti dengan pemotongan secara
mediolateral (miring ke satu sisi vagina untuk menghindari otot
sfingter anus) atau pemotongan garis pertengahan atau median
(potongan lurus kurang dari satu inci arah anus). Sayatan
episiotomi dilakukan pada otot, kulit dan kulit perineum vagina
dijahit menggunakan jahitan yang dapat diserap (langsung jadi
kulit).
5. Klem
Klem Tampon Uterus. Fungsi dari klem adalah alat yang digunakan
untuk menjepit tali pusar.
Cara Pemakaian:
Tekan alat (klem) pada bagian pangkal (sama halnya memegang
gunting) untuk membuka klem tersebut. Masukkan ujungnya pada
objek, kemudian tekan kembali pangkalnya untuk menutup/supaya
terkunci.Klem dipegang dalam keadaan relaks seperti memegang
pulpen dengan posisi di tengah tangan. Dengan menggunakan klem
DTT, lakukan penjepitan tali pusat dengan klem pada sekitar 3 cm
dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali
pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar
darah tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat).
19
Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan
pertama pada sisi atau mengarah ke ibu.
Gunting Tali Pusar adalah alat yang digunakan untuk menggunting tali
pusar bayi.
Cara Pemakaian:
Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan
menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain
memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut dengan
menggunakan gunting disinfeksi tingkat tinggi atau steril .Setelah
selesai digunting segera ikat tali pusat bayi dengan benang pusat,
ikatan harus kecang dengan simpul mati.Setelah memotong tali pusat,
ganti handuk basah dan selimuti bayi dengan selimut atau kain yang
bersih dan kering. Pastikan bahwa kepala bayi terselimuti dengan
baik.
7. Bengkok
20
Bengkok adalah alat yang berbentuk bengkok tetapi bahannya seperti
waskom. Alat ini digunakan sebagai tempat alat-alat yang sudah
terpakai saat menolong persalinan/merawat luka atau aktifitas
kebidanan lainnya.
8. Bak Instrument
9. Baby Scale
21
10. Sarung Tangan (Handscoon)
22
12. Masker
23
Alat penghisap lendir DeLee adalah alat yang digunakan untuk
menghisap lendir khusus untuk BBL.
Prosedur menghisap lendir pada bayi baru lahir:
Pertama, isap lendir didalam mulut, kemudian baru hisap lendir
dihidung
Hisap lendir sambil menarik keluar penghisap, bukan pada saat
memasukan.
Jangan memasukan ujung penghisap terlalu dalam (jangan lebih dari 5
cm kedalam mulut atau lebih dari 3 cm kedalam hidung), karena dapat
menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau henti nafas bayi.
15. Korentang
24
Jenis-jenis alat yang digunakan dalam proses persalinan dengan
robekan,sebagai berikut:
1. Nald vooder/Needle Holder/Nald Heacting
25
2. Jarum Hecting
3. Pinset Anatomi
26
Cara Penggunaan:
Tekan pada bagian tengah (bagian yang bergerigi/bergaris-
garis) dengan menggunakan tiga jari ; ibu jari, jari telunjuk, dan jari
tengah (sama halnya seperti memegang sumpit).
4. Nalpuder Hecting
27
6. Pinset sirugis
28
dan runcing/tajam diposisikan di bawah dan ujung yang tumpul
diposisikan di atas.
8. Hallis
29
Kegunaan untuk melakukan anastesia lokal saat menjahit episiotomi
dan untuk desinfektan tali pusat.
D. Resusitasi
Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan
tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat
menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya
pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernapas, bayi baru lahir
dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal.
1. Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayinya serta
persiapan yang dilakukan oleh penolong untuk membantu kelancaran
persalinan dan melakukan tindakan yang diperlukan.
2. Persiapan Tempat Resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat
resusitasi. Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi
hendaknya rata, keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau di
atas lantai beralas tikar. Kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur
posisi kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya di dekat sumber pemanas
(misalnya; lampu sorot) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu
yang terbuka). Biasanya digunakan lampu sorot atau bohlam berdaya 60
watt atau lampu gas minyak bumi (petromax). Nyalakan lampu menjelang
kelahiran bayi.
3. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan
juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
a. 2 helai kain/handuk
b. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah
disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
30
c. Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet
d. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal
e. Kotak alat resusitasi.
f. Jam atau pencatat waktu.
Penilaian Segera
Segera setelah lahir, letakkan bayi di perut bawah ibu atau dekat perineum
(harus bersih dan kering). Cegah kehilangan panas dengan menutupi tubuh
bayi dengan kain/handuk yang telah disiapkan sambil melakukan penilaian
dengan menjawab 2 pertanyaan:
Apakah bayi menangis kuat, tidak bernapas atau megap-megap?
Apakah bayi lemas?
Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa bayi baru lahir perlu
resusitasi, segera lakukan tindakan yang diperlukan. Penundaan pertolongan
dapat membahayakan keselamatan bayi. Jepit dan potong tali pusat dan
pindahkan bayi ke tempat resusitasi yang telah disediakan. Lanjutkan dengan
langkah awal resusitasi.
PENILAIAN
Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah:
Apakah air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada presentasi
kepala.
Segera setelah bayi lahir:
Apakah bayi menangis, bernapas spontan dan tertatur, bernapas megap-
megap atau tidak bernapas
Apakah bayi lemas atau lunglai
KEPUTUSAN
Putuskan perlu dilakukan tindakan resusitasi apabila:
Air ketuban bercampur mekonium.
Bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap.
Bayi lemas atau lunglai
TINDAKAN
31
Segera lakukan tindakan apabila:
Bayi tidak bernapas atau megap-megap atau lemas:
Lakukan langkah-langkah resusitasi BBL.
Langkah-langkah Resusitasi BBL
Resusitasi BBL bertujuan untuk memulihkan fungsi pernapasan bayi baru
lahir yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya tanpa gejala sisa
di kemudian hari. Kondisi ini merupakan dilema bagi penolong tunggal
persalinan karena disamping menangani ibu bersalin, ia juga harus
menyelamatkan bayi yang mengalami asfiksia. Resusitasi BBL pada APN ini
dibatasi pada langkah-langkah penilaian, langkah awal dan ventilasi untuk
inisiasi dan pemulihan pernapasan.
Langkah awal
Sambil melakukan langkah awal:
Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk
memulai bernapas.
Minta keluarga mendampingi ibu (memberi dukungan moral, menjaga dan
melaporkan kepada penolong apabila terjadi perdarahan).
Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik). Secara
umum, 6 langkah awal di bawah ini cukup untuk merangsang bayi baru lahir
untuk bernapas spontan dan teratur.
32
Selimuti bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat.
Pindahkan bayi ke atas kain ke tempat resusitasi.
33
Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada
agar pemantauan pernapasan bayi dapat diteruskan.
Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit ekstensi).
34
Periksa ulang apakah jalan napas tersumbat cairan atau lendir (isap
kembali).
Bila dada mengembang, lakukan tahap berikutnya. Ventilasi definitif (20
kali dalam 30 detik). 1. Lakukan tiupan dengan tekanan 20 cm air, 20 kali
dalam 30 detik, 2. Pastikan udara masuk (dada mengembang) dalam 30
detik tindakan
Lakukan penilaian. Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan ventilasi dan
pantau bayi. Bayi diberikan asuhan pasca resusitasi. Bila bayi belum bernapas
atau megap-megap, lanjutkan ventilasi.1. Lanjutkan ventilasi dengan tekanan
20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya, 2. Evaluasi hasil ventilasi setiap 30
detik, 3. Lakukan penilaian bayi apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-
megap.
Bila bayi sudah mulai bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi
dengan seksama, berikan asuhan pascaresusitasi.
Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, teruskan ventilasi dengan
tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya dan nilai hasilnya setiap 30
detik.
Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2 menit diventilasi.
Mintalah keluarga membantu persiapan rujukan.
Teruskan resusitasi sementara persiapan rujukan dilakukan.
Bila bayi tidak bisa dirujuk,
Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit
Pertimbangkan untuk menghentikan tindakan resusitasi jika setelah 20 menit,
upaya ventilasi tidak berhasil. Bayi yang tidak bernapas normal setelah 20
menit diresusitasi akan mengalami kerusakan otak sehingga bayi akan
menderita kecacatan yang berat atau meninggal.
Asuhan Pascaresusitasi
Asuhan pascaresusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah
menerima tindakan resusitasi. Asuhan pascaresusitasi dilakukan pada
keadaan:
35
Resusitasi Berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah langkah
awal atau sesudah ventilasi. Perlu pemantauan dan dukungan.
Resusitasi tidak/kurang berhasil, bayi perlu rujukan yaitu sesudah ventilasi 2
menit belum bernapas atau bayi sudah bernapas tetapi masih megap-megap
atau pada pemantauan ternyata kondisinya makin memburuk
Resusitasi gagal: setelah 20 menit di ventilasi, bayi gagal bernapas.
1. Resusitasi berhasil
Resusitasi berhasil bila pernapasan bayi teratur, warna kulitnya kembali
normal yang kemudian diikuti dengan perbaikan tonus otot atau bergerak
aktif. Lanjutkan dengan asuhan berikutnya.
Konseling:
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang hasil resusitasi yang telah
dilakukan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan.
Ajarkan ibu cara menilai pernapasan dan menjaga kehangatan tubuh bayi.
Bila ditemukan kelainan, segera hubungi penolong.
Anjurkan ibu segera memberi ASI kepada bayinya. Bayi dengan gangguan
pernapasan perlu banyak energi. Pemberian ASI segera, dapat memasok
energi yang dibutuhkan.
Anjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh bayi (asuhan dengan metode
Kangguru).
Jelaskan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali tanda-tanda bahaya bayi
baru lahir dan bagaimana memperoleh pertolongan segera bila terlihat tanda-
tanda tersebut pada bayi.
Lakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk:
Anjurkan ibu menyusukan sambil membelai bayinya
Berikan Vitamin K, antibiotik salep mata, imunisasi hepatitis B
Lakukan pemantuan seksama terhadap bayi pasca resusitasi selama 2 jam
pertama:
Perhatikan tanda-tanda kesulitan bernapas pada bayi :
Tarikan interkostal, napas megap-megap, frekuensi napas & 60 x per menit.
Bayi kebiruan atau pucat.
36
Bayi lemas.
Pantau juga bayi yang tampak pucat walaupun tampak bernapas normal.
Jagalah agar bayi tetap hangat dan kering.
Tunda memandikan bayi hingga 6 24 jam setelah lahir (perhatikan
temperatur tubuh telah normal dan stabil).
2. Bayi perlu rujukan
Bila bayi pascaresusitasi kondisinya memburuk, segera rujuk ke fasilitas
rujukan.
Tanda-tanda Bayi yang memerlukan rujukan sesudah resusitasi
Frekuensi pernapasan kurang dari 30 kali per menit atau lebih dari 60 kali
per menit
Adanya retraksi (tarikan) interkostal
Bayi merintih (bising napas ekspirasi) atau megap- megap (bising napas
inspirasi)
Tubuh bayi pucat atau kebiruan
Bayi lemas
Konseling
Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayinya perlu dirujuk. Bayi dirujuk
bersama ibunya dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang
diajukan ibu atau keluarganya.
Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami
atau salah seorang anggota keluarga juga diminta untuk menemani ibu dan
bayi selama perjalanan rujukan.
Beritahukan (bila mungkin) ke tempat rujukan yang dituju tentang kondisi
bayi dan perkiraan waktu tiba. Beritahukan juga ibu baru melahirkan bayi
yang sedang dirujuk.
Bawa peralatan resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama
perjalan ke tempat rujukan.
Asuhan bayi baru lahir yang dirujuk
Periksa keadaan bayi selama perjalanan (pernapasan, warna kulit, suhu
tubuh) dan catatan medik.
37
Jaga bayi tetap hangat selama perjalanan, tutup kepala bayi dan bayi dalam
posisi Metode Kangguru dengan ibunya. Selimuti ibu bersama bayi
dalam satu selimut.
Lindungi bayi dari sinar matahari.
Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya memberi ASI segera kepada
bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas, dan kontraindikasi lainnya
Asuhan lanjutan
Merencanakan asuhan lanjutan sesudah bayi pulang dari tempat rujukkan
akan sangat membantu pelaksanaan asuhan yang diperlukan oleh ibu dan
bayinya sehingga apabila kemudian timbul masalah maka hal tersebut
dapat dikenali sejak dini dan kesehatan bayi tetap terjaga.
3. Resusitasi tidak berhasil
Bila bayi gagal bernapas setelah 20 menit tindakan resusitasi dilakukan
maka hentikan upaya tersebut. Biasanya bayi akan mengalami gangguan
yang berat pada susunan syaraf pusat dan kemudian meninggal. Ibu dan
keluarga memerlukan dukungan moral yang adekuat Secara hati-hati dan
bijaksana, ajak ibu dan keluarga untuk memahami masalah dan musibah
yang terjadi serta berikan dukungan moral sesuai adat dan budaya
setempat.
Dukungan moral
Bicaralah dengan ibu dan keluarganya bahwa tindakan resusitasi dan
rencana rujukan yang telah didiskusikan sebelumnya ternyata belum
memberi hasil seperti yang diharapkan. Minta mereka untuk tidak larut
dalam kesedihan, seluruh kemampuan dan upaya dari penolong (dan
fasilitas rujukan) telah diberikan dan hasil yang buruk juga sangat
disesalkan bersama, minta agar ibu dan keluarga untuk tabah dan
memikirkan pemulihan kondisi ibu. Berikan jawaban yang memuaskan
terhadap setiap pertanyaan yang diajukan ibu dan keluarganya. Minta
keluarga ikut membantu pemberian asuhan lanjutan bagi ibu dengan
memperhatikan nilai budaya dan kebiasaan setempat. Tunjukkan
38
kepedulian atas kebutuhan mereka. Bicarakan apa yang selanjutnya dapat
dilakukan terhadap bayi yang telah meninggal.
Ibu mungkin merasa sedih atau bahkan menangis. Perubahan hormon saat
pascapersalinan dapat menyebabkan perasaan ibu menjadi sangat sensitif,
terutama jika bayinya meninggal. Bila ibu ingin mengungkapkan
perasaannya, minta ia berbicara dengan orang paling dekat atau penolong.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya bahwa ibu perlu beristirahat, dukungan
moral dan makanan bergizi. Sebaiknya ibu tidak mulai bekerja kembali
dalam waktu dekat.
Asuhan lanjutan bagi ibu
Payudara ibu akan mengalami pembengkakan dalam 2-3 hari. Mungkin
juga timbul rasa demam selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi
pembengkakan payudara dengan cara sebagai berikut:
Gunakan BH yang ketat atau balut payudara dengan sedikit tekanan
menggunakan selendang /kemben/kain sehingga ASI tidak keluar.
Jangan memerah ASI atau merangsang payudara.
Asuhan tindak lanjut: kunjungan ibu nifas
Anjurkan ibu untuk kontrol nifas dan ikut KB secepatnya (dalam waktu 2
minggu). Ovulasi bisa cepat kembali terjadi karena ibu tidak menyusukan
bayi. Banyak ibu yang tidak menyusui akan mengalami ovulasi kembali
setelah 3 minggu pasca persalinan. Bila mungkin, lakukan asuhan
pascapersalinan di rumah ibu.
Asuhan tindak lanjut pascaresusitasi
Sesudah resusitasi, bayi masih perlu asuhan lanjut yang diberikan melalui
kunjungan rumah. Tujuan asuhan lanjut adalah untuk memantau kondisi
kesehatan bayi setelah tindakan resusitasi.
39
tindakan dan pengobatan serta tindak lanjut. Catat seluruh langkah ke
dalam formulir tata laksana bayi muda 1 hari 2 bulan.
Bila pada kunjungan rumah (hari ke 1) ternyata bayi termasuk dalam
klasifikasi merah maka bayi harus segera dirujuk.
Bila termasuk klasifikasi kuning, bayi harus dikunjungi kembali pada hari
ke 2.
Bila termasuk klasifikasi hijau, berikan nasihat untuk perawatan bayi baru
lahir di rumah.
Untuk kunjungan rumah berikutnya (kunjungan neonatus 8 28 hari),
gunakan juga algoritma MTBM.
Bayi Aman bila IBU nya:
TAK MEMILIKI KEKHAWATIRAN MENGENAI PERILAKU BAYINYA
MEMEGANG DAN BERBICARA DENGAN BAYI DENGAN PENUH
KASIH SAYANG
MENGETAHUI TANDA-TANDA BAHAYA DAN UPAYA APA YANG
HARUS DILAKUKAN
Langkah-langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir dengan Air Ketuban Bercampur
Mekonium
Mekonium merupakan tinja pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan
berwarna hijau tua atau kehitaman. Biasanya BBL mengeluarkan mekonium
pertama kali pada 12-24 jam pertama. Kira-kira pada 15% kasus, mekonium
dikeluarkan bersamaan dengan cairan ketuban beberapa saat sebelum
persalinan. Hal ini menyebabkan warna kehijauan pada cairan ketuban.
Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila
mekonium terlihat sebelum persalinan bayi dengan presentasi kepala, lakukan
pemantauan ketat karena hal ini merupakan tanda bahaya
Penyebab janin mengeluarkan mekonium sebelum persalinan
Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan.
Kadang-kadang hal ini terkait dengan kurangnya pasokan oksigen (hipoksia).
Hipoksia kan meningkatkan peristaltik usus dan relaksasi sfingter ani
sehingga isi rektum (mekoneum) diekskresikan. Bayi-bayi dengan risiko
40
tinggi gawat janin (misal; Kecil untuk Masa Kehamilan/KMK atau Hamil
Lewat Waktu) ternyata air ketubannya lebih banyak tercampur oleh
mekonium (warna kehijauan) dibandingkan dengan air ketuban pada
kehamilan normal.
Risiko air ketuban bercampur mekonium terhadap bayi
Hipoksia dapat menimbulkan refleks respirasi bayi di dalam rahim sehingga
mekonium yang tercampur dalam air ketuban dapat terdeposit di jaringan
paru bayi. Mekonium dapat juga masuk ke paru jika bayi tersedak saat lahir.
Masuknya mekonium ke jaringan paru bayi dapat menyebabkan pneumonia
dan mungkin kematian.
1. Balon & Sungkup Resusitasi Bayi
3. Laringoskop Bayi
41
4. Pipa ET
5. Sungkup Laring
42
Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul,
terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia
urogenitalis serta diafragma pelvis. Diafragma urogenitalis terletak
menyilang arkus pubis diatas fascia superfisialis perinei dan terdiri dari
otot-otot transversus perinealis profunda. Diafragma pelvis dibenuk oleh
otot- otot koksigis dan levator ani yang terdiri dari otot penting, yaitu :
m.puborektalis, m.pubokoksigis dan m.iliokoksigis.
43
c. Tingkat III :
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II
maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau
bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan
terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-
masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir
robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
Jahitan sfingter ani : jepit otot sfingter dengan klem Allis atau
pinset. Tautkan ujung otot sfingter ani dengan 2-3 jahitan benang
kromik 2-0 angka 8 secara interuptus. Larutan antiseptik pada daerah
robekan. Reparasi mukosa vagina, otot perineum dan kulit.
d. Tingkat IV :
Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit. Kemudian
fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut
kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani
yang terpisah oleh karena robekan diklem dengan Pean lurus,
kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu
kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit
robekan perineum tingkat II.3,4
44
Operating scissors: Gunting untuk pembedahan
45
Disposable syringe and injection needle: alat suntik lengkap sekali pakai (3cc,
5cc, dll)
46
scalpel : pisau untuk pembedahan
47
paratus case/etui: tempat menyimpan alat suntik
48
Fortanel posterior dengan ukuran 1 x 1 cm sepanjang sutura lambdoidalis
dan sagitalis.
5. Wajah
Inspeksi
Mata segaris dengan telinga, hidung di garis tengah, mulut garis tengah
wajah dan simetris.
6. Mata
Inspeksi
Kelompak mata tanpa petosis atau udem.
Skelera tidak ikterik, cunjungtiva tidak merah muda, iris berwarna merata
dan bilateral. Pupil beraksi bila ada cahaya, reflek mengedip ada.
7. Telinga
Inspeksi
Posisi telinga berada garis lurus dengan mata, kulit tidak kendur,
pembentukkan tulang rawan yaitu pinna terbentuk dengan baik kokoh.
8. Hidung
Inspeksi
Posisi di garis tengah, nares utuh dan bilateral, bernafas melalui hidung.
9. Mulut
Inspeksi
Bentuk dan ukuran proporsional dengan wajah, bibir berbentuk penuh
berwarna merah muda dan lembab, membran mekosa lembab dan
berwarna merah muda, palatom utuh, lidah dan uvula di garis tengah,
reflek gag dan reflek menghisap serta reflek rooting ada.
10. Leher
Inspeksi
Rentang pergerakan sendi bebas, bentuk simestris dan pendek.
Palpasi
Triorid di garis tengah, nodus limfe dan massa tidak ada.
11. Dada
Inspeksi
49
Bentuk seperti tong, gerakan dinding dada semetris.
Frekuensi nafas 40 60 x permenit, pola nafas normal.
Palpasi
Nadi di apeks teraba di ruang interkosa keempat atau kelima tanpa
kardiomegali.
Auskultasi
Suara nafas jernih sama kedua sisi.
frekuensi jantung 100- 160 x permenit teratur tanpa mumur.
Perkusi
Tidak ada peningkatan timpani pada lapang paru.
12. Payudara
Inspeksi
Jarak antar puting pada garis sejajar tanpa ada puting tambahan.
13. Abdomen
Inspeksi
Abdomen bundar dan simetris pada tali pusat terdapat dua arteri dan satu
vena berwarna putih kebiruan.
Palpasi
Abdomen Lunak tidak nyeri tekan dan tanpa massa hati teraba 2 - 3 cm, di
bawah arkus kosta kanan limfa teraba 1 cm di bawah arkus kosta kiri.
Ginjal dapat di raba dengan posisi bayi terlentang dan tungkai bayi
terlipat teraba sekitar 2 - 3 cm, setinggi umbilicus di antara garis tengah
dan tepi perut.
Perkusi
Timpanni kecuali redup pada hati, limfa dan ginjal.
Auskultasi
Bising usus ada.
14. Genitalia eksterna
Inspeksi (wanita)
Labia minora ada dan mengikuti labia minora, klitoris ada, meatus uretra
ada di depan orivisium vagina.
50
Inspeksi (laki-laki)
Penis lurus, meatus urinarius di tengah di ujung glans tetis dan skrotum
penuh.
15. Anus
Inspeksi
Posisi di tengah dan paten (uji dengan menginsersi jari kelingking)
pengeluaran mekonium terjadi dalam 24 jam.
16. Tulang belakang
Bayi di letakkan dalam posisi terkurap, tangan pemeriksa sepanjang
tulang belakang untuk mencari terdapat skoliosis meningokel atau spina
bifilda.
Inspeksi
Kolumna spinalis lurus tidak ada defek atau penyimpang yang terlihat.
Palpasi
Tulang belakang ada tanpa pembesaran atau nyeri.
17. Ekstremitas
Ekstremitas atas
Inspeksi
Rentang pergerakan sendi bahu, klavikula, siku normal pada tangan
reflek genggam ada, kuat bilateral, terdapat sepuluh jari dan tanpa
berselaput, jarak antar jari sama karpal dan metacarpal ada dan sama di
kedua sisi dan kuku panjang melebihi bantalan kuku.
Palpasi
Humerus radius dan ulna ada, klavikula tanpa fraktur tanpa nyeri simetris
bantalan kuku merah muda sama kedua sisi.
Ekstremitas bawah
Panjang sama kedua sisi dan sepuluh jari kaki tanpa selaput, jarak antar
jari sama bantalan kuku merah muda, panjang kuku melewati bantalan
kuku rentang pergerakan sendi penuh : tungkai, lutut, pergelangan, kaki,
tumit dan jari kaki tarsal dan metatarsal ada dan sama kedua sisi reflek
plantar ada dan sismetris.
51
18. Pemeriksaan reflek
a. Berkedip
cara : sorotkan cahaya ke mata bayi.
normal : dijumpai pada tahun pertama.
b. Tonic neck
c. cara : menolehkan kepala bayi dengan cepat ke satu sisi.
normal : bayi melakukan perubahan posisi jika kepala di tolehkan ke
satu sisi, lengan dan tungkai ekstensi kearah sisi putaran kepala dan
fleksi pada sisi berlawanan, normalnya reflex ini tidak terjadi setiap
kali kepala di tolehkan tampak kirakira pada usia 2 bulan dan
menghilangkan pada usia 6 bulan.
d. Moro
cara : ubah posisi dengan tiba-tiba atau pukul meja /tempat tidur.
normal : lengan ekstensi, jariari mengembang, kepala mendongak ke
belakang, tungkai sedikit ekstensi lengan kembali ke tengah dengan
tangan mengenggam tulang belakang dan ekstremitas bawah
eksteremitas bawah ekstensi lebih kuat selama 2 bulan dan
menghilang pada usia 3 - 4 bulan.
e. Mengenggam
cara : letakan jari di telapak tangan bayi dari sisi ulnar, jika reflek
lemah atau tidak ada beri bayi botol atau dot karena menghisap akan
menstimulasi reflek.
normal : jarijari bayi melengkung melingkari jari yang di letakkan
di telapak tangan bayi dari sisi ulnar reflek ini menghilangkan pada
usia 3 - 4 bulan.
f. Rooting
cara : gores sudut mulut bayi melewati garis tengah bibir.
Normal : bayi memutar kearah pipi yang diusap, reflek ini
menghilangkan pada usia 3 - 4 bulan tetapi bisa menetap sampai usia
12 bulan terutama selama tidur
g. Menghisap
52
cara : beri bayi botol dan dot.
normal : bayi menghisap dengan kuat dalam berepons terhadap
stimulasi reflek ini menetap selama masa bayi dan mungkin terjadi
selama tidur tanpa stimulasi.
h. Menari / melangkah
cara : pegang bayi sehingga kakinya sedikit menyentuh permukaan
yang keras.
normal : kaki akan bergerak ke atas dan ke bawah jika sedikit di
sentuh ke permukaan keras di jumpai pada 4 - 8 minggu pertama.
19. Pengukuran atropometrik
a. Penimbang berat badan
Alat timbangan yang telah diterakan serta di beri alas kain di atasnya,
tangan bidan menjaga di atas bayi sebagai tindakan keselamatan .
BBL 2500 - 4000gram.
b. Panjang badan
Letakkan bayi datar dengan posisi lurus se bisa mungkin. Pegang
kepala agar tetap pada ujung atas kita ukur dan dengan lembut
renggangkan kaki ke bawah menuju bawah kita.
PB : 48/52cm.
c. Lingkar kepala
Letakakan pita melewati bagian oksiput yang paling menonjol dan
tarik pita mengelilingi bagian atas alis LK : 32 - 37 cm.
d. Lingkar dada
Letakan pita ukur pada tepi terrendah scapula dan tarik pita
mengelilingi kearah depan dan garis putih.
LD : 32 35 cm.
2. Alat yang digunakan
a) Kapas
53
b) Senter
c) Termometer
d) Stetoskop
54
e) selimut bayi
f) bengkok
g) timbangan bayi
55
h) pita ukur/metlin
56
G. Penggunaan Alat dan Persiapan Pada Nifas Dalam Praktik Kebidanan
1. Pengertian
Masa nifas (puerpurium) adalah waktu yang dimulai setelah
plasenta lahir dan berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi seluruh alat
kandungan kembali seperti semula (sebelum hamil) dalam waktu kurang
lebih 3 bulan. di mulai dengan kehamilan, persalinan dan di lanjutkan
dengan masa nifas merupakan masa yang kritis bagi ibu dan bayinya.
Kemungkinan timbul masalah dan penyulit selama masa nifas. Apabila
tidak segera ditangani secara efektif akan membahayakan kesehatan,
bahkan bisa menyebabkan kematian dan 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 24 jam pertama. untuk itu pemberian asuhan kebidanan kepada ibu
dalam masa nifas sangat perlu dilakukan yang bertujuan untuk menjaga
kesehatan ibu dan bayi, melaksanakan deteksi dini adanya komplikasi dan
infeksi, memberikan pendidikan pada ibu serta memberikan pelayanan
kesehatan pada ibu dan bayi.
Selama masa nifas ibu akan mengalami berbagai perubahan.
pelayanan atau asuhan merupakan cara penting untuk memonitor dan
mendukung kesehatan ibu nifas normal dan mengetahui secara dini bila
ada penyimpangan yang ditemukan dengan tujuan agar ibu dapat melalui
masa nifasnya dengan selamat dan bayi sehat. Asuhan nifas dilakukan
paling sedikit 4 kali, untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir dan
untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang
terjadi, dilakukan pada :
Kunjungan I : 6-8 jam pasca persalinan.
Kunjungan II : 6 hari pasca persalinan.
Kunjungan III : 2 minggu pasca persalinan.
Kunjungan IV : 6 minggu pasca persalinan.
Asuhan nifas dilakukan untuk menemukan kondisi yang tidak normal dan
masalah masalah kegawatdaruratan pada ibu dan perlu tidaknya rujukan
terhadap keadaan kritis yang terjadi.
57
2. Persiapan Alat& Bahan
a. Persiapan ruangan
Ruangan disiapkan sebaik mungkin, misal: dengan memasang
penyekat dan mengatur pencahayaan
b. Persiapan alat:
1. Baki 1 buah
2. Tensimeter
3. Stetoskop
58
4. Termometer
5. Senter
6. Kapas
59
7. Handscoon 1 pasang
8. Pinset anatomis
9. Bengkok
60
10. Larutan klorin 0,5%
61
13. Jam
14. Tisu
15. Air sabun, air lysol, dan air bersih dalam botol
62
16. Kain, pembalut dan pakaian dalam ibu yang bersih
63
3. Prosedur Pelaksanaan
1) Menyapa klien dengan sopan dan ramah
64
2) Memperkenalkan diri kepada klien
3) Merespon terhadap reaksi klien
4) Percaya diri
5) Menjaga prifasi kliendengan bersifat sopan
6) Menjelaskan maksud dan tujuan
7) Mengatur posisi ibu
8) Mencucitangan dan mengeringkan dengan handuk
9) Mengamati tingkat emosi ibu
10) Melakukan pemeriksaan tanda vital
11) Meletakkan tangan kiri ibu diatas kepala dan melakukan palpasi
payudara (dari pangkal menuju puting)
12) Meletakakn tangan kanan ibu diatas kepala dan melakukan palpasi
payudara
13) Memijat daerah areola untuk melihat mengeluaran ASI
14) Meraba daerah ketiak untuk mengetahui pembesaran massa Abdomen
15) Memeriksa luka bekas operasi
16) Memeriksa TFU dan kontraksinya
17) Melakukan palpasi kandung kemih
18) Melakukan palpasi abdomen untuk mendeteksi massa Ekstremitas
Bawah
19) Memeriksa vena dan varises
20) Memeriksa tromboflebitis (kemerahan pada betis)
21) Memeriksa odem Vulva dan Perenium
22) Memasang perlak dan pengalas
23) Memposisikan ibu, mendekatkan alat
24) Menggunakan sarung tangan
25) Membersihkan vulva dan perinium dengan kapas DTT
26) Memriksa perinium (melihat tanda infeksi)
27) Memperhatikan lochea (warna, jumlah dan bau)
28) Mencucitangan pada larutan klorin dan melepas sarung tangan secara
berbalik
65
29) Mencuci tangan dengan air sabun
30) Menginformasikan semua hasil pemerikasaan
66
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik adalah salah satu tehnik pengumpul data untuk
mengetahui keadaan fisik dan keadaan kesehatan.
Hal Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemeriksaan Fisik
1. Selalu meminta kesediaan/ ijin pada pasien untuk setiap
pemeriksaan
2. Jagalah privasi pasien
3. Pemeriksaan harus seksama dan sistimatis
4. Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan (tujuan,
kegunaan, cara dan bagian yang akan diperiksa)
5. Beri instruksi spesifik yang jelas
6. Berbicaralah yang komunikatif
7. Ajaklah pasien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan
8. Perhatikanlah ekpresi/bahasa non verbal dari pasien
Alat-alat bedah dan medis dapat bertindak sebagai pembawa untuk
penularan agen-agen infeksi ke hospes yang rentan
Instrumen yang digunakan dalam pertolongan persalinan,yaitu:
Spekulum Vagina (Cocor Bebek), , Kateter Netalon, Stetoskop, Funduscope,
Gunting Episiotomi, Klem, Gunting Tali Pusat, Bengkok, Bak Instrument,
Baby Scale, Sarung Tangan (Handscoon), Setengah Kocher, Masker,
Pispot/Stikpam, Spuit, Alat penghidap lendir DeLee,dan korentang.Alat-alat
diatas memiliki fungsi tertentu sehingga memudahkan bidan dalam
melakukan pertolongan persalinan pada pasien.
Sedangkan jika terjadi robekan,sehingga memerlukan jahitan maka
tambahan alat,sebagai berikut: Nald vooder/Needle Holder/Nald Heacting,
Jarum Hecting, Pinset Anatomi, Nalpuder Hecting, Benang Cat Gut, Pinset
sirugis, Gunting Benang, Spoit 2-5 cc dan kapas lidi.
67
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa
Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Saifuddin Abdul Bari, Dkk, 2002, Buku panduan praktis pelayanan kesehatan
Maternal dan Neonatal, Jakarta: Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo.
http://askep-askeb.cz.cc/2010/01/kti-kebidanan-studi-korelasi-berat.html
68
http://askep-askeb.cz.cc/2010/03/rupture-perineum.html
http://blog.ilmukeperawatan.com/episiotomi-definisiindikasi-dan-kontra-indikasi-
episiotomy.html
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.aa
fp.org/afp/20031015/1585.html
Matondang, Wahidiyat, Sastroasmoro. 2003. Diagnosis fisis pada anak. Edisi ke-
2. CV Sagung seto. Jakarta
Bennett dan Brown, 1999, Myles Texbook for midwives, thirteennth edition.
Churchill Livingstone, Edinburgh
69