Anda di halaman 1dari 31

KEBIJAKAN PANDUAN ASESMEN PASIEN

I. LATAR BELAKANG
Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien
akan pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk
pasien, bidang spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik
yang paling tepat, sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam
penanganan pasien di rumah sakit merupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian
(assessment)
Untuk itu, RS Ibnu Sina Kabupaten Gresik membuat kebijakan mengenai proses pengkajian
pasien di RS Ibnu Sina Kabupaten Gresik sebagai acuan standar dalam proses pengkajian.

II. TUJUAN
Sebagai acuan bagi seluruh staf medik, keperawatan dan profesional kesehatan lain dalam
melakukan pengkajian terhadap pasien di RSIS.

III. RUANG LINGKUP

Pengkajian pasien berdasarkan waktu dilakukan pengkajian dibagi menjadi :

1. Pengkajian Awal (Initial Assessment)


Merupakan pengkajian yang dilakukan profesional kesehatan saat pertama kali
bertemu dengan pasien dalam suatu episode penyakit. Pengkajian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan terkait di bidang
masing-masing.
Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat pengkajian awal
sesuai standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di RSIS.
Pengkajian awal minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta
terdokumentasi dalam rekam medik.
Pengkajian awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang
sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan pengkajian,
keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best setting of care)
serta adanya diagnosis awal.

2. Pengkajian Lanjutan (Re-Assessment)


Merupakan pengkajian yang bertujuan untuk memonitor/mengevaluasi hasil dari
pelaksanaan rencana pelayanan / pengobatan dan membuat rencana pelayanan /
pengobatan selanjutnya.
Bisa dilakukan dalam interval menit hingga hari, tergantung kondisi pasien saat
pengkajian awal. Misalnya pada pasien gawat, pengkajian lanjutan yang bertujuan
melihat respon terapi dilakukan dalam hitungan menit, sedangkan pengkajian lain
dapat dalam hitungan hari (misal melihat respon dari antibiotik), hal ini ditetapkan
dalam standar profesi medik dan standar profesi keperawatan RSIS.
Format pengkajian lanjut di RSIS meliputi : SOAP

Di mana :

S (Subjective) merupakan keluhan pasien. Ditulis di rekam medik keluhan yang relevan
dengan terapi yang diberikan, serta sebisa mungkin guna kepentingan evaluasi
terapi harus menunjukkan kuantifikasi (misalkan skala nyeri, mual sampai tidak
bisa makan, atau bisa makan tapi sedikit)

O (Objective) merupakan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik. Ditulis di rekam
medik hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang relevan dalam diagnosis
dan terapi yang diberikan saja.

A (Assessment) merupakan kesimpulan pengkajian. Dituliskan di rekam medik hanya


kesimpulan pengkajian yang relevan dengan rencana perubahan terapi
(penambahan maupun pengurangan) atau yang merupakan tindak lanjut dari
pengkajian sebelumnya. Termasuk perubahan diagnosis harus dituliskan.

P (Plan) merupakan kelanjutan rencana perawatan. Dituliskan di rekam medik secara lengkap
setiap perubahan terapi / penanganan. Termasuk penambahan obat, pengurangan
obat, perubahan dosis obat, perubahan diit, konsultasi dengan spesialisasi lain,
rencana pemulangan, edukasi dan pelatihan pasien dan keluarga yang akan
dilakukan.
Huruf SOAP tidak perlu dituliskan dalam rekam medik, namun komponen-komponen SOAP
di atas harus dituliskan guna menjamin kontinuitas penanganan, sekaligus justifikasi dari terapi
yang diberikan sehingga pada proses audit informasi yang diberikan lengkap, sekaligus
memenuhi aspek hukum.

Penulisan pengkajian harus jelas tanggal dan jam dilakukan pengkajian dan tertulis /
terdokumentasikan di rekam medik secara kronologis waktu.

Adapun kerangka pengkajian pasien di RSIS adalah sebagai berikut :


Nutritional Screening

Fall Risk Assessment

Kebutuhan Edukasi
Need for Discharge
Living A ssesment

(Functional Status)
High/Low for PEM

Activity of Daily

Socioeconomic
Pain Screening

Assessment *)
Psychological
Assessment

Assessment

Specialized
Planning
(H/M/L)

Pasien
(Y/N)

Inpatient Initial
Assessment
Re- Bila pasien jatuh,
Minimal
Assessment menerima obat-
tiap 24
jam obatan yang

meningkatkan
Ambula Initial

t ory Assessment resiko jatuh,

Re- gangguan
patient keseimbanga
Assessment n
Emergency

*) Merupakan pengkajian per bidang spesialisasi dan pengkajian untuk kasus penganiayaan, anak dan
kasusketergantungan alkohol / obat.
KEBIJAKAN PANDUAN ASESMEN PASIEN

A. DEFINISI
1. Asesmen Pasien adalah tahapan dari proses dimana dokter, perawat, dietisien
mengevaluasi data pasien baik subyektif maupun obyektif untuk membuat keputusan
terkait :
a. Status kesehatan pasien
b. Kebutuhan perawatan
c. Intervensi
d. Evaluasi
2. Asesmen Awal Pasien Rawat Inap adalah tahap awal dari proses dimana dokter,
perawat, dietisin mengevaluasi data pasien dalam 24 jam pertama sejak pasien masuk
rawat inap atau bisa lebih cepat tergantung kondisi pasien dan dicatat dalam rekam
medis.
3. Asesmen Awal Pasien Rawat Jalan adalah tahap awal dari proses dimana dokter
mengevaluasi data pasien baru rawat jalan.
4. Asesmen Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana dokter, perawat,
dietisien mengevaluasi ulang data pasien setiap terjadi perubahan yang signifikan atas
kondisi klinisnya
5. Asesmen Individual adalah isi minimal dari asesmen yang ditentukan oleh
departemen / KSM terkait.
6. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan yang lain yang telah
diberikan kepada pasien.
7. DPJP adalah seorang dokter / dokter gigi yang bertanggung jawab atas pengelolaan
asuhan medis seorang pasien. DPJP juga bertanggung jawab terhadap kelengkapan,
kejelasan dan kebenaran serta ketepatan waktu pengembalian dari rekam medis
pasien tersebut.
8. Case Manager adalah perawat yang bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan atas setiap pasien. Tujuannya untuk menjamin mutu asuhan keperawatan
dari pasien tersebut.
9. Keperawatan adalah seluruh rangkaian proses asuhan keperawatan dan kebidanan
yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan yang di mulai dari pengkajian
sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat
kesehatan yang optimal.
10. Dietisien adalah seorang professional medis yang mengkhususkan diri dalam
dietetika, studi tentang gizi dan penggunaan diet khusus untuk mencegah dan
mengobati penyakit.

B. RUANG LINGKUP
1. Kategori Asesmen Pasien
a. Asesmen Medis
b. Asesmen Keperawatan
c. Asesmen Gizi

Komponen dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan adalah asesmen
pasien untukmemperoleh informasi terkait status rekam medis pasien. Khusus pasien
rawat inap , asesmen pasien terkait status kesehatan, intervensi, kebutuhan
keperawatan dan gizi. Untuk dapat berhasil memberikan terapi / asuhan yang
berorientasi kepada pasien dalam prateknya dokter, perawat dan dietisien harus
memiliki pengetahuan dan keahlian dalam melakukan asesmen pasien. Asesmen
pasien diperoleh dari pasien dan sumber sumber lain (misalnya: profil, terapi obat,
rekam medis, dan lain lain). Asesmen pasien dibutuhkan dalam membuat keputusan
keputusan terkait: (a) status kesehatan pasien, (b) kebutuhan dan permasalahan
keperawatan; (c) intervensi guna memecahkan permasalahan kesehatan yang sudah
teridentifikasi atau juga mencegah permasalahan yang bisa timbul di masa
mendatang; serta (d) tindak lanjut untuk memastikan hasil hasil yang diharapkan
pasien terpenuhi.
Proses asuhan kepada pasien saling berhubungan / terjadi kolaborasi antara dokter,
perawat, dan gizi. Sulit untuk dimengerti bahwa dokter dapat menyembuhkan pasien
tanpa bantuan asuhan keperawatan dan terapi gizi.

ASESMEN PASIEN

ASESMEN ASESMEN ASESMEN GIZI


KEPERAWATAN MEDIS

RENCANA TERAPI BERSAMA

MENGEMBANGKAN RENCANA
ASUHAN

ASUHA

MELAKUKAN EVALUASI

MELAKUKAN ASESMEN ULANG BILA TERJADI


PERUBAHAN SIGNIFIKAN TERHADAP KONDISI
KLINIS

Dalam asesmen, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam seluruh proses, agar
asuhan kepada pasien menjadi optimal. Pada saat evaluasi, bila terjadi perubahan
yang signifikan terhadap kondisi klinis pasien, maka harus segera dilakukan asesmen
ulang. Bagian akhir dari asesmen adalah melakukan evaluasi, umumnya disebut
monitoring yang menjelaskan faktor faktor yang menentukan pencapaian hasil
hasil nyata yang diharapkan.

2. Pengkajian pasien Rawat jalan

Pengkajian pasien rawat jalan dilakukan di Cardiac Centre, Neuroscience Centre


& Outpatient Unit, CDC, Endoscopy, One Day Surgery, Hemodialisa rawat
jalan. Pengkajian awal pasien rawat jalan dilakukan oleh perawat sesuai dengan
format yang terdapat di APPENDIX A kebijakan ini.
Pengkajian awal rawat jalan dilakukan terhadap setiap pasien baru dan pasien
yang sudah satu tahun tidak berobat ke RSIS
Pengkajian medik rawat jalan dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis
di unit rawat jalan RSIS atau dokter UGD jika diluar jadwal operasional unit
rawat jalan RSIS.
Pengkajian medik rawat jalan didokumentasikan di rekam medik sesuai
ketentuan / kebijakan rekam medik dengan keterangan yang jelas mengenai
waktu pemeriksaan (tanggal dan jam), dan minimal menuliskan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang relevan untuk justifikasi diagnosis
dan terapi.
Pengkajian spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut :
a. Pengkajian penyakit dalam dan bedah tidak memiliki standar khusus,
dilakukan sesuai keluhan pasien dan standar profesi.
b. Pengakjian dental, mata, THT, obstetri & ginekologi, anak dan psikiatrik
dilakukan sesuai format yang ada di form pengkajian khusus seperti yang
terdapat di APPENDIX B kebijakan ini.
c. Pengkajian pasien saraf sedikitnya meliputi : kesadaran, saraf kranial,
motorik, sensorik, otonom dan keseimbangan.
d. Pengkajian pasien dengan kelainan jantung, paru dan penyakit dalam lainnya
harus meliputi sedikitnya inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi dari
jantung, paru dan organ lainnya.
Dokter membubuhkan tanda tangan DAN nama atau inisialnya di akhir dari
penulisan di rekam medik.

ALUR MASUK RAWAT JALAN

MULAI
Pasien Masuk

Keperawatan

Memeriksa kelengkapan administrasi

Prosedur
DPJP Penunjang
Asesmen medis : Anamnesis &
Pemeriksaan Fisik

Prosedur DPJP
Tindakan/ Perlu Ya
Menulis Surat & Entri
One Day Penunjang ?
Work Order
Care Tidak

Ya Perlu
Tindakan ?

Tidak

Perlu MRS?
Tidak
Ya
DPJP
DPJP
Menulis Resep / Surat Kasus Bedah ?
Kontrol / Istirahat Menulis Surat
Ya
DPJP BEDAH Prosedur
Pendaftaran
Menulis permintaan MRS di Sentral
Mengentri acara op ke Sekt KSM (on line) Admisi

SELESAI

3. Pengkajian pasien gawat darurat

Pengkajian dilakukan di unit gawat darurat dan di seluruh unit yang


menemukan pasien dalam keadaan gawat.

Pengkajian awal gawat darurat dilakukan oleh dokter RSIS, atau perawat yang
terlatih dalam melakukan pengkajian gawat darurat.
Pengkajian gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat kejadian gawat
darurat, kesadaran, Airway, Breathing, Circulation (ABC), dan tanda vital yang
meliputi tekanan darah, nadi, dan pernapasan. Untuk pengkajian di UGD,
pengkajian tambahan dilakukan sesuai format yang tertera di FORMULIR
MEDIK GAWAT DARURAT (RM1.1)
Pengkajian gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 3 menit sejak
pasien tiba di RSIS atau mengalami kejadian gawat darurat di RSIS.
Hasil pengkajian gawat darurat didokumentasikan di rekam medik dalam
kronologi waktu yang jelas, dan menunjang diagnosis kerja serta penanganan
yang dilakukan.

4. Pengkajian pasien rawat inap


Pengkajian awal pasien rawat inap dilakukan oleh dokter ruangan (Ward doctors)
sesaat setelah pasien masuk ke ruang rawat inap. Hasil pengkajian
didokumentasikan di Form ANAMNESA / PEMERIKSAAN FISIK (RM3.2), dan
dilaporkan ke DPJP. Pengkajian medik rawat inap dilakukan oleh dokter
penanggung jawab pasien (DPJP) pada saat admission (saat pasien masuk ruang
perawatan) sekaligus melakukan review hasil pengkajian dokter ruangan
Jika sebelum masuk rawat inap pasien telah mendapatkan pengkajian dokter yang
akan merawat, maka jika pasien dilakukan pengkajian kurang dari 24 jam, pasien
dalam keadaan tanpa kegawat daruratan medik dapat langsung menjalani proses
admission, sedangkan jika pasien dengan pengkajian lebih dari 24 jam sebelum
pasien tiba di RSIS, maka pasien harus menjalani pengkajian ulang di UGD RSIS
guna memastikan bahwa diagnosis masih tetap dan tidak ada kegawatan lain
sebelum pasien masuk ke ruang rawat inap.

Pengkajian medik rawat inap didokumentasikan di rekam medik sesuai ketentuan /


kebijakan rekam medik, dan minimal terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik (dan penunjang jika ada) yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan
terapi.
Pengkajian spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut :
a. Pengkajian penyakit dalam dan bedah tidak memiliki standar khusus, dilakukan
sesuai keluhan pasien dan standar profesi.
b. Pengkajian dental, mata, THT, obstetri & ginekologi, anak dan psikiatrik
dilakukan sesuai format yang ada di form pengkajian khusus seperti yang
terdapat di APPENDIX B kebijakan ini.
c. Pengkajian pasien saraf sedikitnya meliputi : kesadaran, saraf kranial, motorik,
sensorik, otonom dan keseimbangan.
d. Pengkajian pasien dengan kelainan jantung, paru dan penyakit dalam lainnya
harus meliputi sedikitnya inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi dari jantung,
paru dan organ lainnya.
Pengkajian medik rawat inap oleh DPJP maksimal dilakukan 24 jam sejak
admission atau lebih cepat sesuai dengan kondisi pasien.

ALUR PASIEN MASUK RAWAT INAP

MULAI
Pasien

Tandatangani persetujuan perawatan dalam RM


Dietisien DPJP Keperawatan

Mengasesmen Mengasesmen awal medis : Mengasesmen awal Kprwtn. :


Status Gizi
Anamnesis ?& pemeriksaan fisik Keluhan utama
Diagnosis kerja Kenyamanan/aktivitas/proteksi

Perlu Pemeriksaan penunjang Pola makan & eliminasi


terapi gizi? DPJP Asesmen Kebutuhan Rohani
Asesmen Resiko Jatuh
Menulis Resep / alkes dalam lembar RPO
Ya

Dietisien Apoteker Keperawatan

Kolaborasi Menyiapkan Obat Asuhan Keperawatan :


Pemberian
Data khusus/fokus
Masalah/dx keperawatan
DPJP Tgl/jam intervensi
Tgl/jam asuhan
Melakukan terapi sesuai PPK

Dpjp/ Keperawatan / Dietisien

Mengasesmen ulang medis / keperawatan/ gizi

Observasi tanda vital, nyeri & keluaran cairan


harian
Perkembangan terintegrasi Asuhan

DPJP & Keperawatan

Merencanakan pemulangan

DPJP/Keperawatan/Apoteker/Dietisiensis

Memberikan edukasi kepada pasien

Melakukan terapi sesuai PPK


DPJP
Perlu ya
Meminta persetujuan masuk
HCU/ICU?
HCU / ICU
Tidak
Melakukan terapi sesuai
DPJP PPK
Prosedur
HCU/ICU
Melakukan penangan lanjutan

Melakukan terapi sesuai PPK


Belum Meninggal
Sembuh ? DPJP

Ya Menulis sebab

DPJP
Selesai
Mengisi Form resume medis Prosedur
Membuat surat rujuk balik Kamar
jenazah

5. Pengkajian Pasien Peri Operatif


Pengkajian peri operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain
dengan
kompetensi sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter operator
utama.
Pengkajian pre-operatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi di
rekam medik yang minimal meiputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (serta
penunjang jika standar profesi medik mengharuskan demikian) harus
menunjukkan justifikasi dari tindakan operatif yang akan dilakukan.
Pengkajian pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-
masing,dan didokumentasikan dalam rekam medik. Diagnosis pasca operasi harus
dituliskan, serta rencana penanganan pasca operasi (lihat ketentuan pengkajian
lanjutan)
Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana pengkajian pasien belum
dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk
mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining
dilakukan oleh unit kamar bedah.

6. Pengkajian Peri Anestesi / Sedasi

Pengkajian peri anaestesi meliputi :


a. Pengkajian pre anestesi (dilakukan pada hari sebelum anestesi), untuk operasi
cito dapat digabungkan dengan pengkajian pre induksi.
b. Pengkajian pre induksi (dilakukan saat pasien sudah di kamar operasi, sesaat
sebelum induksi dimulai)
c. Monitoring durante anestesi / sedasi
d. Pengkajian pasca anestesi / sedasi
Pengkajian peri anestesi dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi sesuai
standar ikatan dokter anestesi indonesia (IDSAI).
Pengkajian pre-sedasi dilakukan oleh dokter / perawat yang telah mendapat
pelatihan mengenai sedasi sesuai kebijakan pelayanan anestesi & sedasi RSIS
Pelatihan terhadap dokter / perawat pelaksana sedasi harus sedikitnya meliputi :
a. Jenis-jenis obat sedatif dan farmakologi singkatnya.
b. Pengenalan berbagai brand / variasi obat sedasi dan kemasannya.
c. Cara pemberian obat sedasi
d. Indikasi dan Kontra Indikasi obat sedasi.
e. Efek samping dan monitoring selama pemberian sedasi
f. Penanganan efek samping dan kegawatan sehubungan dengan obat sedasi
g. Reversal agent dari obat sedasi
Dokter / perawat yang perlu mendapat sertifikasi pelaksana sedasi adalah :
a. Dokter UGD
b. Dokter ICU
c. Dokter Ranap / Ruangan
d. Perawat UGD

e. Perawat ICU/CVCU/HCU
f. Perawat Endoskopi
g. Perawat Anestesi
h. Perawat Unit lain yang bertugas memasukkan obat-obat sedatif intravena
Pengkajian pre, durante dan post anestesi / sedasi dilakukan dan
didokumentasikan dalam rekam medik secara lengkap.
Pasien tidak dilakukan tindakan anestesi & sedasi bilamana pengkajian pasien
belum dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk
mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining
dilakukan oleh unit kamar bedah atau unit lain yang melakukan sedasi

7. Asesmen Ulangan
Asesmen ulang didokumentasikan pada lembar SOAP (Subyektif, Obyektif,
Asesmen, Planning).
Bagian subyektif (S) : Berisi informasi tentang pasien yang meliputi informasi yang
diberikan oleh pasien, anggota keluarga, orang lain yang penting atau yang merawat.
Jenis informasi dalam bagian ini meliputi:
a. Keluhan / gejala gejala atau alasan utama pasien datang ke rumah sakit,
menggunakan kata katanya sendiri (keluhan utama).
b. Riwayat penyakit saat ini yang berkenaan dengan gejala gejala (riwayat
penyakit saat ini).
c. Riwayat penyakit dahulu (pada masa lampau).
d. Riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping (dari pasien bukan
dari profil obat yang terkomputerisasi).
e. Alergi
f. Riwayat social dan/ atau keluarga
g. Tinjauan / ulasan system organ.

Bagian Obyektif (O) : berisi informasi tentang pemeriksaan fisik, tes tes diagnostic
dan laboratorium dan terapi obat.

Bagian Asesmen (A) : menilai kondisi pasien untuk diterapi.

Bagian Planning (P): berisi rencana pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan , rencana
terapi yang akan diberikan dan rencana pemantauan khusus yang akan dilakukan
untuk melihat perkembangan pasien.
Dengan format dokumentasi yang sistematik,konsisten dan seragam tersebut maka
lembar SOAP akan menjadikan rencana berbagai asuhan pasien menjadi lebih efisien.
Catatan SOAP adalah format yang akan digunakan pada keseluruhan tindakan medik,
keperawatan dan gizi dalam rencana terapi/ terapeutik serta asuhan pasien.

8. Pengkajian Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa terkadang dibutuhkan konfirmasi pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium dan radiodiagnostik. Semua catatan hasil pemeriksaan
penunjang tersebut harus disimpan dalam rekam medik pasien.

C. TATA LAKSANA
1. Asesmen Medis
DPJP Secara menyeluruh dan sisitematis mengidentifikasi masalah kesehatan pasien
dengan melakukan :
a. Anamnesis
1) Keluhan Utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit Dahulu dan terapinya
4) Riwayat Alergi
5) Riwayat penyakit dalam keluarganya
6) Riwayat pekerjaan
7) Riwayat tumbuh kembang

b. Pemeriksaan Fisik
1) Genetalia
a) Kepala
b) Mata
c) THT Leher
d) Mulut
e) Jantung & pembuluh darah
f) Thoraks, paru paru, payudara
g) Abdomen
h) Kulit dan system limfatik
i) Tulang belakang dan anggota tubuh
j) Sistem saraf
k) Genetalia, anus, dan rektum
2) Lokalis
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Auskultasi
Lakukan deskripsi terhadap status lokalis

c. Skrining Nyeri
Semua pasien yang masuk ke rawat inap harus dilakukan Skrining nyeri.

2. Asesmen Keperawatan
Asesmen awal keperawatan
Serangkaian proses yang berlangsung saat pasien masuk rawat inap untuk dilakukan
pemeriksaan secara sisitematis untuk mengidentifikasi masalah keperawatan pada
pasien.
Antara Lain :
1) Keluhan Utama :
a) Riwayat penyakit ssekarang
b) Riwayat penyakit dahulu : DM,HT, jantung, paru, dll
c) Riwayat alergi : ya, tidak, penyebab dan reaksi
2) Kenyamanan Nyeri :
a) Digunakan skala 1 10
b) Kualitas terbakar, tajam, tumpul, tertekan, dll
c) Waktu hilang timbul, terus menerus, lamanya
d) Lokasi
3) Aktifitas dan Istirahat :
a) Bedrest, ambulasi di tempat tidur, ambulasi jalan
b) Ambulasi jalan tidak ada kesulitan, penurunan kekuatan otot, sering jatuh
c) Tidur menggunakan 1 bantal, 2 bantal, >2 bantal
4) Proteksi :
a) Status mental orientasi baik, disorientasi, gelisah, tidak respon
b) Resiko Jatuh tidak resiko, rendah, tinggi
5) Nutrisi :
a) Tinggi badan, berat badan , lingkar lengan kiri
b) Status gizi kurang, normal, over weight, obesitas
c) Nafsu makan menurun, baik, meningkat
d) Kondisi berhubungan dengan makan, mual, muntah, anoreksia, disfagia,dll
6) Eliminasi :
a) BAB : normal, konstipasi/ obstipasi, diare, colostomy, iliostomi
b) BAK : normal, retensi, hematuri, disuri, inkontinensia,dll
7) Respon Emosi : Takut,tegang, marah, sedih, menangis, senang, gelisah
Respon kognisi pasien / keluarga : menginginkan informasi penyakit,
pengobatan, perawatan, diet, biaya,dll
8) Sistem sosio spiritual :
a) Ketaatan menjalankan ibadah rutin, kadang kadang.
b) Kondisi rumah lantai 1, lantai 2,dll
c) Luas rumah

3. Asesmen Gizi
Status nutrisi dengan menggunakan kriteria Malnutrition Universal Screening Tool
(MUST), yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menata laksana pasien dewasa
yang mengalami gizi buruk, kurang gizi, atau obesitas. Untuk pasien anak > 5 tahun
menggunakan grafik CDC dan < 5 tahun dengan grafik Z Score (WHO, 2005).
a. Asesmen Gizi Pasien Dewasa
Kelima langkah MUST adalah sebagai berikut :
Pengukuran alternatif :
1) Jika tinggi badan tidak dapat diukur, gunakan pengukuran panjang lengan
bawah (ulna) untuk memperkirakan tinggi badan dengan menggunakan table
dibawah ini.
Pengukuran dimulai dari siku (olekranon) hingga titik tengah procesus
stiloideus (penonjolan tulang dipergelangan tangan), jika memungkinkan,
gerakanlah tangan kiri.
2) Untuk memperikan IMT, dapat menggunakan pengukuran lingkar lengan
atas (LLA).
a) Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90 derajat terhadap siku,
dengan lengan atas parallel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan
tulang bahu (akromion) dengan siku (olekranon). Tandai titik
tengahnya.
b) Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya, ukur lingkar
lengan atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak terlalu
menempel terlalu ketat.
3) Langkah 3 : adanya efek /pengaruh akut dari penyakit yang diderita pasien,
dan berikan skor (rentang antara 0-2). Sebagai contoh, jika pasien sedang
mengalami penyakit akut dan sangat sedikit/ tidak terdapat asupan makanan
> 5 hari, diberikan skor 2.
4) Langkah 4 : tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1,2 dan 3 untuk
menilai adanya risiko malnutrisi :
a) Skor 0 = risiko rendah
b) Skor 1 = risiko sedang
c) Skor 2 = risiko tinggi
5) Langkah 5 : gunkan panduan tatalaksana untuk merencanakan strategi
keperawatan berikut ini :
a) Risiko rendah
Perawatan rutin : ulangi skrining pada pasien di ruah sakit (tiap
minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan), masyarakat umum
dengan usia > 75 (tiap tahun).
b) Risiko Sedang
Observasi:
Catat asupan makanan selama 3 hari
Jika asupan adekuat, ulangi skrining : pasien di rumah sakit (tiap
minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan), masyarakat umum
(tiap 2-3 bulan).
Jika tidak adekuat, rencanakan strategi untuk perbaikan dan
peningkatan asupan nutrisi, pantau dan kaji ulang program
pemberian nutrisi secara teratur.

c) Rsiko Tinggi
Tatalaksana :
Rujuk ke ahli gizi
Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi
Pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi: pada pasien di
rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan),
masyarakat umum (tiap bulan).
d) Untuk semua kategori:
Atasi penyakit yang mendasari dan berikan saran dalam pemilihan
jenis makanan
Catat kategori risiko malnutrisi
Catat kebutuhan akan diet khusus dan ikuti kebijakan setempat

b. Asesmen Gizi Pasien Anak


1) Asesmen Gizi Pasien Anak > 5 tahun
Menggunakan grafik CDC dengan rumus :
% IBW = ( BB Aktual / BB Ideal ) x 100 %
Klasifikasi % IBW :
Obesitas : > 120 % BB Ideal
Overweight : > 110 % - 120 % BB Ideal
Gizi Normal : 90 % - 110 % BB Ideal
Gizi Kurang : 70 % - 90 %
Gizi Buruk : < 70 % BB Ideal
2) Asesmen Gizi Pasien Anak < 5 tahun
Dengan melihat grafik Z Score WHO 2005 : BB / TB, BB / U, TB / U. Usia
0 2 tahun laki laki warna biru dan perempuan warna merah muda. Usia 2
5 tahun laki laki warna biru dan perempuan warna merah muda.
Kriteria :
>3 SD : obesitas
2 SD 3 SD : Gizi Lebih
- 2 SD 2 SD : Gizi Baik
- - 2 SD - - 3 SD : Gizi Kurang
- 3 SD : Gizi Buruk

4. Asesmen Individual
a. Asesmen Risiko Jatuh
1) Resiko Jatuh pada pasien Dewasa :
a) Pencegahan risiko jatuh pasien dewasa :
Kategori Pasien dengan Risiko Tinggi
Memastikan tempat tidur / brankard dalam posisi rendah dan roda
terkunci
Menutup pagar tempat tidur/ brankard
Orientasikan pasien / keluarga/penunggu tentang lingkungan /
ruangan
Letakkan tanda kewaspadaan Jatuh pada panel informasi pasien
Pastikan pasien memiliki stiker warna kuning penanda risiko tinggi
jatuh pada gelang identifiksi
Lakukan pemasangan fiksasi fisik apabila diperlukan dengan
persetujuan keluarga.

b) Asesmen risiko jatuh pada pasien dewasa menggunakan Morse Fall


Scale (Skala jatuh Morse) sebagai berikut :
Faktor Risiko Skala Poin Skor
pasien

Riwayat Jatuh Ya 25

Tidak 0

Diagnosa sekunder (2 Ya 15
diagnosisi medis)
Tidak 0

Alat Bantu Berpegangan pada perabot 30

Berpegangan pada perabot 15

Tidak ada/ kursi roda/ perawat/ tirah 0


baring

Terpasang infus Ya 20

tidak 0

Gaya berjalan Terganggu 20

Lemah 10

Normal/ tirah baring/ imobilisasi 0

Status Mental Sering lupa akan keterbatasan yang 15


dimiliki

Sadar akan kemampuan diri sendiri 0

Total
Kategori :

Risiko Tinggi = 45

Risiko Rendah = 25 44

Tidak ada Risiko = 0 - 24

2) Asesmen risiko jatuh pada pasien anak anak


a) Pencegahan risiko jatuh pasien anak anak:
Kategori pasien dengan risiko tinggi
Memastikan tempat tidur/ brankard dalam posisi raoda terkunci
Pagar sisi tempat tidur / brankard dalam posisi berdiri/ terpasang
Linkungan bebas dari peralatan yang tidak digunakan
Berikan penjelasan kepada orang tua tentang pencegahan jatuh
Pastikan pasien mempunyai stiker penanda risiko tinggi jatuh pada
gelang identifikasi dan tanda kewaspadaan dan panel informasi pasien.
b) Asesmen risiko jatuh pada pasien anak menggunakan Humty Dumpty
sebagai berikut :

Faktor Risiko Skala Poin Skor


Pasien

Umur Kurang dari 3 tahun 4

3 tahun 7 tahun 3

7 tahun 13 tahun 2

Lebih 13 tahun 1

Jenis Kelamin Laki laki 2


Wanita 1

Diagnosa Neurologi 4

Respiratori, dehidrasi, anemia, anoreksia, 3


syncope

Perilaku 2

Lain - lain 1

Gangguan Kognitif Keterbatasan daya piker 3

Pelupa, berkurangnya orientasi sekitar 2

Dapat menggunakan daya piker tanpa 1


hambatan

Faktor lingkungan Riwayat jatuh atau bayi/ balita yang 4


ditempatkan di tempat tidur

Pasien yang menggunakan alat bantu/ bayi 3


balita dalam ayunan

Pasien di tempat tidur standar 2

Area pasien rawat jalan 1

Respon terhadap Dalam 24 jam 3


pembedahan, sedasi, dan
Dalam 48 jam 2
anestesi

Lebih dari 48 jam / tidak ada respon 1

Penggunaan obat - obatan Penggunaan bersamaan sedative, barbiturate, 3


anti depresan, diuretic, narkotik
Salah satu dari obat di atas 2

Obat obatan lainnya / tanpa obat 1

Total

Kategori : Skor : 7 11 : risiko Rendah (RR)

12 : Risiko Tinggi (RT)

b. Asesmen Nyeri

1). Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale

Gambar NRS (Numerical Rating Scale)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri
Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri Berat

a) Indikasi : Digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya.
b) Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyari yang dirasakan
dan dilambangkan dengan angka antara 0 10.
0 = Tidak nyeri
1 3 = Nyeri Ringan (sedikit menganggu aktivitas sehari hari)
4 6 = Nyeri Sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari hari)
7 10 = Nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari)
c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan
angka, gunakan asesmen Wong Baker FACES Pain Scale sebagai berikut:
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri sedikit nyeri agak Menganggu Sangat Tdk tertahan

Menganggu Aktivitas Menganggu

d) Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan


memperingan nyeri kepada pasien.
e) Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri :
Lokasi nyeri
Kualitas dan atau pola penjajaran / penyebaran
Onset, durasi, dan faktor pemicu
Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
Efek nyeri terhadap aktivitas sehari hari
Obat obatan yang dikonsumsi pasien
f) Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedang,
asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
g) Asesmen ulang nyeri : dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
Asesmen ulang nyeri adalah prosedur menilai ulang derajat nyari pada
pasien yang bertujuan untuk mengevaluasi intervensi yang telah dilakukan
terkait penatalaksanaan nyeri yang telah diberikan, dengan interval waktu
sesuai criteria sebagai berikut :
15 menit setelah intervensi obat injeksi
1 jam setelah intervensi obat oral atau lainnya
1x / shift bila skor nyeri 1 3
Setiap 3 jam bila skor 4 6
Setiap 1 jam bila skor nyeri 7 - 10
Dihentikan bila skor nyeri 0
h) Tatalaksana nyeri :
Berikan analgesic sesuai dengan anjuran dokter
Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri
kepada pasien yang sadar / bangun.
Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri 4. Asesmen
dilakukan 1 jam setelah tatalaksana nyeri sampai intensitas nyeri 3
Sebisa mungkin berikan analgesic melalu jalur yang paling tidak
menimbulkan nyeri
Nilai ulang efektifitas pengobatan
Tatalaksana non farmakologi
Berikan heat / cold pack
Lakukan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
Latihan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan
irama / pola teratur, dan / atau meditasi pernapasan yang
menenangkan
Distraksi / pengalih perhatian
i) Berikan Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai :
Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri
Menenangkan ketakutan pasien
Tatalaksana Nyeri
Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri
sebelum rasa nyeri tersebut bertambah parah.

c. Asesmen Tahap Terminal


Serangkaian proses yang berlangsung saat pasien mulai masuk rawat inap di
ruang intensive care. Pemeriksaan akan dilakukan secara sisitematis untuk
mengidentifikasi masalah keperawatan pada pasien, antara lain :
Pemeriksaan fisik yaitu :
1) Pernapasan :
a) Irama napas
b) Suara napas tambahan
c) Sesak napas
d) Batuk, sputum
e) Alat bantu napas, mode, sao2
2) Kardiovaskuler
a) Irama jantung
b) Akral
c) Pulsasi
d) Perdarahan
e) Cvc
f) Tekanan darah, nadi, map,suhu
g) Lain - lain
3) Persyarafan
a) GCS
b) Kesadaran
c) ICP
d) Tanda tanda peningkatan TIK
e) Konjungtiva
f) Lain - lain
4) Perkemihan
a) Kebersihan area genetalia
b) Jumlah cairan masuk
c) Buang air kecil
d) Produksi urine
5) Pencernaan
a) Nafsu makan
b) Ngt
c) Porsi makan
d) Minum
e) Mulut
f) Mual, muntah
g) Buang air besar
h) Lain - lain
6) Muskuloskeletal/ Intergumen
a) Kemampuan pergerakan sendi
b) Warna kulit
c) Odema
d) Dekubitus
e) Luka
f) Kontraktur
g) Fraktur
h) Jalur infuse
i) Lain - lain
d. Asesmen Kebutuhan Rohani
Tahapan asesmen kebutuhan rohani :
1) Bimbingan doa yang diinginkan
2) Kunjungan spiritual yang diinginkan pasien
3) Tanggapan terhadap kebutuhan spiritual
4) Metode kunjungan yang diharapkan
5) Kebutuhan rohani pasien
e. Asesmen Kebutuhan Privasi
1) Privasi yang diinginkan
2) Pada saat wawancara klinis
3) Pada saat pemeriksaan fisik
4) Pada saat perawatan
5) Lain - lain
f. Asesmen Pediatrik
Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak sering tidak dapat
mengungkapkan keluhannya secara verbal. Amati adanya pergerakan spontan
pasien ter hadap area tertentu yang dilindungi . tahapan asesmen berupa:
1) Keadaan umum
a) Tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap lingkungan
sekitar
b) Tonus otot : normal, meningkat, menurun/ fleksi
c) Respon kepada orang tua/ pengasuh : gelisah, menyenangkan
2) Kepala
a) Tanda trauma
b) Ubun ubun besar (jika masih terbuka): cekung, atau menonjol
3) Wajah
a) Pupil : ukuran, kesimetrisan, refleks cahaya
b) Hidrasi : air mata, kelembapan mukosa mulut
4) leher : kaku kuduk
5) Dada
a) Stridor, retraksi sela iga, p[eningkatan usaha napas
b) Auskultasi : suara napas meningkat/menurun, simetris kiri dan
kanan, ronkhi, wheezing: bunyi jantung : regular, kecepatan,
murmur
6) Abdomen : distended, kaku, nyeri, hematoma
7) Anggota gerak
a) Nadi brakialis
b) Tanda trauma
c) Tonus otot,pergerakan simetris
d) Suhu dan warna kulit, capillary refill
e) Nyeri, gerakan terbatas akibat nyeri
8) Pemeriksaan neurologis

g. Asesmen Kulit dan Kelamin


Tahapan asesmen kulit dan kelamin adalah sebagai berikut :
1) Keluhan utama:
a) Perjalanan penyakit
b) Riwayat obat
c) Riwayat penyakit menular seksual
d) Anamnesa infeksi menular seksual
e) Riwayat penyakit terdahulu
f) Riwayat penyakit keluarga

2) Status generalis
a) Keadaan umum
b) Gizi
c) Lain - lain
3) Lokasi

h. Asesmen Rehabilitasi Medik


Tahapan asesmen adalah sebagai berikut:
1) Data dasar
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit
c) Pemeriksaan fisik
d) Pemeriksaan neurologis
e) Pemeriksaan muskoloskeletal
2) Diagnosis
a) Diagnosis klinis
b) Diagnosis Fungsional
3) Daftar masalah kedokteran fisik & rehabilitasi
a) Status local
b) Pemeriksaan penunjang(EMG-NCV, Biofeedback, pemeriksaan
KFR lian, Laboratorium, Radiologi)
4) Perencanaan
5) Tindak program kedokteran fisik & rehabilitasi

D. DOKUMENTASI
Rekam Medis
Mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah kritikal dan penting dalam
proses asuhan pasien. Hal ini umumnya dipahami pelaksana praktek kedokteran bahwa
jika anda tidak mendokumentasikannya anda tidak melakukannya. Dokumentasi adalah
alat komunikasi berharga untuk pertemuan di masa mendatang dengan pasien tersebut
dan dengan tenaga ahli asuhan kesehatan lainnya. Saat ini, beberapa metode berbeda
digunakan untuk mendokumentasikan asuhan pasien dan CP, dan berbagaii format
cetakan dan perangkat lunak computer tersedia untuk membantu farmasis dalam proses
ini. Dokumentasi yang baik adalah lebih dari sekedar mengisi formulir , akan tetapi harus
memfasilitasi asuhan pasien yang baik. Ciri cirri yang harus dimiliki suatu dokumentasi
agar bermanfaat untuk pertemuan dengan pasien meliputi : informasi tersusun rapi,
terorganisir, dan dapat ditemukan dengan cepat.

Anda mungkin juga menyukai