Anda di halaman 1dari 47

Blok DSP 7 Medical & Dental Emergency

FRAKTUR MANDIBULA
Makalah

Disusun oleh: Kelompok 6

Nabila Mousavi Lina Kharismawati Rosy Merita Eri Lupitasari Maulanny Putri Mustafid
Ilmi Haryadi Henri Septina V. Banchin Aliffa Prisilla

160110090090 160110090091 160110090092 160110090093 160110090094 160110090095


160110090096 160110090097 160110090098

Fitryza Rahmisari

160110090099

Gian Nur Alamsyah 160110090100 Adri Luqmanul H. Ulistyaningsih Annti Nursanti


160110090101 160110090102 160110090103

Ega Tubagus Aprian 160110090104 Lulu Hayatulmillah Crirespasti PGTAI 160110097001


160110080084

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI BANDUNG 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i DAFTAR ISI. ii KATA


PENGANTAR.. iii BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA... 2 1. Etiologi fraktur mandibula
2 2. Insidensi trauma fraktur mandibula.. 2 3. Klasifikasi 3.1.Lokasi
anatomis 3.2.Pola fraktur 4 6

4. Tanda klinis.. 8 5.
Perawatan .........................................................................
.............. 14 5.1. 5.2. Closed reduction17 Open
reduction..22

BAB III HASIL


DISKUSI..........................................................................
35 BAB IV
KESIMPULAN ........................................................................
....42 DAFTAR
PUSTAKA............................................................................
......43

ii
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayahNya-lah makalah ini dapat terselesaikan. Makalah yang membahas fraktur
mandibula, dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Blok DSP 7 Medical & Dental
Emergency . Dalam pembuatan makalah ini, banyak orang yang terlibat untuk
menyelesaikannya, termasuk dosen pembina. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang terkait. Penulis sudah berusaha mewujudkan
makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun apabila terdapat kesalahan baik dalam
penulisan ataupun isi makalah, penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya
membangun. Semoga makalah ini berguna bagi pembaca dalam mempelajari mata kuliah
Blok DSP 7.

Bandung, Maret 2012

Penulis

iii
1

BAB I PENDAHULUAN

Mandibula adalah bagian dari rangka maxilofasial yang kedua paling sering mengalami
fraktur disebabkan oleh posisinya dan bentuknya yang menonjol. Lokasi dan pola
fraktur ditentukan oleh mekanisme terjadinya injuri dan arah vektor gaya traumanya.
Selain itu, umur pasien, ada atau tidaknya gigi, dan penyebab trauma juga
menimbulkan efek langsung terhadap karakteristik dari fraktur. Ketidakstabilan
tulang dari daerah yang fraktur biasanya sangat mudah untuk ditemukan saat
pemeriksaan klinis. Tanda klinis lainnya yang juga sering muncul adalah maloklusi
dental, laserasi gingiva, dan terbentuknya hematoma. Tujuan dari manajemen fraktur
tulang yang harus dicapai adalah (1) pengembalian fungsi seperti semula; (2)
pengembalian adanya kerusakan kontur anatomis; (3) dan mencegah infeksi. Sehingga
untuk mencapai tujuan-tujuan ini dengan sesempurna mungkin, dibutuhkan perhatian
yang sangat khusus dan teliti saat menentukan diagnosis, memilih perawatan yang
dibutuhkan, dan juga saat mengerjakan perawatan.
2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Etiologi Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.
1) Fraktur traumatik disebabkan oleh : a. Kecelakaan kendaraan bermotor (43%) b.
Kekerasan atau perkelahian (34%) c. Kecelakaan kerja (7%) d. Terjatuh (7%) e.
Kecelakaan berolahraga (4%) f. Kecelakaan lainnya (5%) 2) Fraktur patologik Fraktur
patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfecta,
osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.

II. Insidensi Fraktur mandibula lebih umum dibandingkan cedera pada bagian
sepertiga tengah. Schuchordt et al (1966) dalam serangkaian 2901 fraktur, menemukan
1997
3

fraktur terjadi pada mandibula itu sendiri, sedangkan 156 kasus terjadi baik pada
mandibula maupun pada bagian sepertiga tengah dari skeleton fasial, sehingga
terdapat 2103 fraktur mandibula. Fraktur mandibula meliputi 40% 62% dari seluruh
fraktur wajah, perbandingan pria dan wanita, yaitu 3 : 1 7 : 1 tergantung dari
penelitian dan Negara. Fraktur subkondilar banyak ditemukan pada anak-anak,
sedangkan fraktur angulus lebih sering pada remaja dan dewasa muda.

Gambar 1. Persentase kejadian fraktur mandibula menurut lokasi anatomisnya.


Sumber : Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery.
Ed. Ke-5. Mosby Elsevier. St. Louis. 2008.
4

III. Klasifikasi

Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan sesuai dengan lokasi anatomisnya dan pola
frakturnya. 1) Lokasi Anatomi / Anatomi Located Klasifikasi ini sudah dimodifi oleh
Kelly dan Hariggan yang dipaparkan melalui penelitian Epidemologinya. Kelly dan
Hariggana membagi fraktur mandibula bedasarkan lokasi anatomisnya. a. Fraktur
Dentoalveolar Semua fraktur yang terbatas pada tooth-bearing area mandibula tanpa
gangguan pada underlying osseus structure b. Fraktur Symphysis Fraktur pada regio
incisivus mandibula yang memanjang dari processus alveolar ke batas inferior secara
vertikal c. Fraktur Parasymphysis Fraktur yang muncul diantara foramen mentale
dengan distal incisivus lateral mandibula dan memanjang dari processus alveolar ke
batas inferior.
5

d. Fraktur Body Mandibula Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan
distal molar kedua dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior e.
Fraktur Angle Fraktur distal ke molar kedua yang memanjang dibentuk dari titik temu
body dan ramus mandibula pada retromolar area dengan titik yang dibentuk dari titik
inferior body mandibula dan posterior border ramus mandibula. f. Fraktur Ascending
Ramus Fraktur yang dibetntuk dari garis fraktur yang memanjang secara horizontal
melewati anterior-posterior ramus mandibula atau garis fraktur yang memanjang
secara vertikal dari sigmoid notch ke batas inferior mandibula g. Fraktur Processus
Condylus Fraktur yang memanjang dari sigmoid notch ke posterior border ramus
mandibula sepanjang aspect superior ramus; atau fraktur yang melibatkan condylus
bisa diklasifikasikan menjadi extracapsular atau intracapsular, tergantung dari
relasi fraktur dan capsular attachment.
6

2) Pola Fraktur Klasifikasi ini bedasarkan pola fraktur pada mandibula a. Fraktur
Tertutup/Simple Fraktur, terdiri dari satu garis fraktur yang tidak berhubungan
exterior. Contohnya frakktur pada ramus atau condylus tanpa eksponansi jaringan
sekitar daerah fraktur. b. Fraktur Terbuka/Fraktur Compound, fraktur yang
berhubungan dengan lingkungan luar karena melibatkan mukosa, ligament periodontal
gigi, dan processus alveolar. c. Greenstick Fraktur, fraktur ini sering terjadi
pada anak-anak yang mengakibatkan diskontiunitas tulang yang tidak lengkap. tidak
ada mobility antara proksimal dan fragmen distal d. Comminuted Fraktur, fraktur
yang terdiri dari multipel fragmen tulang pada satu lokasi fraktur. Fraktur ini
hasil dari tekanan yang lebih besar dari simple fraktur. e. Complex Fraktur, jenis
injury yang menunjukan kerusakan struktur yang berdekatan dengan tulang seperti
pembuluh darah besar, saraf dan sendi. Biasanya menunjukan kerusakan pada arteria
inferior alveolar, vena, dan saraf pada fraktur mandibula proximal ke foramen
mentale atau distal ke mandibula foramen.
7

f. Telescope or Impacted Fraktur, tipe cedera yang jarang terjadi pada mandibula,
tetapi menunjukan satu fragmen tulang yang terdorong ke satu fragment lainnya g.
Indirect Fraktur, fraktur ini muncul pada titik yang jauh dari lokasi trauma.
Contohnya fraktur condylar muncul pada fraktur symphysis. h. Direct Fractur,
fraktur yang muncul secara cepat berdekatan dengan titiik kontak lokasi trauma i.
Pathology Fracture, fraktur hasil dari fungsi normal atau minimal trauma pada
tulang yang sudah lemah oleh patologis. Patologis ini bisa muncul tepat di lokasi
fraktur. Contohnya kista, atau metastatis tumor. j. Displaced Fraktur, fraktur bisa
nondisplaced, deviated, displaced. Nondisplaced, fraktur linear dengan fragment
proximal yang

mempertahankan relasi anatomisnya dengan fragment distal. Fraktur deviasi, simple


angulation pada processus condylus nyata pada relasi fragment mandibular yang
tersisa tanpa ada perkembangan dari jarak atau tumpang tindih diantara dua segmen.
Displacement, pergerakan fragment condylus dengan relasi segmen mandibular
pergerakan lpada lokasi fraktur k. Fraktur Dislokasi, dislokasi muncul ketika
kepala condylus bergerak pada fossa glenoidalis tanpa artikularis. Ketika
berhubungan dengan fraktur
8

pada condylus, disebut fraktur dislokasi. Condylus mandibula bisa juga dislokasi
karena trauma tanpa meliabatkan fraktur pada condylusnya.

Gambar 2. Klasifikasi fraktur mandibula

IV. Pemeriksaan dan Tanda Klinis

Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu: 1. Perubahan oklusi.


9

Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi harus
menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada oklusi
dapat disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur mandibula
pada beberapa lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi. Open bite anterior
disebabkan karena fraktur bilateral pada kondilus atau angulus mandibula dan
fraktur maksilla dengan perpindahan inferior dari posterior maksilla. Open bite
posterior disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris atau fraktur
parasimfiseal. Open bite unilateral disebabkan oleh fraktur parasimfiseal.
Crossbite posterior disebabkan oleh fraktur kondilus dan midline simfiseal. Oklusi
retrognatik berhubungan dengan fraktur angulus atau kondilus. Oklusi prognatik
disebabkan oleh karena pergerakan berlebih dari TMJ. Contoh di atas merupakan
beberapa kelainan oklusi karena fraktur mandibula.

Kelainan Oklusi Kontak prematur gigi post. Openbite anterior

Daerah yang diduga mengalami fraktur Kondilus atau sudut mandibula (bilateral)

Openbite posterior

Prosesus

alveolar

anterior

atau

daerah

parasymphyseal Posterior crossbite Kondilus dan midline symphyseal dengan


10

miringnya segmen posterior dari mandibula Retrognatik Unilateral openbite Prognatik


Kondilus dan sudut mandibula Sudut ipsilateral dan parasymphyseal Efusi TMJ

Tabel : Kelainan Oklusi yang Terjadi, dibandingkan dengan Daerah yang Diduga
Mengalami Fraktur

2.

Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah. Hal ini berkaitan dengan
gangguan pada nervus alveolar inferior dimana nervus

ini melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja terjadi
fraktur pada daerah distal foramen mandibula. Untuk memeriksa adanya perubahan
sensasi pada bibir bawah dan dagu, klinisian harus menggunakan anesthesi.

3.

Pergerakan Abnormal Mandibula Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai


pembukaan mulut yang

terbatas dan trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi karena fraktu
kondilaris karena ketidakseimbangan kerja pada otot pterigoideus lateralis.
Ketidakmampuan mandibula untuk membuka disebabkan karena fraktur ramus yang
mengenai prosessus koronoideus pada arkus zygomatikus atau depresi pada fraktur
arkus
11

zygomatikus. Ketidakmampuan rahang untuk menutup disebabkan oleh fraktur pada


prosessus alveolaris, angulus, ramus atau simfisis karena kontak prematur gigi.

Kelainan Pergerakan Mandibula

Daerah yang Kemungkinan Mengalami Fraktur

Ketidakmampuan membuka rahang

Prosesus koroniod, ramus dan lengkung zigomatikum

Ketidak mampuan menutup rahang

Prosesus alveolaris, ramus, sudut atau symphysis

Pergerakan lateral

Kondilus

(bilateral),

ramus

dengan

displacement tulang
Tabel : Kelainan Pergerakan Mandibula, dibandingkan dengan Daerah yang Kemungkinan
Mengalami Fraktur

4.

Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula. Walaupun kontur wajah
tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa wajah

dan mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada bagian lateral wajah
mungkin disebabkan oleh fraktur corpus, angulus atau ramus. Tampilan memanjang pada
muka mungkin disebabkan oleh fraktur bilateral pada subkondilar angulus atau
corpus, asimetris wajah, merupakan tanda bagi klinisi kemungkinan
12

adanya fraktur mandibula. Jika ada deviasi dari bentuk U yang normal pada kurva
mandibula, adanya fraktur harus dicurigai.

Perubahan pada wajah Bagian lateral yang lebih datar Retruded chin Pemanjangan
wajah

Daerah yang Kemungkinan Mengalami Fraktur Korpus, ramus, sudut mandibula


Parasymphyseal (bilateral) Subkondilar (bilateral), sudut, korpus

menyebabkan posisi mandibula lebih ke bawah


Tabel : Perubahan pada Wajah, dibandingkan dengan Daerah yang Kemungkinan Mengalami
Fraktur

5.

Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis. Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit


atau mukosa secara

signifikan atau perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada mandibula.


Adanya luka harus diinspeksi secara hati-hati sebelum penutupan. Arah dan tipe
fraktur dapat dilihat melalui luka. Namun, klinisi perlu pemeriksaan radiografi
untuk mendiagnosis. Adanya kimosis pada dasar mulut mengindikasikan terjadinya
fraktur korpus mandibula atau fraktur simfiseal.
13

6.

Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi. Pemeriksaan pada gigi dan tulang
pendukung dapat membantu diagnosis fraktur

pada prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat dapat menyebabkan
fraktur gigi juga pada tulang yang mendasarinya. Fraktur gigi multiple
mengindikasikan bahwa rahang clenching akibat trauma. Klinisi harus melakukan
palpasi pada mandibula dengan menggunakan dua tangan dengan ibu jari pada gigi dan
jari lain pada mandibula dengan perlahan dan hati-hati.

7.

Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor. Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan
rasa sakit merupakan tanda-

tanda sejak jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan merupakan
tandatanda primer dari dugaan adanya fraktur mandibula. Pemeriksaan radiologis juga
diperlukan untuk memperkuat diagnosa, beberapa teknik foto yang bisa digunakan pada
kasus fraktur mandibula ini antara lain, panoramik, lateral oblique,
posteroanterior, occlusal view, periaphical view, reverse townes, foto TMJ, dan CT
scan.
14

V. Perawatan Fraktur Mandibula

V.I. Tujuan dan Prinsip Perawatan Tujuan : 1) Memperbaiki bagian yang fraktur
sehingga mendapatkan kembali fungsi fisiologis mandibula dan estetika wajah pasien
2) Mendapatkan oklusi yang stabil 3) Mengembalikan bukaan interincisal dan gerakan-
gerakan ekskursif mandibula yang baik 4) Deviasi mandibula minimal 5) Mendapatkan
aparatus artikular yang bebas dari rasa nyeri baik saat berfungsi maupun istirahat
6) Tidak terjadi kelainan TMJ pada sisi yang terkena trauma ataupun sisi
kontralateralnya 7) Menghindari komplikasi jangka panjang pertumbuhan tulang.
15

Prinsip Perawatan : 1) Reduksi Proses mengembalikan fragmen yang fraktur ke posisi


normalnya. Bisa dilakukan dengan reduksi tertutup maupun reduksi terbuka. 2)
Fiksasi Ujung tulang yang fraktur konstan (tidak bergerak/fixed) pada posisi yang
tereduksinya. Fiksasi bisa dilakukan secara indirect, yaitu dengan

intermaxillary fixation (IMF) atau secara direct, yaitu dengan sekrup-sekrup dan
bone plate. 3) Imobilisasi Fragmen tulang yang sudah direduksi dan difiksasi selama
beberapa waktu tertentu diimobilisasi agar proses penyembuhan berjalan baik.

Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan : 1) Evaluasi dan monitor keadaan umum
pasien, seperti jalan napas, kontrol hemoragi, dan manajemen untuk mencegah
kerusakan sistem organ lain. 2) Pemeriksaan klinis yang baik dan hasil radiografi.
3) Penanganan trauma dental bersamaan dengan fraktur mandibula. Operator harus
mampu menentukan gigi mana yang dapat dipertahankan atau harus diekstraksi. 4)
Pencapaian oklusi.
16

5) Jika trauma fraktur juga meliputi area fasial, fraktur mandibula harus ditangani
lebih dulu. 6) Periode pelaksanaan terapi tergantung pada tipe fraktur, lokasi,
jumlah dan keparahan, kondisi kesehatan umum pasien, usia, dan metode terapi yang
digunakan.

V.II. Jenis Perawatan

Jenis Perawatan : 1) Perawatan Konservatif Ketika terlihat garis fraktur pada


tampilan radiografis tapi tidak terlihat displacement. a) Kontrol rasa sakit dengan
obat analgesik yang cukup kuat seperti pentazosin, karena pasien fraktur mandibula
measakan derajat sakit yang ekstrem, hingga bisa terjadi syok. b) Kontrol infeksi
untuk mencegah infeksi maka antibiotik profilaksis perlu diberikan. c) Stabilisasi
sementara bagian yang terkena fraktur dengan perban barrel. d) Diet e) Instruksi
untuk menjaga kebersihan rongga mulut
17

f) Instruksi untuk menggerakkan rahangnya dengan pelan g) Follow up

2) Perawatan Aktif a) Reduksi Tertutup Pada reduksi tertutup perawatan dilakukan


tanpa operator/dokter melihat frakturnya secara langsung / tidak dilakukan
pembukaan jaringan.

Gambar 3. Reduksi tertutup

Reduksi tertutup kemudian dibantu dengan : Intermaxillary Fixation (IMF) Yaitu


proses fiksasi yang dibantu dengan aplikasi kawat-kawat atau karet elastik antara
rahang atas dan rahang bawah. Metode utama fiksasi ini adalah wiring, arch bars,
dan splints.
18

o Wiring Sebenarnya ada beberapa macam teknik wiring yang dapat dilakukan untuk
proses fiksasi, tapi kedua jenis teknik wiring dibawah ini paling sering digunakan.
Multiple loop wiring Teknik wiring dimana 4 gigi posterior dikawat bersama.

Gambar 4. Multiple loop wiring

Ivy loop wiring Ivy loop hanya meliputi 2 gigi yang berlawanan. Ivy loop dapat
lebih mudah diaplikasikan dan lebih singkat waktu pengerjaannya dibandingkan
multiple loop, walaupun kadang sejumlah ivy loop diperlukan di beberapa area
lengkung gigi.

Gambar 5. Ivy Loop wiring


19

o Arch Bars Penggunaan arch bars dianggap metode yang paling ideal untuk perawatan
IMF. Arch bars ada yang sudah tersedia dari pabrik dan bisa juga dibuat sendiri.

Gambar 6. Arch bars

o Splints Splint digunakan apabila wiring dianggap tidak memberikan fiksasi yang
adekuat, atau ketika splint horizontal di sepanjang zona fraktur memang diperlukan,
seperti pada kasus dimana imobilisasi yang dibutuhkan tidak dalam keadaan mulut
tertutup.
20

Splint diindikasikan untuk kasus yang sangat simpel atau yang sangat sulit. Apabila
dokter dihadapkan pada kasus fraktur mandibula yang sederhana di area lengkung
gigi, maka dokter biasanya akan lebih memilih menggunakan splint sehingga bukaan
rahang tidak perlu ditutup rapat dengan kawat atau karet elastik. Jika kasusnya
sangat sulit, sehingga diperlukan cangkok tulang atau pada kasus dimana perawatan
penggabungan rahang tertunda, splint diindikasikan untuk memberikan fiksasi jangka
panjang.

Gambar 7. Splint akrilik

Skeletal pin Fiksasi dengan skeletal pin digunakan pada kasus dimana manajemen
dengan IMF kurang memuaskan. Fraktur pada angulus mandibula terutama dapat
diimobilisasi dengan fiksasi skeletal pin tanpa harus mengekspos fragmen fraktur.
21

Gambar 8. Skeletal pin

Setelah dilakukan fiksasi, maka rahang diimobilisasi dalam jangka waktu tertentu
untuk memberikan fase penyembuhan. Lamanya waktu imobilisasi tergantung pada lokasi
fraktur, ada atau tidaknya gigi di daerah fraktur, usia pasien, dan ada atau
tidaknya infeksi. Secara umum, perawatan fraktur mandibula mulai stabil pada minggu
ke-4. Dewasa 3-6 minggu. Anak-anak 2-3 minggu. Lanjut usia 6-8 minggu. Ada panduan
sederhana untuk mengukur waktu imobilisasi fraktur pada area bergigi oleh Killey
dan Kay. Yaitu : Dewasa muda dengan fraktur pada angulus dan mendapatkan perawatan
dini dengan gigi pada garis fraktur diekstraksi 3 minggu. Jika : - Gigi pada
garis fraktur dipertahankan tambah 1 minggu. - Fraktur pada simfisis tambah 1
atau 2 minggu. - Anak-anak dan orang lebih tua substract 1 minggu. Berikan
antibiotik dan kontrol nutrisi pasien.
22

b) Reduksi Terbuka Indikasi 1. Fraktur yang tidak menguntungkan pada sudut, bodi
atau daerah parasimfisis mandibula 2. Terjadinya kegagalan pada metode tertutup 3.
Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomi 4. Fraktur yang membutuhkan bone graft
5. Multiple fraktur

Macam-macam reduksi terbuka 1. Reduksi tulang peroral 2. Reduksi tulang perkutan

1.

Reduksi tulang peroral Reduksi tulang peroral yang sering dilakukan untuk

mengendalikan fragmen edentulous proksimal yang bergeser, misalnya fraktur yang


melalui molar ketiga yang impaksi. Pasien diberi anestesi lokal atau sedasi. Arch
bar atau alat fiksasi yang lain diikatkan dan suatu flap envelope mukoperiosteal
yang dimodifikasi (lebih besar dan terletak lebih ke arah bukal)
23

dibuat untuk jalan masuk. Molar ketiga dikeluarkan dengan menggunakan elevator dan
distraksi anterior dari segmen distal. Lubang unikortikal dibuat pada dinding
alveolar sebelah bukal dari kedua fragmen dan sebuah kawat baja tahan karat (0,45
atau 0,5 mm) ditelusupkan kedalamnya. Ujung-ujung kawat dipilin untuk mengencangkan
segmen pada posisi reduksi dan

ditempatkan kawat/elastik untuk fiksasi maksilomandibular. Bagian tersebut


diirigasi dengan larutan saline steril, diperiksa, dan kawat disesuaikan, dipotong
serta ditekuk. Penutupan flap dilakukan dengan jahitan kontinu memakai chromic gut
3-0.

Gambar : Fraktur pada angulus mandibula. (A) Fraktur pada angulus mandibula dengan
pergeseran segmen proksimal, (B) Fraktur tersebut direduksi atau diatur letaknya,
(C) Stabilisasi segmen fraktur disempurnakan dengan pengawatan langsung. (Sumber:
Pedersen, G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa : Purwanto. Jakarta:
EGC. Hal 245)
24

Reduksi terbuka pada simfisis Flap dibuat dengan menempatkan insisi 3-4 mm di bawah
pertemuan mukosa bergerak dan tidak bergerak. Insisi submukosal dibuat miring
sedemikian rupa sehingga periosteum diiris di bawah origo m. mentalis.Pertemuan
periosteum dimulai dengan elevator periosteal dan pengelupasan dilakukan dengan
tekanan digital kearah inferior. Lubang dibuat pada kedua segmen pada tepi bawah
dan sebuah kawat baja tahan karat (0,5 atau 0,55 mm) dilewatkan, sering dibuat
berbentuk seperti angka 8. Segmen-segmen diatur letaknya dan ujung kawat dipilin,
dipotong dan dibengkokan. Fiksasi

maksilomandibular diakhiri dengan menempatkan kawat atau elastic yang menghubungkan


arch bar atau alat yang lain. Bagian tersebut kemudia diirigasi dengan menggunakan
larutan saline steril, diperiksa dan ditutup.Submukosa dan mukosa dijahit dengan
chromic gut 3-0 dengan tehnik kontinu sederhana.Pembalut dengan tekanan dipasang
untuk mempertahankan posisi jaringan lunak terhadap tulang sehingga bisa mencegah
hematoma.Pendekatan dari angulus dan simfisis bisa dimodifikasi sehingga
memungkinkan pembedahan dilakukan pada setiap bagian dari mandibula bagian anterior
yakni korpus dan regio mentalis.
25

2. Reduksi terbuka perkutan Reduksi terbuka perkutan pada fraktur mandibula


diindikasikan apabila reduksi tertutup atau peroral tidak berhasil, terjadi luka
luka terbuka, atau apabila akan dilakukan graft tulang seketika. Fraktur
subkondilar tertentu dan fraktur yang sudah lama atau yang mengalami penggabungan
yang keliru atau tidak bergabung juga merupakan indikasi untuk reduksi perkutan
terbuka. Pendekatan terbuka biasanya dikombinasikan dengan fiksasi
maksilomandibular untuk mendapatkan stabilisasi maksimum dari segmen fraktur.
Apabila terjadi luka-luka terbuka, jalan masuk langsung ke daerah fraktur bisa
didapatkan hanya dengan sedikit modifikasi. Fraktur pada daerah angulus atau korpus
mandibula dicarikan jalan masuk melalui diseksi submandibular, misalnya dengan
pendekatan Risdon, dimana insisi ditempatkan sejajar garis tegangan kulit pada
daerah infrmandibular. Bagian yang mengalami fraktur dibuka dengan diseksi tumpul
dan tajam, dengan tetap mempertahankan

n.mandibularis marginalis cabang dari n.facialis. Fraktur symphisis dan


parasymphysis mandibulae dirawat dengan membuat insisi submental. Seperti pada
semua reduksi terbuka, pengelupasan periosteum diusahakan minimal, dan hanya
dilakukan pembukaan flap secukupnya saja untuk jalan masuknya alat. Lubang dibuat
pada tepi
26

inferior dari kedua fragmen, dan kawat baja tahan karat (0,018 atau 0,02 inch, 0,45
atau 0,5 mm) ditelusupkan. Reduksi dilakukan pertama kali dengan manipulasi dan
kemudian dipertahankan dengan memilinkan kedua ujung kawat transoseus satu sama
lain. Dasar dari teknik stabilisasi konservatif adalah meninggalkan bahan asing
sesedikit mungkin misalnya lebih memilih menggunakan kawat dibanding pelat, dan
menggunakan kawat sesedikit mungkin. Bagian yang direduksi kemudian diirigasi dan
diamati. Periosteum pertama tama dirapatkan dengan jahitan. Selanjutnya luka
ditutup lapis demi lapis dan kemudian dipasang pembalut tekanan, yakni berupa kasa
penyerap dengan anyaman serat yang halus yang diberi bismuth
tribromphenate/petrolatum (xeroform) dan gulungan pembalut elastik yang lebarnya 4-
5 inch (Kerlix).

Pemasangan pelat tulang Jika pasien mengalami gangguan mental/inkompeten, mengalami


gangguan konvulsif yang kurang terkontrol, atau seorang pemabuk atau pecandu obat
bius; jika mobilisasi awal dari mandibula diinginkan agar dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya ankilosis (beberapa fraktur subkondilar); dan untuk fraktur
edentulous
27

mandibular tertentu, reduksi dan imobilisasi kaku dengan pelat tulang (vitallium,
titanium) akan sangat bermanfaat. Teknik ini tidak dipilih untuk kasus kontaminasi
yang luas, atau fraktur kominusi yang lebar dan jika penutupan primer baik mukosal
atau dermal, tidak bisa dicapai. Pada beberapa kasus pelat tulang bisa
dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular, splinting atau fiksasi skeletal
eksternal. Dalam menangani masalah yang sulit ini, pendekatan individual dan
orisinil sangat dibutuhkan. Pembedahan biasanya dilakukan di dalam kamar bedah
karena menggunakan anestesi umum. Bagian yang mengalami fraktur dibuka secara
peroral atau dengan pendekatan submandibular (Risdon) atau submental. Sering
digunakan plat kompresi, dimana bidang insersi dari sekrup ditempatkan sedemikian
rupa sehingga menyebabkan penutupan bagian fraktur secara aktif. Pelat kemudian
dikunci dengan memasukkan sekrup setelah dilakukan reduksi dan diperiksa dengan
mengamati oklusinya. Periosteum kemudian didekatkan satu sama lain dan dilakukan
penutupan. Walaupun beberapa pelat mungkin tetap ditinggal di tempatnya, tetapi
pengeluaran setelah terjadi penyembuhan dianjurkan oleh pabrik pabrik tertentu
sehingga diperlukan pembedahan ulang.
28

Reduksi terbuka pada fraktur subkondilar Banyak fraktur subkondilar mandibular


bilateral dan kebanyakan fraktur kondilar pada orang dewasa memerlukan reduksi
terbuka. Pada kasus fraktur subkondilar bilateral, baik segmen yang pergeserannya
paling besar, maupun fragmen yang lebih besar bisa direduksi sendiri sendiri atau
bersama sama. Fraktur dislokasi yang parah dan tidak direduksi sering
mengakibatkan cacat permanen. Cacat ini

termanifestasi berupa perubahan rentang gerakan, keterbatasan dan oklusi yang tidak
tepat. Pendekatan pembedahan yang biasanya dilakukan pada regio subkondilar adalah
preaurikular. Insisi vertikal sepanjang 4-5 cm dibuat sebelah anterior dari
kartilago telinga. Dengan diseksi tumpul dan tajam yang dilakukan hati hati untuk
melindungi cabang- cabang dari n.facialis, maka bisa dicapai daerah yang mengalami
fraktur. Segmen fraktur yang mengalami pergeseran sering terletak pada fossa
infratemporalis, yang cendrung menyulitkan pengembaliannya ke tempat semula.
Stabilisasi dilakukan dengan pengawatan transoseus atau pemasangan pelat. Fiksasi

maksilomandibular idealnya sudah dipasang di tempatnya sebelum dilakukan penutupan


untuk memastikan bahwa stabilitas fragmen kondilar telah dicapai.
29

3) Kasus Khusus a) Fraktur Mandibula Pada Edentulous Mandibula yang edentolus


merupakan tantangan tersendiri untuk dokter maksilofasial. Tulang yang tipis dan
kurangnya supply darah membuat perawatan fraktur ini sulit. Non-union (tidak
bersatu) adalah komplikasi yang paling ditakuti dalam menangani fraktur ini. Pada
pasien edentolus, oklusi tidak menjadi pertimbangan, dan penyatuan fraktur adalah
tujuan utama. Yang menambah kesulitan dalam menangani fraktur ini adalah tidak
adanya tulang tebal untuk meletakan sekrup dan tidak adanya gigi untuk MMF.
Beberapa penulis pada tahun 1970-an dan 1980-an menganjurkan closed reduction
(reduksi tertutup) pada mandibula yang atrofik untuk menjaga supply darah
periosteal. Dalam artikel Fractures of the Edentulous Mandible, the Chalmers and
Lyons Study (1976), penulis menyarankan reduksi tertutup sebagai perawatan pilihan
fraktur ini. Bagaimanapun, studi kedua oleh grup ini pada 1995 melibatkan 167
fraktur pada pasien edentolus, dimana 81%-nya ditangani dengan ORIF (Open Reduction
Intermaxillary Fixation). Pada studi ini, terdapat rata-rata komplikasi 15%, 12%-
nya merupakan fibrous union (penyatuan yang fibrous). Penulis akhirnya menyimpulkan
bahwa ORIF adalah alternatif perawatan pada grup pasien ini. Penting untuk diingat
saat melakukan plating pada fraktur-fraktur ini, bahwa bundel neurovaskular
alveolar berjalan dekat bagian atas sisa mandibula.
30

Menurut Peterson, pada kasus fraktur pada pasien edentolus, gigi tiruan rahang
bawah dapat dikawat ke mandibula dengan circummandibular wiring, dan gigi tiruan
rahang atas dapat difiksasi ke maksila dengan menggunakan teknik wiring atau bone
screws (sekrup tulang) untuk menahan gigi tiruan pada tempatnya. Setelah itu, gigi
tiruan atas dan bawah dapat difiksasi bersama, sehingga menjadi semacam IMF
(intermaxillary fixation). Pada banyak instansi, pasien fraktur yang edentolus
total menjalani reduksi terbuka (open reduction) dan fiksasi internal dengan
anatomic alignment. Setelah periode penyembuhan yang cukup (minimal 4 hingga 6
minggu), gigi tiruan yang baru dapat dibuat.

b) Anak-anak Teknik splinting yang dapat digunakan untuk pasien bergigi meliputi
penggunaan lingual atau occlusal splint. Teknik ini khususnya berguna untuk
penanganan fraktur mandibula pada anak-anak dimana penempatan arch bars dan bone
plates sulit dilakukan karena susunan gigi desidous, karena gigi permanen yang
sedang berkembang, dan karena pengertian dan kooperasi pasien sulit diperoleh.
Reduksi tertutup fraktur mandibula bersama dengan fiksasi
indirek dapat dicapai baik dengan aplikasi IMF atau hanya dengan menerapkan teknik
fiksasi pada mandibula.
31

Perawatan Fraktur Mandibula

Setelah

menyelesaikan

pemeriksaan

klinis

dan

radiografis

yang

menyeluruh, semua fraktur dan luka jaringan lunak harus diidentifikasi dan
dikategorikan. Setelah itu, dengan masukan dari pasien dan keluarga pasien, rencana
perawatan harus dikembangkan, seperti metode dan urutan prosedur operasi. Diskusi
mengenai reduksi terbuka atau tertutup, adanya periode

untuk IMF, dan antisipasi morbiditas (kaku) akan mengarah pada keputusan, dan
surgical consent harus diperoleh. Setelah menyelesaikan reduksi tertutup pada
mandibula dan meletakan komponen dental atau prosesus alveolar pada hubungan yang
benar dengan maksila, perlu atau tidaknya untuk melakukan reduksi terbuka
(misalnya, eksposur langsung dan reduksi fraktur melalui insisi bedah) harus
ditputuskan. Jika reduksi tulang yang adekuat sudah muncul, IMF dapat memberikan
stabilisasi adekuat selama fase inisial penyembuhan tulang selama sekitar 6 minggu.
Indikasi untuk reduksi terbuka adalah displacement segmen tulang yang berkelanjutan
atau sebuah fraktur unfavorable, seperti fraktur dengan angulasi, dimana tarikan
otot maseter dan pterygoid medial dapat menyebabkan distraksi segmen proksimal
mandibula. Dengan teknik fiksasi rigid, pasien dapat sembuh tanpa melalui IMF atau
setidaknya ada
32

pemendekan waktu IMF. Hal ini saja dapat menjadi faktor penting dalam keputusan
untuk melakukan sebuah reduksi terbuka. Pada banyak instansi, pasien memilih
reduksi terbuka dan fiksasi internal, yang memungkinkan pengembalian yang lebih
cepat ke fungsi normal, tanpa IMF. Pada beberapa kasus tidak diperlukan untuk
mencapai reduksi anatomis ideal di area fraktur. Ini khususnya pada fraktur
kondilus. Pada fraktur ini, displacement yang minimal ataupun moderat dari segmen
kondilus umumnya menghasilkan oklusi dan fungsi paskaoperasi yang adekuat (tetapi
hanya jika hubungan oklusal yang baik terbentuk selama periode penyembuhan dari
area fraktur). Pada kasus ini, IMF digunakan untuk maksimum 2 hingga 3 minggu pada
dewasa, dan 10-14 hari untuk anak-anak, dimana setelahnya ada periode rehabilitasi
fungsional yang agresif. Periode yang lebih panjang dari IMF dapat mengarah pada
ankilosis tulang atau fibrosis tulang, dan pembatasan pembukaan mulut yang parah.
Jika ada pergeseran anatomis yang signifikan dari segmen kondilus, hasil akhir
perawatan dapat diperbaiki dengan reduksi terbuka dan fiksasi rigid. Saat reduksi
terbuka dilakukan, akses bedah langsung ke area fraktur harus didapatkan. Akses ini
dapat dicapai melalui beberapa pendekatan bedah, tergantung area fraktur mandibula.
Pendekatan intraoral dan ekstraoral mungkin dilakukan. Umumnya, area simfisis dan
anterior mandibula dapat dengan mudah dicapai melalui insisi intraoral, sedangkan
area angulus
33

posterior atau ramus dan fraktur kondilus lebih mudah divisualisasi dan ditangani
melalui pendekatan ekstraoral. Pada beberapa kasus, fraktur badan posterior dan
angulus dapat ditangani melalui kombinasi pendekatan menggunakan insisi intraoral
dikombinasi dengan insersi dari trocar kecil dan cannula lewat kulit untuk
memfasilitasi reduksi fraktur dan fiksasi. Pada kedua kasus sebuah pendekatan bedah
harus menghindari struktur vital seperti nervus, duktus, dan pembuluh darah dan
harus menghasilkan bekas luka yang sekecil mungkin. Metode tradisional dan tetap
diterima untuk fiksasi tulang setelah reduksi terbuka adalah penempatan kawat
intraosseous langsung digabung dengan periode MMF yang berkisar dari 3 hingga 8
minggu. Metode fiksasi ini dapat dicapai melalui berbagai macam teknik kawat
(wiring) (contohnya, kawat osteosintesis) dan seringkali cukup untuk mempertahankan
segmen tulang di posisi yang baik selama waktu penyembuhan. Jika kawat
osteosintesis digunakan untuk fiksasi dan stabilisasi pada lokasi fraktur,
imobilisasi berkelanjutan dengan IMF (biasanya 4 hingga 6 minggu) diperlukan sampai
penyembuhan adekuat muncul di area fraktur. Pada saat ini, teknik fiksasi internal
rigid telah secara luas digunakan untuk perawatan fraktur. Metode ini menggunakan
bone plates, bone screws, atau keduanya untuk memperbaiki fraktur dengan lebih
rigid dan menstabilkan segmen tulang selama penyembuhan. Meski dengan fiksasi
rigid, hubungan
34

oklusal yang baik harus tercapai sebelum reduksi dan fiksasi segmen tulang.
Keuntungan dari teknik fiksasi rigid untuk menangani fraktur mandibula meliputi
berkurangnya ketidaknyamanan pasien karena IMF tidak digunakan atau direduksi,
nutrisi paskaoperasi yang meningkat, kebersihan paskaoperasi yang meningkat,
keamanan yang lebih tinggi untuk pasien dengan kejang, dan seringkali, manajemen
paskaoperasi yang lebih baik untuk pasien dengan luka multipel.
35

BAB III HASIL DISKUSI

1.

Faktor apa saja yang menyebabkan kegagalan perawatan reduksi tertutup? Dea Isny
(160110090058) Perawatan reduksi tertutup tidak dianjurkan untuk fraktur selain di
area angulus, corpus, atau simfisis, serta jika terjadi fraktur bilateral kondilus,
malunion, fraktur mandibula dengan maksila edentulous, medically compromised
patients, dan pada kasus-kasus fraktur wajah yang kompleks. Kegagalan dapat terjadi
karena perawatan reduksi tertutup tidak memberikan hasil yang adekuat pada kondisi
tersebut. Pada pasien dengan kondisi tersebut sebaiknya langsung ditangani dengan
reduksi terbuka.

2.

Bagaimana cara fiksasi untuk pasien edentulous? Dea Isny (160110090058) Menurut
Peterson, pada kasus fraktur pada pasien edentolus, jika pasien memiliki gigi
tiruan, gigi tiruan rahang bawah dapat dikawat ke mandibula dengan circummandibular
wiring, dan gigi tiruan rahang atas dapat difiksasi ke maksila dengan menggunakan
teknik wiring atau bone screws (sekrup tulang) untuk menahan gigi tiruan pada
tempatnya. Setelah itu, gigi tiruan atas dan bawah dapat difiksasi bersama,
sehingga menjadi semacam IMF (intermaxillary fixation). Pada banyak instansi,
pasien fraktur yang edentolus total menjalani
36

reduksi terbuka (open reduction) dan fiksasi internal dengan anatomic alignment.
Setelah periode penyembuhan yang cukup (minimal 4 hingga 6 minggu), gigi tiruan
yang baru dapat dibuat. Namun jika pasien tidak memiliki gigi tiruan, bisa langsung
dengan reduksi terbuka.

3.

Bagaimanakah terapi suportif untuk memenuhi nutrisi pasien, karena pada terapi
reduksi tertutup membutuhkan waktu bermingu-minggu? Daniela Ayu (160110090063)
Selama pasien dalam kondisi tidak boleh membuka mulut, pasien diberi makanan
intravena berupa suplemen protein hidrolisat 5% dan vitamin. Jika pasien sudah
mampu untuk melakukan bukaan mulut, diperbolehkan makan dengan sendok atau sedotan,
tetapi dengan makanan yang berkonsistensi lembut.

4.

Bagaimana cara membedakan deviasi yang diakibatkan oleh fraktur dan bukan fraktur?
Nita Hidayanti (160110090054) Melalui anamnesa, pemeriksaan klinis, dan gambaran
radiologi.

5.

Pada kasus fraktur yang melibatkan kerusakan saraf, bagaimana penatalaksanaannya?


Yesika Clara (160110090057)
37

Untuk fraktur mandibuka yang melibatkan kerusakan saraf, umumnya dilakukan


penanganan bagian atau jaringan yang membutuhkan perhatian, misalnya luka terbua
harus ditangani terlebih dahulu untuk menghindari infeksi. Begitu juga dengan
kerusakan saraf, harus ditangani terlebih dahulu, bisa dengan dirujuk ke dokter
ahli saraf. Sedangkan fraktur mandibula dapat ditunda perawatannya. Dan biasanya
penundaan itu tidak akan berakibat buruk untuk penyembuhan jaringan tulangnya
nanti. Kalaupun memang terbentuk jaringan fibrous, dapat dibersihkan dan tulang
yang patah dapat difiksasi dengan baik, prognosisnya juga baik. Namun sebenarnya,
insidensi fraktur mandibula yang sampai melibatkan saraf jarang terjadi.

6.

Kapan fiksasi secara IMF dan skeletal pin digunakan? Ulima Dewi (160110090062)
IMF merupakan cara fiksasi yang sederhana dan murah, hanya dengan menggunakan
kawat-kawat dan gigi sebagai jaringan yang menjadi patokan oklusi. Penggunaan
skeletal pin dipilih ketika IMF dirasa kurang memberikan fiksasi yang adekuat,
karena pada penggunaan skeletal pin, sekrup langsung dibor ke tulang alveolar,
sehingga fiksasi dirasakan lebih kuat.

7.

Untuk kasus dimana fraktur terpecah menjadi fragmen-fragmen, bagaimana


penatalaksanaannya? Astri Ika (160110090053)
38

Perawatan fraktur yang berfragmen-fragmen biasa menggunakan bone graft. Apabila


terjadi kehilangan sebagian fragmen fraktur maka akan diganti dengan plate (baja
atau titanium). Teknik yang digunakan reduksi terbuka peroral dengan bone graft.

8.

Jika dokter gigi umum dihadapkan pada pasien fraktur mandibula, tindakan apakah
yang boleh dan dapat kita lakukan sebagai pertolongan? Aisya Alifiani
(160110090052) Penanganan kasus fraktur mandibula bukanlah ranah kerja dokter gigi
umum, dokter gigi umum dapat melakukan tindakan imobilisasi sementara dengan perban
atau apapun untuk mencegah mandibula bergerak, lalu merujuk ke dokter gigi
spesialis bedah mulut. Jika terdapat luka terbuka, dokter gigi umum juga dapat
melakukan penjahitan. Yang terpenting adalah, selalu utamakan denyut jantung dan
jalan napas pasien.

9.

Fraktur pada angulus mandibula insidensinya cukup sering, pada perawatannya apakah
ada efek samping, dan berapa lama periode perawatannya? Srikandi Indra
(160110090059) Teknik perawatan fraktur pada angulus mandibula sama saja dengan
menggunakan teknik reduksi terbuka (bone plate dan kawat), namun memiliki efek
samping yaitu akan terjadi inflamasi karena adanya benda asing (bone plate
39

dan kawat) sehingga akan menghambat proses penyembuhan, sehingga dibutuhkan


pengangkatan kembali bone plate dan kawat sekitar 2-3 minggu setelah ditanam. Pada
waktu ini telah beredar bone plate dan kawat yang removable (bisa diserap oleh
tubuh).

10. Bagaimana cara membedakan compound dan direct fracture? Elita Winria
(160110090064) Cara membedakan compound fracture dan direct fracture tidak bisa
dilihat dari gambar 2 dimensi, melainkan harus dilihat berdasarkan radiologi dan
tampak klinis. Jika pasien mengalami fraktur dekat dengan lokasi trauma, bisa
diklasifikasikan sebagai direct fracture. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai
fraktur tersebut bisa didukung dengan foto rontgen. Bisa saja satu fraktur terdiri
dari direct fracture dan compound fracture.

11. Apa yang terjadi jika terlambat menangani kasus fraktur pada orang dewasa?
Utari Tresna (160110090065) Biasanya penundaan itu tidak akan berakibat buruk untuk
penyembuhan jaringan tulangnya nanti. Kalaupun memang terbentuk jaringan fibrous,
dapat dibersihkan dan tulang yang patah dapat difiksasi dengan baik, prognosisnya
juga baik.
40

12. Perawatan reduksi terbuka perkutan diindikasikan apabila perawatan reduksi


tertutup atau perawatan reduksi terbuka peroral gagal, tapi apakah perawatan
reduksi terbuka perkutan dapat langsung dilakukan saja? Nurhayyumi Hadianti
(160110090066) Penggunaan teknik perawatan fraktur reduksi tertutup, terbuka
peroral, dan terbuka perkutan tergantung pada indikasi dan kondisi dari fraktur itu
sendiri. Jika hanya fraktur kecil, kita bias menggunakan reduksi tertutup saja,
namun jika frakturny cukup parah maka kita menggunakan reduksi terbuka (dengan
pembedahan). Reduksi terbuka perkutan merupakan teknik pilihan dalam perawatan
fraktur, namun ada perbedaan kalau reduksi terbuka perkutan menerapkan prinsip
konservatif stabilisasi (sesedikit mungkin meninggalkan benda asing dalam tubuh,
tanpa menggunakan bone plate, hanya kawat saja). Sedangkan reduksi terbuka peroral
lebih kepada bagaimana memaksimalkan perawatan (menggunakan bone plate dan kawat).

13. Fraktur mandibula paling sering terjadi pada kondilus, apakah ada perbedaan
dalam perawatannya? Edi Gunawan (160110090060) Untuk fraktur pada kondilus,
perbedaannya ada pada lama fiksasi dan imobilisasi, yang hanya diperbolekan selama
2-3 minggu untuk dewasa, dan 10-14 hari untuk anak-anak. Karena pada dasarnya
bagian kondilus adalah bagian yang sering
41

bergerak, jika terlalu lama dibiarkan diam, akan terjadi penyatuan dengan fossa
glenoidalis, yang menyebabkan ankylosis.

14. Pada perawatan reduksi terbuka yang menggunakan bone plate, bagaimana
prognosisnya? Edi Gunawan (1601100090060) Prognosis untuk perawatan fraktur
dengan bone plate adalah baik. Bone plate bisa memfiksasi dan immobilisasi yang
bagus, sehingga proses penyembuhan fraktur bisa lebih cepat.
42

BAB IV KESIMPULAN

Mandibula adalah bagian dari rangka maxilofasial yang kedua paling sering mengalami
fraktur disebabkan oleh posisinya dan bentuknya yang menonjol. Lokasi dan pola
fraktur ditentukan oleh mekanisme terjadinya injuri dan arah vektor gaya traumanya.
Selain itu, umur pasien, ada atau tidaknya gigi, dan penyebab trauma juga
menimbulkan efek langsung terhadap karakteristik dari fraktur. Perawatan fraktur
mandibula terdiri dari perawatan konservatif dan aktif. Pada perawatan aktif bisa
dilakukan reduksi tertutup atau terbuka, dengan selalu memperhatikan tipe fraktur,
lokasi, jumlah dan keparahan, kondisi kesehatan umum pasien, usia, dan metode
terapi yang digunakan.
43

DAFTAR PUSTAKA

Archer Harry., Oral And Maxillofacial Surgery, 5 th Edition, W.B Saunders Company,
Philadelphia, 1978, 1045-1052. Balaji, SM. 2007. Textbook of Oral and Maxillofacial
Surgery. New Delhi : Elsevier India. Banks Peter, Fraktur Pada Mandibula Menurut
Killey, Alih Bahasa Wahyono, Edisi Ketiga, Gajah Mada University Press, 1992, 1-79
Barrera Jose, Mandibular Body Fractures, http://www.emedicine...ent/topic415htm
Diakses pada tanggal 6 Maret 2012 Kruger, Gustav O. 1984. Textbook of Oral and
Maxillofacial Surgery 6th ed. Toronto : The C.V. Mosby Company. Miloro, Michael.
2004. Petersons Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd Ed. London: BC
Decker Inc. Pederson Gordon., Bedah Mulut, Alih Bahasa Purwanto, EGC, Jakarta,
1990, 236248 Soule William., Mandible Fractures,
http://www.emedicine...o/topic423.htm. Diakses pada tanggal 6 Maret 2012

Anda mungkin juga menyukai