Anda di halaman 1dari 28

3

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Kehilangan air (Water Losses)

Kehilangan air dapat didefenisikan sebagai selisih antara


jumlah air yang masuk ke sistem proses dan jumlah air yang keluar
dari sistem proses yang selanjutnya ke reservoir.

Dalam suatu sistem proses pengolahan air tidak seluruhnya


jumlah air yang diserap atau diambil dari sumber akan sampai ke
akhir proses. Biasanya ada beberapa penyebab yaitu berupa kebocoran
pada pipa, siku pipa penghubung yang digunakan, banyaknya kotoran
yang ikut dengan air, dan sebagainya yang disebut dengan kehilangan
air(Water Losses).

Yang Dimaksud kehilangan air yang dimaksud disini adalah


jumlah kehilangan yang terjadi pada sistem proses pengolahan air
yang dimana didapat dari selisih jumlah air yang diambil dari sumber
air ( Sungai Deli) dengan jumlah air yang sudah melewatin sistem
proses pengolahan air.

Adapun beberapa faktor yang menjadi penyebab kehilangan air


disini, yaitu:

a) Derajat belokan pipa sewaktu pengaliran air dari intake

b) Kebocoran yang terjadi pada pipa


4

c) Kotoran kotoran yang terdapat didalam air

d) Backwash

e) Air yang digunakan untuk pengecekan kualitas air

f) Ukuran Bak Sedimentasi

g) Ukuran Bak Flokulasi

h) Proses Filtrasi

2.1.2 Pengertian Air Bersih

Air bersih menurut Permenkes RI adalah air yang digunakan


untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat
kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak. Air minum menurut
Kepermenkes RI No.492/MENKES/PER/IV/2010 adalah air yang
melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan (bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan
fisik) dan dapat langsung diminum. Air baku adalah air yang
digunakan sebagi bahan baku dalam penyedian air bersih. Adapun
syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a) Persyaratan Biologis
Persyaratan biologis berarti air bersih itu tidak mengandung
mikroorganisme yang nantinya menjadi infitran tubuh
manusia. Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat
group, yakni parasit, bakteri, virus, dan kuman. Dari
keempat jenis mikroorganisme tersebut umumnya yang
menjadi parameter kualitas air adalah bakteri seperti
Eschericia coli.
b) Persyaratan Fisik
5

Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fiki air pada
umumnya, yakni derajat keasaman, suhu, kejernihan,
warna, dan bau. Aspek fisik ini sesungguhnya selain
penting untuk aspek kesehatan langsung yang terkait
dengan kualitas fisik seperti suhu dan keasaman tetapi juga
penting untuk menjadi indikator tidak langsung pada
persyaratan biologis dan kimiawi, seperti warna air dan
bau.
c) Persyaratan Kimia
Persyaratan kimia penting karena banyaknya kandungan
kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan
karena tidak sesuai dengan proses biokimiawi tubuh. Bahan
kimiawi seperti nitrat, arsenic, dan berbagai macam logam
berat khususnya air raksa, timah hitam, dan cadnium dapat
menjadi gangguan pada tubuh.
d) Persyaratan Radioaktif
Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai
bagan persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena
jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada wilayah
tertentu menjadi sangat serius seperti di sekitar reaktor
nuklir.
2.1.3. Sumber sumber air minum

Air yang digunakan untuk minum dapat diambil dari berbagai


sumber. Untuk dapat digunakan air tersebut harus diolah terlebih
dahulu untuk menghilangkan dan meningkatan berbagain unsur yang
terkandung didalamnya. Sumber sumber air tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut:

a) Air Laut
Air Laut adalah air yang terdapat di laut atau berada di
permukaan laut. Air laut memiliki rasa asin karena
6

mengandung garam (NaCl) hingga 3%, hal ini membuat


air laut tidak bisa dikonsumsi secara langsung sebagai
air minum
b) Air Meteriologik (Hujan)
Air Meteriologik biasa disebut air hujan. Air hujan
dihasilkan oleh penguapan air laut dan air permukaan
diakibatkan oleh panas matahari dan pada kondisi
tertentu turun sebagai air hujan. Pada dasarnya air hujan
adalah air murni namun akibat adanya pengotoran udara
akibat industri, gas buangan kendaraan bermotor, debu
dan lain sebagainya telah menyebabkan air hujan
terkontaminasi sehingga membutuhkan pengolahan
khusus untuk dapat dipergunakan sebagai air minum.
c) Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan
bumi. Karena mengalir di permukaan bumi maka pada
umumnya air permukaan akan mengalami pencemaran
yang diakibatkan oleh lumpur, batang-batang kayu,
daun-daun limbah industri kota dan lain sebagainya.
Pencemaran yang terjadi berbeda-beda tergantung pada
daerah pengaliran air permukaan tersebut. Air
permukaan ini ada dua macam yaitu air sungai dan air
rawa.
d) Air Tanah
Air tanah adalah air yang terdapat di dalam tanah. Air
tanah berasal dari salju, hujan, atau bentuk curahan lain
yang meresap ke dalam tanah dan tertampung pada
lapisan kedap air. Air tanah biasa disebut dengan air
sumur. Air tanah dapat dibagi ke dalam 2 jenis yaitu air
tanah di dalam air dan air tanah dangkal.
7

2.1.4 Pengolahan Air


Pengolahan air baku menjadi air minum, terdiri atas 2 (dua)
yaitu pengolahan parsial dan pengolahan lengkap. Pengolahan
parsial terdiri atas proses fisik saja, ataupun proses kimiawi/biologi
saja, sedangkan pengolahan lengkap menggabungkan proses fisik
dan proses kimiawi/biologi. Contoh pengolahan parsial adalah
saringan pasir lambat maupun cepat, Ferro Filter, dan saringan air
sederhanan. Sedangkan untuk pengolahan air lengka, terdiri atas
proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan chlorinasi.
Penyaringan (filtration) adalah proses penjernihan air,
dengan melewatkan air melalui sekumpulan material berpori.
Selama proses ini, kualitas air ditingkatkan dengan pemisahan
material koloid dan penjebakan bakteri patogen pada lapisan alga
schmutzdecke , sehingga air menjadi lebih jernih dan bersih.
Material berpori dapat berupa pasir, kerikil/sirtu, antrasit, dan
sebagainya. (Huisman, 1982).
Saringan Pasir Lambat (SPL) memiliki keterbatasan dalam
mengolah air, yaitu tingkat kekeruhan air baku maksimal 50 NTU
dan kandungan bakteri patogen maksimal 1000/1 Ltr. Kecepatan
filtrasi air tidak boleh melebihi 4 m/jam. SPL dipergunakan sejak
abad 18 di Inggris. Saat itu terjadi wabah kolera, yang mana
penyediaan air minum dikelola oleh 8 (delapan) perusahaan
penyedia air minum yang berbeda, dan satu sumber air baku, yaitu
sungai Thames. Beberapa dari perusahaan air minum, mengolah air
baku dengan SPL, dan sebagian lagi hanya dengan pengendapan.
Dari hasil perbandingan insiden terjadinya kolera, diketahui bahwa
daerah yang dilayani oleh perusahaan air minum yang mengolah
air baku dengan SPL, memiliki insiden kolera yang lebih jarang
dibandingkan daerah lain yang pengolahan air bakunya hanya
berupa pengendapan saja. (Huisman, 1982).
8

Saringan Pasir Cepat (SPC) tidak berbeda dengan SPL.


Perbedaannya terletak pada kecepatan air saat melewati saringan,
dan keberadaan lapisan alga schmutzdecke. Kecepatan filtrasi air
antara 5 10 m/jam, dan lapisan alga schmutzdecke tidak ada
dalam SPC. (McGhee, 1991).
Koagulasi adalah proses pencampuran bahan koagulan
dengan air baku dan di aduk dengan tenaga yang besar dan
kecepatan tinggi (nilai gradien kecepatan sebesar 500-1000 per
detik). Tujuan dari proses koagulasi ini agar bahan koagulan dapat
teraduk di air baku dengan cepat dan merata. Flokulasi adalah
proses pembentukan flok dari partikel koloid dan bahan koagulan,
dilakukan dengan kecepatan yang lambat (nilai gradien kecepatan
sebesar 20-100 per detik). Sedimentasi adalah proses pengendapan
partikel dengan butiran besar (makro flok). Filtasi adalah proses
penyaringan sisa flok (mikro flok) yang tidak terendapkan pada
proses sedimentasi. Setelah filtrasi, dilakukan proses klorinasi,
yaitu pembubuhan bahan desinfektan ke dalam air hasil olahan,
dan biasanya air hasil olahan dikumpul terlebih dahulu dalam
reservoir sebelum didistribusikan ke pelanggan.
Pada dasarnya pengolahan air bertujuan untuk mengolah air
baku menjadi air minum. Standar kualitas air minum tercantum
dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.
907/MENKES/SK/VII/2002. Air minum adalah air yang langsung
dapat diminum. Namun umumnya di Indonesia, air yang
didistribusikan dan sampai ke masyarakat belum dapat
dikategorikan air minum. Awalnya saat di instalasi pengolahan air,
air yang diproduksi sudah memiliki kualitas air minum, namun
pada jaringan distribusi, belum dapat dijamin pemenuhan
kualitasnya, karena disangsikan masih terjadi kebocoran dan sistem
pengaliran yang tidak kontinu 24 jam (sehingga bakteri patogen
dapat masuk ke jaringan pipa). Air yang sampai ke masyarakat
9

minimal harus direbus hingga mendidih baru diperbolehkan untuk


dikonsumsi.
Pengolahan air pada dasarnya adalah upaya menyisihkan
zat-zat pengotor/pencemar dari air mentah. Secara garis besar
kelompok zat pencemar air tersebut terbagi atas tiga yakni padatan
terdispersi (suspended solid), padatan terlarut (dissolved solid),
dan gas terlarut (dissolved gass). Khusus untuk produksi air bersih
upaya pengolahan dititik beratkan pada penyisihan padatan
terdispersi dari air mentah. Proses penyisihan padatan terdispersi
dari air mentah terdiri dari tiga tahapan yakni tahap pengendapan
alami (natural sedimentation), tahap pengolahan (clarification)
dan tahap penyaringan (filtration). Tahap yang paling
menentukan dari ketiga tahap tersebut adalah tahap pengolahan.
Tahap pengolahan ini didefinisikan sebagai tahap pengendapan
padatan tersuspensi dengan bantuan zat kimia tertentu. Proses
pengolahan air (clarifying process) juga terdiri dari tiga tahap
yakni tahap koagulasi (coagulation step), tahap flokulasi
(floculation step) dan tahap sedimetasi (sedimentation step).
Tahap koagulasi adalah tahap penetralan muatan atau penyediaan
jembatan dari padatan terdispersi dengan penambahan zat kimia
tertentu (coagulant aid). Pada tahap ini dikehendaki pencampuran
yang baik (rapid mixing) untuk menjamin kontak yang maksimal
antara padatan terdispersi dengan zat kimia yang ditambahkan.
Tahap flokulasi adalah tahap penggabungan dari padatan-padatan
terdispersi untuk membentuk flok (aglomerat). Pada tahap ini
dibutuhkan zona yang relatif tenang agar penggabungan dari
padatan-padatan terdispersi dapat berlangsung dengan baik.
Sementara tahap sedimentasi adalah tahap pengendapan flok-flok
ke dasar klarifier, agar proses pengendapan ini berjalan dengan
baik maka tahap ini harus berlangsung pada zona yang sangat
tenang. Pengelola air minum dengan sistem perpipaan juga wajib
10

mengadakan pengawasan internal terhadap kualitas air yang


diproduksinya, sesuai dengan ketentuan sebagai berikut : Untuk
Produksi Air Minum sebesar < 200.000 m3/tahun/unit produksi,
Pada setiap reservoir di PDAM Martubung dilakukan pemeriksaan
paremeter:
o Pemeriksaan Ph dilakukan 3 kali selama sehari.
o Pemeriksaan kadar TDS/TSS dilakukan 3 kali
selama sehari.
o Permeriksaan Sisa Chlor dilakukan 3 kali selama
sehari.
o Dilakukan Jartes 2 kali sehari
Kualitas air dan kuantitas air minum sangat menentukan
kinerja pengelolaannya, dimana kinerja adalah sebagai catatan
outcome yang dihasilkan dari suatu fungsi pekerjaan tertentu atau
kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. (Benardin dan
Russel dalam Gomes,2000). Kinerja pengelolaan air minum sangat
ditentukan oleh:
1. Kualitas air dan kuantitas air yang dapat dinikmati oleh

konsumen sebagai pengguna jasa pelayanan, termasuk tingkat

kepuasan yang dapat dicapai;

2. Efektivitas dan efisiensi dalam pengadaannya; sebagai


indikator dalam menilai tingkat efektivitas penyediaan air
bersih adalah berbagai kriteria teknis dan standar desain yang
berlaku di dalam perencanaan sistem penyediaan air bersih,
seperti kualitas air baku, sistem transmisi, sistem distribusi, dan
proses pengolahan air yang menghasilkan air bersih sesuai
standar kualitas air yang telah ditentukan oleh Pemerintah.
Sedangkan tingkat efisiensi ditentukan atas dasar perbandingan
antara jumlah biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan
11

kualitas dan kuantitas air yang dihasilkan serta tingkat


kepuasan yang dicapai.

Dalam rangka mencapai derajat kualitas, dan kuantitas air


minum yang memenuhi persyaratan sebagaimana tertuang dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 907/MCNKCS/SK/2002
tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum,serta
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang pengawasan dan syarat-syarat
kualitas air bersih, maka perlu dilakukan evaluasi kinerja
pengelolaan air bersih.

2.1.1.1 Metode-metode Pengolahan Air


Dalam mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan
air bersih diperlukan penerapan teknologi pengolahan air
yang sesuai dengan kondisi sumber air baku, kondisi sosial
budaya, ekonomi, dan sumber daya manusia masyarakat
setempat. Berbagai macam metode pengolahan air yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Metode Ozonisasi
Proses menggunakan ozon ini pertama kali
diperkenalkan nies dari prancis sebagai metode
sterilisasi air minum pada tahun 1906. Aplikasi
sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan
lampu ultra violet atau hidrogen peroksida.
b. Metode Absorbsi
Absorpsi atau penyerapan adalah suatu proses
pemisahan dimana komponen dari suatu fase fluida
atau cairan berpindah kepermukaan zat padat yang
menyerap (absorban). Biasanya partikel partikel
kecil zat penyerap dilepaskan pada absorpsi kimia,
terbentuk ikatan kuat antar penyerap dan zat yang
12

diserap sehingga tidak mungkin terjadi proses yang


bolak balik.
c. Metode elektrokoagulasi
Proses ini dapat digunakan menjadi sebuah uji nyata
dengan proses yang sangat efektive untuk
pemindahan bahan pengkontaminasi yang terdapat
dalam air. Proses ini dapat mengurangi lebih dari
99% kation logam berat.
d. Metode Membran Mikrofiltrasi
Membran mikrofiltrasi dapat dibuat dari berbagai
macam material, baik dari organik maupun
anorganik. Membran anorganik banyak digunakan
karena ketahanannya pada suhu tinggi dan zat
kimia.

2.1.5. Karakteristik Air


Air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh senyawa
kimia lain, karakter tersebut antara lain:
a) Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni
0 (32) 100 dalam wujud cair.
b) Air merupakan pelarut yang baik.
c) Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi.
d) Air adalah satu-satunya senyawa yang merenggangkan ketika
membeku
e) Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan

2.1.5.1 Karakteristik Fisika Air


Syarat air bersih memiliki beberapa karakteristik
fisika seperti kekeruhan, warna, zat padat terlarut,
temperatur bau dan rasa.
13

a. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang
terjadi dalam badan air. Pengamatan suhu air
dimaksudkan untuk mengetahui kondisi perairan dan
interaksi antara suhu dengan aspek kesehatan habitat
biota air lainnya. Kenaikkan suhu akan menimbulkan
beberapa akibat sebagai berikut : (1) jumlah oksigen
terlarut didalam air menurun. (2) kecepatan reaksi kimia
meningkat. (3) kehidupan hewan air terganggu.
b. Daya Hantar Listrik
Daya hantar listrik adalah bilangan yang menyatakan
kemampuan larutan cair untuk menghantarkan arus
listrik. Kemampuan ini tergatung keberadaan ion, total
konsentrasi ion, valensi konsentrasi relative ion dan
suhu saat pengukuran. Makin tinggi konduktivitas
dalam air, maka air akan terasa payau sampai asin.
c. Total padatan tersuspensi (TSS) dan total padatan
terlarut (TDS).
Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air
sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada
suhu tertentu.
d. Kekeruhan dan Kecerahan
Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya
partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur,
bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan
organisme lainnya. Effendi (2003), menyatakan bahwa
tingginya nilai kekeruhan juga dapa menyulitkan usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada
proses penjernihan air.
14

Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Fisik Air Bersih


No. Parameter Satuan Kadar Keterangan
Maksimum
Bau - - Tidak
1.
Berbau

TDS Mg/l 1500 -


2.
Kekeruhan NTU 2 NTU -
3.
Rasa - - Tidak
4.
Berasa

Suhu - 30o C -
5.
Warna TCU 50 -
6.

2.1.5.2 Karakteristik Kimia Air


a. Derajat Keasaman
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau
aktivitas ion hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai
pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau
kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7
adalah netral, pH <7 dikatakan kondisi perairan bersifat
asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat
basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikarbonat dan
hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya
asam asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan
keasaman suatu perairan.
b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO).
Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di
perairan dalam bentuk molekul oksigen bukan dalam
15

bentuk molekul hidrogenoksida, biasanya dinyatakan dalam


mg/l (ppm) (Darsono, 1992). Oksigen bebas dalam air
dapat berkurang bila dalam air dalam terdapat kotoran/
organik yang degradable. Dalam air yang kotor selalu
terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang anaerob.
Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi
persenyawaan yang tidak berbahaya. Misalnya limbah
nitrogen diubah menjadi persenyawaan nitrat, belerang
diubah menjadi persenyawaan sulfat. Bila oksigen bebas
dalam air habis/sangat berkurang jumlahnya maka yang
bekerja, tumbuh dan berkembang adalah bakteri anaerob
(Darsono, 1992) Oksigen larut dalam air dan tidak bereaksi
dengan air secara kimiawi. Ibrahim (1982) menyatakan
bahwa kelarutan oksigen di perairan bervariasi antara 7-14
ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air pada sore hari > 20
ppm. Kadar oksigen terlarut di alam umumnya < 2 ppm.
Kalau kadar DO dalam air tinggi maka akan mengakibatkan
instalasi menjadi berkarat, oleh karena itu diusahakan kadar
oksigen terlarutnya 0 ppm yaitu melalui pemanasan (Setiaji,
1995).
perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi
mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan
organik. BOD merupakan indikator pencemaran penting
untuk menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah,
sampah industri, atau air yangtelah tercemar. BOD
biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 200C. Nilai BOD
yang tin
c. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen
Demand, BOD5)
BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik
pada suatu ggi dapat menyebabkan penurunan oksigen
16

terlarut tetapi syarat BOD air limbah yang diperbolehkan


dalam suatu perairan di Indonesia adalah sebesar 30 ppm.
d. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand,
COD)
Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD
dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan
bahan organik, baik yang dapat didekomposisi secara
biologis maupun yang tidak. Uji ini disebut dengan uji
COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium
dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang
terdapat di dalam air.
e. Fosfat (PO4).
fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair dan pestisida
serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam
air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat,
polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut
terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di
dalam sel organisme dalam air. Di daerah pertanian
ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam
sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat
dapat memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan
industri yang menggunakan bahan detergen yang
mengandung fosfat, seperti industri pencucian, industri
logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air
buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Menurut Boyd
(1982), kadar fosfat (PO4) yang diperkenankan dalam air
minum adalah 0,2 ppm. Kadar fosfat dalam perairan alami
umumnya berkisar antara 0,005-0,02 ppm. Kadar fosfat
melebihi 0,1 ppm, tergolong perairan yang eutrof.
17

Tabel 2.2 Persyaratan Kualitas Kimia Air Bersih


No Parameter Satuan Kadar
Maksimum
1 Air raksa mg/l 0,001
2 Arsen mg/l 0,05
3 Besi mg/l 1,0
4 Flourida mg/l 1,5
5 Cadmium mg/l 0,005
6 Kesadahan mg/l 500
7 Klorida mg/l 600
8 Kromium val.6 mg/l 0,05
9 Mangan mg/l 0,5
10 Nitrat mg/l 10
11 Nitrit mg/l 1,0
12 pH - 6,5-9,0
13 Selenium mg/l 0,01
14 Seng mg/l 15
15 Sianida mg/l 0,1
16 Sulfat mg/l 400
17 Timbal mg/l 0,05

2.1.5.3 Karakteristik Biologis Air


Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator
tercemarnya suatu badan air adalah bakteri Escherichia coli,
yang merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform
dan hidup normal di dalam kotoran manusia dan hewan
sehingga disebut juga Faecal.

2.1.6 Unit Pengolahan Air Bersih


Unit-unit Pengolahan Air Bersih di Instalasi Pengolahan
Air PDAM Martubung adalah sebagai berikut:
18

2.1.6.1 Sumber Air dan Bendungan

Sumber air yang digunakan dalam pengolahan air PDAM


TIRTNADI IPA Martubung Medan berasal dari Sungai Deli.
Pada pinggir sungai dibuat beton yang berguna untuk
mencegah pengikisan tanah oleh air (erosi) yang mengalir
deras. Pengambilan air dilakukan dengan cara gravitasi yaitu
dengan membendung dengan menjaga agar ketinggian air
tetap stabil. Aliran air sungai yang menuju bendungan tersebut
diatur melalui sebuah pintu yang disebut DAM. Untuk
mengatur pasokan air baku digunakan bendungan dengan
panjang 25 meter dan tinggi 4 meter, pada sisi kanan
bendungan dibuat pintu (channel) yang lebarnya 2 meter yang
dilengkapi dengan sarana pengatur ketinggian air masuk ke
intake.

Gambar 2.1 Ilustrasi Gambar Bendungan

2.1.6.2 Intake

Intake berfungsi ntuk pengambilan / penyadapan air baku.


Bangunan intake merupakan saluran bercabang dua yang
dilengkapi dengan bar screen yang berfungsi untuk menyarig
kotoran-kotoran mapun sampah sampah yang berukuran >10
cm dan fine screen yang berfungsi untuk mencegah kotoran-
19

kotoran ataupun sampah-sampah yang berukuran >5 cm.


Masing masing saluran dilengkapi dengan pintu pengatur
ketinggia dan penggerak elektromotor. Pemeriksaan maupun
pembersihan saringan dilakukan secara periodik dan manual
untuk mejaga kestabilan jumlah air masuk.

Ilustrasi Gambar 2.2 Intake

2.1.6.3 Channel

Channel atau saluran berfungsi untuk mengalirkan


air menuju raw water tank. Klorinasi dilakukan sebanyak dua
kali, yaitu prechlorination yang dilakukan setelah air keluar
dari Raw water tank menuju raw water pump dan post
chlorination dilakukan di reservoir. Pada channel terdapat
penyaringan halus yang berguna untuk menyaring air yang
masuk ke raw water tank. Peyaringan dilakukan sebanyak dua
kali yaitu pada saluran dan pada pintu masuk ke raw water
tank.
20

2.1.6.4 Raw water tank

Bangunan raw water tank berlokasi setelah channel yang


terdiri dari 2 unit. Setiap unitnya terdiri dari 2 buah sel yang
dipisahkan oleh beton dan berdimensi 25 x 50 m3, tinggi
kurang lebih 5 meter, kapasitas 2000 l/det dilegkapi dengan
inlet sluice gate sebanyak 2 buah, oulet sluice gate sebanyak 2
buah dan pintu bilas sebanyak 2 buah. Raw water tank
berfungsi sebagai pengendapan lumpur, pasir dan lain-lain
yang bersifat sedimen. Pada raw water tank dilakukan pre
chlorination yaitu dengan pembubuhan chlorine liquid dengan
dosis kurang 3,5 gram/m3 setiap jamnya. Klorinasi dilakukan
sebanyak 2 kali, yaitu pre chlorination (untuk air baku) dan
post chlorination (untuk air bersih). Lumpur yang mengendap
pada raw water tank harus dibersihkan, pembersihan raw
water tank dilakukan apabila ketinggian lumpur sama dengan
ketinggian pembatas raw water tank. Lumpur dibuang melalui
pintu yang terdapat pada sisi raw water tank yang lebih rendah
dibandingkan bagian yang lainnya. Pada saat pembersihan,
pintu air yang menuju raw water tank ditutup kemudian pintu
pembuangan lumpur dibuka. Lumpur-lumpur yang masih
tersisa akan disemprotkan keluar melalui pintu tersebut.
Pembersihan raw water tank tidak boleh dilakukan sekaligus
karena air akan terus mengalir menuju raw water pump.

Ilustrasi Gambar 2.3 RWT


21

2.1.6.5 Raw Water Pump.


Air yang berasal dari raw water tank mengalir
secara gravitasi ke kolom penampung yang berada dibawah
raw water pump (pompa air umpan) sebelum dipompa menuju
clearator. Raw water pump ini terdiri dari beberapa unit
pompa yang berfungsi utuk memompakan air menuju clearator
yang berbeda-beda. Raw water pump terdiri dari 16 unit
pompa air umpan., kapasitas raata-rata pompa 110-160
liter/detik dengan total head 28 dengan memakai nomor AC
dengan rata-rata nominal daya 75 KW.

Ilustrasi Gambar 2.4 RWP

2.1.6.6 Clearator.
Air yang dipompakan raw water pump masuk ke
clearator (bangunan untuk proses penjernihan air) melalui pipa
inlet yang secara bersamaan terjadi penyuntikan bahan
koagulan aluminium sulfat / tawas degan kebutuhan rata-rata
22,5 45 gr/m3 air. Clearator yang berfungsi sebagai tempat
terjadinya koagulasi terdiri dari 5 unit dan dilengkapi dengan
agiator (pengaduk lambat) sesuai dengan fungsinya. Kapasitas
masing-masing unit adalah 350 l/det dan sesuai dengan
fungsinya disini terjadi proses pembentukkan dan
pengendapan flok serta pemisahan flok- flok dari air bersih.
22

Agiator pada setiap unit menggunakan motor AC dengan daya


nominal 7,5 KW.
Air yang masuk ke clearator melalui pipa masuk
(inlet) menuju daerah reaksi pertama (primary reaction zone)
proses koagulasi lalu daerah kedua (secondary reaction zone)
pada kedua bagian tersebut air berikatan dengan bahan
koagulasi disertai dengan pengadukkan oleh agiator, sehingga
partikel-partikel lumpur membentuk flok atau gumpalan. Flok-
flok tadi dengan ukuran partikel yang lebih besar akan
berkurang jumlahnya. Proses ini disebut dengan flokulasi.
Akibat adanya pengadukkan air bergerak menuju kedaerah
pembentukkan flok (return flock zone). Pada bagian ini
terdapat penahan (settler) yang menahan flok yang masih
melayang layang dalam air sehingga lama-kelamaan flok-
flok tersebut menggumpal pada penahan dan akhirnya
tertahan. Setelah melalui daerah pembentukkan flok air yang
jernih masuk ke daerah penjernihan (clarification zone).
Kemudian menuju penyaringan (filter) sedangkan flok yang
lebih besar mengendap secara gravitasi ke daerah
pengendapan (concentrator) pada dasar clearator yang
selanjutnya akan dibuang ke lagoon sesuai dengan tingkat
ketebalannya

Ilustrasi Gambar 2.5 Clearator


23

2.1.6.7 Penyaringan (filter)


Meskipun air yang berasal dari clearator berupa air
jenih, namun bukan jaminan air tersebut bebas dari partikel
yang terdiri dari flok-flok halus dan kotoran lain yang lolos
dari proses di clearator. Di PDAM TIRTANADI Instalasi
Pengolahan Air Sunggal terdapat 32 unit penyaringan dengan
jenis saringan pasir cepat (rapid sand filter) yang masing
masingnya menggunakan motor AC dengan daya nominal
0,75 KW. Setiap filter memiliki lebar 4 m, panjang 8,25 m,
tinggi 6,25 m dengan tinggi maksimum permukaan air adalah
5,05 m sedangkan media filter terdiri dari beberapa lapisan
dengan ketebalan total 114 cm, dengan susunan sebagai
berikut :
a. Pasir kwarsa dengan diameter 0,5 -1,5 mm dengan
ketebalan 60 cm.
b. Pasir kwarsa dengan diameter 1,8 2 mm dan ketebalan
15 cm.
c. Kerikil halus dengan diameter 4,75 6,3 mm dan
ketebalan 10 cm.
d. Kerikil sedang dengan diameter 6,3 10 mm dan
ketebalan 10 cm.
e. Kerikil sedang dengan diameter 10-20 mm dan
ketebalan 10 cm.
f. Kerikil kasar dengan diameter 20-40 mm dan ketebalan
15 cm.

Dalam jangka wktu tertentu filter-filter ini harus dibersihkan


(backwash) dari kotoran atau endapan yang dapat
mengganggu kelancara proses penyaringan.
24

2.1.6.8 Bak penampung (reservoir)


Air bersih yang berasal dari peyaringan ditampung
pada reservoir, selanjutnya air tersebut ditambahkan klorin
(post chlorine) kurang lebih 3,9 gr/m3 air setiap jamnya yang
berfungsi untuk membunuh bakteri dan mikroba yang terdapat
dalam reservoir. Selain itu juga dilakukan proses netralisasi
terhadap pH dengan menambahkan Soda Ash dengan
kebutuhan 7 kg/m3 air. PDAM TIRTNADI Instalasi Sunggal
memiliki 3 unit reservoir terdiri dari R1 dan R2 dengan
kapasitas total 12.000 m3 dan R3 dengan kapasitas 9.000 m3.
Sehingga kapasitas total adalah 21.000 m3. dan memiliki
ukuran panjang 50 m dan lebar 40 m dan tinggi 4 m.

Gambar Ilustrasi Reservoir

2.1.6.9 Finish Water Pump (FWP)


Finish water pump (pompa distribusi air bersih)
berjumlah 14 unit, berfungsi untuk mendistribusikan air
bersih dari reservoir instalasi ke reservoir-reservoir distribusi
cabang cabang melalui pipa transmisi. Pipa transmisi ini
sendiri dibagai menjadi 7 jalur (Q1 sampai dengan Q7)
dengan kapasitas masing-masing 150 l/det dan total head 50
m dengan menggunakan motor AC serta daya nominal rata-
25

rata 132 KW, dan 3 unit dengan kapasitas 300-400


liter/detik.

2.1.6.10 Sludge Lagoon


Daur ulang adalah cara yang paling tepat dan aman
mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkugan. Prinsip ini
telah diterapkan oleh PDAM TIRTADI sejak tahun 2002 di
unit Instalasi Pengolahan Air Sunggal yaitu dengan
membangun unit pengendapan berupa lagoon dengan
kapasitas 10.800 m3. Lagoon ini berfungsi sebagai media
penampung air buangan bekas pencucian sistem pengolahan
dan lemudian air olahannya dipompakan ke raw water tank
untuk diperoses kembali.

2.1.7 Jenis-jenis Koagulan


Ada beberapa jenis koagulan yang digunakan yaitu sebagai
berikut:
2.1.7.1 Koagulan ferro sulfat
Koagulan biasanya dari bahan kimia yang
merupakan garam yang terdiri dari unsur logam atau bukan
logam. Bahan kimia koagula yang dapat dipakai sebagai
koagulan adalah ferro sulfat. Sulfat besi ini memerlukan
alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida guna menghasilkan
reaksi yang cepat. Biasanya ditambahkan kapur mati
Ca(OH)2 sampai pada pH air mencapai tingkat dimana ion
ion besi akan mengendap. Reaksi ini merupakan reaksi
reddoks dan untuk itu diperlukan adanya oksigen larut.
Oksigen terlarut ini berfungsi untuk mendapatkan besi
dalam air sudah berbentuk ferrit , dimana dia akan
mengendap berupa hidroksida besi reaksi kimia yang terjadi
:
26

7FeSO4 . 7H2O + 2Ca(OH)2 + 12O2 2 Fe(OH)2 +


2CaSO4 + 13 H2O

2.1.7.2 Tawas

Tawas merupakan bahan koagulan yang paling


banyak digunakan karena bahan ini mudah didapat
dipasaran serta mudah untuk penyimpanannya. Selain itu
bahan ini cukup efektif untuk menurunkan kadar karbonat,
reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Al2(SO4)3 2Al +3 + 3SO4-2

Air akan mengalami :

H2O H+ + OH-

2Al+3 + 6OH- 2Al(OH)3

Selain itu akan dihasilkan asam :

3SO4-2 +6H+ 3H2SO4

Dengan demikian semakin banyak tawas yang


ditambahkan maka derajat keasaman makin turun, karena
dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas
yang paling efektif antara pH 5,8-7,4. Untuk menaikkan pH
biasanya ditambahkan larutan kapur Ca(OH)2 atau soda
abu.

2.1.7.3 Kapur

Pengaruh penambahan kapur akan menaikkan pH


dan bereaksi dengan bikarbonat membentuk endapan
27

CaCO3. Bila kapur ang ditambahkan cukup banyak hingga


pH = 10,5 maka akan terbentuk endapan Mg(OH)2.

2.1.7.4 PAC ( Poly Alumunium Chloride)

Polimer alumunium merupakan jenis baru sebagai


hasil riset dan pengembangan teknologi air sebagai
dasarnya adalah alumunium yang berhubungan dengan
unsur lain membentuk unit berulang dalam suatu ikatan
rantai molekul yang cukup panjang, pada PAC unit
berulangnya adalah Al-OH.

Rumus empirisnya adalah Aln(OH)mCl3n-m

Dengan demikian PAC menggabungkan netralisasi dan


kemampuan menjembatani partikel-partikel koloid
sehingga koagulasi berlangsung efisien. Namun terdapat
kendala dalam menggunakan PAC sebagai koagulan aids
yaitu perlu pengarahan dalam pemakaiannya karena bersifat
higroskopis.

2.1.7.5 Karbon aktif

Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas


permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup
sehingga memperbesar kapasitas adsorbsi. Pori-pori arang
biasanya diisi oleh hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya
yang terdiri dari persenyawaan kimia yang ditambahkan
akan meresap dalam arang dan membuka permukaan yang
mula-mula tertutup oleh komponen kimia sehingga luas
permukaan yang aktif bertambah besar.Efisiensi adsorbsi
karbon aktif tergantung dari perbedaan muatan listrik antara
arang dengan zat atau ion yang diserap. Bahan yang
bermuatan listrik positif akan diserap lebih efektif oleh
28

arang aktif dalam larutan yang bersifat basa. Jumlah karbon


aktif yang digunakan untuk menyerap warna berpengaruh
terhadap jumlah warna yang diserap.

2.1.8 Metode Pengendalian Kehilangan Air

Kehilangan air menyebabkan kerugian pada Perusahaan


Air Minum maupun bagi konsumen, baik dari segi keuangan
maupun dari segi kuantitas, kualitas dan kontiniutas air. Pada
dasarnya tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
kehilangan air adalah lebih baik, dari pada melakukan tindakan
untuk mengatasi terjadinya kehilangan air Oleh karena itu tindakan
sedini mungkin untuk mencegah terjadinya kehilangan air
merupakan suatu hal yang sangat perlu di lakukan.

Kehilangan air ini dapat terjadi akibat kebocoran pada


jaringan pipa distribusi dan adanya sambungan tidak tercatat
(illegal connection). Sumber kehilangan yang disebabkan oleh
kebocoran jaringan distribusi ini biasanya diakibatkan oleh tekanan
air pada pipa tersebut terlalu besar, sehingga pipa menjadi pecah
atau sambungan pipa terlepas, untuk itu pencegahannya dapat
dilakukan dengan cara pengendalian/pengaturan tekanan air pada
jaringan pipa. Sedangkan untuk mencegah adanya sambungan
tidak tercatat, maka perlu dilakukan pemeriksaan kemungkinan
adanya sambungan tidak tercatat.

Ada dua metode atau cara yang umum dipakai dalam usaha
menyelidiki dan mencari letak sumber kehilangan air ditinjau dari
segi pengambilan inisiatif adalah sebagai berikut:
29

a. Penyelidikan secara Pasif

Pada metode ini tidak dilaksanakan pengukuran atau deteksi


kehilangan air, tidak membentuk team khusus tapi hanya
berdasarkan pada kebocoran yang dilaporkan oleh masyarakat,
polisi dan petugas PDAM, seperti adanya genangan air di jalan
raya atau munculnya keluhan dari konsumen karena tekanan
pada jaringan distribusi sangat rendah, ataupun karena air yang
sampai pada pelanggan kurang memenuhi kriteria yang
seharusnya.

b. Penyelidikan secara Aktif

Metode menyelidiki secara aktif adalah penyelidikan dan


pencarian letak sumber kehilangan air dengan usaha melakukan
pendeteksian dan pengukuran di lapangan yang meliputi:

1) Sonding secara teratur

Penyelidikan kehilangan air dengan mendeteksi suara aliran


air dengan bantuan peralatan atau memakai alat detektor
kebocoran air. Prinsip kerja alat tersebut adalah menangkap
suara aliran air akibat kebocoran yang terjadi. Metode ini
dilaksanakan dengan mendengarkan karakteristik
kebocoran melalui alat pencari kebocoran yang
dihubungkan dengan pipa, katup atau hidran secara rutin
dilakukan oleh team pengawas kebocoran pipa transmisi
dan distribusi.

2) Pengendalian Tekanan

Kebocoran air pada jaringan pipa antara lain disebabkan


oleh tekanan air pada jaringan pipa tersebut terlalu besar
sehingga dapat mengakibatkan pipa menjadi pecah atau
30

sambungan pipa menjadi lepas. Untuk itu disarankan


tekanan air pada jaringan pipa distribusi tidak lebih kecil
dari 10 meter kolom air (1 atm), dan tidak terlalu besar dari
40 m kolom air (4 atm), namun demikian sebenarnya
tekanan air maksimal lebih dipengaruhi oleh jenis pipa
yang dipasang. Pengendalian terkanan merupakan
pengendalian secara preventif atau pencegahan. Metode ini
merupakan cara yang sederhana dan cepat . Penurunan
tekanan dapat dilakukan dengan cara antara lain
mengurangi tekanan pada pompa, memasang break
pressure tank dan pressure reducing valve.

3) Pengukuran zona (Zone Metering)

Pada metode ini terlebih dahulu daerah distribusi di

bagi menjadi beberapa distrik/zona sehingga aliran

masuk dan keluar dari distrik tersebut dicatat oleh meter

induk yang ditempatkan secara starategis untuk

mengisolasi distrik/zona tersebut.

Anda mungkin juga menyukai