Appendisitis Kronis Eksaserbasi Akut
Appendisitis Kronis Eksaserbasi Akut
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 54 Tahun
Alamat : Papahan, Karanganyar
Pekerjaan : PNS
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : S-1
Tanggal MRS : 07 Oktober 2012
Tanggal Pemeriksaan : 08 Oktober 2012 dan 09 Oktober 2012
No. RM : 0025.4x.xx
1
Riwayat penyakit serupa : diakui 1 tahun
yang lalu pasien pernah mengalami sakit semula, dapat sembuh
setelah beli obat diwarung dan istirahat.
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
c. Riwayat kencing manis : disangkal
d. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : lemah
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital Sign
(08 Oktober 2012)
a. Tekanan Darah : 140/90 mmHg
b. Nadi : 76 kali/menit
c. Respirasi : 24 kali/menit
d. Suhu : 36,5 oC
(09 Oktober 2012)
a. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 72 kali/menit
c. Respirasi : 24 kali/menit
d. Suhu : 38,2 oC
4. Pemeriksaan kepala :
a. Bentuk kepala : normocephal, simetris
b. Pemeriksaan mata
Konjungtiva anemis : (-/-)
Sklera ikterik : (-/-)
Mata cekung : (+/+)
c. Hidung : tidak ada kelainan
d. Telinga : tidak ada kelainan
e. Mulut : tidak ada kelainan
5. Pemeriksaan Leher
a. KGB : tidak ada pembesaran
b. JVP : terdapat peningkatan
6. Pemeriksaan Thorax
a. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, massa (-)
Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
Perkusi :
Batas batas jantung
Kanan atas SIC II parasternalis dextra
2
Kanan bawah SIC IV parasternalis dextra
Kiri bawah SIC V linea midclavikularis
redup
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, reguler, bising
jantung (-)
b. Paru
Inspeksi : simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-),
massa (-)
Palpasi : fremitus normal, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : SDV(+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
7. Pemeriksaan abdomen
(08 Oktober 2012)
a. Inspeksi : permukaan perut distended, terdapat massa pada
regio inguinalis dextra batas tegas, lunak, dan terfiksir, adanya
gelombang peristaltik, bekas luka operasi (-),
b. Auskultasi: peristaltik meningkat/
c. Perkusi : pekak seluruh lapang abdomen
d. Palpasi : nyeri tekan (+)
3
Rovsing sign (+)
8. Pemeriksaan ekstremitas :
a. Superior : Tidak ada deformitas, tidak ada edema, perfusi
kapiler baik, tidak anemis, akral dingin.
b. Inferior : Tidak ada deformitas, tidak ada edema, perfusi
kapiler baik, tidak anemis, akral dingin.
9. Pemeriksaan kulit :
Warna kulit sawo matang, kulit lembab, turgor kulit menurun.
10. Rectal Toucher
Tonus otot spincter ani mencengkram kuat, mucosa licin, ampula
recti tidak kolaps, tidak terdapat benjolan/massa, ada nyeri pada
penekanan pada jam 10 dan 12, saat jari pemeriksa dikeluarkan
tidak terdapat lendir atau darah, terdapat feces ada pada sarung
tangan.
B. Pemeriksaan Radiologi
4
1. Foto Thoraks PA
2. USG Abdomen
5
- Vertebrae lumbalis spondilosis dan cronis compressi vertebrae
lumbalis
- Gastrointestinalees terdapat gambaran local ileus di Mc. Burney
(tanda dari proses radang appendic)
6
a. Inspeksi : permukaan perut distended, terdapat massa pada
regio inguinalis dextra batas tegas, lunak, dan terfiksir, adanya
gelombang peristaltik.
b. Auskultasi : peristaltik meningkat/
c. Perkusi : pekak seluruh lapang abdomen
d. Palpasi : nyeri tekan (+)
V. DIAGNOSIS KLINIS
Abdominal Pain e.c Appendisitis kronis eksaserbasi akut
7
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Diverticulitis Meckel
2. Ileus regionalis
3. Psoas abses
4. Batu ureter (kolik)
VII. PLANNING
1. Appedicogram
2. Laparoscopy
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Konservative (Non-bedah)
1. Bed rest dengan posisi Fowler (posisi terlentang, kepala
ditinggikan 18-20 inchs, kaki diberi bantal, lutut ditekuk)
2. Analgesik
3. Antibiotik
4. Balance cairan
5. Pasang DC
6. Terapi Pre Operasi:
- Analgesik
- Antibiotik
7. Terapi Post Operasi
- Edukasi pasien agar mobilisasi bertahap yaitu latihan duduk-
berjalan.
- Analgesik
- Antibiotik
B. Bedah
Appendectomy cito
IX. PROGNOSIS
- Ad Sanam : Ad bonam
- Ad Vitam : Ad bonam
- Ad Fungsionam : Ad bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI APPENDIKS
Pppendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjang nya kira-kira
10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal disekum. Lumennya sempit
dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada
bayi, appensndiks berbentuk kerucut. Keaadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks
terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak
dan ruangt gerak nya bergantung pada panjang mesoappendiks
penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di
belakang sekum, dibelakang kolon ascendens, atau ditepi lateral kolon
ascendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu nyeri visceral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis
pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.
9
II. DEFINISI APPENDICITIS
Appendicitis adalah infeksi pada organ appendik yang diawali dengan
penyumbatan dari lumen appendik oleh mucus, fekalit, atau benda asing,
yang diikuti oleh infeksi bakteri dari proses peradangan. Penyakit
ini merupakan kegawatdaruratan bedahabdomen yang paling sering
ditemukan.
Apendisitis Akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan
ini merupakan kasus operasi intraabdominal tersering yang memerlukan
tindakan bedah. appendicitis akut adalah appendicitis dengan onset gejala
akut yang memerlukan intervensi bedah dan biasanya dengan nyeri di
kuadran abdomen kanan bawah dan dengan nyeri tekan tekan dan alih,
spasme otot yang ada di atasnya, dan dengan hiperestesia kulit. Sedangkan
appendicitis kronis ditandai dengan nyeri abdomen kronik (berlangsung
terus menerus ) di dearah fossa illiaca dextra,tetapi tidak terlalu parah, dan
bersifat continue atau intermittent, nyeri ini terjadikarena lumen appendix
mengalami partial obstruk.
Appendicitis chronica kadang-kadang dapat menjadi akut lagi disebut
appendicitis chronica dengtan eksaserbasi akut.
III. INSIDENSI
Dapat terjadi pada semua umur, hanya jarang dilaporkan pada anak
berusia kurang dari 1 tahun. Insiden tertinggi pada usia 20-30 tahun terjadi
pada laki-laki dan perempuan sama banyak.
IV. ETIOLOGI
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berprran
sebagai faktor pendcetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfoid, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah
erosi mukosa apendiks karena parasit sepeti E.histoliytica.
10
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timnulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.
V. PATOGENESIS
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang denjgan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikuler yanf secara salah dikenal dengan istilah
infiltrat apendiks. Didalammnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
absesyang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis
akan sembuh dan massa apendikuler akan tenang untuk selanjutnya akan
mengurangi diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini akan menimbulkan keluhan berulang
diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi
dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.
VI. PATOFISIOLOGI
11
menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan protein dapat
ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda
klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal,
menemukan nyeri dan bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks
terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan
nyeri pada pasien (tanda obturator).
Hiperestesia kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf
spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti kejadian
appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat
dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak
di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang
ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen.
Appendicities mempunyai tanda dan gejala bervariasi yaitu nyari
yang dirasakan samara yaitu pada bagian tengah abdominal tepatnya pada
periumbilikal ( nyeri tumpul ). Seringkali disertai dengan rasa mual dan
muntah ( 3 kali,facial fkush, tenderness pada fossa illiaca, demam suhu
antara 37,5 38,5C). Beberapa jam kemudian nyeri itu akan berpindah ke
perut kanan bawah, yang oleh kalangan medis disebut titik Mc. Eurney.
Nyeri ini akan dirasakan akan lebih jelas baik letak maupun derajat
nyerinya. Tanda tanda dari appendicities klasik ini dapat ditemukan
kurang dari setangah kasus yng terjadi. Ada juga tanda tanda lain yang
muncul yaitu bila appendix berada di dekat rectum, maka itu dapat
menyebabkan iritasi local dan diarrhea. Bila appendix terletak dekat dengan
vesica urinaria atau ureter, maka itu dapat menyebabkan dysuria dan pyuria
( secara mikroskopik ).
VIII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun
umumnya ditampikan dengan riwayat sakit perut yang samar-samar,
dimana dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin diikuti mual dan
muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan
setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam.
12
2. Pemeriksaan Fisik
Rovsings sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada
kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi
kanan.
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
13
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan
menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan
cara mendiagnosis apendisitis.
IX. Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Nyeri lepas 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab
Total 10
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah: pada pemeriksaan dilakukan untuk melihat
angka leukosit. Pada kasus appendicitis akut, biasanya didapatkan
angka leukosit yang neutrofil yang tinggi.
b. Pemeriksaan urin: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya
eritrosis, leukosit dan bakteri didalam urin. Pemeriksaan ini dapat
membantu untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih dan batu ginjal yang memiliki gejala klinis yang
hampir sama dengan appendicitis.
2. Foto polos abdomen
14
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab
appendicitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
Kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran opak fecalith
yang nampak di kuadran kanan bawah abdomen, sehingga pemeriksaan
ini jarang dilakukan.
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya
abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan
kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90
94%, dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%.
Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada appendicitis akut,
ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih
dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan
pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur atau
perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara
maka abses apendiks dapat diidentifikasi.
4. CT-Scan
Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan
pemeriksaan skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan
jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks
yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi yaitu 90 100% dan 96 97%, serta akurasi 94 100%. Ct-
Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon
5. Laparoscopy
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan
appendix.
15
X. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah
apendektomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan
kejadian perforasi.9 Penggunaan ligasi ganda pada setelah appendektomi
terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang
biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau
tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan
purse string. Ligasi ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak
dapat dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda
tunggul dengan dua baris jahitan. Dengan peningkatan penggunaan
laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik, apendektomi
laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan
nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka
kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan
kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi
itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen,
terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi
meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi.
16
Lanz transverse incision
17
Insisi paramedian kanan bawah
XI. KOMPLIKASI
Komplikasi appendicitis chronicakarena obliterasi rongga appendix
dapat terjadi penyumbatan isinya berupa cairan sekret, terutama jika
penyumbatan isinya berupa cairan sekret, terutama jika penyumbatan terjadi
di baian proksimal. Appendix akan membessar dan berdilatasi menjadi suatu
kista yang disebut mucocele benigna.
18