Anda di halaman 1dari 4

BERANI PUNYA MUSUH?

MAN OF PERSPECTIVE

ARTIKEL

Untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah Filsafat Bimbingan dan Konseling

Doden mata kuliah: Dudy Imanudin Effendi, M. Ag

Oleh:

Muhammad Firdaus Hadipriatna / BKI V B / 1134010078

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2015
Berani punya musuh?
Membaca judul di atas mungkin banyak yang tidak setuju. Tapi
percaya atau tidak prinsip inilah yang dipegang Rasulullah, pendiri negara ini
dan para pejuang di manapun mereka berada dan apapun yang mereka
perjuangkan.

Sejak kecil kita diajari untuk tidak bermusuhan dan ini benar. Hanya
saja sebagai catatan. Petuah tersebut tidak berlaku untuk segala kesempatan.
Di satu saat di satu waktu pada akhirnya kita akan berhadapan dengan
pilihan yang menuntut kita membangun kesiapan mempunyai musuh.

Bayangkan apa yang terjadi bila Bung Karno dan para pendiri bangsa
tidak berani punya musuh. Apakah Indonesia akan merdeka? Seandainya
Soekarno muda takut berpidato membaca Indonesia menggugat apakah akan
ada Indonesia?

Bayangkan juga jika Bung Tomo tidak menentang sekutu. Akankah


Indonesia dihormati? Peristiwa 1O November telah membuat sekutu berpikir
ulang untuk mengembalikan Indonesia kepada Belanda.

Atau jika Kyai Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah atau Kyai


Hasyim Asy'ari tidak berani menghadapi celaan dan gugatan ketika mulai
memperkenalkan pendidikan modern dalam dunia pendidikan Islam yang
masih tradisional. Apakah Muhammadiyah atau NU akan sebesar sekarang?

Dan Rasulullah panutan kita, ketika mulai memperjuangkan Islampun


menghadapi banyak musuh. Muhammad SAW yang santun, yang dipercaya
semua golongan, yang disukai semua lapisan masyarakat tiba-tiba menjadi
musuh nomor satu di Makkah saat ia memperjuangkan sesuatu.

Padahal Muhammad muda sebelum diangkat sebagai Rasul sudah


mempunyai jiwa yang lurus. Sebagai individu ia memilih untuk menyepi dan
menghindari keburukan dan mencari ketenangan hati. Tetapi ketika diangkat
menjadi Rasul, Allah tidak memberinya pilihan menyepi. Sebaliknya tugas
beliau adalah menyebarkan ajaran Islam. Untuk perjuangan ini, Rasul sempat
dibenci dan dimusuhi.

Singkatnya mempunyai musuh Karena memperjuangkan sesuatu yang


benar adalah bagian dari sunatullah. Sementara dalam fenomena saat ini, tak
jarang cukup banyak pihak yang menghindari perbedaan pendapat, memilih
diam, begitupun di sosial media, walaupun terhadap persoalan yang amat
sangat penting, hingga berakibat merajalelanya keburukan tanpa ada yang
menghentikan.

Secara jumlah kita mungkin banyak tetapi tidak memiliki kekuatan


untuk membawa perubahan ke arah kebaikan, karena selama ini memilih
diam.

Tidak pula surut langkah karena adanya haters. Di dunia film, kenapa
masih ada tontonan yang berbau porno, humor porno, atau adegan tidak
mendidik dan mengumbar tubuh perempuan? Apakah karena pengawas
perlman khawatir dianggap terlalu mengekang? Satu hal yang harus diingat,
setiap kekhawatiran dan ketakutan memiliki harga yang harus dibayar.

Terkait tontonan, berakibat anak-anak Indonesia menjadi korban


tayangan yang tidak terjaga. Walaupun diberi label umur, pada realitanya
sering tontonan televisi maupun bioskop tetap bisa diakses mereka yang di
bawah umur. Sehingga tindakan kehati-hatian akan lebih bijak.

Begitu banyak kenapa yang harus kita tanyakan. Misal. kenapa korupsi
tetap marak padahal kasat mata banyak diketahui teman sejawat? Sebab
mereka yang jujur tidak mau melaporkan teman sekantor yang korup. Lupa
bahwa demi menjaga perasaan teman atau karena merasa tidak enak kita
lalai dari melindungi ribuan rakyat yang menjadi korban kejahatan korupsi.
Tradisi setia kawan yang biasanya berulang, terlepas profesinya.
Musuh memang tidak boleh dicari, toh dia akan datang sendiri di detik
kita mernperjuangkan sesuatu. Bisa berwujud haters, orang yang tidak
setuju. orang yang tidak menyukai, yang benci, atau apapun. Keberadaan
mereka menimbulkan konik dalam kehidupan.

Tetapi jika hidup selama ini tenang. tanpa riak sama sekali, mungkin
kita harus melemparkan pertanyaan kepada diri sendiri, adakah selama ini
kita memperjuangkan dengan tegas sebuah kebaikan? Berani bersikap dan
berpihak pada kubu kebaikan? Sebuah perjuangan yang bisa dilakukan tanpa
menjurus ke anarki, melainkan tetap dengan cara-cara yang bijak, sesuai
aturan, dan semangat kebaikan untuk kemaslahatan yang lebih besar.

Agar ketika di akhirat nanti, saat Allah meminta pertanggungjawaban


akan semua yang sudah dilakukan, termasuk apakah kita lebih rela menjadi
musuh Allah karena menghindari bermusuhan dengan manusia? Kita mampu
memberikan jawaban yang menghantar diri lebih dekat kepada surga. Banyak
atau sedikitnya musuh dalam hidup kita tidak menjadi gambaran mutlak
akan status kita yang baik atau buruk, karena lingkungan yang baik
seharusnya membenci sesuatu yang buruk, begitu pula sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai