Anda di halaman 1dari 9

PANDUAN ART

A. LATAR BELAKANG
Pada beberapa tahun terakhir ini, penatalaksanaan klinis penyakit HIV di Negara maju berubahsecara drastic dengan
tersedianya obat antiretroviral (ARV). ARV bekerja langsung menghambat replikasi (penggandaan diri) HIV.
Terapi antiretroviral (ART) dengan mengkombinasi beberapa obat ARV bertujuan untuk mengurangi viral load
(jumlah virus dalam darah) agar menjadi sangat rendah atau di bawah tingkat yang dapat terdeteksi untuk jangka
waktu yang lama.
Saat ini ada tiga golongan ARV yang tersedia di Indonesia :
Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI): obat ini dikenal sebagai analog nukleosida
yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA. Proses ini diperlukan agar virus dapat
bereplikasi. Obat dalam golongan ini termasuk zidovudine (ZDV atau AZT), lamivudine (3TC),
didanosine (ddl), zalcitabine (ddC), stavudine (d4T) dan abacavir (ABC).
Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI): obat ini berbeda dengan NRTI
walaupun juga menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA. Obat dalam golongan ini termasuk
nevirapine (NVP), efavirenz (EFV), dan delavirdine (DLV).
Protease Inhibitor (PI): obat ini bekerja menghambat enzim protease yang memotong rantai panjang
asam amino menjadi protein yang lebih kecil. Obat dalam golongan ini termasuk indinavir (IDV),
nelfinavir (NFV), saquinavir (SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV), dan lopinavir/ritonavir
(LPV/r).
Obat obat tersebut tersedia dalam bentuk kapsul dan tablet . Hanya sebagian dari obat di atas tersedia di
Indonesia.
ARV dapat juga dipakai untuk mencegah infeksi HIV misalnya setelah tusukan jarum suntik yang tercemar HIV
pada petugas kesehatan atau kasus perkosaan oleh tersangka yang di curigai terinfeksi HIV. Ini disebut profilaksis
pasca pajanan (PEP = post exposure prophylaxis). ARV juga dapat dipakai untuk mengurangi penularan HIV dari
ibu ke bayi. Penggunaan ARV dengan tujuan ini dibahas di bagian lain dalam buku pedoman ini.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait HIV
2. Memperbaiki mutu hidup
3. Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan
4. Menekan replikasi virus semaksimal mungkin dalam waktu yang lama

ARV golongan NRTI dan NNRTI mempunyai cara kerja menghambat enzim reverse transcriptase
sehingga menghambat pembentukan RNA virus menjadi DNA pada langkah ke 4 siklus hidup virus HIV.
Sementara ARV yang termasuk golongan Protease Inhibitor (PI) sesuai namanya PI memiliki cara kerja
menghambat ensim protease.
Ensim protease sendiri adalah ensim yang berfungsi sebagai gunting kimiawi dalam pemotongan
protein rantai panjang menjadi molekul protein yang lebih kecil pada langkah ke 10 : yaitu langkah yang
memungkinkan protein virus yang baru di bentuk dan disusun. Gambar dalam keadaan sebenarnya yang
dihasilkan dengan menggunakan mikroskop-elektron yang menggambarkan langkah tonjolan dan langkah-
langkah selanjutnya tampak pada kulit muka buku ini.

1
Tim HIV AIDS RSUP Dr.M.Djamil Padang
Dasar-dasar yang perlu diperhatikan dalam keputusan untuk penggunaan ART :
1. HIV bereplikasi dengan cepat dan terus menerus sejak awal infeksi. Pada seorang yang terinfeksi HIV,
sedikitnya sepuluh milyar virus dibuat dan dihancurkan setiap hari. Walaupun ada replikasi yang cepat,
sebagian besar pasien tetap sehat selama bertahun-tahun sekalipun tanpa terapi antiretroviral.
2. Replikasi HIV yang terus menerus mengakibatkan kerusakan pada system kekebalan tubuh semakin
berat dan menyebabkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik, kanker, penyakit syaraf, wasting
(kehilangan berat badan tanpa alasan jelas) dan berakhir dengan kematian.
3. Viral load menunjukkan tingginya replikasi HIV dan kecepatan penghancuran sel CD4, sedangkan
penurunan jumlah CD4 menunjukkan tingkat kerusakan pada system kekebalan yang disebabkan oleh
HIV.
4. Tinggi rendahnya viral load menunjukkan cepat lambatnya perjalanan penyakit dan kematian.
Pemeriksaan jumlah CD4 dan viral load secara berkala (jika dapat dilakukan) dapat menentukan arah
perkembangan penyakit pada pasien yang terinfeksi HIV dan untuk mengetahui kapan sebaiknya
memulai atau mengubah regimen ART.
5. Penurunan system kekebalan di antara orang yang terinfeksi HIV dapat berbeda beda. Keputusan untuk
memulai pengobatan dilakukan berdasarkan jumlah CD4 dan viral load (jika mungkin dilakukan) atau
limfosit total serta gejala klinis.
6. Terapi kombinasi antiretroviral dapat menekan replikasi HIV sampai di bawah tingkat yang dapat
dideteksi oleh tes yang peka. Penekanan virus secara efektif ini mencegah timbulnya virus yang resisten
terhadap obat dan menunda perkembangan penyakit. Jadi penekanan virus secara maksimal menjadi
tujuan terapi.
7. Cara paling efektif untuk menekan replikasi HIV secara terus menerus adalah memulai pengobatan
dengan kombinasi ARV yang efektif. Semua obat yang dipakai harus di mulai pada saat yang bersamaan
dan tidak pernah dipakai sebelumnya. Obat tersebut tidak boleh menimbulkan resisten silang (cross
resistant) dengan obat yang pernah dipakai.
8. ARV yang dipakai dalam terapi kombinasi harus berdasarkan jadwal dan dosis yang dioptimalkan.
Sampai saat ini pengetahuan tentang mekanisme kerja dan jenis ARV masih terbatas dan dilaporkan
adanya resistensi silang pada obat obat tertentu.
9. Wanita seharusnya menerima ART yang optimal tanpa memperhatikan status kehamilannya.
10. Prinsip yang sama diberlakukan juga pada pemberian ART untuk anak maupun orang dewasa yang
terinfeksi HIV, walaupun pengobatan pada anak yang terinfeksi HIV perlu mendapat pertimbangan
khusus.
11. Orang dengan HIV, walaupun dengan viral load yang tidak terdeteksi, harus tetap dianggap menular.
Mereka harus diberi konseling agar menghindari hubungan seks atau penggunaan narkotika suntik yang
dapat menularkan HIV dan pathogen menular lain.
12. ART harus dipakai terus menerus dengan kepatuhan yang sangat tinggi, walaupun sering dijumpai efek
samping. Keterlibatan pasien dan pendampingnya (keluarga, pasangan,teman) sangat penting dalam
semua pertimbangan dan keputusan untuk memulai ART. Hubungan baik antara pasien dan dokternya
sangat diperlukan.

Dampak ART
Penggunaan ART di Negara maju menyebabkan penurunan drastis morbiditas dan mortalitas akibat AIDS serta
menimbulkan pemulihan kembali system kekebalan tubuh. Peningkatan jumlah CD4 rata rata 100-200 pada tahun
pertama. Pasien dengan kemajuan seperti ini dapat menghentikan profilaksis primer atau sekunder untuk beberapa
infeksi oportunistik.
Catatan : bila ART dimulai pada waktu jumlah CD4 sangat rendah maka ada kemungkinan gejala infeksi
Oportunistik tertentu dapat muncul lagi pada saat system kekebalan tubuh mulai pulih kembali dan melawan infeksi

2
Tim HIV AIDS RSUP Dr.M.Djamil Padang
yang sudah ada. Hal ini disebut sebagai immune reconstitution syndrome atau sindrom pemulihan kembali
kekebalan.

Keterbatasan ART

Walaupun ART sudah menjadi kunci dalam penatalaksanaan penyakit HIV, ada beberapa keterbatasan :
1. ART tidak mampu memberantas virus. Terapi ini gagal mengendalikan viremia dalam kurang lebih
sepertiga pasien pada uji klinis. Viremia cepat meningkat kembali setelah berhenti terapi, atau
menghentikan salah satu obat dalam kombinasi. Pasien harus melanjutkan terapi seumur hidup agar
memperoleh manfaatnya yang optimal.
2. Jenis HIV yang resisten sering muncul, terutama jika kepatuhan pasien pada terapi tidak hampir sempurna
(95% atau lebih). Kegagalan lebih mungkin terjadi pada tahap penyakit yang sudah lanjut. Kepatuhan pada
terapi jangka panjang adalah sulit : semakin lama kepatuhan cenderung semakin menurun.
3. Penularan HIV melalui perilaku yang berisiko dapat terus terjadi, walaupun viral load tidak terdeteksi. Jenis
virus yang resisten terhadap semua obat dalam regimen ART dapat ditularkan ke orang lain melalui perilaku
berisiko.
4. Efek samping jangka pendek akibat ART sering terjadi, mulai dari yang ringan termasuk anemia,
neutropenia, mual, sakit kepala, sampai yang berat, misalnya hepatitis akut, reaksi hipersensitif dan sindrom
Stevens Johnson. Sedangkan efek samping jangka menengah baru mulai diketahui, misalnya resistensi
insulin, asidosis laktat, hiperlipidemia dan perpindahan lemak dalam tubuh (lipodistrofi/lipoatrofi). Efek
samping jangka panjang belum diketahui. Selain efek samping dapat pula ditemukan interaksi dengan obat
yang dipakai untuk penyakit lain, misalnya TB.
5. Pada saat ini di Indonesia hanya ada sedikit pilihan untuk pasien yang gagal dengan pengobatan regimen
baku atau mengalami efek samping yang berat.

Manfaat dan keterbatasan ART

Manfaat ART Keterbatasan ART

Tidak menyembuhkan, obat harus diminum


seumur hidup. Efektif pada sebagian besar, tetapi
Morbiditas dan mortalitas menurun tidak semua pasien. Prognosis jangka panjang
belum diketahui

Dibutuhkan kepatuhan yang sangat tinggi


Pemantauan ketat dibutuhkan agar terapi dapat
Penekanan virus terus menerus selama beberapa dirubah jika resistensi berkembang jenis virus yang
tahun dapat dicapai oleh cukup banyak pasien resisten dapat ditularkan melalui hubungan seks
yang beresiko

Pasien yang menerima ART tetap produktif Efek samping beberapa regimen dapat mengurangi
mutu hidup
System kekebalan tubuh mulai pulih, dan ini Infeksi oportunistik masih dapat terjadi, terutama
mengurangi kebutuhan akan profilaksis terhadap jika terapi dimulai dengan jumlah CD4 yang
infeksi oportunistik rendah

Mengurangi penularan HIV dari ibu ke bayi Penularan dari ibu ke bayi masih tetap dapat terjadi

3
Tim HIV AIDS RSUP Dr.M.Djamil Padang
Mengurangi biaya rawat inap dan memelihara anak Biaya terus menerus untuk obat dan pemantauan
yatim piatu terapi

Ketersediaan ART mendorong orang dengan HIV Layanan bermutu dan terjangkau dibutuhkan untuk
untuk meminta tes HIV dan mengungkapkan status meyakinkan konseling dan tindak lanjut medis .
HIV nya secara sukarela .

Ketersediaan dan Biaya ART di Indonesia


Saat ini (Agustus 2003) hanya sebagian kecil jenis ARV tersedia dengan harga yang relative terjangkau di
Indonesia. Obat generic dengan harga yang lebih murah yang tersedia di Indonesia seperti tampak dalam table
berikut ini.

Antiretroviral yang tersedia di Indonesia sesuai golongan


Nama Singkata Sediaan
Golongan Produsen Asli Nama Dagang
generik n
Kapsul/tablet 300 mg
AZT,ZD GlaxoSmithKline Retrovir,Zidovex* Kapsul 100 mg
Zidovudine
V Kimia Farma Reviral

Tablet 150 mg
Lamivudin GlaxoSmithKline Epivir,Lamivox* Larutan 10 mg/ml
3TC Tablet 150 mg
NRTI e Kimia Farma hiviral

Bristol Myers- Kapsul 30 mg, 40 mg


Stavudine D4T Zerit,Stavex*
Squibb
Bristol Myers- Tablet kunyah : 100
Didanosine ddI Videx mg
Squibb
Boehringer Viramune, Tablet 200 mg
NNRTI Nevirapine NVP
Ingelheim Nevirex*
Agouron Tablet 250 mg
PI Nelfinafir NFV Viracept,Nelvex*
Pharmaceutical
AZT 300 mg + 3TC
AZT + GlaxoSmithKline Combivir,Zidovex- 150 mg
3TC Kimia Farma L* Duviral AZT 300 mg + 3TC
150 mg
Koformul
asi AZT 300 mg + 3TC
Aurobindo Zidovex-LN* 150 mg+NVP 200 mg
AZT+3TC
+NVP AZT 300 mg + 3TC
Kimia Farma Triviral 150 mg + NVP 200 mg

Contoh penulisan resep Antiretroviral


4
Tim HIV AIDS RSUP Dr.M.Djamil Padang
*) Nevirex dosis 1 x 1 kapsul 14 hari pertama, dimaksudkan untuk memperkecil efek samping
hepatotoksik
Contoh Resep 1 Contoh Resep 2

Padang , 7 Agustus 2014 Jakarta, 7 Agustus 2003

R/ Zidovex-L No. LX R/ Zidovex-L No. LX


S 2 dd 1 S 2 dd I
R/ Nevirex No. XLV
S I dd I kapsul untuk 14 hari,
Selanjutnya 2x1
S 2 dd I kapsul *)

Pro : Ny. EF Pro : Ny. EF


Umur : Dewasa Umur : Dewasa

Regimen ART yang diusulkan untuk Indonesia


Satu dari Kolom A dan salah satu kombinasi dari Kolom B

Kolom A Kolom B

Nevirapine AZT + ddl


nelfinavir ddl + 3TC
d4T + ddl
AZT + 3TC
d4T + 3TC

Karena nelfinavir jauh lebih mahal daripada nevirapine maka nevirapine digunakan sebagai pilihan pertama dan
nelfinavir dicadangkan sebagai pilihan kedua apabila pilihan pertama gagal atau pasien tidak tahan efek samping
nevirapine.

Pasien dengan Haemoglobin rendah dari 5 tidak dianjurkan memakai kombinasi dengan AZT karena salah satu
efek samping AZT adalah anemia.
Efek samping ARV
Efek samping atau efek yang merugikan ARV merupakan hal yang harus diperhatikan karena dapat mengganggu
kepatuhan pengobatan. Beberapa efek samping mungkin sedemikian berat sehingga membutuhkan penghentian
obat.
Berikut ini adalah table yang menggambarkan efek samping ARV

Efek samping ARV

Nama generic Efek samping

5
Tim HIV AIDS RSUP Dr.M.Djamil Padang
Golongan NRTI: Anemia,neutropenia,intoleransi Gastro Intestinal,sakit
Zidovudine (AZT,ZDV) kepala,sulit tidur,miopati, asidosis laktat dengan steatosis
hepatitis (jarang)
Lamivudine (3TC)
Sedikit toksisitas, asisdosis laktat dengan Steoatosis
hepatitis (jarang)
Stavudine (d4T)
Pancreatitis, Neuropati perifer, Asidosis Laktat dengan
steatosis hepatitis (jarang) Lipoatrofi
Didanosine (ddl)
Pancreatitis, Neuropati perifer, lipoatrofi, Asidosis laktat
dengan steatosis hepatitis (jarang)
Golongan NNRTI:
Nevirapine (NVP) Ruam kulit, sindrom Stevens Johnson, Peningkatan serum
aminotransferase, hepatitis, keracunan hati yang
mengancam jiwa
Golongan PI:
Nelfinavir (NFV) Diare, hiperglikemia, perpindahan lemak (lipodistrofi)
kelainan lipid

Indikasi Anti Retriviral Therapi


ART diindikasikan untuk mereka yang memenuhi kriteria sbb :
1. Infeksi HIV telah dikonfirmasikan dengan tes antibodi.
2. Keputusan untuk mulai menggunakan ART diambil setelah pasien dan keluarga / pendamping mendapat
informasi yang lengkap tentang dana yang dibutuhkan, jaminan kepatuhan berobat yang tinggi, efek
samping yang mungkin terjadi .
3. Indikasi laboratorium atau klinis sbb:
a. Penyakit HIV stadium IV WHO tanpa memperhatikan jumlah CD4, atau
b. Jika tes CD4 dapat dilakuka, ART sebaiknya dimulai sebelum jumlah CD4 turun di bawah 200,
atau
c. Jika tes CD4 tidak dapat dilakukan, ART sebaiknya dimulai jika infeksi HIV memenuhi klasifikasi
klinis stadium II atau III WHO, dengan limfosit total di bawah 1200.
Pengalaman pemberian ART di Negara berkembang menunjukkan bahwa sebagian besar pasien memulai setelah
jumlah CD4 di bawah 200. Di Indonesia, upaya sebaiknya di arahkan pada diagnosis HIV secara dini dan
pemantauan jumlah CD4 atau limfosit total serta gejala klinis untuk menentukan bahwa ART ditawarkan kepada
pasien pada waktu yang tepat.

Pemantauan pengobatan ARV


Pemantauan pengobatan diperlukan untuk melihat:
1. Kepatuhan minum obat .
6
Tim HIV AIDS RSUP Dr.M.Djamil Padang
2. Gejala baru yang timbul akibat efek samping obat maupun dari perjalanan penyakit itu sendiri.
Pemantauan sebaiknya dilakukan satu bulan sesuadah pengobatan dimulai dan selanjutnya setiap tiga bulan sekali.

Pemantauan keberhasilan dan toksisitas ART:


1. Secara klinis :
a. Berat badan meningkat
b. Tidak terkena infeksi opportunistic, atau kalaupun terkena, infeksi tidak berat
c. Anamnesis gejalayang berhubungan dengan HIV seperti batuk lebih dari dua minggu, panas, diare, dll.
Disertai pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan laboratorium
Tes darah rutin termasuk darah lengkap, SGPT/SGOT, kreatinin, gula darah, kolesterol dan trigliserid dibutuhkan
untuk memantau efek samping obat dan perjalanan penyakit. Jenis tes yang dibutuhkan bergantung pada regimen obat
yang digunakan. Tes jumlah CD4 setiap enam bulan sekali diperluka untuk menentukan kapan profilaksis dapat
dihentikan. Bila tes ini belum dapat dilakukan maka dapat dipakai hitung limfosit total.

Indikasi untuk mengganti regimen atau berhenti ART


Mengganti regimen akibat toksisitas obat dapat dilakukan dengan mengganti satu atau lebih obat dari golongan yang
sama dengan obat yang dicurigai mengakibatkan toksisitas.
Mengganti terapi akibat kegagalan untuk hal ini sebaiknya ada kriteria khusus untuk penggantian terapi menjadi
regimen yang baru secara keseluruhan (masing masing obat dalam kombinasi diganti dengan yang baru) atau
penghentian terapi penggantian atau penghentian dilakukan apabila :
1. ODHA pernah menerima regimen yang sama sekali tidak efektif lagi misalnya monoterapi atau terapi dengan
dua nukleosida (NRTI)
2. Viral load masih terdeteksi setelah 4-6 bulan terapi, atau bila viral load menjadi terdeteksi kembali setelah
beberapa bulan tidak terdeteksi
3. Jumlah CD4 terus menerus menurun setelah dites dua kali dengan interval beberapa minggu
4. Infeksi oportunistik atau berat badan mulai menurun secara drastic. Hal ini harus dibedakan dengan immune
reconstitution syndrome / sindrom pemulihan kembali kekebalan

Anti Retroviral Therapy dan kehamilan


Biasanya, ibu hamil disarankan untuk tidak memakai obat pada triwulan pertama kehamilan. Namun tidak ada bukti
bahwa obat ARV yang di pakai di Indonesia dapat menyebabkan masalah pada ibu atau janin, sehingga apabila
sudah ada indikasi untuk ART, maka sebaiknya diberikan. Data menunjukkan bahwa ART akan menurunkan resiko
penularan HIV dari ibu ke anak. Walaupun demikian beberapa dokter tidak menyarankan ibu hamil memulai ART
pada triwulan pertama karena mual atau muntah yang sering terjadi pada awal kehamilan dapat mempengaruhi
kepatuhan pengobatan.

ART dan Tuberkulosis


Karena prevalensi tuberculosis pada ODHA di Indonesia adalah tinggi maka banyak pasien calon ART
menderita pula TB aktif. Lagi pula pasien yang sudah menerima ART tetap dapat terkena TB aktif. Pengobatan dan
penanggulangan TB secara efektif adalah prioritas utama untuk pasien yang terinfeksi HIV bersama dengan TB.
Penatalaksanaan HIV dan TB secara bersamaan menjadi lebih sulit karena beberapa obat antiretroviral berinteraksi

7
Tim HIV AIDS RSUP Dr.M.Djamil Padang
dengan obat anti-TB dan/atau dapat meningkatkan teksisitas pengobatan TB. Pengobatan TB dengan strategis
DOTS harus segera dimulai pada orang yang didiagnosis TB aktif.
Masalah utama dalam penatalaksanaan pasien dengan HIV dan TB adalah kapan memulai ART. Penuntun untuk itu
dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

ART untuk orang yang terinfeksi HIV dengan TB

Keadaan Usulan

Mulai OAT selama 2 minggu . Mulai ART


TB paru dengan jumlah CD4 dibawah 50 atau TB di dengan AZT+3TC+NVP segera setelah tidak
luar paru ada keluhan dengan OAT

Mulai OAT. Mulai ART dengan


TB paru dengan jumlah CD4 50-200 atau limfosit AZT+3TC+NVP dua bulan setelah terapi
total di bawah 1200 dimulai, jika CD4 masih dibawah 200 atau
limfosit total masih dibawah 1200

TB paru dan jumlah CD4 di atas 200 atau kadar Mulai OAT. Mulai ART sesuai dengan indikasi
limfosit total di atas 1200

Pasien yang sudah memakai ART dan terkena TB aktif harus menyesuaikan regimen ART agar cocok dengan
pengobatan TB. Setelah terapi TB selesai, regimen ART dapat diteruskan seperti semula atau diubah tergantung
pada status klinis dan imunologis pasien.

Persyaratan untuk pemberian ART


Persyaratan berikut penting untuk pemberian ART secara baik :
1. Tes HIV secara sukarela disertai konseling (VCT) yang mudah dijangkau untuk mendiagnosis HIV secara
dini
2. Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan pengertian tentang ART, pentingnya kepatuhan
pada terapi, efek samping yang mungkin terjadi, dll
3. Konseling lanjutan untuk memberi dukungan psikososial dan mendorong kepatuhan serta untuk menghadapi
masalah nutrisi yang dapat timbul akibat ART
4. Laboratorium untuk memantau efek samping obat termasuk Hb, tes fungsi hati,dll
5. Kemampuan untuk mengenal dan menangani penyakit umum dan infeksi oportunistik akibat HIV
6. Tersedianya obat yang mutu dengan jumlah yang cukup, termasuk obat untuk infeksi oportunistik dan
penyakit yang berhubungan dengan HIV
7. Tersedianya tim kesehatan terpadu termasuk dokter, perawat, konselor, pekerjaan sosial, dukungan sebaya.
Tim ini seharusnya membantu pembentukan kelompok dukungan ODHA dan pendampingnya
8. Adanya pelatihan, pendidikan berkelanjutan, pemantauan dan umpan balik tentang penatalaksanaan penyakit
HIV yang efektif termasuk system untuk menyebarluaskan informasi dan pedoman baru
9. Obat ARV diresepkan / digunakan secara rasional sesuai pedoman yang berlaku

8
Tim HIV AIDS RSUP Dr.M.Djamil Padang
ANTI RETROVIRAL THERAPI PADA ANAK
Walaupun perjalanan penyakit infeksi HIV dengan penggunaan ART pada anak adalah serupa dengan orang dewasa
tetapi ada beberapa pertimbangan khusus yang dibutuhkan untuk bayi, balita dan anak yang terinfeksi HIV
System kekebalan bayi mulai dibentuk dan berkembang selama beberapa tahun pertama. Bila bayi tertular HIV
dalam masa kehamilan dan persalinan maka gejala klinis, jumlah CD4 dan viral load berbeda dengan orang dewasa.
Efek obat juga berbeda selama transisi dari bayi ke anak. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian khusus tentang dosis
dan toksisitas pada bayi dan anak. Kepatuhan berobat pada anak menjadi tantangan tersendiri.
Terapi ARV memberi manfaat klinis yang bermakna pada anak yang terinfeksi HIV yang menunjukkan gejala. Uji
klinis terhadap anak sudah menunjukkan bahwa ART memberi manfaat serupa dengan pemberian ART pada orang
dewasa.

Resistensi terhadap obat ARV


HIV dapat mengalami mutasi gen atau mengubah struktur kimia serta struktur genetiknya sehingga resisten
atau tidak lagi mempan oleh obat ARV.
Secara umum resistensi obat ARV meningkatkan apabila ARV diberikan sebagai obat tunggal. Namun meskipun
timbul resistensi, tidak selalu berarti ODHA tidak dapat minum obat ARV itu lagi. Resistensi akan timbul lebih
lambat apabila viral load rendah dan CD4 masih tinggi. Sebaliknya HIV akan lebih cepat resisten apabila viral load
tinggi.

Kesimpulan
Pelaksanaan ART secara efektif adalah rumit dan jika tidak dilaksanakan dengan baik, dapat berdampak buruk pada
penanggulangan HIV / AIDS yaitu memicu timbulnya resistensi obat.
Untuk menjamin bahwa semua unsur ART ditangani secara baik, protokol khusus akan dibuat untuk menuntun
dokter dan tenaga kesehatan lain.
Beberapa aspek ART berubah secara cepat, misalnya penemuan obat baru, perubahan regimen, penurunan harga
obat, munculnya resistensi obat, dll. Karena itu, dokter yang meresepkan ART harus selalu mengikuti
perkembangan ilmiah terbaru. Protokol untuk ART harus sering diperbarui.
Pelaksanaan ART secara efektif membutuhkan tingkat komitmen yang tinggi dari petugas kesehatan, pasien dan
pendampingnya.

9
Tim HIV AIDS RSUP Dr.M.Djamil Padang

Anda mungkin juga menyukai