Anda di halaman 1dari 13

Berikut ini Contoh Makalah Seleksi Calon Kepala Sekolah: Menciptakan Kultur Yang Kondusif Dalam

Meningkatkan Budi Pekerti Luhur Bagi Warga Sekolah

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah akhirnya Penulis dapat menyelesaikan tulisan atau makalah kecil yang sederhana
ini. Ada beberapa kendala itu dapat diselesaikan Penulis yang memang sangat terbatas. Namun,
kendala-kendala itu dapat diselesaikan Penulis karena keinginan Penulis untuk memberikan suatu
sumbang pikiran terhadap dunia pendidikan begitu kuat.

Pendidikan memang aspek yang sangat penting untuk membangun negara dan bangsa ini. Generasi
muda yang kemudian hari dan mendapatkan tantangan yang berat tidak bisa tidak harus merpersiapkan
diri semaksimal mungkin. Salah satunya dengan mengikuti pendidikan yang lebih mengarah pada
pembentukan jasmani dan rohani yang kuat dan seimbang.

Berdasarkan permasalahan di atas Penulis mencoba mengemukakan pendapat tentang Menciptakan


Kultur Yang Kondusif dalam Meningkatkan Budi Pekerti Luhur Bagi Warga Sekolah. Makalah ini
mencoba dan berusaha melihat sebab-sebab peserta didik kita terjerumus ke dalam bentuk kenakalan
dan kebrutalan remaja. Dengan mencari penyebab-penyebab penting itu akhirnya penulis mencoba
menurunkan berbagai cara dan alternatif untuk mengatasi dan menanggulangi masalah tersebut.

Pada kesempatan baik ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan
dukungannya kepada semua pihak sehingga laporan ini dapat diselesaikan.

Harapan Penulis terhadap makalah ini semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak,
terutama bagi pengembangan pendidikan khususnya dalam pengembangan dan pemantapan
profesional guru.

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

Bab II Kajian Teori Dan Analisis Masalah


A. Tanggung Jawab Kepala Sekolah Dalam Menciptakan Kultur Sekolah Yang Berbudi Luhur

B. Tanggung Jawab Guru Untuk Mengarahkan Peserta Didik Berbudi Pekerti Luhur

C. Tanggung Jawab Pegawai Tata Usaha Sekolah

D. Tanggung Jawab Orang Tua

E. Tanggung Jawab Organisasi Kesiswaan

F. Tanggung Jawab Peserta Didik

G. Koordinator Pelaksanaan

H. Penelitian Dan Penilaian

I. Indikator Keberhasilan

Bab III Upaya Pemecahan Masalah

Bab IV Simpulan Dan Saran

Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Salah satu lembaga pendidikan adalah sekolah, sekolah menyelenggarakan proses belajar mengajar
untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa untuk tujuan
pendidikan, antara lain menjadi manusia yang berbudi luhur. Pada awal kemerdekaan sekolah diajarkan
budi pekerti luhur, terutama yang berisi pembiasaan untuk hidup bersopan santun, bertatakrama secara
benar, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan, berdisiplin dan memiliki rasa hormat yang
tinggi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan budi pekerti dimaksudkan agar peserta didik
dalam segala sikap dan perilakunya mencerminkan nilai budi pekerti yang luhur dan beradab.

Secara sosial masyarakat Indonseia sekarang seperti kehilangan pegangan hidup, berahklak dan berbudi
pekerti luhur. Banyak kehilangan menilai bahwa Bangsa Indonesia seperti berada dalam keadaan sakit
melihat banyaknya kejadian yang bersifat negatif yakni perbuatan yang tidak sesuai dengan perilaku
bangsa yang berbudi luhur, seperti terjadi korupsi, penjarahan, pembakaran, kekerasan, pembunuhan,
pelanggaran hukum, pemerkosaan dan 1meningkatnya jumlah pecandu narkoba dan lain-lain. Rasa
sosial yang kita kenal sangat baik selama ini ada kalanya seperti telah berubah menjadi : rasa asosial,
asosial kata (Soejito Soejatmoko, 1986 ; 89), mempunyai korelasi yang tinggi dengan kejahatan.

Jika sudah timbul tata nilai mortalitas yang menganggap bahwa yang melanggar peraturan merupakan
suatu hal yang patut dibanggakan, maka kuantitas maupun kualitas kesejahteraan segera meningkat.
Masyarakat sering menghakimi sendiri penjahat yang tertangkap dengan cara di luar batas kemampuan.
Maraknya perilaku menyimpang, mendorong para pengamat sosial berpikir mencari penyebabnya.
Mengapa hal tersebut terjadi pada bangsa yang selama ini dikenal oleh orang luar sebagai bangsa yang
ramah, toleran dan penuh persaudaraan? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut umumnya
menunjukkan pada keadaan ahklak dan moral yang merosot. Bahkan ada yang mengatakan bahwa
sebagian orang Indonesia sedang mengalami perubahan mental, karena orang yang sehat mentalnya
ialah orang yang dapat :

a. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu mengandung
tantangan ;

b. Memperoleh kepuasan dan perjuangan ;

c. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima ;

d. Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas ;

e. Berhubungan dengan orang lain secara tolong meonolong dan saling memuaskan;

f. Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran di hari depan;

g. Mengarahkan sikap permusuhan menjadi perbuatan yang kreatif dan konstruktif ; dan

h. Jadi orang yang jiwanya sehat, mempunyai rasa kasih sayang benar.

Kesehatan mental, budi pekerti luhur atau ahklak yang mulia sangat penting bagi perkembangan
peradaban suatu bangsa disamping kecerdasan berfikir dan kemampuan intelektual. Dan biasanya
masyarakat kercerdasan berpikir, pembangunan, mental, budi pekerti dan ahklak mulia adalah tugas
dunia pendidikan atau lebih khusus lagi adalah tugas sekolah. Dengan melihat keadaan yang terjadi
dalam masyarakat sekarang ini dan menghadapi kecenderungan di masa depan, maka pendidikan budi
pekerti perlu diajarkan kembali di sekolah.

Pendidikan budi pekerti perlu diajarkan di sekolah dengan maksud antara lain untuk membangun
generasi di masa depan, agar selain cerdas juga berahklak dan berbudi pekerti luhur. Watak yang tidak
bermoral perlu dicegah kehadirannya dalam pergaulan manusia (Iman Barnadib 1986 ; 25), untuk jangka
panjang perlu pembinaan generasi muda berbudi luhur. Berdasrkan teori, pembinaan generasi yang
berbudi luhur harus dimulai sejak dini, sejak anak masih kecil. Oleh karena itu pendidikan buidi pekerti
di sekolah mulai dari sekolah dasar sesungguhnya pada dasarnya sudah terjadi di lingkungan keluarga.

B. Rumusan Masalah.

Secara formal bahwa pendidikan moral budi pekerti sesungguhnya sudah begitu tegas dinyatakan dalam
pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 tentang tujuan negara Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan dasar
negara Ke-Tuhanan yang Maha Esa, Kmanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Peremusyawatan Perwakilan serta dengan
Mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dalam Tap MPR Nomor : X/MPR/1998
tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka menyelamatkan dan normalisasi
kehidupan nasional sebagai Haluan Negara khususnya mengenai agama, sosial, budaya. Yakni yang
harus dijalankan adalah Peningkatan Ahklak Mulia dan Budi Luhur dilaksanakan Melalui Pendidikan
Budi Pekerti di Sekolah. Peningkatan ahklak mulia dan moral luhur masyarakat melalui pendidikan
agama.

BAB II KAJIAN TEORI DAN ANALISIS MASALAH

Dalam bab II Penulis akan mengemukakan pembahasan masalah secara teoritis serta berdasarkan studi
kepustakaan yang penjabarannya sebagai berikut :

A. Tanggung Jawab Kepala Sekolah Dalam Menciptakan Kultur Sekolah Yang Berbudi Luhur.

Kepala Sekolah memiliki wewenang yang luas sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada. Melalui
inisiatif dan komunikasi yang lancar dengan guru dan tata usaha, Kepala Sekolah dapat mengembangkan
kegiatan dan untuk meningkatkan proses belajar mengajar adapun kegiatan lainnya yang
memungkinkan peserta didik akan lebih banyak menarik manfaat bagi perkembangan intelektual
maupun emosional.

Kepala Sekolah perlu mengetahui dengan pasti isi budi pekerti yang diajarkan oleh guru dengan maksud
agar bilamana ada peserta didik yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, maka Kepala Sekolah
dapat mengingatkan guru tentang adanya tindakan peserta didik yang menyimpang dan perilaku yang
berbudi pekerti yang baik.

Ini berarti bahwa dengan adanya pedidikan budi pekerti, maka pengawasan Kepala Sekolah terhadap
perilaku peserta didik semakin dibutuhkan. Pengawasan bukan hanya terbatas pada perilaku peserta
didik yang dapat dilihat dari tindakannya, tetapi juga memungkinkan adanya hal yang tersembunyi
seperti membawa senjata tajam, obat-obatan terlarang atau narkoba. Demikian terhadap perilaku yang
menympang yang diperlihatkan oleh peserta didik harus segera diatasi dengan memanfaatkan jasa dari
guru kelas, guru BP, dengan memberikan bimbingan agar tidak dicontoh oleh peserta didik lainnya.

Peranan Kepala Sekolah memelihara Kultur sekolah tidak terbatas pada peserta didik saja. Tetapi juga
perlu memperhatikan perilaku guru selama berada di dalam lingkungan sekolah. Hal ini penting karena
hanya Kepala Sekolah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menasehati guru yang kurang
kondusif dalam pembentukan perilaku peserta didik di sekolah.
Pembinaan sekolah sangat tergantung pada sikap ketegasan pengelola pendidikan dalam menjalankan
peraturan sekolah. Banyak sekolah yang berprestasi dan berhasil dalam proses belajar mengajar oleh
karena Kepala Sekolah-nya memiliki disiplin yang kuat, sehingga segala sesuatunya berjalan
sebagaimana mestinya. Para guru, pegawai, tata usaha, penjaga sekolah dan para peserta didik
merasakannya bahwa peraturan yang ada di sekolah mereka benar-benar harus dipatuhi tanpa kecuali.
Karena Kepala Sekolah sendiri sangat patuh terhadap peraturan yang ada.

B. Tanggung Jawab Guru Untuk Mengarahkan Peserta Didik Berbudi Pekerti Luhur.

Di lingkungan sekolah, guru mempunyai kedudukan yang sangat penting. Peserta didik semenjak dari
rumah sudah membayangkan bahwa ia akan bertemu dengan guru-nya dan akan memperoleh pelajaran
tertentu. Pada saat guru berdiri di depan kelas, semua mata tertuju kepadanya dan menantikan
penjelasan apakah yang akan diberikan oleh guru kepada peserta didiknya. Sikap guru, cara guru
menerapkan menjadi perhatian peserta didiknya. Oleh karena itu, selama guru berada di dalam kelas
pusat perhatian pada dasarnya adala pada pelajaran dan kepada guru.

Penilaian peserta didik kepada guru beragam, ada guru yang dianggap keras dan tegas dalam bertindak,
ada guru yang dipandang sangat toleran dan serba membolehkan. Yang penting dalam upaya
menciptakan Kultur di lingkungan sekolah, apakah di dalam kelas atau di luar kelas seorang guru
hendaklah taat azaz atau konsisten meletakkan dirinya sebagai guru dan sekaligus sebagai pendidik.
Perilaku guru akan memberikan warna terhadap watak peserta didik.

C. Tanggung Jawab Pegawai Tata Usaha Sekolah.

Pegawai tata usaha sekolah mempunyai tanggung jawab dalam bidang administrasi sekolah. Baik
mengenai data guru, peserta didik, perlengkapan atau peralatan sekolah dan pelaksanaan kegiatan
administrasi sekolah.

Pegawai Tata Usaha sekolah sebagai Pegawai Administrasi yang menpunyai jam kerja, sebagai pegawai
perlu memanfaatinya. Sebagai bukti kedisiplinan seorang pegawai, kebiasaan ini sedikit demi sedikit
akan memberi pengaruh terhadap kedisiplinan peserta didik untuk menghargai waktu. Banyak hal yang
dapat dilakukan oleh Pegawai Tata Usaha sekolah dalam menciptakan Kultur yang menunjang
penerapan nilai hidup yang mengandung budi pekerti moral, dan ahklak yang mulia.

Perilaku Pegawai Tata Usaha sekolah akan berpengaruh terhadap pelaksanaan, penciptaan Kultur
sekolah yang kondusif dalam rangka pembudayaan budi pekerti luhur bagi warga sekolah.

D. Tanggung Jawab Orang Tua.


Hubungan orang tua, anak dalam keluarga umumnya mencerminkan kondisi kebudayaan dari struktur
sosial sekitarnya. Demikian kata Poulo Freire. Jika yang menyusup ke dalam keluarga otoriter, kaku serta
mengekang, maka keluarga akan mengingat suasana penindasan (Poulo Freire 1985 ; 164), apabila
dukungan orangtua membantu anaknya menciptakan Kultur sekolah yang berahklak, maka peserta didik
anak merasakan bahwa pihak berharap untuk mempraktekkan nilai-nilai budi pekerti tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.

E. Tanggung Jawab Organisasi Kesiswaan.

Sekolah memiliki organisasi kesiswaan, antara lain OSIS, kepribadian dan organisasi yang lebih khusus
untuk membina keterampilan seperti apresiasi seni, olah raga dan keagamaan. Setiap organisasi
tersebut sangat potensial untuk membina perilaku mana yang baik dan mana yang buruk. Sesama
teman juga dapat saling mengingatkan agar perbuatan yang kurang baik dapat dihindari seperti suka
mengejek, pemarah, egois dan kurang bertanggung jawab. Organisasi kesiswaan suatu wadah bagi
peserta didik untuk melatih diri berorganisasi, mengeluarkan pendapat, bekerjasama dan memahami
orang lain, melalui berbagai kegiatan interaksi sesama peserta didik.

Beberapa kegiatan organisasi seperti dikemukakan di atas hanyalah sebagai contoh yang dapat
dilakukan oleh organisasi kesiswaan. Di antaranya kegiatan tersebut sebenarnya sudah dilakukan oleh
sebagian organisasi sekolah. Mengingat banyaknya aktifitas yang dapat dilakukan oleh organisasi
sekolah, maka sebaiknya Kepala Sekolah atau guru dapat memfasilitasi kegiatan yang dirancang oleh
para peserta didik tersebut.

F. Tanggung Jawab Peserta Didik.

Peserta didik di lingkungan sekolah adalah subyek yang sedang belajar. Secara umum belajar dapat
diartikan sebagai proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan (Moh. Ali, 1983
; 4). Berdasarkan pengertian tersebut, maka salah satu aspek penting yang perlu dijaga dan dibina
suasananya ialah lingkungan dalam hal ini lingkungan sekolah.

G. Koordinator Pelaksanaan.

Upaya menciptakan Kultur sekolah yang kondusif bagi pembudayaan budi pekerti siswa, bukan otomatis
berhasil meskipun faktor utama dan faktor penunjang dipenuhi. Upaya ini merupakan proses bertahap
yang dilakukan secara berkelanjutan melalui program pembinaan dan pengembangan. Dalam program
ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah koordinasi pelaksanaan pemantauan dan pengawasan
serta evaluasi pelaksanaan.
H. Penelitian dan Penilaian.

Untuk mengetahui perkembangan program penciptaan Kultur sekolah yang kondusif bagi pembudayaan
budi pekerti peserta didik, perlu dilakukan penelitian dan pengawasan yang dilakukan secara teratur dan
berkala.

Dengan diadakan pemantauan dan penilaian, maka sekolah akan mengetahui apa yang harus dilakukan
untuk memperbaiki program dan pelaksanaan serta pengembangan lebih lanjut.

I. Indikator Keberhasilan.

Program penciptaan Kultur sekolah yang kondusif bagi pembudayaan budi pekerti peserta didik, berhasil
tidaknya dilihat berdasarkan indikator-indikator di bawah ini :

a. Tingkat pengamalan ibadah ;

b. Tingkat keimanan, keberhasilan, ketertiban lingkungan sekolah ;

c. Tingkat penurunan, frekuensi dan intensitas kenakalan peserta didik ;

d. Tingkat peran serta peserta didik ; dan

e. Tingkat pengetahuan dan pengalaman.

BAB III UPAYA PEMECAHAN MASALAH

Perilaku yang disiplin memang harus dimulai dari pimpinan. Kerapihan berpakaian, cara duduk yang
sopan, cara berbicara, makan, minum dan cara memimpin tentu akan banyak diperhatikan oleh para
guru dan peserta didik. Dalam kesempatan upacara bendera pun Kepala Sekolah akan menjadi pusat
perhatian karena dalam kesempatan itu Kepala Sekolah dapat memberikan pepatah atau nasehat pada
seluruh peserta upacara tentang nilai hidup yang bermoral, sopan santun dan kepatuhan terhadap
orang tua dan sebagainya. Ada baiknya Kepala Sekolah pada saat tertentu sebaiknya memasuki kelas
dan memberi nasehat kepada peserta didik tentang pelaksanaan budi pekerti yang diajarkan guru.
Nasehat serupa juga dapat disampaikan pada waktu upacara bendera.

Kepala Sekolah diharapkan mengadakan komunikasi dengan orang tua peserta didik untuk memionta
orang tua menasehati anaknya agar berperilaku sesuai dengan norma-norma kehidupan yang berlaku
dimana pun anak berada, khususnya di lingkungan sekolah. Dari semua yang diuraikan di atas maka
faktor dominan yang menentukan keberhasilan implementasi budi pekerti bagi peserta didik di sekolah,
adalah faktor keteladanan dari semua unsur tentang praktek perilaku budi pekerti mutlak harus
diberikan oleh Kepala Sekolah, guru, tenaga pendidik lainnya, serta para orangtua dan masyarakat.
Tanpa keteladanan dari mereka sukar untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti bagi peserta didik.
Guru menjadi idola dan sangat dihormati peserta didik, oleh karena itu sebaiknya setiap guru
memanfaatkan kesempatan lingkungan sekolah sebagai tempat pembinaan watak peserta didik. Untuk
menciptakan Kultur sekolah yang mendukung penerapan budi peketi, sebaiknya guru terlebih dahulu
perlu mengingat beberapa hal di antaranya :

a. Pendidikan budi pekerti diajarkan oleh guru di kelas merupakan dasar untuk berperilaku yang
berbudi luhur, penerapannya di sekolah menjadi tugas setiap guru. Oleh karena perilaku yang
sesungguhnya yang ditampilkan oleh peserta didik bukanlah di dalam kelas saja tetapi lebih banyak
terjadi di luar kelas. Suasana di luar kelas lebih bebas, kesempatan peserta didik untuk berbuat lebih
banyak baik melakukan kegiatan bermain ataupun berbuat sesuatu. Misalnya, seorang peserta didik
sambil bermain membuang sampah tidak ke dalam tempatnya tindakan itu kebetulan terlihat oleh guru,
maka guru tersebut berkewajiban menegur peserta didik tersebut agar mengambil sampah itu dan
memasukannya ke tempat sampah. Tidaklah tepat kalau guru tersebut berkata dalam hati bahwa yang
memperhatikan masalah seperti itu adalah guru yang lainnya. Pandangan yang demikian adalah keliru
dan tidak mendukung penciptaan Kultur sekolah kondusif dalam penerapan pendidikan budi pekerti
luhur dikalangan peserta didik. Penerapan budi pekerti di lingkungan sekolah sesungguhnya merupakan
tugas semua guru, bukan hanya oleh seorang guru.

b. Waktu yang tersedia untuk pendidikan budi pekerti di kelas sangat sedikit sekali tidak mungkin dari
waktu yang sedikit itu pembelajaran budi pekerti dapat dilakukan dengan sempurna walaupun
mengadakan metode yang tepat, karena yang dipentingkan adalah penerapannya dalam perilaku di luar
kelas, dalam keadaan yang wajar dan situasi yang bebas. Peserta didik tidak dapat dengan bebas
mengaktualisasikan dirinya, di dalam kelas berbeda dengan kalau mereka sudah berada di luar kelas,
misalnya sewaktu-waktu mereka sedang bermain di luar kelas inilah yang perlu diperhatikan oleh semua
guru.

Demikian juga perilaku guru di dalam kelas, semua guru perlu memperlihatkan perilaku berbudi luhur
agar ada istilah kesan bagi peserta didik bahwa guru mereka patut diteladani. Guru hendaklah
menampilkan diri sebagai sosok yang sopan, berwibawa, menjaga tata krama, disiplin, dan senantiasa
menyenangkan. Guru yang berwibawa ialah guru yang memiliki kepribadian yang kuat, memiliki
pengetahuan yang luas, berdisiplin dan mampu meletakkan dirinya sebagai pendidik bagi di lingkungan
sekolah maupun di dalam masyarakat dan secara moral terhindar dari perbuatan yang merendahkan
derajatnya sebagai guru.

Kultur lingkungan sekolah yang dikehendaki dalam rangka pelaksanaan pendidikan budi pekerti ialah
suasana yang kondusif (mendorong) terciptanya Kultur kehidupan yang berahklak mulia atas dasar ke-
Tuhanan dan hubungan sosial antara warga sekolah. Atas dasar itu nilai-nilai budi pekerti seperti
ketaatan, kedisiplinan, kejujuran, ketekunan dan toleransi diharapkan akan terwujud dalam setiap
situasi seluruh nilai yang ada dalam budi pekerti tersebut dapat diaplikasikan oleh guru sesuai dengan
kondisi dan situasi yang dihadapi.

Untuk itu terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh setiap guru seperti di bawah ini :

a. Setiap guru di kelas adalah guru budi pekerti.


Pendidikan budi pekerti di dalam kelas harus tercermin dari sikap seluruh guru, waktu menyajikan mata
pelajaran yang ia berikan, setiap guru yang sedang mengajar di depan kelas hendaklah selalu
berpandangan bahwa ia pun secara tidak langsung sedang membentuk perilaku peserta didiknya sesuai
dengan nilai-nilai budi pekerti artinya, setiap guru yang mengajar dikelas memiliki tanggung jawab untuk
memperhatikan sikap dan tindakan peserta didik selama pelajaran berlangsung. Apabila ada diantara
peserta didik yang mengganggu temannya atau tertidur misalnya, maka dengan cara yang relatif guru
harus memberi nasehat bahwa perbuatan peserta didik tersebut tidak sesuai dengan etika dan sopan
santun dalam belajar. Menghadapi peserta didik di dalam kelas, guru berkewajiban bersifat obyektif.
Adakalanya seorang peserta didik mendapat hukuman tetapi pada kesempatan lain kemungkinan anak
tersebut berhak mendapat pujian atau penghargaan. Perilaku yang sama terhadap peserta didik
merupakan salah satu kunci dalam keberhasilan menanamkan nilai-nilai hidup di lingkungan sekolah.

b. Guru di luar kelas adalah tetap guru dan pendidik.

Guru perlu menjaga kreadibilitasnya, ia haruslah menjadi orang yang dipercayai oleh peserta didik baik
perkataan maupun perbuatannya. Makin tinggi kreadibilitasnya seorang pembina (dalam hal ini guru) di
mata orang yang dibina (dalam hal ini peserta didik) makin besar pula pengaruhnya di dalam mencapai
tujuan tertentu membentuk tingkah laku orang yang dibina (Winarno Surahmad, 1980 ; 22), kredibilitasi
guru sangat tergantung pada sikap dan perilakunya.

Perkembangan hubungan sosial dan interaksi antara guru dengan peserta didik dewasa ini semakin lebih
terbuka dan terkesan lebih bebas sehingga tidak tertutup kemungkinan semakin berani pula mereka
bercanda dengan gurunya secara melewati batas kewajaran. Dalam hal demikian guru perlu segera
menyadari pentingnya menjaga wibawa kehormatannya dan kreadibilitasnya sebagai guru. Keakraban
antara guru dengan peserta didik tidak menjadi penghalang untuk tetap terpeliharanya wibawa guru,
jangan sampai guru menjadi bersifat subyektif karena kebaikan seorang peserta didiknya. Oleh karena
itu seorang guru sebaiknya menghindari meminta sesuatu dari peserta didiknya terutama dalam bentuk
materi.

c. Pandangan masyarakat terhadap guru.

Guru di dalam kehidupan kemasyarakatan senantiasa dipandang sebagai sosok pribadi yang berahklak.
Kenyataan menunjukkan bahwa di beberapa tempat terutama di kota-kota besar peserta didik cukup
banyak jumlahnya, sehingga guru belum tentu mampu mengenal peserta didiknya dengan baik terutama
kalau sudah berada di luar sekolah. Hal ini besar kemungkinan terjadi kalau guru tersebut mengajar di
beberapa sekolah khususnya ditingkat sekolah menengah.

Dalam hal yang demikian guru harus selalu mengingat bahwa di luar sekolah, di tempat-tempat umum
atau di mana saja. Ada juga seorang guru sedang menjadi pusat perhatian peserta didiknya dari jauh
tetapi guru tersebut menyadarinya. Seandainya guru ceroboh dalam bertindak berbuat sesuatu yang
tidak baik, atau secara moral tidak sepantasnya. Oleh krena itu guru harus selalu menjaga sikap dan
perilakunya dimana pun dia berada.

d. Guru digugu dan ditiru.


Ungkapan di atas mengandung makna bahwa guru memiliki daya pemikat yang kuat bagi peserta
didiknya. Apa yang dikatakan guru akan diingat dan dituruti oleh peserta didik, karena yang dikatakan
adalah kebaikan. Demikian juga apa yang dilakukan oleh guru akan dicontoh oleh peserta didiknya.
Pepatah juga mengatakan kalau guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari.

Dari ungkapan pepatah tersebut tergambar beberapa pentingnya peran guru terhadap pembentukan
perilaku peserta didik. Apakah guru akan membiarkan dirinya menjadi contoh yang kurang baik? Pasti
tidak! Malahan sebaiknya setiap guru ingin dirinya menjadi tokoh panutan terbaik bagi perkembangan
moral anak didiknya. Ingin dikenal sebagai guru yang paling disegani, menyenangkan dan dikagumi oleh
anak didiknya.

Pegawai Tata Usaha sekolah diharapkan mampu menciptakan lingkungan sekolah sebagai wahana
pembinaan budi pekerti atas dasar.

a. Bahwa pegawai tata usaha sekolah adalah bagian dari warga sekolah yang selalu hadir dalam sehari-
hari sekolah, kegiatan tata usaha sekolah tidak terlepas dari upaya untuk mencapai tujuan sekolah ;

b. Bahwa pegawai tata usaha sekolah ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan sekolah antara lain
dalam hal keamanan kebersihan dan kesehatan sekolah ; dan

c. Bahwa Pegawai Tata Usaha sekolah melalui perilakunya akan menjadi contoh teladan juga bagi
peserta didik, disamping Kepala Sekolah dan para guru.

Dalam meningkatkan perhatian terhadap penciptaan situasi yang menunjang pelaksanaan budi pekerti
di lingkungan sekolah. Di lingkungan keluarga juga perlu diingatkan agar setiap orang tua berlaku
demokratis dan lebih terbuka sehingga persoalan yang dihadapi anak dapat didiskusikan dengan
orangtua.

Karena itu pengelola sekolah dapat mengarahkan dan memotivasi pengurus OSIS dan organisasi lainnya
yang di sekolah untuk :

a. Meningkatkan kegiatan organisasi yang berhubungan dengan penerapan budi pekerti di


lingkungan sekolah misalnya, mengundang penceramah tentang cara bersopan santun, etika dan
bertatakrama secara periodik di sekolah ;

b. Mengadakan diskusi tentang masalah ahklak, narkoba, perkelahian pelajar dan masalah aktual
lainnya dengan mengundang seorang ahli di bidang sebagai nara sumber ;

c. Mengadakan apresiasi seni, baik sastra musik ataupun seni lukis untuk memperhalus budi atau
perasaan ;

d. Mengadakan pertandingan olah raga dalam rangka membina sportifitas, kedisiplinan dan
kebiasaan menghargai prestasi orang lain ; dan

e. Mengadakan buletin adalah majalah dinding yang berisi antara lain tentang budi pekerti atau
akhlak yang seharusnya diterapkan di sekolah.
Untuk membantu Kultur yang mendukung penerapan pendidikan. Budi pekerti di lingkungan sekolah
perlu diperhatikan oleh peserta didik. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan di antaranya adalah
:

a. Pelajaran agama dan budi pekerti yang diajarkan di sekolah adalah pelajaran yang harus segera
diperlukan di lingkungan sekolah ;

b. Pembiasaan berdisiplin diri yang tinggi, artinya setiap peserta didik di sekolah hendaknya selalu
membiasakan diri untuk berdisiplin dengan mematuhi semua peraturan yang ada. Atau mematuhi atas
dasar suara hati. Suara hati pada pokoknya adalah suatu putusan budi pekerti yang memberitahukan
bahwa kita harus berbuat baik dan menjauhkan yang jahat (Poedja Wiyatna, 1990 ; 166). Hidup yang
disiplin di lingkungan sekolah akan melahirkan sekolah yang aman dan menyenangi ;

c. Pembiasaan diri untuk saling mengingatkan, saling menasehati dengan cara yang baik terehadap
sesuatu tindakan di luar keputusan atau bahkan untuk mendorong ke dalam suatu tindakan yang terpuji
; dan

Menghadapi gangguan dari luar lingkungan sekolah sebaiknya diatasi dengan cara yang bijaksana.
Karena itu orang bijak mengatakan bahwa kekerasan akan menghasilkan Kalah jadi abu menang jadi
arang. Sekolah adalah rumah kedua, pelihara dan jagalah sekolah seperti memelihara rumah sendiri.

Untuk mewujudkan Kultur yang kondusif bagi pembudayaan budi pekerti siswa perlu diadakan kegiatan
koordinasi antara lain sebagai berikut :

a. Koordinasi antara Kepala Sekolah, guru agama, guru PPKN, guru bahasa Indonesia dan guru mata
pelajaran lainnya. Dan tenaga kependidikan yang lainnya untuk memantapkan penyusunan dan
pelaksanaan program kegiatan. Semua unsur pembina sekolah harus dipadukan dan memahami serta
berupaya mencapai hasil yang telah ditentukan ;

b. Koordinasi antar pembina ekstra kurikuler (PMR, OSIS, Pramuka, UKS ) dengan peserta didik agar
mempunyai rasa memiliki pada diri sebagai pemeran utama dalam menciptakan Kultur sekolah yang
kondusif ;

c. Koordinasi antar sekolah dengan Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) atau Komite
Sekolah orangtua murid adalah memotivasi anak-anaknya untuk secara aktif berperan serta dalam
program sekolah dengan harapan dapat menerapkan di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar ;
dan

d. Koordinasi antar sekolah, tokoh dan warga masyarakat di sekitar sekolah untuk berperan serta
dalam menciptakan Kultur sekolah yang kondusif yaitu suasana sekolah yang bebas dari peredaran
narkoba, tindak kejahatan dan bentuk kriminal lainnya.

Hal-hal yang perlu diteliti dan dinilai antara lain ; peratuan sekolah, ketenangan, saran prasarana
sedangkan program kegiatannya yang dinilai antara lain :
a. Tingkat kepatuhan dan ketaatan terhadap tata tertib sekolah yang telah dibuat dan dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari di sekolah sebagai penunjang terciptanya Kultur sekolah yang kondusif.
Peraturan sekolah tersebut diteliti atau diidentifikasi peraturan mana yang dapat dilaksanakan dan
mana yang tidak dapat dilaksanakan ;

b. Keterlibatan semua warga sekolah baik Kepala Sekolah, guru tenaga kependidikan dan peserta didik
dalam pelaksanaan program seberapa besar kontribusi masing-masing. Warga sekolah untuk
mensukseskan program sekolah, bagaimana peran serta Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan
(BP3) atau Komite Sekolah dan orangtua serta masyarakat lainnya juga perlu mendapat perhatian ;

c. Kesesuaian fungsi dan efektivitas sarana dan prasarana yang digunakan untuk mencapai tujuan ; dan

d. Kesesuaian program dengan pelaksanaanya apabila kurang sesuai maka dicari faktor-faktor apa
yang mempengaruhi terhadap kinerja program yang direncanakan dan mencari solusi yang harus
dilakukan agar program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Kemudian mancari langkah apa untuk
mengembangkan program tersebut untuk masa yang akan datang.

Program penciptaan Kultur sekolah yang kondusif bagi pembudayaan budi pekerti peserta didik, berhasil
tidaknya dilihat berdasarkan indikator-indikator di bawah ini :

a. Tingkat pengamalan ibadah bagaimana misalnya bagi mereka yang beragama islam dapat dilihat
dari pengamalan ibadah wajib dan sunat seperti shalat, puasa dan peran serta dalam zakat, infak,
shodaqoh oleh peserta didik, kepala sekolah, guru dan warga lainnya ;

b. Tingkat keimanan, keberhasilan, ketertiban lingkungan sekolah yang diukur dari persesi peserta
didik, orangtua dan masyarakat sekitar ;

c. Tingkat penurunan, frekuensi dan intensitas kenakalan peserta didik baik di sekolah maupun di luar
sekolah ;

d. Tingkat peran serta peserta didik, pembina sekolah dan masyarakat sekitar dalam program kegiatan
sekolah ; dan

e. Tingkat pengetahuan, pemahaman dan pengalaman peserta didik terhadap nilia-nilai dan norma
budi pekerti yang dapat diukur melalui nilai-nilai pendidikan agama, PPKN dan mata pelajaran lainnya.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

Pendidikan budi pekerti dapat terealitasi secara optimal di sekolah harapan ini ditujukan kepada semua
warga sekolah yakni Kepala Sekolah, guru, pegawai, tata usaha, organisasi kesiswaan, Komite Sekolah
dan peserta didik untuk menjalankan peran masing-masing membantu penerapan pendidikan budi
pekerti di sekolah. Pembinaan budi pekerti di sekolah tidak cukup hanya dengan pelajaran di dalam
kelas, melainkan harus didukung oleh kegiatan dan pengawasan di luar kelas. Oleh karena itu dihimbau
kepada setiap warga sekolah untuk membantu dan memperlancar penerapan pendidikan budi pekerti
luhur mereka yang terlibat adalah sebagai berikut :

1. Kepala Sekolah untuk memberikan pengawasan secara optimal kepada seluruh warga sekolah
sehubungan dengan perilaku warga di lingkungan sekolah ;

2. Guru untuk memberikan keteladan dan pengawasan kepada para peserta didik;

3. Peagawai Tata Usaha sekolah termasuk Penjaga sekolah, Penjaga sekolah untuk membantu dari segi
adminstrasi dan tata laksana sekolah untuk menerapkan budi pekerti yang luhur dalam setiap interaksi.

4. Komite Sekolah untuk mendukung kegiatan pendidikan budi pekerti di sekolah melalui berbagai
peran yang dapat dilakukan oleh orangtua ;

5. Organisasi Kesiswaan untuk membina kegiatan pemantapan pendidikan budi pekerti di lingkungan
sekolah dan di luar sekolah ; dan

6. Peserta didik untuk menerapkan setiap butir budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan
sekolah dan juga di luar sekolah.

Akhirnya sekali lagi dikemukakan bahwa masa depan warga bangsa Indonesia yang berbudi pekerti
luhur, yang berahklak mulia dan bermoral tinggi hanya akan terwujud apabila sekolah sebagai salah satu
lembaga pendidikan bangsa berhasil mengantarkan peserta didiknya menjadi manusia yang berahklak
mulia dan berbudi pekerti luhur pula. Upaya untuk mewujudkan, diperlukan kerja keras dan komitmen
yang tinggi secara operasional terletak dipundak seluruh pendidik khususnya pundak seluruh guru.

DAFTAR PUSTAKA

Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Suatu Tinjuan , Andi Offset, Yogyakarta.1986.

Moh. Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1983.

Nasution.S., Sosiologi Pendidikan, Jemmars, Bandung,1983.

Poedja Wiyatna, Etika Filsafat Tingkah Laku, Rineka Cipta, Jakarta, 1990.

Sedyawati, E ( 1997 ) ,Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka, Jakarta.

Sumardi Surya Brata, Psikologi Pendidikan, CV Rajawali, Jakarta 1984.

Suprapto,M,Ed ( 2000 ) Budi Pekerti Dalam Kehidupan Masyarakat, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai