1. LATAR BELAKANG
Air yang masuk ke Danau Limboto bersumber dari air hujan yang langsung jatuh ke danau dan air yang berasal dari
sungai-sungai yang masuk ke danau. Sungai-sungai yang mengalir dan bermuara ke Danau Limboto terdapat
sebanyak 23 sungai diantaranya Aloe, Marisa, Meluopo, Biyonga, Bulota, Talubongo, Bolango, Pohu, Ritenga,
Topodu. Anak sungai yang terbesar adalah sungai Alo Molalahu dan Sungai Pohu. Dari seluruh sungai tersebut hanya
satu sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu sungai Biyonga.
Luas Danau Limboto dan kedalamannya telah mengalami perubahan yang signifikan sesuai dengan perjalanan waktu.
Pada tahun 1932 misalnya, luas danau sekitar 7.000 ha dengan kedalaman rata-rata sebesar 30 m. Pada tahun tahun
1961 luasnya turun menjadi 4.250 ha dengan kedalaman rata-rata menjadi 10 m. Kemudian pada tahun 2008 luasnya
sudah menjadi 3.000 ha dengan kedalaman rata-rata tinggal 2,5 m. Danau Limboto diperkirakan hilang tahun 2025.
Badan Lingkungan Hidup Riset dan Teknologi (Balihristi) Gorontalo, mengatakan, permasalahan utama karena
pendangkalan dan penyusutan areal danau. Pendangkalan yang terus menerus terjadi dari waktu ke waktu telah
menimbulkan kekhawatiran akan nasib danau ini di masa depan. Apabila kecenderungan ini berjalan terus maka
diperkirakan dalam beberapa dekade ke depan danau ini sudah akan lenyap, berubah menjadi daratan.
Perihal pendangkalan Danau Limboto ini ditindaklanjuti oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
dengan melakukan pekerjaan pengukuran debit, sedimen di sekitar sungai-sungai yang masuk ke Danau Limboto dan
pengukuran batimetri di areal Danau Limboto.
4. SUMBER DANA
Nilai pagu dana untuk pekerjaan ini adalah Rp. 190.000.000 (Seratus Sembilan Puluh Juta Rupiah). Nilai pagu sudah
termasuk PPN 10% dan sumber dana berasal dari APBN Murni DIPA Satuan Kerja Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Air, Tahun Anggaran 2017.
B. Lingkup Kegiatan
1) Pembuatan peta DAS, Sub-DAS dan Identifikasi Pos Hidrologi.
2) Survey dan pengukuran debit sesaat, penampang melintang sungai.
3) Pekerjaan yang harus dilakukan dalam kegiatan antara lain pelaksanaan pengukuran debit dan sedimen
meliputi kegiatan sebagai berikut :
a) Survey dan Orientasi lapangan, dalam hal ini melaksanakan survey dengan peninjauan langsung ke
lapangan dan melakukan identifikasi situasi dan kondisi pada setiap lokasi pengukuran, termasuk
pengumpulan data dan hasil studi pengukuran sebelumnya yang pernah dilakukan instansi lain guna
mendukung rencana kerja dan teknis pelaksanaan pengukuran.
b) Pembacaan tinggi muka air pada peilscall di PDA/AWLR terdekat yang dicatat pada blangko
pengukuran dengan interval pembacaan pagi, siang, dan sore.
c) Secara garis besar spesifikasi teknis yang harus dipenuhi dalam kegiatan pekerjaan Hidrometri,yaitu:
Pengukuran debit pada anak-anak sungai tertentu yang masuk ke Danau Limboto dengan tinggi
muka air yang mewakili muka air rendah sampai muka air tinggi, bila memungkinan.
Metode slope area, untuk menghitung debit puncak banjir melalui pendekatan hidraulik
Metode pelaksanaan dan peralatan yang digunakan telah disesuaikan dengan kondisi muka air
sungai, baik pada kondisi muka air rendah maupun pada saat kondisi muka air tinggi (banjir).
Pembuatan atau pembaharuan Lengkung Debit
d) Pengukuran debit dilakukan 4 kali pada tinggi muka air yang berbeda
4) Pengambilan contoh sedimen suspensi.
Secara garis besar spesifikasi teknis yang harus dipenuhi dalam kegiatan pengambilan contoh sedimen
suspensi yaitu:
Pengambilan sampel sedimen menggunakan suspended sampler USDH 48 atau USDH 59
Pengambilan contoh sedimen dilaksanakan dengan metode integrasi kedalaman pada lokasi 1/6 Q, 3/6 Q
dan 5/6 Q
Pengambilan contoh sedimen harus dilakukan setelah melakukan pengukuran debit.
Contoh sedimen dianalisa di laboratorium untuk mengetahui konsenterasi sedimennya dalam satuan ppm
atau mg/l
Pembuatan atau pembaharuan Lengkung Debit Sedimen
5) Pekerjaan batimetri meliputi :
Survei lapangan untuk mengetahui kondisi patok-patok tetap di lapangan dan pengumpulan data yang
terkait.
Pengumpulan data jalur dan arah batimetri dan koordinat patok-patok di sekeliling danau.
Pengukuran kedalaman atau batimetri dilakukan dengan alat GPS Map Sounder atau alat sejenis
Analisis data batimetri
Pembuatan peta kontur
Analisis kapasitas tampungan danau dan pembuatan tabel elevasi kapasitas tampungan (storage) dan
luas permukaan danau.
6) Pelaporan
7. METODOLOGI
7.1. Pengukuran debit dan Pengambilan Sampel Sedimen
a) Pembuatan DAS dan Identifikasi Pos Hidrologi.
Peta DAS digambar dari peta Rupa Bumi BIG dengan skala 1:25.000 atau 1 : 50.000 maupun dari DEM SRTM
90x90 m dengan bantuan Arc-GIS. Pada peta tersebut kemudian dapat diplot koordinat dari pos hidrologi (hujan,
debit dan klimatologi) pada danaukemudian dapat diidentifikasi ketersediaan data yang ada pada setiap pos
hidrologi tersebut.
b) Pengumpulan data hidrologi diutamakan untuk mendapatkan pencatatan data debit sepanjang mungkin.
Dengan data debit yang panjang diharapkan dapat mengetahui kondisi ekstrim hidrologi yang pernah terjadi.
c) Pengukuran debit sesaat dan pengukuran penampang melintang sungai.
Pengukuran debit adalah proses pengukuran kecepatan, kedalaman dan lebar sungai serta perhitungan luas
penampang basah untuk menghitung debit aliran sungai.
Pengukuran debit aliran sungai dapat dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Pengukuran debit
aliran yang dilakukan pada kegiatan ini adalah cara langsung melalui pengukuran kecepatan aliran dan
penampang basah yang diukur langsung di lapangan. Kecepatan aliran diukur dengan menggunakan alat ukur
arus (current meter). Peralatan pengukuran yang harus tersedia dalam melaksanakan pengukuran debit adalah 1
(satu) set alat ukur arus (current meter) lengkap dengan peralatan penunjangnya;
Pengukuran yang dilakukan pada kegiatan ini dimungkinkan dengan cara merawas maupun dengan
menggunakan perahu.
Metode: Metode:
1. Alat Ukur Arus 1. Kemiringan-Luas
2. Perahu Bergerak 2. Darcy - Weisbach
3. Pelampung
V, A
Untuk mendapatkan lokasi pengukuran yang memenuhi syarat tersebut secara mutlak memang sulit akan tetapi
harus diusahakan memilih yang terbaik dari kenyataan yang ada. Langkah awal yang segera harus dilakukan
adalah membentangkan kabeI ukur baja pada penampang pengukuran, di samping berguna untuk mengukur
penampang dapat juga untuk menentukan batas tiap jalur vertikal. Pengukuran lebar sungai ini dapat dilakukan
dengan cara merawas dan perahu. Setiap pengukuran debit harus dicatat keterangan-keterangan yang ada
dalam kartu pengukuran,yaitu :
1. Nama sungai dan lokasi pos duga air
2. Tanggal, dan nama pengukur
3. Jenis alat, nomor alat dan rumus alat
4. Waktu mulai melaksanakan pengukuran
5. Arah dimulainya pengukuran (kiri atau kanan aliran)
6. Tinggi muka air pada waktu pengukuran debit
7. Menentukan tinggi aliran nol
8. Lain-lain keterangan yang mempunyai pengaruh antara lain cuaca, perkiraanjenis aliran, material dasar
sungai.
Selanjutnya kegiatan pengukuran debit sudah dapat dimulai dengan tahap-tahap :
1. Pengukuran debit aliran dilakukan dengan metode 0,2; 0,8 atau 0,6.
2. Mengukur jarak dari tepi permukaan sungai ke setiap garis pengukuran vertikal (rai). Kegiatan ini berulang
untuk setiap perpindahan jalur vertikal, kemudian hasilnya dicatat ke dalam kartu pengukuran.
3. Mencatat jumlah putaran yang terjadi pada setiap titik pengukuran sesuai dengan lamanya waktu yang
ditentukan (misal 40 detik).
4. Menghitung kecepatan aliran setiap titik pengukuran menggunakan rumus current meter yang sesuai
dengan nomor propeller (baling-baling).
5. Menghitung luas bagian penampang melintang untuk setiap jalur vertikal.
6. Menghitung besar debit aliran untuk setiap seksi (bagian)pada jalur penampang melintang dengan
menggunakan rumus Q = A V.
7. Kegiatan ini terus berulang untak setiap jalur garis vertikal pada seluruh penampang melintang.
8. Besar debit aliran untuk seluruh penampang basah adalah jumlah kumulatif seluruh besar debit aliran
bagian dari seluruh vertikal. Kecepatan aliran rata-rata penampang basah diperoleh dengan membagi
besar debit aliran seluruh penampang dengan luas seluruh penampang melintang.
f) Alat pengambil sampel sedimen jenis USDH 48 untuk digunakan pada saat pengukuran debit aliran dengan
merawas dan USD 59 untuk pengukuran debit aliran menggunakan perahu.
Pada metode integrasi kedalaman sampel sedimen suspensi diukur dengan cara menggerakan alat
pengambil sampel sedimen turun dan naik pada kecepatan gerak yang sama untuk setiap vertikal sehingga
diperoleh volume sampel sesuai yang telah ditentukan. metode integrasi kedalaman yang sering digunakan,
yaitu EDI (equal-discharge-increment)
Gambar 6. Sketsa Pengukuran Sedimen Cara Integrasi Kedalaman Cara EDI (equal-discharge-
increment)
Pada cara EDI, penampang melintang dibagi-bagi menjadi beberapa bagian sub penampang, dari bagian
ditentukan debitnya adalah sama besarnya. Oleh karena itu, penerapan cara ini, debit harus diukur terlebih
dahulu sebelum sampel sedimen diambil. Sampel sedimen diambil tepat di bagian tengah dari setiap bagian
penampang. Misal, bila setiap bagian penampang menampung 33.33 % dari debit total saat pengukuran,
maka sampel sedimen harus diambil pada jalur vertikal yang mempunyai debit kumulatif mulai dari 16,66 %
(1/3Q) ; 50 % (1/6Q); sampai 83,33 % (5/6Q) dari debit total.
1/ 3/ 5/
Gambar 7.Sketsa Pengukuran Sedimen Cara Integrasi Kedalaman Cara EDI (equal-discharge-
increment)
h) Botol yang digunakan untuk menyimpan air hasil dari pengambilan sampel sedimen merupakan botol
khusus. Setelah sampel sedimen diambil dengan volume sesuai ketentuan, kemudian disimpan di dalam botol
khusus yang tidak mudah : pecah, bocor dan rusak. Botol setelah diisi harus tertutup rapat dan diberi label yang
bertuliskan :
1) Nomor sampel;
2) Nama sungai dan lokasi;
3) Tanggal, waktu dan nama pengukur;
4) Tinggi muka air dan debit saat pengukuran.
Qs=0.000694 Q2.2424
R2 =0.9655
10
1
1 10 100 1000
Debit
k) Slope Area
Metode ini digunakan untuk menghitung debit puncak banjir melalui pendekatan hidraulik sungai. Data yang digunakan
adalah sekurang-kurangnya 2 buah penampang melintang sungai lengkap dengan luas penampang basah, tinggi
muka air hulu dan hilir dari kedua penampang., jarak antara dua penampang, panjang perimeter basah, radius
hidraulik dan koefisien kekasaran dasar sungai. Perhitungan debit puncak mengikuti prosedur sebagai berikut :
1. Menghitung hantaran K pada penampang bagian hulu dan hilir
1 2/3
=
1 2/3
=
Keterangan :
K = hantaran, dalam m3/s
A = luas penampang basah, dalam m2
R = radius hidraulik
N = koefisien manning
U dan d menunjukkan hulu dan hilir
2. Menghitung nilai hantaran K yang setara dengan rata-rata geometriknya
= 1/2
3. Menghitung perkiraan pertama nilai kemiringan muka air (energy slope)
=
S = kemiringan muka air, dlam m/m
F = beda tinggi antara 2 penampang, dalam m
L = jarak antara 2 penampang, dalam m
4. Menghitung perkiraan debit puncak yang pertama, Qi :
= 1/2
5. Menghitung kecepatan aliran hulu dan hilir (velocity heads)
/ 2
=
2
/ 2
=
2
dan adalah koefisien kecepatan aliran di hulu dan hilir
g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
6. Menghitung kemiringan muka air ke i :
+
=
K = koefisien kehilangan
Untuk aliran yang melebar Ad>Au, maka k=0,5; untuk aliran menyempit Au>Ad maka k=1
7. Menghitung debit puncak Q ke i :
= 1/2
3) Pengukuran batimetri harus menggunakan perahu motor standar flat bottom. Tidak direkomendasi
menggunakan perahu nelayan!.
4) Jarak antar jalur batimetri ditetapkan antara 300 500 m atau tergantung pada kondisi lapangan. Apabila
ada sesuatu hal di dasar danau yang perlu diketahui maka jarak antara jalur batimetri dapat dipersempit
antara 200 400 m.
5) Apabila jalur batimetri tepat melintasi kolam jaring apung/rumah, pulau atau hambatan lainnya maka jalur
batimetri dapat dibelokkan memutar obyek tersebut dan keluar lagi menuju arah patok batimetri di
seberang.
6) Bila bentuk permukaan danau sangat tidak beraturan, maka jaraknya dipersempit, sebaliknya jika bentuk
permukaan danau relatif teratur, maka jarak antar jalur bisa diperlebar.
7) Koordinat awal dan akhir dari tiap jalur batimetri harus dibaca terlebih dahulu dengan alat Total Station atau
sejenis untuk mengetahui koordinat yang sebenarnya. Sistem koordinat yang dipergunakan biasanya UTM
(Universal Traverse Mercator). Jika perlu, koordinat tersebut dapat dikonversi ke dalam sistem koordinat
yang diinginkan.
8) Setiap kenampakan teluk-teluk dilakukan batimetri agar konfigurasi bentuk danau dapat terlihat dengan
jelas.
9) Setiap dijumpai pulau, harus dilakukan batimetri mengelilingi pulau.
10) Jarak antar titik batimetri ditentukan berdasarkan waktu (detik). Jika lebar cross nya sempit, maka titik
batimetri dibaca atau direkam setiap 5 detik sekali, dengan kecepatan perahu antara 5 7 km/jam.
Sebaliknya, jika lebar crossnya lebar, maka titik batimetri dibaca atau direkam setiap lebih dari 10 detik
sekali, dengan kecepatan perahu antara 7 10 km/jam.
11) Selama batimetri berlangsung, fluktuasi Tinggi Muka Air (TMA) danau dicatat sekurang-kurangnya 3 (tiga)
kali sehari, yaitu: pukul 07:00, 12:00 dan 17:00.
12) Untuk menghindari kesalahan, maka setiap patok batimetri diplot pada peta topografi skala 1 : 25.000.
3) Mengumpulkan data luas dan volume danau untuk setiap interval kontur 0,5 meter dari elevasi terendah sampai
elevasi di atas +7 s/d +8 m dpal atau mercu alam.
4) Membuat tabel hubungan antara elevasi dengan volume danau untuk setiap perubahan elevasi sebesar 1 (satu)
centi meter.
5) Membuat grafik hubungan antara elevasi dengan volume dan antara elevasi dengan luas permukaan danau dari
elevasi terendah sampai elevasi di atas +5 m dpal (Kurva Elevasi- Storage Luas permukaan).
6) Memplot luas dan volume rencana, hasil batimetri yang pernah dilakukan sebelumnya kedalam grafik pada butir
e.
e. Pekerjaan Analisis Sediment Rate
1) Melakukan pengumpulan data hubungan antara elevasi storage danau dari sejak perencanaan sampai data
batimetri terakhir.
2) Melakukan seleksi data elevasi - storage. Jika data tersebut cenderung menurun atausekurang-kurangnya
samamaka data tersebut kemungkinan dapat dipergunakan. Jika tidak maka data yang dipergunakan hanya data
awal dan akhir saja.
3) Sediment rate (Sr) dalam m3/tahun dihitung dengan rumus:
Vs
Sr ............................................................................ (2)
t 2 t1
di mana Vs = volume sedimen rata-rata yang mengendap, dalam juta m3; t = waktu, dalam tahun. Angka subskrip
1 dan 2 menunjukkan waktu awal dan akhir.
8. TENAGA AHLI
Tenaga ahli yang diperlukan adalah tenaga ahli yang berpengalaman dan telah bersertifikat yang mampu
menyelesaikan pekerjaan dibidangnya masing-masing. Tenaga ahli yang ditugaskan dalam pekerjaan ini harus
memiiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan tanda bukti penyelesaian pajak, lulusan Perguruan Tinggi negeri
maupun swasta yang telah diakreditasi oleh instansi yang berwenang atau yang lulus ujian negara, atau
perguruan tinggi luar negeri yang ijazahnya telah disahkan/diakui oleh instansi yang berwenang di bidang
pendidikan serta memiliki kemampuan dan pengalaman sesuai bidangnya masing-masing.
Tenaga ahli yang dimaksud dan jumlahnya mempunyai kualifikasi sebagai berikut:
1 (satu) orang Team Leader, Ahli Sumber Daya Air Lulusan S1 Teknik Sipil, Pengalaman 3 Tahun.
1 (satu) orang Hidrologist, Ahli Hidrologi Lulusan S1 Teknik Sipil, Pengalaman 3 Tahun.
1 (satu) orang Ahli perangkat lunak Surfer dan atau AutoCad Land Development atau pemetaan (Drafter),
Lulusan STM/D3 Sipil, Pengalaman 3 Tahun.
1 (satu) orang Juru Ukur debit, Lulusan STM Pengukuran, Pengalaman 3 Tahun.
1 (satu) orang operator batimetri, Lulusan STM Pengukuran, Pengalaman 3 Tahun.
1 (satu) orang tenaga lapangan pengukuran Batimetri.
2 (dua) orang tenaga lapangan pengukuran debit dan sedimen.