Anda di halaman 1dari 3

HUKUM BEDAH DAN OPERASI DALAM ISLAM

Bedah medis termasuk bagian dari pengobatan. Secara umum, pengobatan termasuk
disyariatkan dalam Islam namun ulama berbeda tentang hukumnya. Beberapa pendapat yang
terkenal, masing-masing didukung oleh dalil yang menguatkannya, diantaranya adalah
sebagai berikut :

1. Mubah, menurut pendapat pendapat mayoritas ilmuwan dari kalangan Ulama


Hanafiyah, Malikiyyah, Syafiiyah, dan Hanabilah, namun mereka berbeda pendapat
tentang lebih utamanya, berobat atau tidak.
2. Wajib, merupakan pendapat sebagian ulama Hanabilah. Menurut sebagian ulama
yang lain, hal tersebut jika diyakini akan kesembuhannya.

Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Majma al-Fiqh al-Islami, hukum berobat
tergantung pada keadaan dan kondisi pasien:

1. Berobat menjadi Wajib jika tidak dilakukan akan mengancam jiwa, atau kehilangan
anggota tubuhnya, atau akan menjadi lemah, atau penyakitnya akan dapat menulari
orang lain.
2. Berobat hukumnya sunnah jika tidak dilakukan akan menjadikan tubuhnya lemah
namun tudak separah kondisi yang diatas..
3. Berobat hukumnya mubah jika tidak sampai pada kedua kondisi diatas.
4. Berobat hukumnya makruh jika dengan berobat ditakutkan akan mengalami keadaan
yang lebih buruk daripada dibiarkan saja.

Dengan demikian, hukum bedah medis, secara umum angat tergantung dengan keadaan
dan kondisi pasien. Secara khusus Ulama sepakat membolehkan operasi medis
rekonstruksi anggota tubuh yang mengalami masalah tertentu. Menurut pala ulama,
memperbaiki dan memulihkan kembali fungsi organ yang rusak, baik bawaan sejak lahir
maupun adanya kecelakaan, dan hal-hal sejenis itu dibenarkan, karena niat dan motivasi
utamanya adalah pengobatan. Diantara ayat yang dijadikan sebagai pembolehan terhadap
operasi medis, dianggap sebagai upaya menjaga kehidupan dan menghindari kebinasaan
atau mafsadah, antara lain tercakup dalam Q.S. al-Maidah 5:32. Allah menghargai setiap
bentuk upaya mempertahankan kehidupan manusia, menjauhkan diri dari hal yang
membinasakan. Operasi medis dilakukan dalam rangka tujuan tersebut. Bnyak jenis
penyakit yang pengobatannya hanya dengan operasi, bahkan kadang-kadang jika itu tidak
dilakukan atau terlambat dilakukan akan mengancam kehidupannya, dengan dioperasi
akhirnya dapat tertolong.

Bolehnya bedah medis menurut hukum islam juga dapat dianalogikan dengan berbekam
(al-hijamah). Pada masa teknologi kedokteran masih sederhana, di zaman Nabi, berbekam
dianggap sebagai salah satu bentuk operasi masa itu, telah dipraktekkan dan dianjurkan
Nabi. Berbekam merupakan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah kotor dari
dalam tubuh. Juga dapat dikiyaskan daengan praktik khitan yang merupakan jenis operasi
medis tertua, termasuk salah satu sunnah fitrah sangant dianjurkan dalam syariat Islam.
Bahwa Rasulullah saw pernah berbekam di kepalanya (HR al Bukhari, Muslim, al
Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Sesungguhnya dalam bekam terdapat penyembuhan (HR al Bukhari dan Muslim)

Rasulullah pernah mengirim dokter (untuk mengobati) Ubaiy bin Kab (maka dokter itu
mengoperasinya)memotong urat kemudian menyulutnya dengan besi panas (HR
Musli\m, Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)

Al-Fitrah ada lima : (yaitu) khitan, memotong bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak,
dan memotong kuku , memotong kumis (HR al-Bukhari, Muslim dan al-Tirmidzi)

Pembolehan operasi medis juga tercakup dalam perintah umum Nabi saw agar berobat
yang secara teknis pelaksanaannya diserahkan kepada ahlinya untuk menggunakan cara
pengobatan yang tepat dan dibutuhkan, kecuali dengan yang diharamkan.

RONTGEN

Pemeriksaan usus halus dapat dilaksanakan sebagai lanjutan pemeriksaan lambung atau
dapat dimintakan sendiri. Dalam hal terahkir ini dapat dilaksanakan dengan memasukkan
selang karet atau plastik sampai lewat pilorus dan baru kemudian dimasukkan suspensi
barium sulfat. Pada umumnya dilakukan dengan kontras tunggal saja, karena membuat
pemeriksaan dengan DC sulit bila diinginkan gambaran DC untuk keseluruhan usus
halus. Yang agak mudah dilakukan adalah pemeriksaan DC terhadap duodenum.
Pemeriksaan usus halus dikenal sebagai pemeriksaan follow through, yaitu sebagai
pemeriksaan yang terus dilanjutkan setelah pemeriksaan lambung. Pasien diminta minum
dua gelas penuh kontras barium sulfat sekaligus atau berturut-turut.

Cara lain adalah meminta pasien meminum sebagian demi sebagian dengan interval
beberapa saat (menit) sampai akhirnya habis dua gelas itu. Dengan flouroskopi sewaktu-
waktu kemudian diikuti perjalanan barium sulfat itu dan dibuatlah foto ikhtisar dari usus
yang telah berisi kontras. Pemeriksaan berakhir bila ileum terminal telah dilewati dan
kolon ascenden mulai terisi.

Waktu untuk melewati usus halus ini (transit time) bervariasi antar pasien, ada yang
selesai dalam tigaperempat jam, ada yang memerlukan dua jam, bahkan lebih. Untuk
agak mempercepat, maka pasien diminta berbaring miring ke kanan; dalam posisi ini
antrum lambung berada di tempat terbawah, sehingga memudahkan kontras melewatinya,
masuk kedalam usus halus. Juga pasien dapat minum air es segelas beberapa kali, dengan
cara demikian peristaltik dalam jejunum dan ileum dipercepat. Dapat juga pasien
diperbolehkan bangun dan berjalan-jalan. Perlu ditambahkan, bahwa pasien boleh makan
dan minum, buang air kecil dan besar setelah menghabiskan kedua gelas kontras barium
sulfat tadi. Sewaktu-waktu pasien diminta berbaring di atas meja rontgen lagi untuk
diflouroskopi dan difoto bila diperlukan. Duodenum dan yeyunum memperlihatkan feathy
appearance (seperti bulu-bulu), sedangkan ileum memperlihatkan tubular appearance
(seperti tabung atau selang).
Ada beberapa keadaan dimana tidak dapat dipenuhi pemeriksaan follow through salah
satunya obstruksi pada kolon dan ileus. Bila masih harus dilakukan, maka lebih dahulu
harus dilakukan enema barium.

LAB

Pemeriksaan lab perlu untuk mengetahui apakah ada kelainan sistemik, kelainan
metaolisme yang harus dikoreksi : Darah rutin, elektrolit, urinalisis, birilubin, serum
amilase.

PUSTAKA

Syahriar Rasad. 2010. Radiologi Diagnostik. Jakarta :Balai Penerbit FKUI

Zuhroni. 2010. Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran Dan Kesehatan Jakarta
: Bagian Agama Universitas YARSI.

Anda mungkin juga menyukai