Anda di halaman 1dari 5

Jaras Sensoris Kulit

Pada kulit, terdapat ujung saraf bebas yang merupakan reseptor nyeri (nosiseptor).
Ujung saraf bebasnya bisa mencapai bagian bawah epidermis. Ujung saraf bebas terbagi
menjadi dua jenis serabut saraf. Serabut saraf A bermielin yang merupakan nosiseptor dan
serabut saraf C tidak bermielin. Serabut saraf C terdiri dari 80% mekanosensitif yang
merupakan polimodal nosiseptor dan 20% mekanoinsensitif. Polimodal nosiseptor
merupakan serabut saraf yang merespon terhadap semua jenis stimulus mekanik dan kimiawi.
Sedangkan mekanoinsensitif tidak merespon terhadap stimulus mekanik, namun memberi
respon terhadap stimulus kimiawi. Sekitar 5% dari mekanoinsensitif ini merupakan
pruritoseptor yaitu reseptor yang menimbulkan rasa gatal, terutama dipengaruhi oleh
histamine. Serabut saraf A merupakan penghantar sinyal saraf yang cepat. Kecepatan
hantarannya mencapai 30m/detik. Sedangkan serabut saraf C merupakan penghantar sinyal
saraf yang lambat. Kecepatan hantarannya hanya 12m/detik, terlebih lagi pada serabut saraf C
mekanoinsensitif yang hanya 0,5m/detik. Hal ini menjelaskan mengapa seseorang dapat
merasakan rasa gatal beberapa saat setelah stimulus terjadi. Bandingkan saat tangan kita
terkena benda panas.

Gatal dapat timbul apabila pruritoseptor terangsang dan reseptor lainnya tidak
terangsang. Tidak mungkin pada penghantaran sinyal, terdapat dua reseptor sekalgus yang
terangsang oleh satu stimulus. Saat pruriseptor terangsang, seseorang akan mulai merasakan
sensasi gatal sehingga timbul hasrat untuk menggaruk. Saat menggaruk, polimodal nosiseptor
akan terangsang sehingga pruritoseptor akan berhenti terangsang. Hal ini memberikan
penjelasan mengapa ketika seseorang menggaruk tubuhnya yang gatal, maka rasa gatal akan
menghilang. Setelah garukan dihentikan, yang artinya polimodal nosiseptor berhenti
terangsang, pruritoseptor sangat mungkin untuk kembali terangsang sehingga gatal akan
timbul kembali. Polimodal nosiseptor juga dapat menimbulkan gatal, misalnya pada baju
baru yang labelnya kasar akan menimbulkan sensasi gatal.Stimulus pada serabu saraf C
melalui ganglion dorsal dan menyilang pada saraf tulang belakang ke sisi kontralateral dan
masuk ke jalur spinotalamikus lateral menuju thalamus dan akhirnya mencapai korteks
serebri sensori.

Mediator Penyebab Gatal pada Kulit

Histamin
Konsentrasi histamin yang rendah pada lapisan dermo-epidermal menyebabkan
sensasi gatal, namun injeksi yang lebih dalam (deeper intracutaneus) menyebabkan
nyeri. Histamin disintesis di dalam sel mast dan tersimpan pada granula sel mast.
Ketika terjadi reaksi radang, sel mast terdegranulasi dan keluarlah histamin tersebut.
Histamin terdiri dari dua macam, H1 dan H2. Histamin yang menyebabkan gatal
adalah H1.
Serotonin
Amina jenis ini ditemukan pada platelet tapi tidak terdapat pada sel mast manusia.
Serotonin dapat menyebabkan gatal melalui pelepasan histamine dari sel mast dermal.
Endopeptidase
Endopeptidase seperti tripsin atau papain dapat menyebabkan gatal. Tripsin adalah
komponen penting dari sel mast dermal dan dilepaskan akibat aktivasi sel mast. Sel
mast memperoleh triptase, dari kerja proteinase-activated receptor-2 (PAR-2) pada
terminal saraf C yang berdekatan sehingga membangkitkan neuropeptida pruritogenik
dari terminal yang sama. Hal ini memperlihatkan interaksi sistem imun dan sistem
saraf dalam menyebabkan sensasi gatal. Selain tripsin, reaksi inflamasi juga
menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang ikut berperan dalam timbulnya gatal.
Neuropeptida
Substansi P yang terdapat pada terminal neuron C dilepaskan sebagai akibat dari kerja
triptase sel mast pada PAR-2 dan menyebabkan gatal dengan baik dengan aksi
langsung maupun memicu pelepasan histamin oleh sel mast melalui reseptor NK-1.
Dosis rendah dari morphin menyebabkan gatal dan efeknya adalah pelepasan
prostaglandin dan degranulasi sel mast. Reseptor agonis opioid adalah pada saraf
tulang belakang atau ganglia dorsal karena dosis rendah dari morphine dapat
menyebakan gatal segmental.
Eicosanoid
Transformasi asam arakidonat (prostaglandin, leukotrin) memliki peran yang kuat
dalam mediator inflamasi tapi tidak secara langsung menyebabkan gatal.
Prostaglandin E (PGE) menyebabkan gatal melalui mediator lain. Konsentrasi rendah
PGE pada satu area kulit menurunkan ambang batas timbulnya sensasi gatal akibat
kerja histamin pada area tersebut.

Patofisiologi pruritus
Sensasi pruritus ditularkan melalui lambat melalui unmyelinated C-polimodal dan
mungkin tipe A neuron nociceptive delta dengan ujung saraf bebas yang terletak dekat
persimpangan dermoepidermal atau epidermis. Neuron ini tampaknya terletak lebih dangkal
dan lebih sensitif terhadap zat pruritogenik dari reseptor rasa sakit. Aktivator saraf ini
termasuk histamin, neuropeptida substansi P, serotonin, bradikinin, protease (misalnya, mast
cell tryptase), dan endothelin (yang merangsang pelepasan oksida nitrat). Impuls yang
dikirimkan dari ganglion akar dorsal ke traktus spinotalamikus. Opioid diketahui memodulasi
sensasi pruritus, baik perifer dan pusat. Stimulasi reseptor opioid menonjolkan pruritus,
sementara stimulasi reseptor kappa dan penyumbatan reseptor menekan pruritus.

Pruritus akibat penyakit ginjal

Pruritus ginjal dapat terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronis (CRF) dan paling
sering terlihat pada pasien yang menerima hemodialisis (HD). Istilah ini bersinonim dengan
pruritus uremik, namun, kondisi ini bukan karena kadar urea serum. Substansi pruritogenik
sebenarnya belum diidentifikasi. Pruritus relatif tidak ada pada orang dengan gagal ginjal
akut, sehingga mediator serum selain urea dan kreatinin yang terlibat. Teori lain meliputi
peningkatan kadar histamin beredar pada pasien yang menerima HD. Para peneliti telah
menemukan peningkatan jumlah sel mast dalam berbagai sistem organ.

Peningkatan kadar ion divalen, seperti kalsium, magnesium, dan fosfat, juga berperan
terjadinya pruritus. Ditandai peningkatan pruritus akibat kalsium dialisat rendah dan
konsentrasi magnesium. Peningkatan jumlah ion ini juga terlihat pada kulit pasien pruritus.
Penurunan penghapusan transepidermal zat pruritogenik, xerosis, peningkatan kadar asam
empedu serum, dan meningkatkan vitamin epidermal tingkat A semua dapat berkontribusi
terhadap kondisi tersebut. Kadar serum serotonin yang terlihat pada pasien dengan CRF.
Serotonin adalah penting dalam transmisi rasa sakit dan dapat menjadi faktor penyebabnya.
Pruritus di CRF juga dapat merupakan manifestasi kemungkinan neuropati perifer.

Pruritus kolestasis

Kolestasis, atau penurunan atau penangkapan dalam aliran empedu, terkait dengan
pruritus. Pengendapan garam empedu di kulit dianggap secara langsung menyebabkan efek
pruritogenik, namun teori ini telah terbukti salah. Selain itu, hiperbilirubinemia tidak
langsung menyebabkan pruritus.
Teori lain melibatkan peningkatan kadar histamin vena, retensi intermediet
pruritogenik dalam sintesis garam empedu, dan konsentrasi hati yang tinggi garam empedu
yang mengakibatkan cedera hati dan pelepasan zat pruritogenik. Untuk mendukung titik
terakhir, rifampisin dan konsentrasi intrahepatik penurunan asam ursodeoxycholic garam
empedu dan memberikan beberapa bantuan dari pruritus kolestasis.

Endokrin pruritus

Hipertiroidisme telah dikaitkan dengan pruritus. Kelebihan hormon tiroid dapat


mengaktifkan kinins dari metabolisme jaringan meningkat atau dapat mengurangi ambang
gatal akibat kehangatan dan vasodilatasi. Hypothyroidism juga terlibat karena pruritus kedua
kemungkinan untuk xerosis. Diabetes mellitus adalah kemungkinan penyebab lain, tetapi
sebab dan akibat tetap belum terbukti. Kelainan metabolik, disfungsi otonom, anhydrosis, dan
neuropati diabetes semua dapat berkontribusi.

Mekanisme pruritus pada scabies

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut:


Scabies hanya terjadi apabila ada Sarcoptes scabiei jantan dan betina masuk ke dalam
kulit kopulasi Sarcoptes jantan mati dan betina hidup terus s/d 1 bln sarcoptes betina masuk
kedalam kulit membuat lorong di stratum corneum, kecepatan 2 - 3mm/hari. Didalam
terowongan sarcoptes betina kemudian bertelur 2 - 4 butir/hari sampai mencapai 40-50 butir.
Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3 - 5 hari dan menjadi larva yang mempunyai tiga
pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 - 3
hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai dua bentuk, jantan dan betina dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya dari jantan sampai dewasa membutuhkan waktu 8 - 14
hari. Sarcoptes dewasa akan keluar dari lorong- lorong mencari pasangan biasanya terjadi
pada malam hari Gatal pada malam hari.
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan, dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan
infeksi sekunder.
Butler F, David. Dkk. 2012. Pruritus and Systemic Disease. Medical Student Journal.

Cordoro M, kelly. Dkk. 2012. Dermatologic Manifestations of Scabies. Medical Student


Journal.

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal: 321 - 323

Anda mungkin juga menyukai