ASMA BRONKHIAL
Oleh :
Pembimbing :
dr.Arifian Wijaya
Samarinda
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Asma bronkial adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama
pada malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa
pengobatan
Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjadi di Negara maju tetapi
juga di Negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma (GINA)
pada tahun 2012 dinyatakan bahwa jumlah penderita asma seluruh dunia adalah tiga ratus
juta orang, dengan jumlah kematian yang terus meningkat hingga 180.000 orang per tahun
(GINA, 2012).
WHO memperkirakan saat ini 100-150 juta penduduk di dunia menderita asma dan
diperkirakan akan semakin bertambah hingga 180 juta setiap tahunnya. Hampr separuh dari
seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke IGD setiap
tahunnya, berdasarkan laporan NCHS (National center for health statistic) tahun 2010
terdapat 4,447 kematian yang disebabkan oleh penyakit asma atau sekitar 6,5% dari total
populasi.
Prevalensi asma, terutama di Negara-negara maju , dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi
peningkatan. Asma dapat timbul pada berbagai usia, dapat terjadi pada laki-laki dan wanita.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prevalensi asma di Indonesia diperkirakan sekitar 3
8,02%. Prevalensi morbiditas dan mortalitas asma akhir-akhir ini dilaporkan meningkat
diseluruh dunia. Penyakit asma terbanyak diderita oleh anak-anak. Kondisi ini berpotensi
menjadi masalah kesehatan di masa depan. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas
hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan,
risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Asma menyebabkan mereka
kehilangan 16% hari sekolah.
Keluhan utama penderita asma ialah sesak nafas mendadak, disertai fase inspirasi yang
lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti dengan bunyi mengi
(wheezing), batuk yang disertai serangan sesak nafas yang kumat-kumatan.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
- Ruang : IGD
- Nama : Ny. K
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Usia : 48 tahun
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Alamat : Jl. P. Suryanata
2.2 Anamnesis
Temp : 37
KEADAAN SPESIFIK
KGB : Tidak ada pembesaran KGB pada leher,aksila submandibular dan supraklavikula
Mata : Edema Palpebra (-), Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
Thorax
Paru
Inspeksi : simetris kanan = kiri, dinamis kanan = kiri, retraksi dinding dada (+)
Auskultasi : vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing (+) ekspirasi
Jantung
Perkusi :
Abdomen
Ekstremitas
2.5 Penatalaksanaan
- Injeksi Dexametason
- Salbutamol 3 x 4mg
- Acetylsitein 2 x 1 tab
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Asma ialah gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan,
antara lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Asma berasal dari bahasa yunani kuno yaitu asthma yang berarti terengah engah
Asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma, ampek, dan berbagai
istilah lokal lainnya. Definisi asma bronchial menurut Departemen Kesehatan R.I adalah
suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan hiperaktivitas
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodic berulang berupa
mengi, batuk, sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari
yang umumnya bersifat reversible, baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat
fluktuatif (hilang timbul) yang berarti dapat tenang tanpa gejala, tidak mengganggu aktifitas,
tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan hingga berat bahkan dapat menimbulkan
kematian.
1.2 KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebab nya asma bronchial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe
1. Ekstrinsik (Alergi)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh factor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan, dan spora jamur.
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetic
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan diatas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Instrinsik ( non Alergi )
Ditandai dengan ada nya reaksi non alergi yang beraksi terhadap pencetus yang tidak
adanya infeksi saluran pernafasn dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalu nya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronchitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma Gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dan bentuk alergi
dan non- Alergi.
Asma ditandai dengan kontraksi spesifik dari otot polos bronkiolus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkiolus terhadap benda-
benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seseorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE
abnormal dalam jumlah besar dan antibody ini menyebabkan reaksi alergi bila bereaksi dengan
antigen spesifiknya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang
menghirup allergen maka antibody IgE orang tersebut akan meningkat, allergen akan berekasi
dengan antibody yang terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamine, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua
faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun sekresi
mucus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran nafas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkhiolus
lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam
paru selama ekspirasi paksa menekanbagian luar bronkiolus. Kalau bronkiolus sudah tersumbat
sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan
obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan
inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dyspnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu pun menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
Tujuan :
- Mengendalikan gejala asma
- Mencegah eksaserbasi akut
- Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin.
- Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise.
- Mencegah kematian karena asma.
2. Medikamentosa
- Nebulisasi menggunakan combivent. combivent merupakan obat berisi
albuterol (salbutamol) dan ipratropium bromide. Combivent digunakan
sebagai terapi pada penyakit saluran nafas obstruksi atau sumbatan, seperti
penyakit asma atau penyakit paru obstruktif. Combivent berkerja dengan cara
melebarkan saluran pernafasan bawah (bronkus). Dengan demikian keluhan
sesak dan bunyi mengi akan berangsur menghilang setelah dilakukan
nebulisasi.
- Steroid sebaiknya hanya dipakai jika pengobatan menggunakan bronkodilator
tidak memberikan efek yang baik. Bisa digunakan baik untuk asma akut
maupun asma kronis, pilihan obat : dexametason.
- Ekspektoran :
Acetylsistein, adalah obat yang berfungsi untuk mengencerkan dahak yang
menghalangi saluran pernafasan.