BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu dan teknologi mengakibatkan pola penanggulangan dan penanganan penyakit atau
masalah kesehatan akan mengalami kemajuan sehingga menjadi lebih efektif, lebih beragam dan lebih
canggih namun menjadi lebih mahal. Oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk menyaring dan
menapis penerapannya sesuai dengan budaya bangsa dan tahapan pembangunan. Untuk memenuhi
tuntutan meningkatnya kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan berkualitas, diperlukan
tenaga kesehatan yang sesuai dan berkualitas yaitu tenaga kesehatan profesional yang didukung oleh
penguasaan ilmu dan teknologi yang kuat dan rasional.
Selain itu dokter spesialis anak tidak hanya berfungsi sebagai tenaga profesional dalam pelayanan
kesehatan anak melainkan juga diharapkan mempunyai kemampuan akademik sebagai tenaga peneliti
dan tenaga pendidik. Untuk menjaga dan menjamin kompetensi yang ditetapkan tersebut dapat tercapai
maka diperlukan Standar pendidikan dokter spesialis anak yang bersifat nasional.
Kompetensi dibidang profesi kedokteran harus dibangun secara komprehensif, terpadu, terstruktur dan
bersifat akademik dan 1professional. Tuntutan seperti ini dapat terpenuhi dengan mengacu kepada
Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang pada penerapannya memerlukan konsistensi, kedisplinan dan
komitmen yang tinggi.
Berdasarkan SK Mendiknas No 45/U/2002, kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh
tanggung jawab yang dimilki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang perkejaan tertentu.
Di bidang kedokteran, kompetensi dokter adalah penerapan pengetahuan melalui ketrampilan, kecakapan
serta kemampuan professional dalam hal menjalin hubungan antar manusia, pengambilan keputusan,
kemampuan psikomotor, serta moral dan etika dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan
paripurna bagi masyarakat.
Dokter Spesialis Anak adalah seorang dokter yang telah mencapai kompetensi tertentu secara profesional
mengkhususkan diri melayani anak sehat dan anak sakit dalam keluarga maupun dalam masyarakat sejak
konsepsi sampai akhir usia remaja serta mempunyai kemampuan untuk menyerap, mengembangkan dan
menyebarluaskan Ilmu Kesehatan Anak.
1
Dokter Spesialis Anak adalah dokter yang memiliki kualifikasi sebagai berikut :
1. Kompetensi akademik peringkat magister yang mampu menyerap, meneliti, mengembangkan dan
menyebarkan ilmu kesehatan anak sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Kompetensi profesional peringkat dokter spesialis yang mampu memberikan pelayanan kesehatan
anak secara paripurna dalam tingkat spesialistik bertaraf internasional sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan masyarakat.
Dokter Spesialis Paru & Pernafasan harus mempunyai pengetahuan teori pemahaman tentang teori, keterampilan
dan profesional :
1. Mampu menerapkan prinsip- prinsip dan metode berpikir ilmiah dalam memecahkan masalah
kesehatan anak.
2. Mmpu mengenal, merumuskan pendekatan penyelesaian dan menyusun prioritas masalah kesehatan
anak dengan cara penalaran ilmiah, melalui perencanaan, implementasi dan evaluasi terhadap upaya
preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.
3. Menguasai pengetahuan serta mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi dalam memberikan
pelayanan kesehatan anak.
4. Mempunyai keterampilan dan sikap yang baik sehingga sanggup memahami dan memecahkan
masalah kesehatan anak secara ilmiah dan dapat mengamalkannya kepada masyarakat secara
optimal.
5. Mampu menangani setiap kasus pediatric spesialistik dengan kemampuan profesionalisme yang tinggi
melalui pendekatan kedokteran berbasis bukti (Evidence Based Medicine).
6. Mampu melakukan pelayanan kesehatan anak melalui komunikasi interpersonal, sehingga anank
dapat tumbuh dan berkembang optimal secara fisik, mental dan sosial dengan upaya pencegahan,
pengobatan, peningkatan kesehatan dan rehabilitasi.
7. Mampu meningkatkan pelayanan profesi dengan jalan penelitian dan pengembangan bidang Ilmu
Kesehatan Anak.
8. Mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian dasar, klinis dan lapangan serta mempunyai
motivasi mengembangkan pengalaman belajarnya sehingga dapat mencapai tingkat akademik yang
lebih tinggi.
9. Mampu mengorganisasi pelayanan kesehatan anak sehingga menjadi pemuka dalam pengembangan
pelayanan kesehatan anak dengan profesionalisma tinggi.
10. Mampu berpartisipasi dalam kependidikan kesehatan umumnya, ilmu kesehatan anak khususnya.
11. Bersifat terbuka, tanggap terhadap perubahan dan kemajuan ilmu dan teknologi, ataupun masalah
yang dihadapi masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan ilmu kesehatan anak.
12. Mempunyai rasa tanggung jawab dalam melakukan profesi kedokteran dalam suatu sistem pelayanan
sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional dan berpegang teguh pada Etik Kedokteran Indonesia.
2
1.3. Perhimpunan & Pendidikan/Akademik :
1. Ikatan Dokter Spesialis Anak Indonesia (IDAI) merupakan wadah profesi spesialisasi Anak.
2. Kolegium Ilmu Kesehetan Anak (IKA) Indonesia
3
BAB II
STANDAR PELAYANAN
1. Alergi Imunologi
a. Anafilaksis
b. Urtikaria
c. Edema angioneurotik
d. Dermatitis
e. Rinitis alergika
f. Sinusitis paranasalis
g. Asma bronkial dan batuk kronik
h. Konjungtivitis vernalis
i. Alergi obat
j. Alergi makanan
k. Sindrom Steven-Johnson
l. Nekrolisis epidermal toksik
m. Penyakit defisiensi imun
n. Penyakit auto imun
o. Artritis rheumatoid juvenilis
p. Lupus eritematosis sistemik
q. Purpura Henoch- Schonlein
r. Acquired Immune Deficiency Syndrome
s. Sengatan serangga
a. Bedah efektif pada bayi dan anak dengan kelainan bawaa yang dapat
diperbaiki
b. Bedah akut pada bayi dan anak dengan trauma, aspirasi benda asing, tertelan
benda asing, akut abdomen, atau infeksi akut
c. Penyakit menahun yang perlu pembedahan
3. Dermatologi
4
4. Endokrinologi
5. Gastro Hepatologi
Gastroenterologi :
a. Disfagia
b. Anoreksia
c. Muntah
- Refluks gastroesofagus
- Muntah menetap
- Muntah bedah
d. Diare
5
- Diare akut
- Sindrom diare kronik
- Malabsorbsi dan intoleransi kronik
- Terapi nutrisi enteral
- Alergi makanan
- Perawatan pasca bedah intestinal
e. Perdarahan saluran cerna
- Perdarahan saluran cerna sederhana
- Perdarahan saluran cerna yang sulit
f. Kembung
- Kembung non-bedah
- Kembung bedah
- Enterokolitis nekrotikans
g. Konstipasi
- Konstipasi akibat pengaruh makanan
- Konstipasi akibat kelainan bawaan
- Konstipasi akibat infeksi
- Konstipasi akibat obat
h. Sakit perut
- Sakit perut akut
- Sakit perut berulang
- Sakit perut bedah
i. Gangguan tumbuh kembang akibat penyakit saluran cerna
- Masukan kalori yang tidak adekuat
- Malabsorbsi dan kehilangan kalori terlalu banyak
- Diare kronik
- Gangguan fugsi limfatiksaluran cerna
j. Keracunan makanan oleh :
- Bahan kimia
- Bakteri beracun dalam bahan makanan
- Bahan makan yang tercemar jamur beracun
- Bahan makanan yang beracun
- Bahan makanan yang mengandung atau tercemar logam berat
Hepatologi :
a. Kolestasis
- Kolestasis intrahepatik pada bayi dan anak
- Infeksi
- Sepsis
- Virus hepatotropik A-C
- Virus non-hepatotropik : TORCH
- Metabolik
- Sindrom Alagille
- Defisiensi alfa 1 antitripsin
- Galaktosemia
- Tirosinemia
6
- Kolestasis ekstrahepatik pada bayi dan anak
- Atresia bilier
- Inspissated bile syndrome
- Kista duktus koledokus
- Kolelitiasis
- Kolesistitis
b. Hepatitis akut
- Hepatitis virus hepatotropik A-C
- Hepatitis virus non A-C
- Hepatitis non virus ( karena obat, bakteri, parasit)
c. Hepatitis kronik
- Hepatitis virus hepatotropik (B-C)
- Hepatitis karena kelainan metabolic
- Glycogen storage disease
- Sindrom Alagille
- Defisiensi alfa 1 antitripsin
- Galaktosemia
- Penyakit Wilson
- Hepatitis autoimun
d. Tumor hati
- Hepatoblastoma
- Karsinoma hepatoseluler
e. Kelainan hati akibt obat
- Parasetamol
- Sitostatika
- Tuberkulostatik
- Antikonvulsan
f. Penyakit hati metabolic
- Gangguan metabolisma karbohidrat
- Gangguan metabolisme protein
- Gangguan metabolisme lemak
- Gangguan metabolik lain
- Defisiensi alfa 1 antitripsin
- Penyakit Wilson
g. Sirosis hepatis dan hipertensi porta
- Sirosis ahti
- Hipertensi porta karena sirosis
- Hipertensi porta karena kelainan ekstrahepatik
- Asites refrakter karena sirosis hati
h. Gagal hati fulminant
i. Penyakit sistemik yang berpengaruh pada hati
- Gagal jantung kanan
- Septikemia
- Leukemia
- Tumor yang bermetastasis ke hati
7
- Tuberkulosis milier
- Malnutrisi berat
j. Transplantasi hati
a. Odontologi
- Pertumbuhan gigi normal
- Kelainan gigi karena gangguan pertumbuhan gigi
- Kelainan gigi pada penyakit sistemik
- Karies dentis
- Penyakit periodontal
b. Stomatologi
- Penyakit jaringan lunak mulut yang sering ditemukan
- Penyakit kelenjar saliva
- Penyakit pada rahang
- Kelainan pertumbuhan rahang
- Trauma mulut
8. Hematologi
a. Anemia
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi asam folat dan vitamin B12
- Anemia hemolitik autoimun
- Anemia pasca perdarahan
- Anemia aplastic
b. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
c. Defisiensi G6PD
d. Thalassemia
e. Hemoglobinopati lain
f. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
g. Amegakaryocytic Thrombocytopenic Purpura
8
h. Trombopatia
i. Hemofilia
j. Penyakit Von Willebrand
k. Defisiensi Vitamin K
l. Kelainan pembuluh darah
m. Leukemia
n. Tumor ganas padat
9. Kardiologi
10. Nefrologi
11. Neurologi
12. Oftalmologi
13
- Pneumatokel
- Bulla
- Bronkopneumonia
- Bronkiolotis
- Bronkiektasis
- USG dan CT Scan Thoraks
- Pleural efusi
- Empiema
- Paralisis diafragma
- Tumor
- Rontgen abdomen
- Morbus hirschsprung
- Ileus
- Peritonitis
- Perforasi
- Appendisitis kronik
- Intususepsi
- Pilorik hypertrophy stenosis
- Batu ginjal-ureter
- Massa tumor intra/retroperitoneal
Hati dan sistem bilier
Cairan bebas intraperitoneal
- USG dan CT scan abdomen
- Pilorus stenosis hypertrophy (hanya USG)
- Massa tumor retro/intraperitoneal
- Intususepsi
- Appendisitis kronik
- Batu ginjal-saluran kemih; empedu
- Kelainan congenital
- Genitalia interna
- Testis-kriptokismus
- Rontgen kepala
- TORCH
- Trauma kapitis
- Tumor
- Displasia
- Kelainan congenital
- Infeksi
- USG dan CT Scan Kepala
- Hidrocephalus
- Mikrocephalus
- Tumor
- Fraktur
- Rontgen Tulang
- Displasia
14
- Fraktur
- Tumor/keganasan
- Bone survey (pada penyakit tertentu)
- Bone age (umur tulang)
- Metabolisme:
Osteoporosis
Osteopenia
Rickets, dan lain-lain
- Thalasemia
- Kelainan congenital
a. Infeksi parasit
- Helminthiasis
- Ankilostomiasis
- Askariasis
- Oksiuriasis
- Trikuriasis
- Taeniasis solium
- Taeniasis saginata
- Malaria
- Amubiasis
- Giardiasis
- Toksoplasmosis
b. Infeksi Jamur
- Candidiasis
- Histoplasmosis
c. Infeksi bakteri
- Difteri
- Disentri basil
- Pertusis
- Tetanus
- Demam tifoid
- Salmonelosis
- Infeksi Streptokokkus grup A
- Infeksi Stafilokokkus
- Sepsis
- Leptospirosis
d. Infeksi virus
- Campak
- Dengue
- Poliomielitis
- Rubella
- Mumps
15
- Varicella-zooster
- Epstein Barr virus
- Rabies
- Chikungunya
- Influenza
- HIV
- Japanese B ensefalitis
- Sitomegalovirus
e. Lain-lain
- Infeksi nosokomial
- Sengatan/gigitan ular
- Sengatan/gigitan serangga
17. Perinatologi
a. Depression
b. Anxiety and affective disorders
c. ADHD
d. Antisocial conduct
e. Substance abuse and severe trauma
f. Tourettes disorders
19. Respirologi
Program Pendidikan Berkelanjutan; Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran Berkelanjutan (P2KB) yang
disusun oleh IDAI :
1. Mengikuti acara ilmiah dan CPD yang diselenggarakan oleh IDAI atau Perhimpunan Profesi lain
2. Mampu menganalisis makalah ilmiah
3. Mampu melakukan penelitian ilmiah
4. Mampu membuat tulisan ilmiah
1. Memahami dan mampu menerapkan etika, disiplin dan hukum secara umum dalam kegiatan
seharihari.
2. Memahami kaitan Sumpah Dokter, Kode Etik Kedokteran Indonesia, UU Kesehatan, UU Praktik
Kedokteran dan Peraturan Kementerian Kesehatan, KUHP, Informed Consent, dll
3. Beretika saat melakukan kegiatan anamnesis, kerjasama interpersonal, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan dengan alat bantu diagnostik, konseling, terapi, memelihara rahasia jabatan, catatan
medik dan memelihara kesehatan sendiri.
4. Mampu melakukan kemitraan kolaborasi dengan pasien atau keluarganya, disiplin lain dan
sesama spesialis Anak.
19
BAB III
KEWENANGAN KLINIS
20
h. Mssalah makan pada neonatus dan bayi
6. Tatalaksana spesialistik asuhan nutrisi pada anak dan remaja
a. Penilaian status nutrisi
b. Penentuan kebutuhan nutrisi
c. Penentuan cara pemberian nutrisi
d. Dukungan nutrisi enteral dan atau parenteral
e. Dukungan nutrisi perioperatif
f. Dukungan nutrisi pada penyakit kritis
g. Penentuan jenis nutrisi yang diberikan
h. Pengenalan masalah makan pada anak dan remaja
i. Pemantauan pelaksanaan asuhan nutrisi
7. Asuhan tindakan imunisasi
a. Konsep dasar imunisasi
b. Pelayanan imunisasi
c. Jadwal imunisasi
d. Manajemen penyimpanan dan transport vaksin
e. Teknik imunisasi
f. Safety injection
g. Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
8. Asuhan diet pada berbagai penyakit
a. Pada kelainan neurologis
b. Pada kelainan sistem pernafasan
c. Pada kelainan gastrointestinal
d. Pada kelainan hati
e. Pada kelainan ginjal
f. Pada kelainan jantung dan pembuluh darah
g. Pada kelainan imunologis
h. Pada diabetes mellitus
i. Pada keganasan
j. Food adverse reactions
9. Asuhan medis genetika klinis
a. Anamnesis (pedigree)
b. Pemeriksaan fisis (dysmorphology)
c. Pemeriksaan penunjang : cytogenetic, molecular
genetic, biochemical genetic
d. Genetic diagnosis
e. Genetic treatment
f. Genetic counseling
10. Asuhan medis anak sakit gawat
a. Resusitasi dan transportasi anak sakit gawat
b. Dukungan nutrisi anak sakit gawat
11. Penerapan farmakologi klinis di bidang pediatric
a. Farmakokinetik
b. faktor yang mengubah respon
21
c. efek samping dan interaksi obat
d. analisis manfaat, risiko dan ekonomi dalam
penggunaan
12. Penerapan radiologi dan pencitraan di bidang pediatri
a. Radiology : kepala, abdomen, ekstremitas, jaringan
lunak
b. Radiology toraks
c. Ultrasonografi : kepala, toraks, abdomen
d. Ekokardiografi
e. CT-scan : kepala, toraks, abdomen, ekstremitas,
jaringan lunak
f. MRI : kepala, toraks, abdomen, ekstremitas, jaringan
lunak
13. Tatalaksana spesialistik gawat darurat susunan saraf pusat
(SSP)
a. Kejang
b. penurunan kesdaran
c. paresis/ paralisis
d. peningkatan tekanan intracranial/ edema serebri
e. trauma kepala dan medulla spinalis
f. perdarahan intracranial
g. hipoksik iskemik ensefalopati
14. Tatalaksana spesialistik gawat darurat respirasi
a. Sesak napas
b. Status asmatikus
c. Gagal napas
d. Sumbatan ( obstruksi ) jalan napas
- laringitis akut
- epiglotitis
- trakeitis bakterialis
- abses retrofaringeal
- abses parafaringeal
- benda asing
e. pneumotoraks
f. pneumomediastinum
g. edema paru
h. haemoptisis
15. Tatalaksana spesialistik gawat darurat kardiovaskuler
a. Syok
b. cyanotic spell
c. SVT/ aritmia
d. Gagall jantung
e. Krisis tamponade
f. Efusi pericardium
22
16. Tatalaksana spesialistik gawat darurat metabolik-gastro-renal-
endokrin-alergi
a. Gangguan cairan elektrolit, asam- basa
b. Inborn error of metabolism
c. Diabetik ketoa sidosis
d. Renal tubular acidosis
e. Hipoglikemia dan hiperglikemia
f. Gagal ginjal
g. Sindrom uremik-hemolitik
h. Sindrom lisis tumor
i. Perdarahan saluran cerna
j. Pancreatitis
k. gagal hati fulminan
l. short gut syndrome
m. syok anafilaksis
17. Tatalaksana spesialistik gawat darurat infeksi-hematologi
a. SIRS, sepsis & MOF
b. Koagulasi intravaskuler diseminata
18. Tatalaksana spesialistik gawat darurat keracunan (poisoning)
19. Tatalaksana spesialistik gawat darurat hampir tenggelam
20. Tatalaksana spesialistik gawat darurat trauma non SSP
21. Tatalaksana spesialistik gawat darurat luka bakar
22. Tatalaksana spesialistik gawat darurat hipotermi dan
hipertermi
23. Tatalaksana spesialistik asfiksia neonatorum
24. Tatalaksana spesialistik hiperbilirubinemia pada neonatus
a. G6PD
b. Inkompatibilitas ABO/ rhesus
c. Kern ikterus
25. Tatalaksana spesialistik prematuritas dan Intra Uterine Growth
Retardation
a. Retinopathy of prematurity
b. Apnu prematuritas
c. Penyakit membran hialin
d. PVL
e. IVH/ PVH
f. Perawatan metode kangguru (Kanggaro Mother Care)
26. Tatalaksana spesialistik trauma lahir
a. Trauma jaringan lunak
b. Trauma susunan saraf ekstra/ intracranial
c. Trauma jaringan tulang
d. Trauma organ intra abdomen
27. Tatalaksana spesialistik kelainan gastrointestinal neonatus
a. Necrotizing enterocolitis
23
b. Meconium plugs
28. Tatalaksana spesialistik perdarahan pada neonatus (+ vitamin
K deficiency bleeding)
29. Tatalaksana spesialistik kejang dan jittery pada neonatus
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Hipokalsemia
c. Hipomagnesemia
d. Hiperamonemia
e. other metabolic disorders
30. Tatalaksana spesialistik syok pada neonatus
31. Tatalaksana spesialistik sepsis neonatorum
32. Tatalaksana spesialistik anemia pada neonatus
33. Tatalaksana spesialistik kelainan respirasi pada neonatus
a. Meconium aspiration syndrome
b. Pneumotorak/ pneumomediastinum
c. PPHN
d. TRDN
e. Pneumonia
34. Tatalaksana spesialistik termoregulasi pada neonatus
35. Tatalaksana spesialistik infeksi TORCH pada neonatus
36. Tatalaksana spesialistik cacat lahir
a. Agenesis paru, aplasia paru, hipoplasia paru
b. Kista paru
c. Emfisema kongenital lobaris
d. Eventrasio diafragmatika
e. Hernia diafragmatika
f. Displasia bronkopulmonal
g. Laringotrakeomalasia
h. undescended testes (kriptorkismus)
i. uropati congenital
j. malformasi kongenital SSP
k. hiperplasia timus
l. cleft lip, cleft palate
m. atresia esofagus, fistel trakeoesofagus
n. hypertrophic pyloric stenosis
o. duodenal atrasia
p. Hirschsprungs disease
q. Atresia ani
r. Hidrokel
s. Omfalokel
t. Gastroskisis
u. hernia ( inguinalis, skrotalis, labialis, umbilikalis)
v. pektus eksavatus
w. hemangioma
24
x. CTEV
y. Spina bifida
z. Hidrosefalus
aa. Phocomelia
bb. kembar siam
cc. kelainan jantung bawaan
37. Tatalaksana spesialistik ensefalitis
a. Japanese ensefalitis
b. Herpes simpleks ensefalitis
38. tatalaksana spesialistik meningitis
a. meningitis bakterialis neonatus, bayi & anak
b. meningitis virus
c. meningitis oleh mikroorganisme lain
39. Tatalaksana spesialistik abses otak
40. Tata laksana spesialistik ventrikulitis
41. Tata laksana spesialistik empiema subdural
42. Tata laksana spesialistik tetanus
a. Tetanus neonatorum
b. Tetanus anak
43. Tata laksana spesialistik poliomyelitis
44. Tata laksana spesialistik rabies
45. Tata laksana spesialistik infeksi respiratorik akut
a. Selesma (common cold)
b. Rinotonsilofaringitis
c. otitis media akut
46. Tata laksana spesialistik difteri
47. Tata laksana spesialistik bronchitis kronis
48. Tata laksana spesialistik rinosinobronkitis
49. Tata laksana spesialistik bronkiolitis
50. Tata laksana spesialistik pneumonia
51. Tata laksana spesialistik pneumonia atipik
52. Tata laksana spesialistik efusi pleura
53. Tata laksana spesialistik empiema
54. Tata laksana spesialistik influenza
55. Tata laksana spesialistik avian influenza
56. Tata laksana spesialistik parotitis epidemika
57. Tata laksana spesialistik pertusis
58. Tata laksana spesialistik infeksi respiratorik kronik non TB
a. Bronkiektasis
b. abses paru
59. Tata laksana spesialistik tuberkulosis paru
a. Miliary spread
b. Bronchogenic spread
c. Endobronchitis TB
25
d. Atelektasis
e. Cavities
f. others primary TB
60. Tata laksana spesialistik tuberculosis ekstra paru
a. Limfadenitis TB superfisialis
b. TB pleura
c. TB pericardium
d. Skrofuloderma
e. TB tulang : spondilitis, koksitis, gonitis, daktilitis
f. TB abdomen : peritonitis, usus, hepar, limpa, Tata
laksana spesialistik ginjal
g. TB SSP : meningitis, tuberkuloma otak
61. Tata laksana spesialistik tuberkulosis diseminata
62. Tata laksana spesialistik tuberkulosis perinatal
63. Tata laksana spesialistik tuberkuloma
64. Tata laksana spesialistik mikobakteriosis atipik
65. Tata laksana spesialistik pneumotoraks
66. Tata laksana spesialistik pneumomediastinum
67. Tata laksana spesialistik endokarditid infektif
68. Tata laksana spesialistik miokarditis
69. Tata laksana spesialistik penyakit Kawasaki
70. Tata laksana spesialistik kandidiasis
71. Tata laksana spesialistikleptospirosis
72. Tata laksana spesialistik soil helmintiasis
73. Tata laksana spesialistik hepatitis
a. Hepatitis akut
b. Hepatitis A
c. Hepatitis B
d. Hepatitis C
74. Tata laksana spesialistik amubiasis hati
75. Tata laksana spesialistik kolesistitis akut
76. Tata laksana spesialistik pankreatitis akut
77. Tata laksana spesialistik infeksi saluran kemih
78. Tata laksana spesialistik penyakit menular seksual
79. Tata laksana spesialistik fever of unknown sources
80. Tata laksana spesialistik sepsis
81. Tata laksana spesialistik demam neutropenia
82. Tata laksana spesialistik demam tifoid
83. Tata laksana spesialistik infeksi arboviruses
a. Virus dengue
b. Virus chikungunya
84. Tata laksana spesialistik infeksi virus HIV
a. Transmisi HIV perinatal
b. Infeksi opurtunistik respiratori pada HIV
26
c. TB-HIV
d. Pneumocystis jeroveci (carinii)
e. Lymphoid interstitial pneumonia (LIP)
f. Fungal infection
85. Tata laksana spesialistik eksantema akut/ demam dengan
ruam
a. Morbili
b. Rubella
c. Varicella
d. HFMD
86. Tata laksana spesialistik malaria
87. Tata laksana spesialistikanthrax
88. Tata laksana spesialistik lepra
89. Tata laksana spesialistik filariasis
90. Tata laksana spesialistik artritis septik
91. Tata laksana spesialistik osteomielitis
92. Tata laksana spesialistik infeksi kulit
a. Impetigo & pioderma
b. Selulitis
93. Tata laksana spesialistik infected bite/ sting (serangga, ular,
hewan lain)
94. Tata laksana spesialistik infeksi konjungtiva akut
a. Konjungtivitis akut GO
b. Konjungtivitis akut non GO
95. Tata laksana spesialistik infeksi nosokomial
96. Tata laksana spesialistik urtikaria
a. Urtikaria akut
b. Urtikaria kronik
c. Angioedema
97. Tata laksana spesialistik dermatitis atopik
98. Tata laksana spesialistik rinitis alergika
99. Tata laksana spesialistik konjungtivitis vernalis
100. Tata laksana spesialistik alergi
a. Alergi obat
b. Alergi makanan
101. Tata laksana spesialistik penyakit defisiensi imun
102. Tata laksana spesialistik artritis reumatoid juvenilis.
103. Tata laksana spesialistik lupus eritematosus sistemik
104. Tata laksana spesialistik purpura Henoch-Schonlein
105. Tata laksana spesialistik sindrom Steven Johnson
106. Tata laksana spesialistik nekrolisis epidermal toksik
107. Tata laksana spesialistik asma
a. Tatalaksana jangka panjang asma dan BKB
b. Serangan asma
27
108. Tata laksana spesialistik gigitan/ sengatan (serangga,
ular, hewan lain)
109. Tata laksana spesialistik demam reumatik
110. Tata laksana spesialistik penyakit jantung rematik
111. Tata laksana spesialistik gangguan tiroid
112. Tata laksana spesialistik hipotiroid kongenital
113. Tata laksana spesialistik hiperplasia adrenal kongenital
114. Tata laksana spesialistik diabetes melitus
115. Tata laksana spesialistik disorders of sexual development
116. Tata laksana spesialistik diare
a. Diare akut
b. Diare kronik
c. Diare persisten
117. Tata laksana spesialistik gangguan motilitas saluran cerna
a. Muntah
b. refluks gastroesofagus
c. konstipasi
d. nyeri parut
e. kembung
118. Tata laksana spesialistik kelainan hepatobilier
a. Hepatitis akut
b. Hepatitis kronis
c. Kolestasis
d. sirosis hepatis
119. Tata laksana spesialistik anemia
a. Anemia nutrisi
b. Hemoglobin abnormal (thalassemia)
c. Anemia hemolitik autoimun
d. Anemia pada infeksi kronik
e. Anemia aplastik
120. Tata laksana spesialistik kelainan trombosit
a. Idiopathyc thrombocytopenic purpura
b. Trombositosis
c. Trombopati
121. Tata laksana spesialistik gangguan pembekuan
a. Herediter (hemofilia)
b. Acquired (didapat)
122. Tata laksana spesialistik leukemia
a. Leukemia limfoblastik akut
b. Leukemia mielositik akut
123. Tata laksana spesialistik tumor padat
a. Neuroblastoma
b. Wilms tumor
c. Rabdomyosarcoma
28
d. limfoma malignum (Hodgkin disease)
e. tumor hati
f. teratoma
g. osteosarcoma
h. limfangioma
i. orbital tumor (retinoblastoma)
j. tumor susunan saraf
124. Tata laksana spesialistik penyakit jantung bawaan
a. Sianotik
b. non sianotik
125. Tata laksana spesialistik hematuria
126. Tata laksana spesialistik proteinuria
127. Tata laksana spesialistik enuresis
128. Tata laksana spesialistik inkontinensia urin
129. Tata laksana spesialistik glomerulonefritis
a. Glomerulonefritis akut
b. Glomerulonefritis kronik
130. Tata laksana spesialistik kelainan ginjal akibat penyakit
sistemik
131. Tata laksana spesialistik sindrom nefrotik
132. Tata laksana spesialistik hipertensi
133. Tata laksana spesialistik uropati obstruktif
a. Uropati kongenital
b. Batu saluran kemih
c. Intoksikasi jengkol
134. Tata laksana spesialistik tubulopati
135. Tata laksana spesialistik nefritis intersisialis
136. Tata laksana spesialistik floppy infant
137. Tata laksana spesialistik gangguan gerak di luar kemauan
138. Tata laksana spesialistik epilepsi pada neonatus, bayi,
dan anak
139. Tata laksana spesialistik kejang demam
140. Tata laksana spesialistik keadaan yang menyerupai
epilepsi
141. Tata laksana spesialistik penyakit metabolik dan
degeneratif
142. Tata laksana spesialistik penyakit neurokutan
143. Tata laksana spesialistik penyakit neuromuskular
144. Tata laksana spesialistik nyeri kepala
145. Tata laksana spesialistik ensefalopati
146. Tata laksana spesialistik trauma kepala
147. Tata laksana spesialistik penyakit serebrovaskuler
148. Tata laksana spesialistik gangguan perkembangan khusus
149. Tata laksana spesialistik gangguan otonom
29
150. Tata laksana spesialistik malnutrisi energi protein
151. Tata laksana spesialistik failure to thrive
152. Tata laksana spesialistik obesitas pada anak dan remaja
153. Tata laksana spesialistik Obstructive S Tata laksana
spesialistikleep Apnea Syndrome (OSAS)
154. Tata laksana spesialistik kelainan metabolisme bawaan
155. Tata laksana spesialistik kelainan kulit pada anak
156. Tata laksana spesialistik kelainan mata pada anak
157. Tata laksana spesialistik kelainan/ gangguan psikologis-
psikiatris
Catatan :
- Memerlukan tanda bukti sertifikat untuk yang ditandai *)
- Memerlukan pendidikan sub-spesialisasi **)
32
33