MODERN
PENDAHULUAN
Kemajuan yang telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik sosial,
ekonomi, budaya dan polotik, mengharuskan individu untuk beradaptasi terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu
mampu melakukannya sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang menyimpan
banyak problem.
Berbicara masalah solusi, kini muncul kecendrungan masyarakat untuk mengikuti
kegiatan-kegiatan spiritual (tasawuf). Tasawuf sebagai inti ajaran islam muncul dengan memberi
solusi dan terapi bagi problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah yang maha
pencipta. Peluang dalam menangani problema ini semakin terbentang luas diera modern ini.
Tulisan ini berangkat dari sebuah fenomena sosial masyarakat yang kini hidup di era
modern, dengan perubahan sosial yang cepat dan komunikasi tanpa batas, dimana kehidupan
cenderung berorientasi pada materirialistik, hedonistik, skolaristik, dan rasionalistik dengan
kemajuan IPTEK di segala bidang. Mereka semakin kehilangan visi keilahian. Kondisi ini
ternyata tidak selamanya memberikan kenyamanan, tetapi justru melahirkan abad kecemasan.
Kemajuan ilmu dan teknologi hasil karya cipta manusia yang memberikan segala fasilitas
kemudahan, ternyata juga memberikan dampak berbagai problema psikologis bagi manusia itu
sendiri. Masyarakat modern kini sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sementara pemahaman keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering di tinggalkan dan hidup
dalam keadaan sekuler. Bagi masyarakat kita, kehidupan semacam ini sangat terasa di daerah-
daerah perkotaan yang saling bersaing dalam segala bidang. Sehingga kondisi tersebut memaksa
tiap individu untuk beradaptasi dengan cepat.
Keadaan yang seperti itu menjadikan spiritualitas dan akhlak harus lebih berperan dalam
menghadapi tantangan modernitas.
1[1] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf, (Jakarta : Erlangga, 2012), hlm. 43.
2[2] Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm. 11.
3[3] Yatim Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Alquran, (Pekan Baru : Amzah, 2006), hlm. 3.
4[4] Ibid, hlm. 3
B. PERJALANAN SPIRITUAL
Kebanyakan manusia lebih cenderung pada urusan dunia sehingga ia tidak begitu tergugah
hatinya untuk menelusuri perjalanan rohani atau spiritual. Manusia merasa tidak membutuhkan
sesuatu apapun selain materi karena ia merasa terpuaskan dengan kesenangan dunia yang
sejatinya hanyalah akan memperbudak dirinya. Padahal, rohani manusia sangatlah jauh lebih
fundamental dan tentu akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan yang jauh lebih tinggi dari
kebahagiaan duniawi. Manusia yang cenderung pada dunia materi, tentu materi akan menutupi
dirinya dari hakikat kebahagiaan sebenarnya.
6[6] Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, (Malang : UIN-
Malang Press, 2008), hlm. 13.
7[7] Al Ghozali, Ihya Ulumuddin, (Maktabah Syamilah, bab Bayanu haqiqoil kholqi wa sui al-kholqi, Juz
2), hlm. 253.
8[8] Moh. Toriquddin, Op.cit., hlm. 13.
Di zaman modern, dimana materi lebih sebagai orientasi dan pusat hidup yang utama,
kejernihan hati pun telah mulai sirna. Manusia bergerak semakin permisif dan norma kehidupan
kian melonggar. Oleh karena itu, hanya jalan spiritual inilah dapat sebagai jalan penjernihan hati
yang mampu mengatasi budaya modern yang kian menjauh dari nilai-nilai agama. Untuk
memberikan arahan manusia pada perjalanan spiritual, tentu sangat lazim bagi manusia untuk
mengenal terlebih dahulu arti perjalanan spiritual itu sendiri.
Perjalanan spiritual adalah salah satu bagian dari ilmu irfan ataupun tasawuf. Dalam
pandangan tasawuf ataupun irfan, manusia pesuluk adalah manusia yang dengan menapaki jalan-
jalan spiritual. Ia kembali ke tempat asalnya dengan kedekatan kepada-Nya serta mengabadikan
dirinya dengan kebersamaan dengan-Nya. Perjalanan spiritual ini sangatlah penting, dimana
manusia berupaya untuk mendekati Tuhan. Untuk itu, mendekati Tuhan itu tidaklah mudah,
manusia harus menyucikan dirinya dengan melepaskan roh dari kukungan materi. Banyak tahap-
tahap perjalanan spiritual yang ditawarkan oleh kaum sufi dimana manusia yang hendak
melakukan perjalanan spiritual haruslah mengikuti tahapan tersebut. Oleh karena itu, dalam
prosesnya, haruslah dilakukan dibawah bimbingan seorang pembimbing spiritual yang benar-
benar berpengalaman yang mungkin akrab dan sangat mengetahui prosedur perjalanan serta
pernah melewati sendiri semua tahap dalam perjalanan tersebut. Dikatakan demikian, karena
tanpa bimbingan seorang syaikh yang berpengalaman, sang salik bisa kehilangan jalan dan
tersesat.
Tarekat (thariqah)
Tarekat adalah jalan untuk menempuh tasawuf. Dalam pengertian lusa, yaitu pengalaman
syariat secara benar dan utuh. Tarikat tidak lebih dari penyempurnaan pengalaman syariat
secara utuh, sehingga syariat tak hanya sebagai ajaran yang teoritis, tetapi merupakan praktik
keagamaan yang dapat mengantarkan pemeluknya kepada kesempurnaan hidup.
Hakiki (haqiqah)
Haqiqah adalah kebenaran sejati. Hakikat merupakan puncak pencapaian setelah melalui tarekat
yang didahului dengan syariat. Jika dibandingkan dengan tarekat, tarekat adalah kulit dari
hakikat dan hakikat adalah isi. Hakikat menjadi tujuan pencapaian yang paling penting dalam
perjalanan spiritual.
2. Menemukan Pengalaman Rohani
Ketika perjalanan rohani salik telah mencapai tahap-tahap puncak. Melalui tahap ini, ia
akan menemukan pengalaman rohani yang unik, yang sebagiannya dapat diungkapkan pada
khalayak, sementara yang lain tidak karena keterbatasan bahasa untuk mengungkapkannya.
Akibat kesukaran pengungkapan itu, maka pada tahap ini sufi hanya bisa berdiam diri atau
mengatakan, Rasakan sendiri baru anda bisa mengerti. Tasawuf tahap ini disebut tashawwuf
nazhari (tasawuf teoritis) atau tashawwuf falsafi (tasawuf filosofis), dimana salik telah mencapai
pertemuan rohani dengan Tuhan, merasakan kehadiran Tuhan, dan mendapatkan pengalaman
rohani yang begitu kaya bersama-Nya. Manusia yang telah merasakan maqam demikian, ia akan
mengetahui hakikat kehidupan dan tentu ia akan jauh dari persepsi manusia yang selalu
memandang kehidupannya lebih pada urusan materi.
Adapun disisi lain, mengenai perjalanan spiritual, kaum sufi membagi dua tahap berbeda
dalam perjalanan spiritual:
Iradah (Kehendak dan Kemauan)
Tahap pertama dalam perjalanan spiritual disebut kaum arif sebagai iradah (kehendak dan
kemauan). Iradah bermakna munculnya hasrat dan keinginan yang kuat serta ingin berpegang
teguh pada jalan yang membimbing menuju kebenaran serta menstimulasi jwa untuk mencapai
tujuannya yang hakiki. Tahap pertama dalam perjalanan spiritual ini merupakan suatu dasar
seluruh struktur irfan. Ibnu Sina mendefinisikan iradah yakni kerinduan yang dirasakan manusia
tatkala serta ingin bersatu dengan kebenaran sehingga dia tidak lagi merasa kesepian dan tak
berdaya.
D. MASYARAKAT MODERN
Masyarakat modern terdiri dari dua kata yaitu masyarakat dan modern, Masyarakat adalah
suatu unit pergaulan hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat
dengan ikatan-ikatan aturan yang tentu).
Masyarakat modern adalah masyarakat yang telah mengikuti kemajuan zaman yang bertentangan
satu sama lain.
Sedangan kata modern di artikan yang terbaru, secara baru, mutakhir. Dengan demikian
secara harfiah masyarkat modern berarti suatu himpunan yang hidup bersama di suatu tempat
dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir.
Masyarakat modern dewasa ini tumbuh dari pengembangan kebudayaan Yunani Purba.
Kebudayaan Yunani Purba memang punya dasar pikiran yang rasional dan ilmiah yang
kemudian diolah dan dikembangkan oleh orang Eropa menjadi canggih dan melahirkan
kebudayaan barat yang modern.9[9] Masyarakat dan budaya modern yang berkembang dari
bangsa barat itu bertumpu kepada dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang keduanya
berinduk dari filasafat rasional ilmiah yang berasal dari yunani purba
Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) sama-
sama saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, mereka berbaur dalam suatu komunitas
yang dinamakan masyarakat. Pembaruan itu kemudian melahirkan tindakan yang digunakan dan
diakui oleh masyarakat secara umum sebagai suatu hal yang sangat positif, inilah yang nantinya
akan menghasilkan kebudayaan.
Pada perkembangan berikutnya manusia selalu berinteraksi satu dengan yang lainnya
mengakui perubahan sikap dan tingkah laku yang disebabkan adanya interaksi dalam hidup
bermasyarakat dan perubahan pada diri baik secara lahiriah yaitu dengan adanya perubahan
bentuk tubuh (pertumbuhan) maupun batiniah yaitu perubahan sikap dan tingkah laku yang
dipengaruhi oleh kebudayaan yang bersangkutan.
9[9] Simuh, Tasawuf dan Krisis, (Semarang : Pustaka Pelajar Offset, 2001), hlm. 3
kecenderungan berpikir rasional. Keempat, tumbuhnya sikap hidup materialistis, semua diukur
dengan nilai kebendaan dan ekonomi.10[10]
Budaya adalah suatu pola struktur kebiasaan yang menjadi ciri khas suatu masyarakat yang
memiliki kearifan tersendiri. Kearifan itu adalah kearifan lokal yang bisa jadi tidak dimiliki oleh
kelompok masyarakat duna lainnya. Hilangnya batas-batas budaya akibat globalisasi, di satu sisi
memang baik untuk memperkenalkan eksistensi suatu masyarakat. Namun di sisi lain, justru
akan menjadikan kearifan lokal menghilang, atau bahkan berubah kearah yang lebih buruk. Etika
dan estetika menjadi sirna akibat asimilasi dan adopsi budaya yang berlebihan, shingga
memunculkan degradasi moral. Contoh nyata dalam, hal ini, dimana masyarakat timur, yang
dahulu dikenal arif, santun dan beretika tinggi, kini tak beda lagi dengan masyarakat barat yang
liberalis.11[11]
Paham liberalisme menjadi ikon dunia modern saat ini. Liberalisme memungkinkan
terjadinya kebebasan bertindak.12[12] Berpikir rasional adalah salah satu bentuk pemkiran
filsafat. Istilah rasional diambil dari kata dasar ratio (latin) atau rationalism (inggris) yang berarti
akal budi.
Sedangkan rasionalisme dalam kamus ilmiah populer adalah pandangan bahwa akal
mempunyai kekuatan independen untuk mengetahui dan mengungkapkan prinsip-prinsip pokok
dari alam atau terhadap suatu kebenaran yang menurut logika berada sebelum pengalama.13[13]
Materialistis menjadikan masyarakat cenderung begitu kuat terhadap materi, maka segala sesuatu
akan diukur dengan materi atau bendawi, yang pada gilirannya akan menjadikan kepemilikan
terhadap materi dan ekonomi sebagai tujuan.
Profil masyarakat moden adalah masyarakat dengan budaaya industri. Yakni masayarakat
yang mengembangakan cara berpikir ilmiah. Karena masyarakat modern menurut S. Takdir
Alisyahbana dalam bukunya Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan
Umat Manusia. Dikatakan lahir dari refolusi ilmu. Revolusi ilmu melahirkan revolusi teknologi.
Revolusi teknologi melahirkan melahirkan revolusi industri. Revolusi industri melahirkan
13[13] Pius dan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta : Arkola, 1994), hlm. 653-654.
revolusi perdagangan dan revolusi komunikasi. Maka profil masyarakat modern akan didominasi
kebudayaan modern atau yang sering pula disebut kebudayaan industri.14[14]
Manusia modern idealnya adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan
berbagai teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dengan kecerdasan dan
bantuan teknologi, manusia modern mestinya lebih bijak dan arif, tetapi dalam kenyataanya
banyak manusia yang kualitas kemanusiannya lebih rendah dibandingkan kemajuan berfikir dan
teknologi yang dicapa. Akibat dari ketidakseimbangan ini kemudian menimbulkan gangguan
kejiwaanya. Celakannya lagi, penggunaan alat traportasi dan alat komunikasi modern
menyebabkan manusia hidup dalam pengaruh global dan dikehendaki oleh arus. Informasi
global, padahal kesiapan mental manusia secara individu bahkan secara etnis tidaklah sama.
F. PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN
Proses modernisasi, yang dijalankan oleh dunia barat sejak zaman renaissance, disamping
membawa dampak positif, juga telah menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya,
modernisasi telah membawa kemudahan-kemudahan dalam kehidupan manusia. Sementara
dampak negatifnya, modernisasi telah menimbulkan krisis makna hidup, kehampaan spiritual
dan tersingkirnya agama dalam kehidupan manusia.15[15]
Manusia modern memperlakukan alam sama dengan pelacur, mereka menikmati dan
mengekploitasi kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan tanggungjawab apapun. Inilah yang
menciptakan berbagai krisis dunia modern, tidak hanya krisisi dalam kehidupan spiritual tapi
juga dalam kehidupan sosial sehari-hari.16[16]
Problem paling akut yang dihadapi manusia modern, tidak muncul dari situasi
pembangunan yang terbelakang, tapi justru dari pembangunan yang berlebihan. Manusia modern
yang memberontak melawan tuhan, telah menciptakan sebuah sains yang tidak berlandaskan
cahaya intellec jadi berbeda dengan yang kita saksikan didalam sain-sains Islam tradisional-
tetapi berdasarkan kekuatan akal (rasio)manusia semata untuk memperoleh data melalui
indera.17[17]
Abdullah, Yatim. Studi Akhlak dalam Perspektif Alquran. Pekan Baru : Amzah. 2006.
Al-Barry. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta : Arkola. 1994.
Al Ghozali, Ihya Ulumuddin. Maktabah Syamilah.
Mustofa. Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia. 1997.
Simuh. Tasawuf dan Krisis. Semarang : Pustaka Pelajar Offset. 2001.
Syukur, Amin. Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf. Jakarta : Erlangga. 2012.
Toriquddin, Moh. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. Malang : UIN-
Malang Press. 2008.