Modul 7
Modul 7
HIDROLIKA SUNGAI
Kelompok/Shift : III/10.30-11.30
Sungai merupakan bagian penting pada sistem perairan bumi. Sungai merupakan
pembentuk permukaan bumi, yang membawa air dari darat ke laut dalam jumlah yang
besar. Sungai juga mengalirkan limbah dari perumahan, industri dan pertanian. Sumber
aliran sungai pada mulanya berupa air yang jernih. Pada saat mengalir ke hilir, sungai
akan membawa partikel-partikel tanah dan batuan yang disebut endapan. Aliran sungai ini
kemudian akan menyebabkan pengikisan pada penampang sungai. (Nestor, 2010)
Pada umumnya, sistem perairan sungai terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut.
Gambar 3.1 Bagian-bagian Sungai
2. Saluran (Channel)
Bentuk saluran sungai bergantung dari berapa banyak dan berapa lama air yang
mengalir, bagaimana jenis tanah dan jenis batuan permukaan, dan vegetasi apa saja yang
dilalui. Saluran sungai akan terus berubah sepanjang waktu. Belokan-belokan pada saluran
(meander) disebabkan karena adanya pengikisan saluran pada tikungan sehingga aliran
menjadi membelok.
3. Tepian (riverbank)
Permukaan tanah yang berada di sisi sungai disebut tepian sungai. Pepohonan dan
vegetasi lainnya di tepian sungai biasa disebut sebagai zona riparian. Zona ini
merupakan daerah kaya nutrisi, yang menjadi habitat bagi satwa. Daerah ini juga
memberikan perlindungan pada tanah terhadap erosi saat banjir dan menyaring polusi dari
perkotaan.
4. Dataran Banjir (Floodplains)
Dataran banjir merupakan daerah datar di sebelah sungai, danau dan perairan pesisir
yang secara akan terendam air secara berkala ketika banjir. Dataran banjir menyerap air
luapan sungai sehingga tidak mengalir ke hilir dan mencegah terjadinya banjir dari
limpasan air ke permukiman di hilir sungai.
Sungai terbentuk secara alami sesuai dengan topografi, geologi dan hidrologi
kondisi daerah setempat. Dalam perkembangannya, pengaruh demografi, sosial dan
budaya dari penduduk lokal sering membawa dampak terhadap kondisi fisik sungai.
Indonesia memiliki beberapa kondisi topografi, geologi dan hidrologi di seluruh
wilayahnya. Hasil kondisi tersebut di beberapa jenis sungai, dengan fitur dan
karakteristik mereka berbeda dari satu sama lain.
Jenis sungai terbagi menjadi 5 sungai yaitu sungai pasang surut (tidal rivers),
sungai non pasang surut (nontidal rivers), sungai kering (dry rivers), sungai dengan aliran
debris (debris flow rivers) dan sungai bawah tanah (underground rivers). (Sukardi, 2013).
Pengukuran debit dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan debit sesaat. Data
pengukuran debit yang diperoleh dari suatu pos duga air pada kondisi muka air rendah,
sedang dan tinggi selanjutnya digunakan untuk pembuatan grafik hubungan antara tinggi
muka air dengan debit (Rating curve). Penggunaan metode, peralatan dan pemilihan lokasi
pengukuran sangat berpengaruh pada kualitas data pengukuran.
Ada beberapa metode pengukuran debit yang sering digunakan, baik pengukuran
langsung maupun pengukuran tidak langsung, demikian pula peralatan yang digunakan.
Pelaksanaan pengukuran debit aliran saluran sungai dan saluran terbuka ini merupakan
cara langsung menggunakan alat ukur arus dan pelampung. Penggabungan panduan ini
disusun untuk memberikan acuan kepada para pengguna tentang tata cara pengukuran
debit sungai dan saluran terbuka dengan alat ukur arus tipe baling-baling dan pelampung.
Tata cara pengukuran debit aliran sungai dan saluran terbuka ini diatur dalam SNI
8066:2015, meliputi cara pengukura, peralatan dan sarana penunjang serta persyaratan
teknis dan nonteknis dalam pelaksanaan pengukuran debit aliran sungai dan saluran
terbuka yang telah lazim digunakan di Indonesia. Jenis alat ukur yang dibahas dalam tata
cara ini adalah alat ukur kecepatan aliran tipe baling-baling, pelampung permukaan dan
alat ukur penampang basah.
Dalam aliran yang luas, cepat dan dangkal atau dalam saluran yang sangat
halus, kecepatan maksimum mungkin sering ditemukan pada permukaan bebas.
Kekasaran saluran akan menyebabkan kelengkungan kurva distribusi kecepatan
vertikal meningkat. Di tikungan, kecepatan meningkat sangat besar di sisi luar
cembung, hal ini diakibatkan oleh adanya gaya sentrifugal dari aliran tersebut.
Bertentangan dengan keyakinan umum, angin permukaan memiliki sedikit efek pada
distribusi kecepatan.
Segmen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
titik segmen ABC CDE EFG GHI IJK KLM MNO OPQ QRS STU UVW WXY YZAa
titik tengah segmen B D F H J L N P R T V X Z
lebar segmen (x, m) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
kedalaman sisi kiri (Di, m) 0,07 0,34 0,54 0,5 0,59 0,49 0,55 0,53 0,55 0,38 0,78 0,79 0,48
kedalaman sisi kanan (Dii, m) 0,31 0,54 0,5 0,59 0,49 0,55 0,53 0,55 0,38 0,78 0,79 0,48 0,39
kedalaman titik tengah segmen (H, m) 0,2 0,48 0,5 0,5 0,49 0,49 0,51 0,55 0,47 0,72 0,79 0,75 0,45
0.2 H 0,04 0,096 0,1 0,1 0,098 0,098 0,102 0,11 0,094 0,144 0,158 0,15 0,09
0.6 H 0,12 0,288 0,3 0,3 0,294 0,294 0,306 0,33 0,282 0,432 0,474 0,45 0,27
0.8 H 0,16 0,384 0,4 0,4 0,392 0,392 0,408 0,44 0,376 0,576 0,632 0,6 0,36
S (m) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Vp (m/s)
waktu (detik) 0,0000 16,6533 4,5633 3,3167 3,0867 3,2267 2,7567 2,5100 2,7033 2,8600 3,2167 5,0467 7,9600
B. Pengolahan
Untuk mendapatkan variabel-variabel yang akan ditentukan, dilakukan pengolahan
data terhadap data awal sesuai tahapan sebagai berikut. Pengolahan data ini menggunakan
data variabel 0.2H (atau variabel lainnya pada perhitungan pertama). Tahapan dilakukan pada
seluruh variabel 0.6H dan 0.8H, pada setiap segmennya.
1. Menghitung kecepatan putaran propeller (N)
R 0
N= = = 0 rps
t 30
2. Menghitung kecepatan tiap kedalaman tertentu dari dasar (Vh)
0,65 = (0,2085 ) + 0,030
0,65 10,16 = (0,2455 ) + 0,006
Data N hasil perhitungan berada pada rentang 0-1,5, dengan demikian digunakan
rumus konversi pertama.
h = (0,2085 0) + 0,030
h = 0,030 m/s
3. Menghitung kecepatan rata-rata tiap segmen (vri)
.0,2 + 0,8 1
. = ( + . 0,6) . . = 0,0370 /
2 2
5. Menghitung v1
.0,2 + 0,8 0,03 +0,0439
= = = , /
2 2
6. Menghitung eror
1 0,0370 0,0370
1 = .100% = .100% = 0 %
0,0370
0.6 0,0370 0,0370
2 = .100% = .100% = 0 %
0,0370
= = ,
=1
Segmen (i) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Titik segmen ABC CDE EFG GHI IJK KLM MNO OPQ QRS STU UVW WXY YZAa
Titik tengah segmen B D F H J L N P R T V X Z
Lebar segmen (x, m) 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000
Jarak ke titik tengah segmen (xh, m) 0,5000 1,5000 2,5000 3,5000 4,5000 5,5000 6,5000 0,5000 1,5000 2,5000 3,5000 4,5000 5,5000
Kedalaman sisi kiri (Di, m) 0,0700 0,3400 0,5400 0,5000 0,5900 0,4900 0,5500 0,5300 0,5500 0,3800 0,7800 0,7900 0,4800
Kedalaman sisi kanan (Dii, m) 0,3100 0,5400 0,5000 0,5900 0,4900 0,5500 0,5300 0,5500 0,3800 0,7800 0,7900 0,4800 0,3900
Kedalaman di titik tengah (H, m) 0,2000 0,4800 0,5000 0,5000 0,4900 0,4900 0,5100 0,5500 0,4700 0,7200 0,7900 0,7500 0,4500
0,2H 0,0400 0,0960 0,1000 0,1000 0,0980 0,0980 0,1020 0,1100 0,0940 0,1440 0,1580 0,1500 0,0900
0,6H 0,1200 0,2880 0,3000 0,3000 0,2940 0,2940 0,3060 0,3300 0,2820 0,4320 0,4740 0,4500 0,2700
0,8H 0,1600 0,3840 0,4000 0,4000 0,3920 0,3920 0,4080 0,4400 0,3760 0,5760 0,6320 0,6000 0,3600
m (m) 1,0284 1,0198 1,0008 1,0040 1,0050 1,0018 1,0002 1,0002 1,0143 1,0770 1,0000 1,0469 1,0040
A (m2) 0,1900 0,4400 0,5200 0,5450 0,5400 0,5200 0,5400 0,5400 0,4650 0,5800 0,7850 0,6350 0,4350
N0,2H (rps) 0,0000 1,9000 1,7333 1,9000 2,0000 2,0333 1,9667 2,0000 1,8667 1,6000 1,6333 0,5333 0,1333
N0,6H (rps) 0,0333 1,7000 1,6000 1,4667 1,6333 1,7000 1,7667 1,0000 1,4000 1,2333 1,2000 0,5667 0,4333
N0,8H (rps) 0,0667 1,2333 0,0000 0,0000 0,5667 1,6333 0,0000 0,4000 1,2000 1,0333 0,0000 0,0000 0,0000
Vp (m/s) 0,0000 0,0600 0,2191 0,3015 0,3240 0,3099 0,3628 0,3984 0,3699 0,3497 0,3109 0,1982 0,1256
V0,2H (m/s) 0,0060 0,4725 0,4315 0,4725 0,4970 0,5052 0,4888 0,4970 0,4643 0,3988 0,4070 0,1369 0,0387
V0,6H (m/s) 0,0142 0,4234 0,3988 0,3661 0,4070 0,4234 0,4397 0,2515 0,3497 0,3088 0,3006 0,1451 0,1124
V0,8H (m/s) 0,0224 0,3088 0,0060 0,0060 0,1451 0,4070 0,0060 0,1042 0,3006 0,2597 0,0060 0,0060 0,0060
Vr (m/s) 0,0142 0,4070 0,3088 0,3026 0,3640 0,4397 0,3436 0,2761 0,3661 0,3190 0,2535 0,1083 0,0674
Er1 (%) 0,0000 4,0215 29,1520 20,9555 11,8022 3,7221 27,9874 8,8933 4,4710 3,2065 18,5584 34,0054 66,8027
Er2 (%) 0,0000 4,0215 29,1520 20,9555 11,8022 3,7221 27,9874 8,8933 4,4710 3,2065 18,5584 34,0054 66,8027
Qsegmen (m^3/s) 0,0027 0,1791 0,1606 0,1649 0,1966 0,2287 0,1855 0,1491 0,1702 0,1850 0,1990 0,0688 0,0293
Qtotal (m^3/s) 1,9194
Atotal (m^2) 6,7350
m total (m) 13,2026
Rh (m) 0,5101
V. Analisis
A. Analisis A
1. Analisis Cara Kerja
Pada praktikum ini dilakukan pengukuran kedalaman dan kecepatan aliran
sungai untuk sebagai data awal perhitungan variabel-variabel yang akan dicari.
Sebelum memulai pengambilan data, dilakukan analisis terhadap lokasi dan kondisi
sungai, seperti pengukuran suhu awal dan suhu akhir dan koordinat sungai. Tidak
dilakukan perhitungan massa jenis sungai pada percobaan ini, karena data massa jenis
tidak dibutuhkan sebagai data awal untuk menghitung variabel-variabel yang akan
dicari. Namun demikian, tidak seperti pengukuran massa jenis saat percobaan di
laboratorium, suhu awal dan suhu akhir dari hasil pengukuran di lokasi tidak dapat
digunakan untuk menentukan massa jenis air sungai. Hal ini dikarenakan air sungai
tidak hanya terdiri dari air tetapi terdiri dari berbagai jenis fluida dan senyawa-
senyawa terlarut lainnya. Dengan demikian, massa jenis bergantung dengan senyawa
apa saja yang ada di sungai tersebut bukan dari suhu air. Variabel-variabel yang
diukur saat pengambilan data hanya dilakukan satu kali untuk mempersingkat waktu,
tidak seperti pengambilan data di laboratorium yang dilakukan dengan tiga kali
pengulangan (triplo), dengan demikian besar kemungkinan memperoleh galat yang
cukup tinggi pada hasil perhitungan praktikum ini.
Sungai dibagi menjadi 13 segmen yang masing-masing segmennya selebar 1
meter. Kedalaman pada tiap segmen diukur dengan melakukan pengukuran terhadap
sisi kanan, tengah dan kiri segmen. Kemudian dilakukan lagi perhitungan 0.2, 0.6 dan
0.8 kali dari kedalaman tengah segmen, sehingga diperoleh data kedalaman sungai
pada tiap 0.5 meter dari 13 meter lebar sungai. Pengukuran kedalaman sungai
menurut modul dilakukan dari dasar ke permukaan sungai, namun jika melihat SNI
8066, pengukuran sungai dilakukan dari permukaan sungai ke dasar sungai, sehingga
pengukuran kedalaman pada 0.2H, 0.6H dan 0.8H ini disesuaikan dengan SNI 8066.
Kecepatan aliran dilakukan dengan 2 metode yaitu velocity area method dan
Flow area method. Velocity area method dilakukan dengan mengukur kecepatan pada
tiap kedalaman 0.2H, 0.6H dan 0.8H dengan menggunakan propeller. Propeller ini
ditenggelamkan pada kedalaman tertentu, dan baling-baling akan berputar seiring
aliran sungai. Putaran baling-baling dihitung dengan current meter yang terhubung
dengan baling-baling. Current meter akan menunjukkan nilai putaran baling-baling
per satuan waktu. Dalam percobaan ini digunakan waktu 30 detik. Dari data jumlah
putaran tersebut akan diperoleh nilai kecepatan aliran air dengan menggunakan rumus
tertentu.
Flow area method dilakukan dengan menghitung kecepatan pada permukaan
sungai. Kecepatan aliran diperoleh dengan mengukur waktu perpindahan benda
terapung yang dihanyutkan di permukaan sungai pada jarak tertentu. Percobaan ini
menggunakan bola pingpong yang diikat dengan tali sepanjang 1 meter. Perhitungan
waktu menggunakan stopwatch dan dilakukan pada tiap segmen (per 1 meter). Dari
data waktu perpindahan bola pingpong, akan diperoleh nilai kecepatan aliran di
permukaan dengan membagi jarak 1 meter dengan waktu hasil pengukuran.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil pengamatan berupa
variabel-variabel yang dapat dianalisis hubungannya. Hubungan antarvariabel tersebut
yaitu kedalaman terhadap jarak, kecepatan terhadap kedalaman tiap segmen,
kecepatan aktual terhadap bentang sungai dan kontur kecepatan aliran sungai
Dari data pengukuran kedalaman pada sungai, diperoleh kedalaman tiap 0.5
meter. Data ini kemudian dinyatakan dengan grafik kedalaman sungai terhadap lebar
sungai. Grafik ini akan membentuk profil atau bentuk penampang melintang sungai
sebagai berikut.
2. Analisis Grafik
a. Grafik Penampang Melintang Sampel Sungai Cikapundung
Dari data pengukuran kedalaman pada sungai, diperoleh kedalaman tiap 0.5
meter. Data ini kemudian dinyatakan dengan grafik kedalaman sungai terhadap lebar
sungai. Grafik ini akan membentuk profil atau bentuk penampang melintang sungai
sebagai berikut.
B. Analisis B
VI. Kesimpulan
1. Penampang melintang sungai semakin ke tengah semakin dalam, dan terdapat batu
pada segmen 5 yang ditunjukkan dengan gambar berikut ini.