Anda di halaman 1dari 107

ANALISIS RISIKO USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER

DENGAN POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KOTA


SAWAHLUNTO/KAB. SIJUNJUNG

PRIMALIA ARWITA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko Usaha
Peternakan Ayam Broiler Dengan Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota
Sawahlunto/Kab. Sijunjung adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Primalia Arwita
NIM H34114018

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK

PRIMALIA ARWITA. Analisis Risiko Usaha Peternakan Ayam Broiler Dengan


Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Sawahlunto/Kab. Sijunjung. Dibimbing oleh
JUNIAR ATMAKUSUMA.
Salah satu komoditas peternakan yang banyak dibudidayakan oleh peternak
adalah ayam broiler. Proses budidaya ayam broiler memiliki waktu budidaya
lebih singkat dibandingkan komoditas peternakan lainnya. Budidaya ayam broiler
tidak terlepas dari adanya risiko usaha. Risiko yang paling sering ditemukan
adalah risiko produksi dan risiko harga. Pada peternak plasma risiko produksi
merupakan salah satu risiko yang cukup tinggi sedangkan pada peternak mandiri
risiko harga merupakan risiko yang berpengaruh besar terhadap pendapatan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sumber risiko yang mempengaruhi
pendapatan peternak, pengaruh risiko produksi dan risiko harga terhadap
pendapatan peternak, menganalisis pengaruh pola kemitraan, serta menganalisis
alternatif strategi yang tepat untuk mengatasi risiko yang ada. Metode yang
digunakan adalah analisis risiko, analisis pendapatan, dan analisis imbangan
penerimaan (Rasio R/C). Hasil perbandingan pendapatan antara peternak plasma
dan mandiri yaitu Rp 58 618 500 dan nilai R/C Rasio yang diterima peternak
mandiri adalah 1.16. Sedangkan pada periode ini peternak plasma mengalami
kerugian sebesar Rp -4 465 900 dan R/C Rasio sebesar 0.73.

Kata Kunci : Analisis Pendapatan , Analisis Risiko, Kemitraan, Mandiri

ABSTRACT

PRIMALIA ARWITA. Risk Analysis of Broiler Chicken Business with the


Partnership and Independently in Sawahlunto City/Sijunjung Regency. Supervised
by JUNIAR ATMAKUSUMA.
One commodity that many farms are cultivated by breeders of broiler
chickens. Broiler breeding process has a shorter culture period than other farm
commodities. Broiler chicken farming is inseparable from the existence of
business risks. The most common risk is the risk of production and price risk. On-
farm production of plasma risk is one risk is quite high, while the independent
farm price risk is the risk that a major effect on earnings. This study aims to
analyze the sources of risk that affecting farmers income, the effect of production
risk and price risk to the farmers, analyzing the influence of a partnership, as well
analyzing alternative strategies appropriate to address existing risks. The method
used is a risk analysis, revenue analysis and analysis of the revenue balance (R/C
Ratio). The comparison of income between farmers and the plasma independent
of Rp 58 618 500 and the value of R/C Ratio of the received independent farmers
is 1.16. while in this period plasma farmers suffered losses of Rp -4 465 900 and
R/C Ratio of 0.73.

Keywords : Revenue Analysis, Risk Analysis, Independent, Partnership


ANALISIS RISIKO USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER
DENGAN POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KOTA
SAWAHLUNTO/KAB. SIJUNJUNG

PRIMALIA ARWITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Risiko Usaha Peternakan Ayam Broiler Dengan Pola
Kemitraan Dan Mandiri Di Kota Sawahlunto/Kab. Sijunjung
Nama : Primalia Arwita
NIM : H34114018

Disetujui oleh

Ir Juniar Atmakusuma, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Analisis Risiko Usaha Peternakan Ayam Broiler Dengan Pola Kemitraan
Dan Mandiri Di Kota Sawahlunto/Kab. Sijunjung. Shalawat dan salam semoga
selalu tetap tercurahkan kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW, beserta
sahabatnya, keluarganya, serta pengikutnya hingga akhir masa.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis risiko-risiko apa yang dihadapi
dalam usaha peternakan ayam broiler. Penelitian ini penting dilakukan untuk
melihat sumber-sumber risiko yang berpengaruh pada pendapatan peternak
sehingga dapat merekomendasikan alternatif strategi kepada peternak.
Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini merupakan hasil optimal yang telah dilakukan penulis. Penulis
menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna karena berbagai
keterbatasan. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Bogor, September 2013

Primalia Arwita
NIM H34114018
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii


DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 7
Ruang lingkup Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 8
Peternakan Ayam Broiler 8
Sumber-Sumber Risiko dalam Peternakan Ayam Broiler 11
Pola Kemitraan 12
Analisis Risiko 12
Analisis Pendapatan 13
KERANGKA PEMIKIRAN 14
Kerangka Pemikiran Teoritis 14
Konsep Risiko 14
Analisis Risiko 15
Kategori Risiko 16
Manajemen Risiko 17
Penilaian Risiko Bisnis 19
Pola Kemitraan dalam Agribisnis 20
Kerangka Operasional 21
METODE PENELITIAN 23
Lokasi dan Waktu 23
Jenis dan Sumber Data 23
Metode Pengumpulan Data 23
Metode Analisis Data 24
Analisis Deskriptif 25
Analisis Risiko 26
Analisis Pendapatan 30
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) 30
HASIL DAN PEMBAHASAN 31
Gambaran Umum Peternakan Plasma Ayam Broiler 31
Proses Produksi Peternakan Plasma 34
Gambaran Umum Peternakan Mandiri Ayam Broiler 41
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Pada PeternakPlasma 44
Risiko Harga 45
Risiko Produksi 47
Analisis Pendapatan Bersih Peternak Plasma 51
Analisis Risiko Pendapatan Peternak Plasma 58
Analisis Risiko Produksi Berdasarkan IP 61
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Pada Peternak Mandiri 65
Risiko Harga 65
Risiko Produksi 65
Analisis Pendapatan Bersih Peternak Mandiri 65
Analisis Risiko Pendapatan Peternak Mandiri 66
Analisis Probabilitas Risiko Produksi Peternak Plasma dan Peternak
Mandiri 67
Analisis Perbandingan Biaya Produksi Dan Pendapatan Peternak Plasma
dan Peternak Mandiri 69
Analisis Manajemen Pengelolaan Risiko Pada Peternak Plasma dan Peternak
Mandiri 70
Alternatif Strategi Penanganan Risiko Usaha Pada Peternak Plasma 71
Alternatif Strategi Penanganan Risiko Usaha Pada Peternak Mandiri 72
SIMPULAN DAN SARAN 73
Simpulan 73
Saran 74
DAFTAR PUSTAKA 74
DAFTAR TABEL

1 Konsumsi produk peternakan per kapita per tahun 2009-2011 di Indonesia 1


2 Tingkat kematian pada ayam broiler berdasarkan umur 2
3 Jumlah populasi ayam pedaging tahun 2008-2012 di Sumatera Barat 3
4 Populasi ternak unggas tahun 2009-2011 Kota Sawahlunto/Kab. Sijunjung
(ekor) 3
5 Produksi ayam broiler pada peternakan ayam broiler bermitra 5
6 Fluktuasi harga DOC dan harga pakan 6
7 Pengaruh kepadatan ruang terhadap berat badan dan mortalitas ayam broiler 9
8 Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian 14
9 Proses pengolahan data 24
10 Data peternak mandiri di Kota Sawahlunto/Kab. Sijunjung 41
11 Waktu produksi peternakan plasma ayam broiler 45
12 Tingkat mortalitas ayam broiler pada peternakan plasma 49
13 Feed Convertion Ratio (FCR) peternak plasma 50
14 Biaya produksi peternakan plasma 52
15 Kontribusi biaya produksi peternak plasma 53
16 Penerimaan peternak plasma 54
17 Pendapatan bersih yang diterima peternak plasma 55
18 Pendapatan bersih yang diterima peternak plasma dengan melakukan
kemitraan 56
19 Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) peternak plasma 57
20 Expected Return peternak plasma 58
21 Nilai ragam usaha peternak plasma 59
22 Indeks Prestasi (IP) produksi aktual 61
23 Indeks Prestasi (IP) produksi standar 62
24 Penyimpangan (selisih) Indeks Prestasi peternak plasma terhadap Indeks
Prestasi standar 63
25 Perhitungan risiko metode Z-Score 64
26 Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) peternak mandiri 66
27 Expected return peternak mandiri 66
28 Analisis risiko pendapatan peternak mandiri 67
29 Jumlah kematian ayam broiler berdasarkan sumber-sumber risiko 68
30 Hasil analisis probabilitas sumber-sumber risiko produksi 69
31 Perbandingan biaya dan pendapatan peternak plasma dan peternak mandiri 70
DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan risiko dengan return 16


2 Proses pengelolaan risiko 17
3 Alur kerangka pemikiran operasional 22
4 Kandang ayam broiler peternak plasma 32
5 Struktur Organisasi 33
6 Kegiatan panen pada peternakan plasma 40
7 Alur pemasaran peternak mandiri 43
8 Fluktuasi harga DOC dan harga pakan pada peternakan plasma 46
9 Fluktuasi biaya obat-obatan peternakan plasma 46
10 Fluktuasi harga jual ayam peternakan plasma 47
11 Fluktuasi pendapatan bersih peternakan plasma 57

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lampiran kerjasama kemitraan 76


2 Harga kontrak 82
3 Analisis biaya produksi dan pendapatan peternak mandiri 84
4 Analisis perbandingan biaya produksi peternak plasma dan peternak
mandiri 91
5 Analisis perbandingan pendapatan peternak plasma dan peternak mandiri 92
6 Dokumentasi 93
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian


Indonesia adalah sektor pertanian dimana sebagian besar mata pencaharian
penduduk Indonesia adalah di sektor ini. Sektor pertanian ikut memberi
sumbangsih bagi sektor lainnya, yaitu sektor industri dimana sebagian besar
bahan baku yang digunakan berasal dari produk pertanian. Sektor pertanian di
Indonesia terdiri dari empat subsektor, yaitu subsektor tanaman pangan, tanaman
perkebunan, hortikultura dan subsektor peternakan. Salah satu subsektor
pertanian yang potensial untuk dikembangkan adalah subsektor peternakan.
Subsektor peternakan telah memberi kontribusi terhadap pendapatan asli
daerah, menyerap tenaga kerja, menambah produktivitas masyarakat dan tentu
saja hasil utamanya berupa daging yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat
dengan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan daging dapat dilihat dari
jumlah konsumsi daging segar. Jumlah konsumsi produk peternakan perkapita di
Indonesia disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Konsumsi produk peternakan per kapita per tahun 2009-2011 di Indonesia
Tahun (kg/kapita/tahun)
No. Komoditi Daging Segar
2009 2010 2011
1 Sapi 0.313 0.365 0.417
2 Kerbau 0.000 0.000 0.000
3 Kambing 0.000 0.000 0.052
4 Babi 0.209 0.209 0.261
5 Ayam ras 3.076 3.546 3.650
6 Ayam kampung 0.521 0.626 0.626
7 Unggas lainnya 0.052 0.052 0.052
8 Daging lainnya 0.052 0.052 0.052
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2012)

Tabel 1 dapat dilihat peningkatan konsumsi komoditi daging tiap tahunnya.


Konsumsi komoditi daging ayam ras atau broiler kg/kapita/tahun sangat tinggi
dibandingkan komoditi daging segar lainnya. Konsumsi daging ayam broiler pada
tahun 2011 sebesar 3.65 kg/kapita/tahun, sedangkan rata-rata untuk konsumsi
komoditi daging segar lainnya cukup kecil yaitu kurang dari 0.65 kg/kapita/tahun.
Peternakan yang merupakan salah satu bagian dari subsektor agribisnis
yang produknya memiliki karakteristik seperti bergantung terhadap alam, mudah
rusak, membutuhkan tempat. Jadi dalam usaha peternakan sangat rentan terhadap
risiko karena yang menjadi komoditi usaha adalah makhluk hidup. Menjalankan
usaha yang berkaitan dengan peternakan terdapat beberapa risiko yang akan
dihadapi oleh peternak. Adapun bentuk risiko yang akan dialami pada bisnis
peternakan seperti produk yang dihasilkan rawan terhadap penyakit, seperti
peternakan unggas terserang oleh flu burung, peternakan sapi terserang oleh
penyakit sapi gila. Selain itu ternak membutuhkan perawatan yang intensif dan
harus dilakukan secara berkala, yaitu termasuk dengan mengundang dokter hewan
2

atau orang yang ahli dalam bidang peternakan untuk mengecek agar hewan ternak
selalu dalam keadaan baik untuk dijual dan dikonsumsi. Risiko selanjutnya dalam
peternakan unggas yaitu kualitas dan mutu bibit ternak serta komoditi yang rawan
terhadap penyakit sehingga mempengaruhi hasil perkembangan ternak kedepan
serta harga jualnya di pasaran.
Salah satu produk peternakan yaitu ayam broiler yang diminati oleh
peternak karena proses pembudidayaannya lebih singkat dibandingkan dengan
ternak sapi, domba, kambing yang hasil utamanya juga berupa daging. Selain itu
dapat juga dilihat minat masyarakat terhadap ayam lebih tinggi dibandingkan
ternak unggas lainnya seperti itik dan burung. Banyaknya daging olahan yang
berasal dari ayam seperti nugget, sosis dan lain-lain sehingga dapat
mempengaruhi permintaan terhadap daging ayam meningkat tiap tahunnya.
Risiko yang sering ditemukan dalam usaha ternak ayam broiler ini adalah
risiko produksi, risiko pasar atau harga dan risiko kebijakan. Pada risiko produksi
dilihat dari tingkat kematian yang disebabkan berbagai sumber.Tingkat kematian
tinggi terutama terjadi pada minggu pertama pemeliharaan. Angka kematian bisa
dilihat sejak umur 1 3 hari. Pada 7 hari pertamasistem imunitas ayam pada
berbagai penyakit dibentuk, yang nantinya akan menentukan tingkat mortalitas
ayam broiler. Jika pada 7 hari pertama sistem imun pada ayam broiler muda tidak
terbentuk sempurna maka daya hidupnya akan rendah, dan angka mortalitas akan
tinggi1. Berikut disajikan pada Tabel 2 data tingkat kematian standar pada ayam
broiler berdasarkan umur.

Tabel 2 Tingkat kematian pada ayam broiler berdasarkan umur


Umur (hari) % Kematian
17 1.2
8 14 0.8
15 21 0.5
22 28 0.5
29 35 0.5
36 42 0.5
Sumber : PT. Minang Ternak Sejahtera

Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat
dijual, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan lain-lain. Sementara itu
risiko harga yang ditimbulkan adalah berfluktuasinya harga input (bibit DOC,
pakan, obat-obatan) dan harga jual ayam. Risiko yang ditimbulkan oleh
kebijakan-kebijakan antara lain adanya kebijakan-kebijakan tertentu dari
pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha.
Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan potensi
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang melimpah. Perkembangan
populasi ternak di Sumatera Barat semakin meningkat seiring dengan

1
Tujuh Hari Pertama untuk Memaksimalkan Bobot Panen AyamBroiler.
http://www.pasarpetani.com/2013/04/tujuh-hari-pertama-untuk-memaksimalkan.html. (Diakses 18
Agustus 2013).
3

meningkatnya pertumbuhan penduduk Sumatera Barat. Berikut dapat dilihat pada


Tabel 3 jumlah populasi ayam pedaging tahun 2008-2012 di Sumatera Barat.

Tabel 3 Jumlah populasi ayam pedaging tahun 2008-2012 di Sumatera Barat


Tahun Jumlah populasi (ekor)
2008 14 202 592
2009 13 495 318
2010 14 946 984
2011 15 117 321
2012 15 247 418
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2012)

Tabel 3 menunjukkan pada tahun 2009 terjadi penurunan jumlah populasi


ayam pedaging di Sumatera Barat karena merebaknya kasus flu burung di
beberapa daerah di Sumatera Barat. Pada tahun 2010 hingga 2012 populasi ayam
pedaging kembali meningkat di Sumatera Barat, hal ini disebabkan karena mulai
berkembangnya perusahaan besar yang bergerak di bidang pembibitan ayam
broiler di Sumatera Barat. Salah satu Kota dan Kabupaten di Sumatera Barat
yaitu Kota Sawahlunto/Kab.Sijunjung merupakan kota kecil yang memiliki
potensi kekayaan alam yang besar seperti pertambangan, pertanian dan
peternakan. Dalam beberapa tahun terakhir jumlah populasi ternak unggas di
Kota Sawahlunto/Kab. Sijunjung mengalami fluktuasi. Berdasarkan data dari
Direktorat Jenderal Peternakan (2012) populasi dan produksi ayam broiler di Kota
Sawahlunto/Kab. Sawahlunto Sijunjung Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat
pada Tabel 4.

Tabel 4 Populasi ternak unggas tahun 2009-2011 Kota Sawahlunto/Kab.


Sijunjung (ekor)
Ternak Unggas 2009 2010 2011
Ayam kampung 192 018 335 543 249 095
Ayam Ras Pedaging 236 474 271 643 322 981
Itik 32 359 30 055 34 601
Sumber: 1 Badan Pusat Statistik (2012)
2
Data Statistik Peternakan (2012)

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari tahun 2009 ke tahun 2011 mengalami


peningkatan jumlah populasi ternak unggas. Hal ini disebabkan karena mulai
berkembangnya peternakan ayam broiler di daerah ini. Masuknya perusahaan inti
yang menawarkan sistem kemitraan kepada peternak lokal dalam penyediaan bibit
DOC, pakan ternak, dan obat-obatan membuka peluang bagi para peternak untuk
menjalankan usaha ini dan dapat mempengaruhi perkembangan peternakan ayam
broiler. Tabel 4 dapat dilihat peningkatan populasi ayam ras pedaging dari tahun
2009 sebesar 236 474 ekor menjadi sebesar 271 463 ekor pada tahun 2010
(peningkatan 14.87%) dan 2010 sebesar 271 643 ekor menjadi sebesar 322 981
ekor pada tahun 2011 (peningkatan 18.89%).
Peranan peternak sangat menentukan dalam mengambil keputusan yang
berhubungan dengan kegiatan produksi, alokasi dana dan tenaga kerja.
Pengambilan keputusan yang tepat sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko
4

yang berkaitan dengan usaha yang dijalankan. Usaha peternakan dapat dijalankan
dengan usaha secara mandiri dan dengan melakukan kerjasama yaitu sistem
kemitraan. Usaha peternakan ayam broiler yang dijalankan dengan tidak
melakukan kemitraan atau disebut peternak mandiri, semua sarana dan prasarana
produksi dipenuhi sendiri oleh peternak. Semua permasalahan dalam kegiatan
peternakan ditanggung secara pribadi oleh peternak tersebut. Begitu juga dengan
risiko yang dihadapi peternak mandiri akan ditanggung secara keseluruhan oleh
peternak tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh para peternak ayam broiler dalam
mengurangi risiko yaitu dengan menjalankan kemitraan. Pola kemitraan
merupakan suatu kerjasama antara pengusaha dengan peternak dalam upaya
pengelolaan usaha peternakan. Kerjasama kemitraan ini dapat menciptakan
hubungan saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling memperkuat
antara kedua belah pihak. Dalam hubungan kemitraan ini terdapat adanya
pembagian risiko dan keuntungan yang proposional antara kedua belah pihak.
Peternak ayam broiler Bapak Syafril di /Kab. Sijunjung merupakan salah satu
peternakan plasma yang dikembangkan dengan pola kemitraan inti-plasma dari
PT. Minang Ternak Sejahtera yang merupakan salah satu perusahaan inti yang
cukup besar di Sumatera Barat.
Dalam menjalankan usaha peternakan ini peternak menghadapi berbagai
risiko yang menyebabkan pendapatan pemilik berfluktuatif sehingga risiko
tersebut perlu dianalisa agar peternakan ini dapat terus berjalan di tengah
persaingan usaha yang semakin beragam dengan menjalankan usaha peternakan
yang lebih baik lagi. Pengukuran risiko ini juga dilakukan untuk melihat kepastian
usaha peternakan ayam broiler yaitu kepastian mengenai besarnya kerugian yang
akan dihadapi di masa yang akan datang. Peternak mandiri dan peternak yang
melakukan kemitraan sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan dari
aktivitas bisnis yang dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukannya penelitian
untuk membandingkan besarnya risiko dan pendapatan yang diperoleh dari kedua
peternak, serta merumuskan alternatif strategi yang dapat membantu peternak
dalam meminimalisir risiko yang akan dihadapi.

Perumusan Masalah

Salah satu peternakan ayam broiler yang menjadi plasma dari PT. Minang
Ternak Sejahtera adalah peternakan ayam broiler milik Bapak Syafril yang
berlokasi di Desa Batu Gandang Tanjung Ampalu Kab. Sawahlunto Sijunjung
Provinsi Sumatera Barat dengan kegiatan budidaya yang dilakukan bersifat semi
intensif. Dalam melakukan budidaya, pemilik menyerahkan kegiatan budidaya
pada beberapa tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut menangani 19 000 ekor ayam
yang terbagi atas 4 kandang.
Usaha yang dijalankan Bapak Syafril merupakan usaha peternakan yang
melakukan kerjasama yaitu kemitraan. Peternak melakukan pola kemitraan karena
harga kontrak yang relatif stabil, namun dalam menjalankan usaha ini akan
menghadapi berbagai macam risiko, salah satunya adalah risiko produksi yaitu:
mortalitas, FCR (Feed Convertion Ratio) dan IP (Indeks Prestasi). Mortalitas
merupakan salah satu risiko produksi yang sangat berpengaruh bagi peternak
5

plasma karena tingkat kematian yang tinggi akan menyebabkan jumlah ayam yang
dipanen sedikit sehingga akan mengurangi pendapatan yang diterima. Risiko
produksi selanjutnya adalah FCR yaitu salah satu parameter untuk mengukur
tingkat efisiensi penggunaan pakan, jika FCR yang diperoleh peternak tinggi ini
akan menyebabkan biaya produksi membengkak sehingga dapat menurunkan
pendapatan peternak. Selanjutnya adalah IP adalah parameter yang digunakan
untuk melihat prestasi ayam broiler pada peternakan yang melakukan kemitraan.
Semakin bagus prestasi ayam maka akan semakin efisien penggunaan pakan dan
biaya. Berdasarkan standar pengukuran yang telah ditetapkan oleh perusahaan
maka dapat diukur tingkat risiko yang dihadapi oleh peternakan plasma dan juga
dapat dilihat tingkat fluktuasi pendapatan yang diterimanya.
Peternak plasma juga menghadapi risiko harga (fluktuasi harga jual ayam
berdasarkan bobot ayam yang dipanen). Walaupun sudah melakukan kontrak
dimana harga sudah ditetapkan pada periode kontrak tersebut, tetapi peternak
masih menghadapi risiko harga akibat bobot badan ayam yang tidak seragam pada
saat panen. Dalam kontrak terdapat variasi harga berdasarkan bobot ayam.
Pemanenan ayam disesuaikan dengan kondisi ayam dan juga permintaan
konsumen. Perusahaan inti sangat berperan terhadap penjadwalan panen peternak
plasma, sehingga peternak plasma tidak memiliki kekuatan dalam menetapkan
bobot badan ayam yang dipanen dan harga jual ayam. Peternak plasma harus
mengikuti sistem pemasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan inti sesuai
dengan permintaan konsumen yang ada pada saat itu.
Risiko produksi yang dihadapi perusahaan dapat diduga dari data produksi
ayam broiler yang berfluktuatif dalam beberapa periode terakhir. Data produksi
tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Produksi ayam broiler pada peternakan ayam broiler bermitra


DOC masuk Ayam panen Mortalitas
Periode Waktu Produksi
(ekor) (ekor) (%)
1 03 September - 05 Oktober 2011 19 000 18 514 2.56
2 13 Februari - 21 Maret 2012 19 000 17 857 6.02
3 05 April 2 Mei 2012 19 000 2 017 89.38
4 01 Juni 7 Juli 2012 19 000 18 267 3.86
5 31 Juli 5 September 2012 19 000 17 218 9.38
6 24 September 27 Oktober 2012 19 000 18 484 2.72
7 08 November 13 Desember 2012 19 000 17 850 6.05
8 07 Januari -14 Februari 2013 19 000 18 540 2.42
9 1 Maret - 1 April 2013 19 000 16 526 13.02
10 30 April - 29 Mei 2013 19 000 14 562 23.36
Sumber : Peternakan ayam broiler Bapak Syafril

Tabel 5 dapat dilihat terdapat fluktuasi pada proses produksi peternakan


ayam broiler peternak plasma dalam beberapa periode terakhir. Rasyaf (2007)
menyatakan bahwa tingkat mortalitas ayam broiler yang diperbolehkan hanya
sebesar 5% sedangkan tingkat mortalitas standar perusahaan yaitu 4%. Dari
beberapa periode diatas tingkat mortalitas ayam broiler milik Bapak Syafril cukup
bervariasi. Dimana pada periode ketiga dapat dilihat bahwa tingkat mortalitasnya
6

sangat tinggi yaitu mencapai 89.3%, tingginya kematian pada periode ini
disebabkan oleh wabah penyakit yang menyerang peternakan ayam.
Selain melihat tingkat risiko yang dihadapi oleh peternak yang bermitra,
pada penelitian ini dilihat juga risiko yang dihadapi oleh peternak mandiri.
Permasalahan yang dihadapi oleh peternak mandiri dalam usaha beternak ayam
broiler adalah berfluktuasinya harga DOC, harga pakan dan harga obat-obatan
sehingga menyebabkan berfluktuasinya pendapatan yang diperoleh peternak.
Berikut dapat dilihat pada tabel 6 fluktuasi harga DOC dan pakan selama 1
periode pengamatan.

Tabel 6 Fluktuasi harga DOC dan harga pakan


1 Periode Harga Pakan Obat-obatan & Vitamin
Pengamatan ( 10 Mei DOC
- 20 Juni) (Rp/Ekor) Jenis Harga (Rp/kg) Jenis Harga (Rp/Unit)
Minggu 1 (10 Mei) 4 850 311 6 550 Vaksin 15 000
511 6 600 Vita Chik 15 000
Minggu 2 (18 Mei) 4 850 311 6 550 Vita Bro 15 000
511 6 600 Vita Stress 15 000
Minggu 3 (25 Mei) 4 850 311 6 550 Therapy 42 000
511 6 600
Minggu 4 (1 Juni) 6 100 311 6 960 Vaksin 17 000
511 7 000 Vita Chik 19 000
Vita Bro 19 000
Vita Stress 19 000
Therapy 46 000

Tabel 6 menunjukkan kenaikan harga DOC yang cukup tinggi pada minggu
keempat disebabkan oleh permintaan DOC yang tinggi sedangkan penawarannya
tetap sehingga terjadi kelangkaan DOC. Untuk kenaikan harga pakan dan obat-
obatan biasanya akan mengikuti jika salah satu sarana produksi tersebut naik.
Berdasarkan kondisi peternakan yang telah dipaparkan di atas, maka beberapa
permasalahan yang diteliti adalah sebagai berikut:
1. Apa saja sumber-sumber risiko pada peternakan ayam broiler di Kota
Sawahlunto/Kab. Sawahlunto Sijunjung?
2. Bagaimana pengaruh risiko produksi dan risiko harga terhadap pendapatan
peternak ayam broiler yang bermitra dan tidak bermitra di Kota
Sawahlunto/Kab. Sawahlunto Sijunjung?
3. Bagaimana alternatif strategi dalam mengatasi risiko produksi pada
peternakan ayam broiler Kota Sawahlunto/Kab. Sawahlunto Sijunjung?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka


penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis sumber-sumber risiko pada peternakan ayam broiler di Kota
Sawahlunto/Kab. Sawahlunto Sijunjung
7

2. Menganalisis pengaruh risiko produksi dan risiko harga terhadap


pendapatan peternak ayam broiler yang bermitra dan tidak bermitra di
Kota Sawahlunto/Kab. Sawahlunto Sijunjung
3. Menganalisis pengaruh pola kemitraan terhadap peternak plasma dan
perusahaan inti
4. Menganalisis alternatif strategi dalam mengatasi risiko usaha pada
peternakan ayam broiler Kota Sawahlunto/Kab. Sawahlunto Sijunjung

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai beberapa kegunaan, antara lain:


1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi usaha peternakan ayam
broiler dalam mengambil suatu keputusan bisnis, sehinga usaha ini dapat
mengurangi risiko yang dihadapi dan dapat mengambil keputusan yang
stategis dan tepat sasaran.
2. Sebagai bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya, dimana
penelitian selanjutnya dapat lebih baik dan bisa menganalisis lebih dalam
lagi berkaitan dengan penulisan ilmiah khususnya tentang risiko dalam
usaha peternakan ayam broiler.
3. Sebagai sarana bagi penulis untuk melatih kemampuan menulis dan
menganalisis terhadap suatu permasalahan yang kompleks terkait dengan
agribisnis, khususnya dibidang peternakan ayam broiler. Harapannya
adalah penulis bisa mengapresiasikan hasil tulisannya dengan mencoba
merintis usaha peternakan di masa yang akan datang.

Ruang lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada analisis risiko pada bisnis kemitraan peternakan
ayam broiler yaitu milik peternakan ayam milik Bapak Syafril sebagai salah satu
peternak plasma yang berlokasi di Desa Batu Gandang Tanjung Ampalu Kab.
Sawahlunto Sijunjung dan juga peternak mandiri yang tidak bermitra di Kota
Sawahlunto. Dalam pengukuran risiko produksi dan risiko harga penelitian ini
menggunakan varian, standar deviasi, koefisien varian. Selanjutnya dilakukan
analisis pendapatan untuk melihat seberapa besar pengaruh risiko produksi dan
risiko harga terhadap pendapatan peternak plasma dan peternak mandiri . Dalam
penelitian ini juga akan mengkaji secara deskriptif pengaruh sistem kemitraan
terhadap kegiatan produksi peternak dan perusahaan inti.
8

TINJAUAN PUSTAKA

Peternakan Ayam Broiler

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan
hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas
tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Menurut Fadilah (2006)
perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa
1970-an dan mulai populer pada awal tahun 1980-an. Rasyaf (2002) menyatakan
bahwa ada tiga unsur dalam beternak ayam yaitu, unsur produksi, unsur
manajemen, unsur pasar dan pemasaran. Rasyaf menyatakan bahwa satu masa
produksi adalah satu kurun waktu dimana dilakukan produksi atau pembesaran
anak ayam broiler mulai umur sehari hingga siap jual. Di Indonesia, ayam broiler
siap jual dilakukan pada umur 5-6 minggu dengan bobot jual antara 1.4-1.7 kg per
ekor sesuai permintaan konsumen.
Pengetahuan masyarakat mengenai kelebihan budidaya ayam broiler yaitu
waktu budidaya yang relatif lebih singkat dan harga komoditi yang relatif lebih
murah dibanding produk daging lainnya menjadikan usaha ini makin diminati.
Jadi, usaha peternakan ayam broiler merupakan salah satu kegiatan yang paling
cepat dan efisien untuk menghasilkan bahan pangan hewani yang bermutu dan
bernilai gizi tinggi. Beberapa hal yang menjadi penyebabnya antara lain, laju
pertumbuhan ayam yang lebih cepat dibandingkan dengan komoditas ternak
lainnya, permodalan yang relatif lebih kecil, penggunaan lahan yang tidak terlalu
luas serta kebutuhan dan kesadaran masyarakat meningkat akan kandungan
gizinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler

Dalam kegiatan budidaya terdapat beberapa faktor produksi yang perlu


diperhatikan yaitu :

1. Lahan atau lokasi usaha


Pemilihan lokasi lahan peternakan penting untuk kelangsungan usaha
agar berjalan dengan baik. Hal ini menjadi sesuatu yang harus diperhatikan
oleh peternak, sebab akhir-akhir ini lokasi peternakan sudah berebut areal
dengan kepentingan lain seperti perumahan dan industri berbagai macam
barang. Lokasi lahan yang dipilih untuk usaha peternakan ayam broiler
harus jauh dari pemukiman penduduk. Selain itu lokasi peternakan
sebaiknya tidak jauh dari pusat pasokan bahan baku dan lokasi pemasaran.
Namun syarat ini memang tidak terlalu utama jika transportasi yang
digunakan sudah optimal. Untuk menghindari penggusuran sebaiknya
lokasi yang dipilih termasuk areal agribisnis .
Dalam penelitian Pinto (2011) menyatakan bahwa lokasi lahan sangat
strategis, karena mempunyai akses yang baik terhadap sarana transportasi
dan hal terpenting lainnya adalah akses dalam mendapatkan input produksi
tergolong mudah selain itu lokasi tersebut juga cukup jauh dari
pemukiman penduduk. Jarak terdekat dengan pemukiman penduduk
9

adalah sekitar 200 meter. Peternakan ini mempunyai sumber mata air yang
cukup dengan sumur yang digunakan untukkebutuhan produksi
usahaternak. Kandang yang dibangun di atas lahan seluas 2.5 ha ini
merupakan kandang yang beralaskan tanah, dan bertingkat dua.

2. Peralatan dan Kandang


Peralatan untuk proses produksi haruslah dijaga kesterilannya,
berdasarkan penelitian Solihin (2009) menyatakan bahwa kebersihan
tempat pakan dan minum dapat mempengaruhi tumbuhnya bakteri, pada
penelitian Solihin tempat minum otomatis atau belldrinker terindikasi
menjadi tempat berkembangnya bakteri karena sisa-sisa vitamin dan obat
yang berbentuk serbuk tidak terlarut semua sehingga sisa-sisa serbuk
tersebut mengendap pada tempat air minum otomatis dan dalam waktu
yang singkat menjadi lumut atau kerak berwarna hijau yang menjadi
tempat tumbuhnya bakteri E coli.
Hal lainnya yang perlu diperhatikan dalam proses budidaya ayam
broiler adalah pendirian kandang diantaranya adalah, arah kandang,
ukuran kandang, ventilasi kandang, luas lantai dan sistem alas kandang.
Dalam penelitian Aziz (2009) menyatakan bahwa kandang dibangun di
atas lahan seluas 1 100 m2 merupakan kandang tipe sangkar (cage types).
Kandang ini berbentuk kandang panggung yang dibangun dari bahan kayu
dan bambu, bentuk kandang seperti ini sama dengan kandang di lokasi
yang akan saya teliti. Kandang tipe sangkar sangat cocok digunakan untuk
daerah yang mempunyai temperatur udara cukup panas seperti Desa
Tapos. Kandang tipe ini mempunyai sirkulasi udara yang baik sehingga
pergerakan udara dalam kandang berjalan lancar. Temperatur di dalam
kandang lebih rendah sehingga ayam lebih nyaman.
Menurut Fadilah (2006), perhitungan luas lantai dan kepadatan ayam
erat hubungannya dengan rencana akhir berat ayam yang akan dipanen
atau dijual. Perhitungan luas lantai ini harus dilakukan karena ada
hubungan nyata antara kepadatan ayam dan pertumbuhan ayam, konversi
pakan dan tingkat kematian. Berikut disajikan pada Tabel 7 mengenai
pengaruh luas lantai terhadap berat badan ayam, dan tingkat kematian.

Tabel 7 Pengaruh kepadatan ruang terhadap berat badan dan mortalitas


ayam broiler
Luas lantai Berat hidup rata-rata Tingkat kematian (%)
(ekor/m2) umur 40 hari (kg)
9 1.88 2.0
8 1.87 2.1
7 1.86 2.3
6 1.83 2.6
5 1.81 3.0
4 1.79 3.6
3 1.75 4.5
Sumber : Fadilah (2006) disederhanakan dari North&Bell,1990
10

Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa pengaruh kepadatan kandang dan berat


ayam sangat perlu diperhatikan dalam kegiatan produksi karena akan
sangat berpengaruh terhadap tingkat kematian dan kualitas ayam yang
dihasilkan. Beberapa akibat dari kepadatan kandang yang terlalu tinggi
adalah tingkat konsumsi pakan berkurang, tingkat pertumbuhan ayam
terhambat, efisiensi pakan berkurang, tingkat kematian meningkat,
kejadian dada luka meningkat, persentase ayam ayam yang berbulu jelek
meningkat dan keperluan ventilasi kandang meningkat.

3. Bibit ayam atau DOC


Day Old Chick merupakan faktor produksi utama dalam usaha ternak
ayam broiler. Dari penelitian Solihin (2009)menyatakan bahwapada
peternakan ayam broiler CV AB Farm di periode keenam dan ketujuh
penyakit Newcastle Disease dan Runting Stunting Syndrome (kekerdilan)
yang timbul di peternakan ini tidak terlepas dari kualitas DOC yang
kurang baik, hal ini diindikasikan oleh DOC yang dikomplain
(dikembalikan ke pihak inti karena kualitas yang kurang baik) mencapai
392 ekor dari 14 000 ekor.

4. Pakan
Pakan merupakan faktor produksi utama dalam proses budidaya ayam
broiler. Pakan memiliki kontribusi paling besar dalam pengeluaran untuk
biaya produksi. Dimana efisiensi penggunaan pakan dapat diukur dengan
nilai Feed Convertion Ratio (FCR). Jika nilai FCR yang dihasilkan lebih
besar dari nilai FCR standar akan menyebabkan rendahnya hasil panen
sehingga berpengaruh terhadap keuntungan.Periode ke-6 dan ke-12 adalah
periode yang menghasilkan nilai FCR terbesar yaitu masing-masing
sebesar 2.31 dan 3.86. Nilai FCR 2.31 dan 3.86 tersebut menunjukkan
bahwa untuk mendapatkan ayam dengan bobot hidup sebesar 1 kg
diperlukan pakan sejumlah 2.31 dan 3.86 kg. Penggunaan pakan yang
tidak efisien ini disebabkan sistem pencernaan ayam tidak bekerja secara
maksimal (Aziz,2009). Tingginya nilai FCR ini menyebabkan biaya
produksi membengkak dan pendapatan bersih yang diterima menurun.

5. Obat-obatan, vaksin dan vitamin


Obat-obatan, vaksin dan vitamin adalah salah satu faktor produksi yang
digunakan untuk menjaga kesehatan ayam broiler dari penyakit-penyakit
yang mungkin muncul atau apabila sudah terkena penyakit ayam dapat
sembuh kembali dan untuk menjaga kualitas ayam broiler. Pinto (2011)
menjelaskan antibiotika dapat membasmi hampir semua penyakit, akan
tetapi pemakaiannya harus dihindari seminggu sebelum ayam dijual.
Antibiotika terdiri dari beberapa jenis diantaranya bacitracin,
chlortetracycline, dihydrostreptornycin, penicilin, tylosin, neomycin.
Penggunaan obat-obatan ini sangat mudah yaitu dengan air minum,
suntikan dan melalui ransum. Faktor yang perlu diperhatikan ketika
melakukan vaksinasi adalah kondisi ayam, kondisi cuaca, jadwal vaksin,
laporan kegiatan vaksin, menghindari faktor yang bisa mematikan vaksin,
dan perlakuan pasca vaksin.
11

6. Tenaga Kerja
Dalam kegiatan peternakan ayam broiler peran tenaga kerja sangat
penting karena usaha ternak ayam broiler mempunyai kesibukan yang
temporer. Keterampilan dan kedisiplinan tenaga kerja sangat diperlukan,
ini dapat dilihat pada penelitian Pinto (2011) dimana pada peternakan
ayam broiler milik Bapak Restu selama ini anak kandang harus menunggu
perintah dari manajer dalam penentuan jenis obat yang akan dipakai
sekaligus akan memperlambat pemberian obat apabila obat yang akan
dipakai tidak tersedia di kandang. Selain itu kedisplinan anak kandang
dalam menjaga sarana prasarana seperti sumur sebagai sumber air minum
masih kurang baik sehingga hal ini dapat menimbulkan penyakit pada
ayam yang menyebabkan tingkat kematian ayam meningkat.

Sumber-Sumber Risiko dalam Peternakan Ayam Broiler

Dalam menjalankan suatu usaha agribisnis sangat rentan terhadap risiko


karena produk agribisnis umumnya adalah makhluk hidup. Dimana sifat- sifat dari
produk agribisnis dipengaruhi oleh kondisi alam, mudah busuk, mengambil
tempat, berat dan lain-lain. Dari beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan peternakan ayam broiler, sumber-sumber risiko yang biasa dihadapi
dalam usaha ini adalah risiko produksi, risiko harga, dan ada juga risiko sosial.
Dalam mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi hal yang perlu
diperhatikan yaitu keberadaan sumberdaya manusia (SDM), karena SDM
memiliki peranan penting dalam setiap kegiatan manusia tidak terkecuali kegiatan
bisnis seperti yang dijalankan oleh peternakan ayam broiler. Dari penelitian yang
dilakukan diketahui bahwa sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada
peternakan ayam broiler milik Bapak Restu adalah kepadatan ruang, cuaca, hama
predator dan penyakit. Dimana sumber risiko produksi hama predator memiliki
tingkat probabilitas terbesar yaitu 38.4%, kepadatan ruang 33.7%, penyakit
dengan tingkat probabilitas 33% dan yang terkecil adalah perubahan cuaca
sebesar 12.5% (Pinto, 2011)
Untuk risiko harga, menurut Aziz (2009) Risiko harga (baik harga input
maupun harga output) yang dihadapi oleh usaha peternakan X sangat berpengaruh
terhadap keuntungan atau pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan X.
Harga input seperti harga pakan, DOC, dan obat-obatan yang melambung tinggi
menyebabkan tingginya biaya produksi. Adapun harga jual output (berupa ayam
broiler hidup) yang rendah menyebabkan rendahnya jumlah penerimaan yang
didapatkan oleh usaha peternakan X.
Menurut Darmawi (2010) Risiko sosial juga termasuk salah satu sumber
risiko yang perlu diperhatikan dimana sumber utama risiko adalah masyarakat ,
artinya tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan
penyimpangan yang merugikan dari harapan kita. Seperti pada penelitian Aziz
(2009) peternakan X menghadapi kecemburuan sosial di lingkungan masyarakat
sekitar dan terbentuknya citra yang buruk dari masyarakat sekitar terhadap
usahaternak akibat dari polusi udara dan penyakit yang ditimbulkan. Risiko sosial
yang dihadapi usaha peternakan X adalah terjadinya pencurian ayam, dimana
jumlah ayam yang hilang karena pencurian dicatat sebagai angka mortalitas.
12

Pola Kemitraan

Dalam penelitian Deshinta (2006) menjelaskan bahwa penjualan ayam


hidup dan pemotongan ayam pada usaha PT Sierad Produce dimulai dengan
sistem Bapak Angkat. Dalam sistem ini perusahaan hanya menyediakan sarana
dan prasarana sementara peternak melakukan kegiatan pemasaran sendiri. Adanya
keterbatasan peternak dalam melakukan pemasaran menjadi salah satu
pertimbangan bagi PT Sierad Produce untuk merubah sistem kerjasama ke dalam
bentuk kemitraan. Konsep kemitraan yang dijalankan oleh PT Sierad Produce
Produce digolongkan ke dalam pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA).
Konsep tersebut tercantum dalam perjanjian kerjasama antara PT Sierad Produce
Produce dengan peternak, dimana kedua belah pihak adalah mitra usaha yang
mempunyai peranan yang sama, saling ketergantungan dan saling
menguntungkan. PT Sierad Produce Tbk Contract Farming Division juga
memiliki biro yang bertugas secara khusus dalam pelaksanaan kemitraan. Biro ini
bertugas dalam berbagai kegiatan, seperti merencanakan jadwal masuk sapronak
kepada peternak, membantu peternak dalam meningkatkan produksi, melakukan
pemanenan dan perhitungan hasil budidaya ayam sehingga memberikan
kemudahan pada peternak.

Analisis Risiko

Menurut Harwood, et al (1999) menyatakan bahwa risiko menunjukkan


kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis. Untuk itu
dalam suatu bisnis diperlukan kemampuan untuk menganalisa risiko dan
ketidakpastian dari suatu usaha agar pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan
dalam bisnis bisa membuat suatu keputusan yang menghasilkan keuntungan.
Beberapa contoh indikasi adanya risiko dalam bisnis diantaranya terdapat
fluktuasi produksi, fluktuasi harga output atau fluktuasi pendapatan untuk setiap
satuan yang sama.
Dalam kegiatan usaha peternakan ini diperlukan kemampuan pemilik dalam
menganalisis manajemen risiko karena agribisnis peternakan merupakan jenis
usaha dengan objek utamanya adalah makhluk hidup. Risiko dalam agribisnis
khususnya risiko produksi dapat dilihat dari berfluktuasinya produksi, gagal
panen, kualitas produk yang dihasilkan. Untuk itu seorang pelaku bisnis harus
mampu mengidentifikasi risiko usahanya.
Dalam penelitian (Aziz 2009), Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa
Tapos, risiko yang dihadapi usaha peternakan X adalah risiko harga (baik harga
input maupun harga jual output), risiko produksi (cuaca dan iklim bisa
menyebabkan tingkat mortalitas sebesar 30-50% dan penyakit bisa menyebabkan
tingkat mortalitas sebesar 50%), dan risiko sosial. Berdasarkan hasil analisis
risiko, risiko yang dihadapi usaha peternakan X yaitu risiko harga, risiko produksi
dan risiko sosial sangat berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternakan X.
Risiko-risiko tersebut menyebabkan pendapatan usaha peternakan X berfluktuasi
tajam.
Penelitian Merina (2004) mengenai analisis risiko menggunakan alat
analisis pendapatan tunai dan analisis risiko. Berdasarkan nilai R/C rasio yang
13

diperoleh sebesar 1.12 yang berarti setiap rupiah yang dikeluarkan akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.12 menunjukan bahwa usaha peternakan
Perusahaan X sudah cukup efisien, karena penerimaan tunai yang diperoleh lebih
besar daripada biaya tunai yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil analisis risiko,
nilai return yang diperoleh sebesar Rp 49 747 040.92, dimana nilai tersebut
merupakan rata-rata pendapatan bersih selama 12 periode. Nilai simpangan baku
sebesar Rp 45 549 095.56, artinya nilai risiko yang harus dihadapi sebesar Rp 45
549 095.56 (cateris paribus). Nilai koefisien variasi sebesar 0.93 yang berarti
bahwa risiko yang ditanggung oleh peternak sebesar 93 persen dari pendapatan
bersih rata-rata (return) yang diperoleh. Dari analisis regresi yang digunakan
untuk melihat risiko perusahaan yang dikaji diperoleh faktor-faktor yang
mempengaruhi risiko yang sangat besar pada perusahaan tersebut adalah fluktuasi
harga DOC, fluktuasi harga pakan, fluktuasi biaya obat, fluktuasi harga ayam,
waktu penjualan dan fluktuasi mortalitas.
Berdasarkan hasil penelitian analisis risiko produksi yang telah dilakukan
Pinto (2011) terdapat 4 jenis sumber risiko produksi yaitu kepadatan ruang,
perubahan cuaca, hama predator dan penyakit. Sumber risiko produksi hama
predator memiliki tingkat probabilitas terbesar yaitu 38.4%, kepadatan ruang
33.7%, penyakit dengan tingkat probabilitas 33% dan yang terkecil adalah
perubahan cuaca sebesar 12.5%. Sedangkan analisis dampak dari sumbersumber
risiko memakai metode VaR dengan tingkat keyakinan 95% adalah sumber risiko
penyakit memberikan dampak terbesar disusul kepadatan ruang, perubahan cuaca
dan hama predator. Oleh karena itu dalam manajemen risiko, setelah
mengidentifikasi sumber risiko dan melakukan pengukuran risiko maka dilakukan
penanganan terhadap risiko. Strategi pengelolaan risiko peternakan ayam broiler
yang dilakukan meliputi dua hal yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi.
Penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian
sebelumnya. Penelitian ini sama-sama meneliti komoditas ayam broiler.
Persamaan dengan penelitian Merina adalah sama-sama menghitung risiko dan
pendapatan usaha. Perbedaannya adalah penelitian Merina menghitung lebih jauh
faktor yang mempengaruhi risiko pendapatan dan penelitian ini akan menganalisis
pengaruh kemitraan terhadap usaha peternakan tersebut. Persamaan penelitian ini
dengan Azis adalah sama-sama menghitung pendapatan dan melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan, sedangkan perbedaannya penelitian ini
melakukan perhitungan pada peternak bermitra dan mandiri. Persamaan penelitian
ini dengan penelitian Pinto adalah sama-sama menganalisis sumber-sumber risiko
produksi dan perbedaannya pada penelitian ini akan membahas lebih lanjut
pengaruh risiko produksi dan harga terhadap peternakan.

Analisis Pendapatan

Deshinta (2006) menyatakan bahwa peternak mitra memperoleh penerimaan


yang lebih besar, namun peternak mitra hanya mendapatkan pendapatan bersih
sebesar Rp 4 972 514 sedangkan peternak mandiri memperoleh Rp 5 850 476.
Pendapatan yang diperoleh oleh peternak mitra lebih kecil dari peternak mandiri,
karena jumlah biaya yang ditanggung oleh peternak mitra juga lebih besar dari
peternak mandiri. R/C atas total biaya peternak mitra sebesar Rp 1.066, sedangkan
14

peternak mandiri Rp 1.079. Hasil uji t menunjukkan bahwa hipotesis Ho diterima,


maka dapat disimpulkan bahwa antara pendapatan peternak mitra dan peternak
mandiri tidak memiliki perbedaan secara nyata (tidak signifikan). Dan dapat
diambil kesimpulan akhir bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap
peningkatan pendapatan peternak. Walaupun demikian, peternak memperoleh
banyak manfaat dari keikutsertaannya di dalam kemitraan seperti bantuan modal,
bimbingan dan penyuluhan serta pemasaran hasil.

Tabel 8 Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian


Nama Penulis Tahun Judul Metode Analisis
Bona Pinto 2011 Analisis Risiko Produksi pada Analisis kuantitatif
Peternakan Ayam Broiler Milik (coefficient variation,
Bapak Restu di Desa Cijayanti, variance, standard
Kecamatan Babakan Madang, deviation, analisis Z-
Kabupaten Score dan VaR) dan
Bogor Kualitatif
Deskriptif

Faishal Abdul 2009 Analisis Risiko dalam Usaha Analisis


Aziz Ternak Ayam Broiler (Studi Kuantitatif (nilai
Kasus Peternakan X di Desa expected return,
Tapos, Kecamatan Tenjo, coefficient variation,
Kabupaten Bogor) variance dan standard
deviation) dan
Kualitatif
Deskriptif

Desi Merina 2004 Analisis Pendapatan Tunai, Analisis


Risiko dan Faktor-faktor yang Pendapatan Tunai,
Mempengaruhi Risiko Usaha Analisis Risiko,
Peternakan Broiler Analisis Regresi

Menallya 2006 Peranan kemitraan terhadap Analisis Deskriptif,


Deshinta peningkatan Pendapatan peternak Analisis Pendapatan,
ayam broiler (Kasus Kemitraan : R/C, uji t
PT Sierad Produce dengan peternak
di Kabupaten Sukabumi)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Risiko
Pada sebuah aktivitas bisnis baik dalam skala besar maupun dalam skala
kecil, para pelaku bisnis tidak terlepas dari risiko (Fariyanti 2008). Dalam
beberapa literatur risiko dan ketidakpastian sering digunakan secara bersamaan,
yaitu risiko dan ketidakpastian. Namun secara ilmiah risiko dan ketidakpastian
merupakan dua konsep yang berbeda. Robinson dan Barry (1987) menyitir
15

pendapat Frank Knight, yang menyatakan bahwa risiko menunjukkan peluang


terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat
keputusan. Peluang suatu kejadian dapat ditentukan oleh pebisnis berdasarkan
data historis atau pengalaman selama mengelola kegiatan usaha. Adanya risiko
pada umumnya menimbulkan dampak yang negatif terhadap suatu bisnis. Seperti
yang dikemukakan oleh Harwood, et al (1999) bahwa risiko menunjukkan
kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang
mengalaminya.
Ketidakpastian menunjukkan peluang suatu kejadian yang tidak dapat
diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan. Tidak diketahuinya
peluang suatu kejadian secara kuantitatif atau sulit diukur oleh pelaku bisnis dapat
dikarenakan beberapa hal yaitu tidak ada informasi atau data pendukung baik
berdasarkan data historis atau pengalaman pelaku bisnis selama mengelola
kegiatan usaha dalam menghadapi suatu kejadian.
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian, hal ini sesuai dengan pendapat
(Kountur 2008), yaitu ketidakpastian itu sendiri terjadi akibat kurangnya atau
tidak tersedianya informasi menyangkut apa yang akan terjadi. Selanjutnya
dijelaskan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dapat berdampak merugikan
atau menguntungkan. Apabila ketidakpastian yang dihadapi berdampak
menguntungkan maka disebut dengan istilah kesempatan (opportunity),
sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut sebagai risiko. Oleh
sebab itu risiko dapat disebut sebagai suatu keadaan tidak pasti yang dihadapi
seorang pebisnis yang bersifat merugikan.

Analisis Risiko
Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu
aktivitas yang dilakukan manusia, termasuk aktivitas agribisnis. Karena dalam
setiap kegiatan, seperti kegiatan budidaya, pasti ada berbagai ketidakpastian
(uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang kemudian menyebabkan
timbulnya risiko pada suatu kegiatan.
Menurut Kountur (2006), Perusahaan yang mengelola risikonya dengan baik
akan mendapatkan beberapa manfaat antara lain; (a) dapat meningkatkan laba
perusahaan, (b) memungkinkan terhindar dari kebangkrutan yang disebabkan oleh
peristiwa-peristiwa luar biasa, dan (c) memperlancar pencapaian tujuan. Sehingga
Hanafi (2006) mengatakan bahwa secara alamiah setiap orang atau organisasi
dalam sebuah bisnis akan mengelola risiko yang bertujuan menciptakan sistem
atau mekanisme pengelolaan risiko yang bertujuan untuk menghindari perusahaan
dari kerugian dan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pentingnya pengelolaan
risiko menurut Hanafi (2006) dapat dilihat melalui Gambar 1 yang
menggambarkan pandangan lama bahwa dalam kaitannya antara risiko dan tingkat
keuntungan, menganggap bahwa ada hubungan positif antara risiko dengan
tingkat keuntungan, semakin tinggi risiko, akan semakin tinggi tingkat
keuntungan yang diharapkan, jika suatu organisasi ingin menaikkan keuntungan,
maka organisasi tersebut harus menaikkan risikonya.
16

Return Expected return


Higher risk leads
to higher return

Risk
Gambar 1 Hubungan risiko dengan return
Pandangan Lama: Semakin tinggi risiko, semakin tinggi tingkat keuntungan
Sumber : Hanafi (2006)

Penilaian risiko dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang


terjadi. Menurut Anderson et al. (1977), Calkin dan DiPietre (1983), Elton dan
Gruber (1995) terdapat beberapa ukuran risiko diantaranya adalah nilai varian
(variance), standar deviasi (standard deviation) dan koefisien variasi (coefficient
variation). Standard deviation diperoleh dari akar kuadrat nilai variance
sedangkan coefficient variation diperoleh dari rasio antara standard deviation
dengan expected return.

Kategori Risiko
Beberapa kategori risiko tergantung dari sudut pandang mana kita
melihatnya. Risiko dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, diantaranya
(Kountur 2008):
a. Penyebab timbulnya risiko
b. Akibat yang ditimbulkan
c. Aktivitas yang dilakukan, atau
d. Kejadian yang terjadi

Menurut Harwood et al (1999), terdapat beberapa sumber risiko yang dapat


dihadapi oleh petani, yaitu :
1. Risiko produksi
Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah
gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh
serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca, kesalahan
sumberdaya manusia, dan masih banyak lagi.
2. Risiko Pasar atau Harga
Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat
dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah,
ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan lain-
lain. Sementara itu risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain harga dapat
naik akibat dari inflasi.
3. Risiko Kebijakan
Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara lain adanya
kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini sebagai pemegang
17

kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha. Dalam


artian kebijakan tersebut membatasi gerak dari usaha tersebut. Contohnya
adalah kebijakan tarif ekspor.
4. Risiko Finansial
Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya
piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha
terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun akibat dari krisis
ekonomi dan sebagainya.

Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan manajemen untuk
menangani berbagai permasalahan yang disebabkan oleh adanya risiko, juga
berarti suatu cara untuk menangani masalah-masalah yang mungkin timbul yang
disebabkan oleh adanya ketidakpastian (Kountur, 2008). Djohanputro (2006)
mendefinisikan manajemen risiko Corporate merupakan proses terstruktur dan
sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan
alternatif risiko dan dalam memonitoring serta mengendalikan implementasi
penanganan risiko. Sistematika pengelolaan risiko menurut Kountur dapat dilihat
pada Gambar 2
Identifikasi
Risiko
Evaluasi Pengukuran
Risiko
Penanganan
Risiko
Gambar 2 Proses pengelolaan risiko
Sumber: Kountur (2008)

Menurut Kountur (2006), dalam mengelola risiko yang pertama kali harus
dilakukan adalah mengidentifikasi risiko dengan :

1. Mengetahui dimana saja risiko berada


Risiko dapat ditemukan di empat tempat utama di dalam perusahaan
yaitu; (a) barang; dalam memproduksi barang dan jasa perusahaan juga
membutuhkan bahan baku yang digunakan sebagai input dalam proses
produksi (barang), yang mempunyai risiko rusak, hilang, tidak sesuai,
usang dan tidak berkualitas, (b) orang; perusahaan memiliki sumberdaya
manusia (orang) untuk mengelola dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
yang dituntut oleh perusahaan, yang mempunyai risiko sakit, cedera,
meninggal, keluar, mogok dan demo, (c) uang; perusahaan memerlukan
uang untuk membayar kewajiban-kewajibanya, risiko uang yang
merugikan karena hilang, dicuri, diselewengkan, tidak tertagih, berubah
nilainya. Uang bisa juga dilihat dari nilainya yang berubah karena harga
yang berubah, nilai tukar yang berubah, tingkat bunga yang berubah, (d)
prosedur: perusahaan perlu sistem, prosedur dan aturan-aturan untuk
18

melaksanakan suatu pekerjaan (prosedur), risiko prosedur terjadi karena


sistem atau prosedur yang salah sehingga menyebabkan kecelakaan atau
hasil yang tidak berkualitas, atau karena prosedur yang usang yang tidak
dapat berfungsi mengikuti perkembangan teknologi sehingga walaupun
prosedur benar namun tidak efisien dan efektif lagi sehingga merugikan
perusahaan.

2. Mengetahui penyebab timbulnya risiko


Mengetahui dari awal penyebab kemungkinan terjadinya risiko akan
memudahkan penanganan risiko. Risiko dapat disebabkan karena (a)
faktor fisik yaitu; bencana alam yang berasal dari gempa, banjir, atau
kebakaran, dan faktor fisik seperti kondisi alam (basah, kering, panas, atau
dingin). Faktor fisik bisa juga berasal dari mahluk alam (kuman, virus,
binatang, atau tumbuhan). Selain faktor fisik, penyebab timbulnya risiko
karena faktor non fisik, seperti teknologi yang tidak sesuai, tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, tidak berkualitas, maupun yang salah digunakan,
(b) faktor sosial yang menjadi penyebab timbulnya risiko berasal dari
individu karena kompetensi yang kurang (tidak mampu, lalai, sakit), moral
(kejujuran, kesengajaan, keserakahan, keadilan, kekecewaan), selera
(mode, keinginan, persepsi) atau dari faktor sosial seperti kelompok
masyarakat (sekelompok orang yang bersama-sama melakukan tindakan
yang dapat merugikan perusahaan seperti demo karyawan atau
masyarakat, mogok kerja, huru-hara), (c) faktor ekonomi; terjadi karena
harga beli maupun harga jual yang berubahrubah, nilai tukar mata uang
yang berubah, tingkat bunga yang berubah-rubah.

3. Mengetahui metode yang digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan


danpenyebab risiko
Untuk mengetahui keberadaan maupun penyebab risiko dapat
digunakan (a) metode interaksi yang terdiri dari observasi; dilakukan
dengan cara mengamati atau melihat objek yang akan diamati atau yang
akan diidentifikasi, wawancara; dilakukan dengan berbicara dan bertanya
kepada orang-orang yang berada pada unit kerja yang menjadi objek
identifikasi dan studi dokumenter; dilakukan dengan mempelajari berbagai
laporan, manual dan materi tertulis lainnya yang terdapat pada unit kerja
yang menjadi objek manajemen risiko untuk mengetahui kejadian apa saja
yang bisa terjadi dan kemungkinan penyebabnya, (b) metode alur bagan;
apabila suatu pekerjaan belum dilakukan dan masih dalam taraf
perencanaan, yang tidak memungkinkan dilakukan metode interaksi,
sehingga dilakukan alur bagan yang dilakukan dengan menggambarkan
alur kegiatan dari suatu pekerjaan, dari alur tersebut akan tampak berbagai
aktivitas yang dilakukan, sehingga bisa diidentifikasi risiko yang mungkin
dan dapat dilihat apa penyebabnya.

Strategi Penanganan Risiko

Siasat untuk melindungi asset dan kemampuan perusahaan dalam


memberikan hasil dengan mengurangi ancaman kerugian akibat dari peristiwa
19

yang tidak dapat dikendalikan. Menurut Kountur (2006), jika ada risiko pertama-
tama yang diputuskan adalah apakah akan menghindar atau menghadapi risiko.
Jika kemungkinan konsekuensi dari risiko tersebut besar maka cara yang terbaik
adalah menghindar. Jika risiko tidak dapat dihindari maka risiko tersebut perlu
dihadapi. Jika harus dihadapi maka langkah berikut yang harus dilakukan
meminimalkan kemungkinan terjadinya risiko dengan cara-cara pencegahan atau
mengurangi kerugian. Pencegahan kerugian dan pengurangan kerugian hanya
dilakukan selama manfaat yang diterima lebih besar dari biaya yang dikeluarkan
untuk pencegahan dan pengurangan kerugian. Cara-cara yang dapat dilakukan
untuk mencegah kerugian yaitu :
1. Perbaikan fasilitas
2. Perbaikan sistem
Sedangkan cara-cara yang dapat dilakukan untuh mengurangi kerugian yaitu:
1. Cara teknis
2. Cara pemisahan
3. Cara penggabungan
Sekiranya risikonya besar dan tidak dapat dicegah atau dikurangi, langkah
selanjutnya yang dapat dilakukan adalah mempersiapkan pendanaan risiko.
Beberapa cara pendanaan risiko yang dapat dilakukan perusahaan yakni :
1. Pengalihan : asuransi, hedging, factorial, leasing, outsorcing dan kontrak
2. Penahanan aktif
3. Penahanan pasif

Penilaian Risiko Bisnis


Risiko dapat ditunjukkan dengan indikator adanya fluktuasi dari return
atau hasil yang diharapkan. Risiko dapat dinilai dengan mengukur nilai
penyimpangan yang terjadi terhadap return dari suatu aset. Menurut Anderson et
al. (1977), Calkin dan Dipietre (1983), Elton dan Gruber (1995) terdapat beberapa
ukuran risiko diantaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standard
deviation) dan koefisien variasi (coefficient variation). Ketiga ukuran tersebut
berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai penentu ukuran lainnya.
Seperti misalnya standard deviation merupakan akar kuadrat dari variance
sedangkan coefficient variation merupakan rasio dari standard deviation dengan
nilai ekspektasi return dari suatu aset. Return yang diperoleh dapat berupa
pendapatan, produksi atau harga.
Nilai ragam (variance) merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return
dengan ekspektasi return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Nilai
variance menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance maka semakin kecil
penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan
kegiatan usaha, dan semakin besar nilai variance maka semakin besar
penyimpangannya sehingga semakin besar risiko yang dihadapi dalam melakukan
kegiatan usaha. Nilai standard deviation merupakan akar dari variance. Nilai
standard deviation menunjukkan bahwa semakin kecil nilai standard deviation
maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha, dan semakin
besar nilai standard deviation maka semakin besar pula risiko yang dihadapi
dalam kegiatan usaha.
20

Coefficient variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil


keputusan khususnya dalam memilih strategi alternatif dari beberapa kegiatan
usaha untuk setiap return yang diperoleh. Semakin kecil nilai coefficient variation
maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha, dan
semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko yang dihadapi
dalam melakukan kegiatan usaha.

Pola Kemitraan dalam Agribisnis

Kemitraan pertanian dalam Surat Keputusan Menteri pertanian


No.940/Kpts/ OT.210/10/1997 menerangkan bahwa kemitraan usaha pertanian
berdasarkan azas persamaan kedudukan, keselarasan dan peningkatan
keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui perwujudan sinergi
kemitraan yaitu hubungan yang saling memerlukan, memperkuat dan
menguntungkan. Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan
hasil produksi dan kelompok mitra memerlukan pasokan bahan baku dan
bimbingan dari perusahaan. Saling memperkuat artinya kelompok mitra maupun
perusahaan mitra sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan
etikabisnis. Saling menguntungkan yaitu baik kelompok mitra dan perusahaan
mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha. Salah satu
pola kemitraan dalam agribisnis yaitu kemitraan inti-plasma.
Pola kemitraan inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil
dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan
mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya. Pola kemitraan ini
meliputi 2 pelaku usaha yaitu perusahaan inti dan kelompok/petani mitra.
Perusahaan inti berperan dalam membina kelompok/petani mitra dalam
pelaksanaan budidaya, memberi pelayanan dan bimbingan teknis budidaya,
menyediakan atau memasok sarana produksi, membantu pengelolaan kegiatan
produksi, membantu administrasi dan pengelolaan hutang piutang dan membantu
memasarkan hasil budidaya. Sedangkan kelompok/petani mitra memiliki peran
dalam menyediakan lahan untuk kegiatan budidaya, menyediakan perlengkapan
budidaya, menyediakan tenaga kerja, melakukan budidaya, melakukan prosedur
administrasi dan tata cara panen yang ditetapkan.
Perjanjian yang dibuat dalam pola kemitraan inti-plasma diantaranya adalah
perusahaan inti menjual sarana produksi secara kredit kepada pihak
kelompok/petani mitra, selain itu perusahaan inti juga menetapkan harga jual dari
hasil produksi yang dibudidayakan oleh kelompok/petani mitra. Setelah seluruh
hasil produksi dijual, maka kelompok/petani mitra berkewajiban melakukan
pembayaran atas sarana produksi yang diberikan oleh perusahaan inti pada awal
dan selama periode produksi.
Risiko yang terjadi pada seluruh kegiatan budidaya dan pemasaran akan
ditanggung oleh kedua belah pihak. Perusahaan inti berhak memberikan sanksi
kepada kelompok/petani mitra apabila mengalami kerugian secara terus-menerus
selama 3 periode pemeliharaan berturut-turut. Jika terjadi keadaan memaksa
(force majeure), yang meliputi bencana alam, huru hara, wabah penyakit yang
serius dan lain-lain, maka pihak kelompok/petani mitra wajib melaporkan kepada
perusahaan inti. Agar perusahaan inti bersama-sama dengan kelompok/petani
21

mitra dapat dengan segera mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu


untuk mengurangi kerugian/risiko keadaan memaksa yang terjadi
Kerangka Operasional

Usaha peternakan ayam broiler cukup potensial untuk dikembangkan sebab


permintaan terhadap daging ayam broiler terus meningkat seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk. Akan tetapi usaha beternak ayam broiler mempunyai
risiko produksi dan risiko harga yang menyebabkan berfluktuatifnya pendapatan
peternak. Dalam menjalankan usaha peternakan ayam broiler peternak dapat
menjalankan usahanya dengan melakukan kemitraan dan non mitra atau disebut
juga mandiri.
Menjalankan usaha peternakan ayam broiler akan ditemui beberapa risiko
dan ketidakpastian yang dapat menjadi kendala bagi pebisnis. Pada umumnya
kendala dalam kegiatan budidayanya yaitu risiko produksi, hal ini disebabkan oleh
kondisi cuaca, serangan penyakit, predator, afkir dan lain-lain. Indikasi risiko
produksi pada peternakan ayam broiler seperti adanya fluktuasi produktivitas
yang dilihat dari tingkat mortalitas ayam. Sedangkan untuk risiko harga dapat
dilihat dari berfluktuasinya harga pakan dan harga DOC.
Salah satu peternak plasma yaitu peternakan ayam broiler milik Bapak
Syafril adalah usaha peternakan ayam broiler yang mempunyai kapasitas produksi
sebesar 19 000 ekor setiap periodenya. Usaha peternakan peternak bermitra ini
dalam menjalankan produksinya dihadapkan pada tingkat risiko yang tinggi.
Risiko-risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan ini diantaranya adalah risiko
produksi yang disebabkan oleh cuaca, penyakit, afkir dan lain-lain. Risiko-risiko
tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil produksi usaha peternakan ayam
broiler peternak bermitra. Hasil produksi yang didapatkan tidak maksimal dan
sangat berfluktuasi setiap periodenya. Hasil produksi yang berfluktuasi
menyebabkan keuntungan atau pendapatan yang diterima usaha peternakan milik
Bapak Syafril berfluktuasi.
Untuk melihat perbandingan pendapatan, pada penelitian ini ditambahkan
beberapa peternak mandiri. Usaha peternakan mandiri juga tidak lepas dari risiko
seperti risiko produksi dan risiko harga sama halnya dengan peternak plasma.
Tingkat risiko dilihat dari berfluktuasinya pendapatan yang dihasilkan oleh
peternak yang disebabkan oleh risiko-risiko tersebut. Peternak mandiri seringkali
mengalami permasalahan risiko harga karena peternak hanya bisa mengikuti harga
pasaran yang ada saat itu.
Untuk mengetahui tingkat risiko dapat dianalisis dengan menggunakan
metode analisis risiko dengan mengkaji faktor penyebab atau sumber risiko.
Penilaian risiko dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan terhadap return
dari suatu aset. Pada penelitian ini dilakukan analisis risiko terhadap peternak
bermitra dan peternak mandiri. Selanjutnya dilakukan analisis strategi untuk
mengatasi risiko dengan baik dan efektif bagi peternak bermitra dan mandiri.
22

Peningkatan jumlah konsumsi daging ayam broiler


Perkembangan pola kemitraan dengan tujuan berbagi risiko

Usaha peternakan ayam broiler rentan terhadap risiko produksi dan


risiko harga

Peternak Bermitra : Risiko produksi (mortalitas, FCR,IP)


Risiko harga ( harga jual ayam berdasarkan bobot badan ayam saat
panen tercantum pada kontrak )
Peternak Mandiri : Risiko Produksi (mortalitas)
Risiko Harga (Fluktuasi harga DOC, harga pakan, harga obat-obatan
dan harga jual ayam)

Analisis risiko: Analisis deskriptif:


1. Varian (variance) 1. Identifikasi sumber-sumber
2. Standar Deviasi (Standard risiko produksi dan harga
Deviation) pada peternakan ayam
3. Koefisien Variasi (Coefficient broiler
Variation) 2. Identifikasi pengaruh risiko
4. Metode Z-Score terhadap pendapatan
5. Batas bawah pendapatan peternak bermitra dan
Analisis Pendapatan : = TR-TC peternak mandiri
3. Identifikasi pengaruh
Analisis Imbangan Rasio R/C=
kemitraan terhadap usaha
peternakan ayam broiler
peternak plasma

Alternatif strategi pengelolaan


risiko pada peternakan ayam broiler

Gambar 3 Alur kerangka pemikiran operasional


23

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada peternakan plasma ayam broiler Bapak Syafril


Desa Batu Gandang di Kab. Sijunjung sebagai peternak plasma dan 7 peternak
mandiri di Kota Sawahlunto/Kab Sijunjung. Pemilihan lokasi dilakukan secara
sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa terjadi fluktuasi jumlah populasi
ternak yang cukup signifikan di daerah ini dikarenakan adanya peralihan
penggunaan lahan menjadi pertambangan dan perumahan. Selain itu beberapa
tahun terakhir mulai marak perusahaan inti menawarkan pola kemitraan kepada
peternak-peternak di daerah ini. Pemilihan lokasi untuk peternak plasma ini
dikarenakan peternakan ini merupakan peternakan yang sudah berdiri cukup lama
dibanding peternak plasma lainnya dan memiliki populasi yang cukup banyak
serta adanya fluktuasi mortalitas yang cukup bervariasi. Untuk peternak mandiri
karena jumlah peternak yang cukup sedikit, pada penelitian ini dimasukkan
seluruh peternak mandiri yang ada di Kota Sawahlunto dan sebagian di kab.
Sijunjung untuk mengimbangi jumlah populasi ayam broiler peternak plasma.
Kegiatan pengumpulan data dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan April
2013 sampai dengan bulan Juni 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, data ini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data pimer diperoleh dari
hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak perusahaan, peternak
dan anak kandang. Data primer berisikan tentang teknik pengelolaan risiko atau
manajemen risiko yang dilakukan oleh perusahaan maupun peternak. Data ini
diperoleh dari pemilik peternakan, tenaga kerja (anak kandang), dan teknisi
lapang dari perusahaan yang mengetahui dan memahami kondisi peternakan. Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur yang terkait topik
penelitian. Data sekunder tersebut dapat diperoleh dari sumber internal seperti
laporan divisi dalam suatu perusahaan, ringkasan produksi, laporan keuangan dan
akuntansi, laporan studi pemasaran, laporan studi penjualan. Data sekunder dari
sumber eksternal dapat diperoleh buku, artikel, skripsi, jurnal, database online,
Dinas Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Balai Penelitian Ternak, Badan
Pusat Statistik (BPS) dan literatur yang relevan dengan penelitian. Data-data
tersebut berkaitan dengan informasi tentang peternakan ayam broiler di Kota
Sawahlunto dan Kab. Sawahlunto Sijunjung.

Metode Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitan ini adalah data primer yang
diperoleh dengan cara observasi, wawancara, diskusi, dan kuisioner dengan pihak
perusahaan, peternak, dan anak kandang. Observasi dilakukan langsung oleh
peneliti dengan pencatatan secara langsung tentang kegiatan produksi dan risiko
yang dihadapi dalam peternakan ayam broiler. Wawancara dilakukan dengan
24

pihak perusahaan yaitu bagian teknisi lapang (TS), pemilik peternakan, anak
kandang tentang risiko yang biasa muncul/dihadapi oleh peternakan ayam broiler.
Pada penelitian tentang risiko usaha peternakan ayam broiler ini, proses
pengambilan data dilakukan secara sengaja (purposive), sedangkan untuk
pengambilan responden juga dilakukan dengan pendekatan (purposive) dengan
pertimbangan responden memiliki kapabilitas untuk memberikan data-data yang
akurat. Dalam penelitian ini responden yang diambil oleh peneliti dipilih secara
subjektif sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Responden yang dipilih adalah
orang-orang bagian internal perusahaan seperti pemilik peternakan, anak
kandang, dan teknisi lapangan dari perusahaan inti karena para responden ini
diperkirakan dapat memberikan informasi-informasi dan data-data yang berkaitan
dengan kegiatan dan risiko produksi yang dihadapi perusahaan. Sampel yang
diambil ini bertujuan untuk memperoleh suatu kesimpulan dari tujuan penelitian
yang dilakukan.
Pada penelitian ini dipilih 1 peternak yang bermitra dengan alasan terjadinya
fluktuasi produksi dan pendapatan selama periode pengamatan (10 periode
terakhir) dengan menggunakan data time series. Sedangkan untuk peternak
mandiri data yang digunakan adalah data pada saat pengamatan langsung di lokasi
penelitian atau disebut juga cross section. Untuk pemilihan responden peternak-
peternak mandiri, karena keterbatasan jumlah populasi peternak mandiri yang
tidak terlalu banyak maka peneliti mengambil keseluruhan responden yaitu 7
peternak mandiri yang ada di Kota Sawahlunto /Kab. Sijunjung. Adapun peternak
mandiri yang masih menjalankan usaha peternakan ayam broiler saat ini mulai
berkurang karena persaingan di pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan
besar.

Metode Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang diperoleh akan dijadikan sebagai acuan
pada penelitian ini. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Kedua data ini akan diolah dan dianalisis melalui beberapa metode
analisis yang digunakan. Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan
penelitian disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Proses pengolahan data
Metode
No Tujuan penelitian Jenis data Sumber data
analisis
1 Mengidentifikasi sumber-sumber Data Wawancara, Analisis
risiko pada peternakan ayam Kualitatif kuisioner deskriptif
broiler
2 Menganalisis pengaruh risiko Data Wawancara, Analisis
produksi dan risiko harga terhadap Kuantitatif Laporan divisi, Risiko dan
pendapatan peternakan ayam keuangan, Analisis
broiler pemasaran, Pendapatan
penjualan
perusahaan

3 Menganalisis alternatif strategi Data Wawancara, Analisis


pengelolaan risiko pada peternakan Kualitatif kuisioner, diskusi deskriptif
ayam broiler
25

Dalam penelitian mengenai risiko pada usaha peternakan ayam broiler


dengan pola kemitraan dan mandiri ini menggunakan pengukuran risiko yaitu
varian, standar deviasi dan koefisien variasi. Ukuran risiko ini bertujuan untuk
melihat seberapa besar risiko yang akan dihadapi peternak bermitra dan peternak
mandiri pada periode yang akan datang. Untuk membandingkan biaya dan
pendapatan bersih yang diterima peternak bermitra dan peternak mandiri
dilakukan analisis pendapatan dan R/C Ratio. Setelah diketahui sumber-sumber
risiko yang dihadapi oleh peternak bermitra dan peternak mandiri dan besarnya
pendapatan yang diperoleh peternak bermitra dan peternak mandiri maka tahapan
selanjutnya yang dilakukan adalah penetapan alternatif strategi dalam menangani
risiko yang dihadapi. Hipotesis dari penelitian ini yang pertama adalah kemitraan
dilakukan untuk meminimalisir risiko yang dihadapi oleh peternak. Hipotesis
berikutnya adalah kemitraan tidak dapat meminimalisir risiko yang dihadapi oleh
peternak.

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis sumber-sumber risiko dan
alternatif manajemen risiko yang diterapkan oleh perusahaan untuk
meminimalkan risiko yang mungkin terjadi dan ketidakpastian yang dihadapi.
Manajemen risiko yang diterapkan berdasarkan pada penilaian perusahaan sebagai
pengambil keputusan secara subjektif. Identifikasi ini dilakukan untuk melihat
apakah manajemen risiko yang diterapkan efektif untuk meminimalkan risiko. Hal
tersebut didasarkan pada tingkat risiko yang dihadapi oleh perusahaan. selain itu,
analisis deskriptif digunakan untuk melihat pearanan pola kemitraan terhadap
usaha yang dijalankan peternak.

Parameter penilaian prestasi produksi ayam broiler:

Parameter penilaian prestasi produksi ayam broiler diperlikan untuk melihat


penyimpangan produksi aktual peternak bermitra dengan produksi standar yang
ditetapkan perusahan inti. Beberapa parameter prestasi yang biasa dipakai oleh
para peternak ayam broiler sebagai berikut :

a. Persentase kematian (Persentase Deplesi)


Persentase kematian adalah jumlah ayam yang mati dan diafkir dibagi
dengan jumlah total awal ayam yang dipelihara dalam setiap periodenya.

( )
= 100%

b. Rata-rata berat ayam yang dijual


Rata-rata berat ayam yang dijual adalah total dari berat ayam yang dijual
dibagi dengan total jumlah ayam yang dijual.


=

26

c. Konversi Pakan (Feed Conversion Ration atau FCR)


Konversi pakan adalah banyaknya kilogram pakan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan satu kilogram berat badan ayam hidup.

d. Umur Panen dan Rataan Umur Panen


Umur panen adalah umur ayam ketika dijual dalam satuan hari, jika umur
panen ayam beragam ketika dijual dalam arti umur setiap ayam berbeda
karena berbeda saat kedatangannya maka harus dicari rataan umur panen.

e. Indeks Prestasi atau Performance Numerical (PN)


Indeks Prestasi adalah suatu formula yang paling umum dipakai untuk
mengetahui prestasi ayam broiler komersial. Semakin besar nilai PN yang
diperoleh (lebih dari 200), maka semakin bagus Prestasi Produksi ayam dan
semakin efisien penggunaan pakan dan biaya.

(100 % persentase kematian) x Rataan Berat Ayam dipanen x 100


PN =
x Rataan umur panen

Analisis Risiko
Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation)
terhadap return dari suatu aset. Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk
mengukur penyimpangan diantaranya adalah varian (variance), standar deviasi
(standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Ukuran-ukuran
tersebut merupakan ukuran statistik. Penjelasan mengenai beberapa ukuran
sebagai berikut:
1. Hasil yang Diharapkan atau Expected Return
Hasil yang diharapkan atau expected return dihitung dari penjumlahan
hasil kali antara peluang kejadian (probability) dengan return berupa
pendapatan bersih dari seluruh periode pengamatan pada peternak plasma
dan peternak mandiri. Secara matematis expected return dapat dituliskan
sebagai berikut:

=
=1

Penjabaran dari rumus expected return dapat dituliskan sebagai berikut:

= 1 1 + 2 2 + 3 3 + +
27

Dimana :
Pij = Peluang dari suatu kejadian (i=aset, j=kejadian)
Rij = Return
Ri = Expected return

Jumlah kejadian atau pengamatan di usaha peternakan ayam broiler ada


10 kejadian pada peternak plasma dan 7 kejadian pada peternak mandiri, jadi
peluang dari setiap kejadiannya dianggap sama yaitu bernilai satu. Sehingga
expected return dapat dihitung dengan mencari nilai rata-rata atau mean dari
return berupa pendapatan bersih usaha peternakan ayam broiler pada
peternak plasma dan peternak mandiri Maka secara matematis expected
return dapat dituliskan sebagai berikut :

R ij
=1
Ri =
n

Dimana :
Ri = Expected Return atau Pendapatan rata-rata (Rp/Periode)
Rij = Pendapatan periode ke-j (Rp/Periode)
n = Jumlah data pengamatan

2. Varian (variance)
Pengukuran variance dari return merupakan penjumlahan selisih
kuadrat dari return dengan expected return dikalikan dengan peluang dari
setiap kejadian. Nilai variance dapat dituliskan dengan rumus sebagai
berikut (Elton dan Gruber,1995):

2
= ( )2
=1

Rumus variance dari return tersebut dapat juga dituliskan dalam bentuk
sebagai berikut :

2 = 1 (1 1 )2 + 2 (2 2 )2 + 3 (3 3 )2 + + ( )2

Dimana :
i 2 = dari
Pij = Peluang dari suatu kejadian (i=aset, j=kejadian)
Rij = Return
Ri = Expected return

Jumlah kejadian atau pengamatan di usaha peternakan plasma ada 10


kejadian dan peternak mandiri 7 kejadian, jadi nilai peluang dari setiap
28

kejadian dianggap sama yaitu bernilai satu. Sehingga secara matematis


ragam (variance) dapat dituliskan sebagai berikut:

2
2 =1
=
1

Dimana:
i 2 = dari retun
Ri = Expected Return atau Pendapatan rata-rata (Rp/Periode)
Rij = Pendapatan periode ke-j (Rp/Periode)
n = Jumlah pengamatan

Dari nilai variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai


variance maka semakin kecil penyimpangan sehingga semakin kecil risiko
yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut. Begitu juga
sebaliknya, semakin besar nilai variance maka semakin besar
penyimpangannya sehingga semakin besar risiko yang dihadapi dalam
melakukan kegiatan usaha.

3. Standar Deviasi (Standard Deviation)


Standard Deviation dapat diukur dari akar kuadrat nilai variance.
Secara matematis standard deviation dapat dituliskan sebagai berikut :

= 2

Dimana :
= Simpangan Baku atau Standard Deviation (Rp/Periode)
2 = Ragam atau Variance (Rp/Periode)

Makna dari ukuran standard deviation seperti halnya variance, artinya


semakin kecil nilai standard deviation maka semakin rendah risiko yang
dihadapi dalam kegiatan usaha.

4. Koefisien Variasi (Coefficient Variation)


Coefficient variation diukur dari rasio standard deviation dengan
expected return. Secara matematis coefficient variation (CV) dapat
dituliskan sebagai berikut :

=

Dimana :
CV = Koefisien Variasi atau Coefficient Variation
= Simpangan Baku atau Standard Deviation (Rp/Periode)
Ri = Expected Return atau Pendapatan rata-rata (Rp/Periode)

Semakin kecil nilai coefficient variation maka semakin kecil risiko


yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Begitu juga sebaliknya,
29

Semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko yang
dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha.

5. Metode Z-Score
Metode Z-Score adalah metode pengukuran risiko atau kejadian yang
merugikan akibat hasil yang diperoleh menyimpang dari hasil standar. Z-
Score adalah suatu angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu nilai dari
rata-ratanya/standarnya pada distribusi normal. Dengan mengetahui Z-
Score (atau nilaiz) kita dapat mengetahui besarnya kemungkinan suatu
ukuran atau suatu nilaiyang berada lebih besar atau lebih kecil dari rata-
ratanya ataupun dari standarnya.

Z-Score diperoleh dengan cara berikut:


=

Dimana :
Z = nilai z (atau z-score)
x = suatu nilai
= rata-rata x / nilai standar
s = standar deviasi

Rata-rata diperoleh dengan cara :



=

Dimana :
n = jumlah anggota dari sampel

6. Batas Bawah Pendapatan (L)


Nilai L menunjukkan nilai nominal pendapatan bersih terendah yang
mungkin diterima oleh peternak. Apabila nilai L sama dengan atau lebih
dari nol, maka peternak tidak akan mengalami kerugian dan begitu juga
sebaliknya. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

L = Ri 2

Keterangan :
L = Batas Bawah Pendapatan (Rp/Periode)
Ri = Expected Return atau Pendapatan rata-rata (Rp/Periode)
= Simpangan Baku atau Standard Deviation (Rp/Periode)

Terdapat hubungan antara nilai batas bawah pendapatan dengan nilai


koefisien variasi. Apabila nilai CV > 0.5 maka nilai L < 0. Hal ini berarti
pada setiap proses produksi ada peluang peternak mengalami kerugian.
Apabila nilai CV < 0.5 maka nilai L > 0. Hal ini berarti perusahaan akan
selalu untung dan akan impas apabila nilai CV = 0 dan L = 0.
30

Analisis Pendapatan

Dalam Soekartawi dkk (1986) menjelaskan bahwa pendapatan bersih


usahatani merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran
total usahatani. Dimana pendapatan kotor usahatani atau penerimaan total
usahatani (total farm revenue) adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya
yang digunakan dalam usahatani, sedangkan pengeluaran total adalah nilai semua
masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak
termasuk tenaga kerja keluarga petani. Rumus penerimaan, total biaya dan
pendapatan adalah :
= TR TC

Dengan kriteria : TR>TC, maka usaha menguntungkan


TR=TC, maka usaha impas
TR<TC, maka usaha rugi

Berdasarkan penelitian Solihin (2011), untuk menghitung analisis


pendapatan pada usaha peternakan ayam broiler dapat digunakan rumus sebagai
berikut dengan beberapa tambahan yang ditambahkan peneliti sesuai keadaan
yang ada di tempat penelitian :

TR = Y+L
TC = ( P + D + O) + ( Tk + S + LA+ BL + DL)

Keterangan :
= Pendapatan
TR = Total penerimaan atau Total Revenue (Rp)
TC = Total biaya atau Total Cost (Rp)
Y = Penerimaan dari penjualan ayam (Rp)
L = Penerimaan lain-lain (Rp)
P = Biaya pakan (Rp)
D = Biaya DOC (Rp)
O = Biaya obat-obatan, vitamin, vaksin (Rp)
Tk = Biaya tenaga kerja (Rp)
S = Biaya sekam (Rp)
LA = Listrik & Air (Rp)
BL = Biaya LPG (Rp)
DL = Biaya lain-lain (Rp)

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)

Rasio penerimaan dan biaya ini menunjukkan besarnya penerimaan yang


diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Analisis
rasio ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan relatif kegiatan
usahatani. Rasio R/C dapat dirumuskan secara sistematis sebagai berikut:

R/C Ratio=

31

Rumus tersebut digunakan untuk mengetahui hasil dari kegiatan


usahaselama periode tertentu. Jika R/C Ratio > 1 berarti setiap tambahan biaya
yangdikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar
daripadatambahan biaya atau dapat dikatakan kegiatan usahatani tersebut efisien
untukdilaksanakan. Sedangkan jika R/C Ratio < 1, maka penerimaan lebih kecil
dari tiap unitbiaya yang dikeluarkan hal ini berarti usaha tersebut mengalami
kerugian dantidak layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika R/C Ratio = 1, maka
kegiatan usahatani tersebut berada pada titik impas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Peternakan Plasma Ayam Broiler

Peternakan ayam broiler ini didirikan oleh Bapak Syafril sendiri pada tahun
2003 dengan menggunakan modal pribadi. Peternak merupakan seorang pebisnis
yang memiliki beberapa bisnis lain selain peternakan ayam broiler. Peternakan
ayam broiler ini merupakan usaha peternakan dengan sistem kerjasama inti-
plasma. Alasan pemilihan usaha dengan melakukan kerjasama inti-plasma untuk
memperoleh kemudahan dalam memperoleh bibit DOC, pakan, obat-obatan dan
melakukan pemasaran. Selain itu juga diberi fasilitas teknisi untuk melihat
perkembangan ayam di kandang. Dengan menjadi plasma, peternak memperoleh
keringanan dalam penyediaan modal produksi, karena sapronak yang
didistribusikan baru akan dibayar ketika sudah dilakukan pemanenan. Dengan
demikian peternak hanya mengeluarkan modal untuk uang muka dan operasional
saja.
Bapak syafril melakukan kerjasama inti-plasma dengan salah satu
perusahaan inti yang cukup besar yaitu PT. Minang Ternak Sejahtera. Alasan
memilih melakukan kerjasama dengan PT tersebut adalah karena pelayanan yang
baik dari pihak perusahaan dan terjalinnya komunikasi yang baik antar pihak.
Bisnis peternakan ayam broiler mulai dijalankan pada tahun 2003 yang memiliki
satu buah kandang kapasitas 5000 ekor ayam. Kemudian pada tahun 2008
membuat 4 buah kandang baru di lokasi yang baru dengan luas lahan 2.5 Ha yang
merupakan lahan pribadi. Pada lokasi yang baru ini, Bapak Syafril mendirikan 4
buah kandang dengan ukuran yang berbeda. Pembuatan 1 buah kandang tersebut
menggunakan biaya cukup besar yaitu Rp 165 000 000, ini dikarenakan lokasi di
daerah berbukit sehingga diperlukan pemerataan lokasi. Kandang dilengkapi
dengan rumah untuk anak kandang, gudang penyimpanan pakan, serta peralatan
kandang seperti tempat pakan dan minum, penghangat kandang, terpal dan juga
fasilitas pengadaan air seperti kran, selang dan ember.
Kegiatan usaha peternakan ayam broiler di kandang yang mulai beroperasi
pada tahun 2009 dengan kapasitas 19 000 ekor ayam yang terbagi kedalam 4
kandang. Pemilik mempercayakan kandang tersebut langsung kepada anak
kandang, namun Bapak Syafril sering datang ke kandang untuk mengontrol
perkembangan ayam. Untuk satu kandang terdiri dari seorang anak kandang
bersama keluarganya, mereka tinggal di rumah yang telah disediakan untuk setiap
32

kandangnya. Untuk mengurus ayam tersebut, biasanya dilakukan bersama-sama


dengan anggota keluarga mereka.

1. Lokasi Peternakan
Peternakan ayam broiler ini berlokasi di Desa Batu Gandang, Tanjung
Ampalu Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Propinsi Sumatera Barat.
Kabupaten Sijunjung berada pada ketinggian sekitar 118 meter sampai
1335 meter dari permukaan laut. Jarak tempuh lokasi peternakan dari pusat
Kota Sawahlunto sekitar 30 km. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke
lokasi peternakan ini sekitar 45 menit. Peternakan yang dibangun di lahan
seluas 2.5 Ha ini cukup strategis karena mempunyai akses yang mudah
dalam sarana transportasi dan tersedianya sumber air yang cukup yang
bersumber dari sumur dan juga air dari PDAM, selain itu juga letak
peternakan yang cukup jauh dari keramaian.
Peternakan plasma ini memiliki tipe kandang panggung dengan jarak
tinggi kandang dari tanah berkisar 2-2.5 meter. Konstruksi bangunan
kandang terbuat dari kayu dan bambu serta atap dari bahan asbes. Kayu
digunakan sebagai kerangka dan pondasi kandang, untuk bambu
digunakan sebagai alas lantai dan dinding. Tujuan dibuatnya kandang
dengan sistem panggung dikarenakan salah satu persyaratan kerjasama
dengan perusahaan inti. Untuk gudang penyimpanan pakan terbuat dari
beton dan pada bagian atasnya dibuat rumah bagi anak kandang yang
terbuat dari kayu. Gambar kandang ayam peternak plasma dapat dilihat
pada Gambar 4.

Gambar 4 Kandang ayam broiler peternak plasma


2. Struktur Organisasi
Peternakan ayam broiler milik Bapak Syafril tergolong peternakan
kecil dengan kapasitas 19 000 ekor setiap periodenya. Peternakan ini
memiliki struktur organisasi yang sederhana, dengan pemilik langsung
membawahi anak kandang. Keuntungan dari struktur organisasi sederhana
33

ini adalah penghematan dari segi biaya dan juga alur pengambilan
keputusan dapat berlangsung cepat karena langsung dari pemilik terhadap
anak kandang. Dalam usaha peternakan ayam, diperlukan respon yang
cepat dari pimpinan dan juga anak kandang, karena usaha ini sangat rentan
terhadap perubahan lingkungan. Oleh karena itu diperlukan ketangkasan
seorang pemimpin dalam mengambil keputusan yang tepat. Struktur
organisasi peternakan plasma dapat dilihat pada Gambar 5.

Perusahaan Inti
Pemilik (PT. MTS)
Peternakan

Pengawas
lapang/
Technical
Anak Anak Anak Anak Service (PT.
Kandang Kandang Kandang Kandang MTS)
(Med) (Au) (Apit/Sapri) (Yono)

Gambar 5 Struktur Organisasi

Keterangan : menunjukkan alur perintah


menunjukkan alur koordinasi

Kegiatan usaha peternakan ayam broiler ini merupakan kemitraan usaha


dengan pola inti-plasma. Pihak perusahaan inti berperan dalam membina dan
melayani pelaksanaan budidaya ayam kepada peternak serta mengawasi
manajemen usaha tersebut. Mengenai perjanjian kerjasama kemitraan inti-plasma
dan kontrak harga dapat dilihat pada Lampiran (1).
Tanda panah pada struktur organisasi menunjukkan alur perintah dan garis
putus-putus pada struktur organisasi menunjukkan area koordinasi. Alur perintah
pada struktur organisasi peternakan ini adalah dari pemilik peternakan yang juga
selaku pimpinan langsung kepada anak-anak kandangnya. Demikian juga
sebaliknya tanggung jawab mengalir dari anak kandang sebagai bawahan kepada
pemilik kandang selaku pimpinan perusahaan. Koordinasi dan pengawasan
dilakukan oleh petugas pengawas lapang dari PT. Minang Ternak Sejahtera
kepada pemilik peternakan dan anak kandang.
Jalur koordinasi yang ditunjukkan tanda panah putus-putus merupakan
hubungan koordinasi dengan perusahaan inti. Perusahaan inti bertugas mengawasi
seluruh proses kegiatan bisnis peternakan yang dilaksanakan oleh petugas
pengawas lapang (Technical Service/TS). Dalam setiap periodenya pengawas
lapang dari perusahaan inti akan datang secara berkala ke setiap kandang. Tugas
dari pengawas lapang tersebut adalah memantau perkembangan ayam broiler, hal
yang diamati seperti penggunaan pakan, vitamin dan obat-obatan serta pemberian
vaksin pada ayam. Selain itu, untuk tahap pemanenan ayam, pihak inti juga
34

mengirim pengawas lapang bagian pemasaran untuk melihat kondisi kesehatan


ayam dan melakukan penimbangan ayam.

Proses Produksi Peternakan Plasma

Dalam melaksanakan kegiatan budidaya ayam broiler banyak hal penting


yang harus dimengerti oleh peternak:
a Usahakan anak ayam selalu merasa nyaman, baik dari segi pemanas
bisa mengimbangi sebagai pengganti induk.
b Agar mencapai target yang diinginkan selalu berusaha bagaimana
caranya kebutuhan pakan dan bobot badan bisa tercapai, contoh: pola
pemberian pakan yang tepat pada waktunya dan bagaimana caranya
bisa merangsang anak ayam rata pada makanan.
c Kebutuhan sirkulasi udara bersih yang cukup atau kadar oksigen di
dalam ruangan, contoh: kontrol ventilasi udara dan rendahnya bau
kadar amonia di dalam kandang atupun di lingkungan kandang.
d Penanganan limbah di lingkungan kandang agar tidak basah.
e Mampu memahami pintu-pintu masuk berkembangnya penyakit,
untuk pengendalian seperti: Bakteri Microplasma dan Virus,yang
dapat menyebabkan ayam stress dan sakit yang akhirnya
menyebabkan pertumbuhan ayam terganggu yang dapat menyebabkan
pembengkakkan biaya operasional kandang.
f Pola pemberian obat juga sangat diperlukan penanganan yang baik
dan tepat waktu. Dosis dan pencairan obat harus diperhatikan jangan
sampai salah dan batas waktu penggunaannya setelah diberikan.
g Selalu kontrol perkembangan ayam tiap minggunya, ditimbang apakah
sudah mencapai target yang diinginkan.

Proses produksi ayam broiler pada peternakan plasma telah diatur oleh
manajemen perusahaan inti. Untuk setiap satu siklus produksi membutuhkan
waktu sekitar 50-60 hari. Satu siklus produksi ayam broiler dimulai dari persiapan
awal kandang sampai panen. Untuk tahap persiapan awal yang terdiri dari masa
istirahat kandang dan pembersihan kandang membutuhkan waktu sekitar 3
minggu. Sedangkan proses budidaya hingga panen berlangsung sekitar 30-40 hari.
Jumlah siklus produksi maksimal peternakan ayam broiler milik Bapak Syafril
yang dapat dilakukan dalam satu tahun adalah sebanyak enam kali.

Persiapan Kandang

Persiapan kandang dilakukan setelah panen ayam broiler pada periode


sebelumnya. Lama masa istirahat kandang atau persiapan awal berkisar tiga
minggu. Persiapan kandang pada peternakan plasma ini mencakup pembersihan
kandang, pembersihan tempat pakan dan minum dan perbaikan kandang apabila
ada yang rusak. Berikut penjelasan proses persiapan kandang.

1. Pembersihan dan sterilisasi kandang


35

Setelah ayam dipanen dan kandang sudah kosong maka semua


peralatan pakan dan minum dikeluarkan dan dicuci dengan air. Selanjutnya
akan dilakukan pembersihan kandang dari sisa-sisa kotoran ayam, bulu
ayam, sarang laba-laba dan membuangnya. Pencucian kandang dilakukan
dengan penyemprotan air yang bersumber dari sumur menggunakan mesin
sprayer atau mesin tembak bertekanan tinggi ke seluruh bagian kandang
dan bersihkan tangki beserta pipa. Setelah kandang benar-benar bersih dari
kotoran, biarkan selama kurang lebih 4 jam dan kemudian barulah
kandang disemprot formalin yang bertujuan untuk membunuh kuman dan
virus.
Tirai yang sudah dicuci dan celup dalam desinfektan selanjutnya
dibawa masuk ke kandang dan dipasang sekeliling kandang. Lalu
dilakukan penyemprotan disinfektan 1 ke atap, kawat, alat dan sekitar
kandang ayam. Setelah didesinfektan 1 kandang didiamkan beberapa hari
dan kemudian mulai dipasang waring, ditebarkan sekam, dibuat brooder
dan dipasang tirai. Selanjutnya alat-alat yang sudah dibersihkan dan
dicelup dengan disinfektan baru dipasang dikandang. Setelah semua
persiapan kandang selesai, kandang disemprotkan kembali dengan
disinfektan 2 ke seluruh kandang dan lingkungan sekitar kandang. Lalu
buka tirai sebentar 2-3 jam untuk menghilangkan bau disinfektan. Setelah
itu baru kandang ditutup.

2. Pembersihan peralatan kandang


Peralatan kandang terdiri dari tempat pakan, tempat minum, ember,
plastik kelambu, waring dan lain-lain. Kegiatan ini dilakukan diluar
kandang agar tidak mengotori kandang yang telah dibersihkan. Pencucian
plastik kelambu dan waring alas litter di sungai terdekat. Sedangkan untuk
proses pembersihan dan sterilisasi tempat pakan, minum dan ember
dilakukan dengan mencuci yang menggunakan air yang dicampur obat
virukill. Peralatan kandang yang telah dicuci, dikeringkan dan disimpan
kembali di kandang.

3. Persiapan indukan atau brooder


Alat ini berbentuk bundar atau persegi empat yang bertujuan sebagai
induk buatan karena fungsinya menyerupai induk ayam yakni
menghangatkan anak ayam ketika baru menetas. Pembuatan brooder untuk
tempat anak ayam dengan jumlah 6 helai triplek tiap 1000 ekor anak ayam
(diameter 3,8 m), biasanya untuk setiap kandang terdiri dari empat
bro0der. Pasang kelambu tiap-tiap brooder untuk memperkecil ruangan
agar pemanas bisa tercapai dan tutup sekeliling kandang dengan layar.
Pelebaran luasan batas pelindung dilakukan secara bertahap berdasarkan
pertumbuhan DOC.

4. Penebaran sekam padi


Kandang yang telah kering dibentang waring dan kemudian koran.
Selanjutnya lantai kandang tersebut ditebar litter atau sekam padi full
kandang dengan ketebalan 5-10 cm,sekam padi berfungsi sebagi penyerap
air yang berasal dari tumpahan tempat minum maupun dari kotoran,
36

sehingga lantai tetap kering dan tidak lembab, dengan begitu maka ayam
akan terbebas dari kelembaban yang dapat menyebabkan penyakit. Selain
itu sekam tersebut berfungsi untuk pemanas alami bagi DOC dan sebagai
pelindung DOC dari kerusakan pada kaki atau dada DOC.

5. Persiapan pemanas, tempat pakan dan minum


Alat pemanas yang digunakan di usaha peternakan ini adalah gasolek
dengan sumber energi gas LPG. Alat pemanas harus diatur
pemasangannya, termasuk ketinggiannya harus benar. Panas yang
dihasilkan grassolek bisa diatur sesuai kondisi dengan menggunakan
regulator yang ada di tabung gas. Alat pemanas grassolek memiliki
kelebihan yaitu panas yang dihasilkan merata, stabil, tidak terpengaruh
angin, panas yang dikeluarkan berupa sinar merah dan tidak berasap.
Penggunaan tempat pakan pada peternakan ayam terbagi dua yaitu
freeder tray dan hanging feed. Tempat pakan dan minum yang telah
disterilkan kemudian disusun sesuai kebutuhan ayam. Pada peternakan ini
biasanya pada umur 1 hari penggunaan tempat pakan 20 buah untuk setiap
1000 ekor ayam. Namun jumlahnya akan terus bertambah seiring
petumbuhan ayam. Berikut dapat dilihat pada tabel jumlah tempat pakan
dan frekuensi pemberian pakan pada ayam.

Proses Budidaya

Proses budidaya merupakan kegiatan pemeliharaan ayam mulai dari DOC


masuk sampai ayam panen. Proses pemeliharaan mencakup pemeriksaan kuantitas
dan kualitas DOC dan proses pemeliharaannya, pemberian pakan dan air minum,
periode pemanasan atau brooding, proses vaksinasi, pengobatan dan vitamin,
pengawasan tingkat mortalitas, kontrol kandang dan masa panen. Penjelasan
kegiatan budidaya dijelaskan dari mulai umur 1 hari hingga panen.
Berikut kegiatan budidaya yang dilakukan selama tahap periode pemanasan:

1. Manajemen penerimaan DOC (DOC masuk)


Harus ada komunikasi yang antara bagian delivery hatchery,
marketing DOC dan customer untuk menentukan jadwal waktu
pengiriman. Sebelum DOC masuk, kandang harus dipastikan dalam
kondisi steril dan juga tempat pakan dan minum yang lengkap serta
menghidupkan gasolek selama 2 jam sebelum DOC datang dengan suhu
berkisar 30-330C. Pada saat DOC baru datang peternak dan anak kandang
memeriksa segel, surat jalan, jumlah DOC yang dipesan dan memeriksa
kualitas DOC. Setelah itu anak kandang akan menimbang DOC secara
acak. DOC yang datang kemudian disebar pada beberapa brooder yang
telah disiapkan dan diberikan minum air gula, hal ini bertujuan untuk
menghilangkan stress pada ayam akibat perjalanan yang cukup panjang
dan juga untuk memperoleh energi dengan cepat. Pemberian air gula untuk
setiap kandangnya menghabiskan kurang lebih 2 kg gula.
37

2. Pemberian pakan dan minum


DOC yang baru datang diberi air gula, baru setelah 3-4 jam
DOCdapat diberikan pakan. Tempat pakan yang digunakan untuk ayam
umur 1-7 hari adalah freeder tray, yaitu tempat pakan berupa baki
berbentuk bulat yang diletakkan di atas sekam. Penggunaan tempat pakan
ini bertujuan agar mudah dijangkau oleh ayam yang ukurannya relatif
masih kecil. Umur 7 hari hingga 9 hari freeder tray mulai diganti secara
bertahap dengan alas tempat pakan tabung. Tempat pakan yang digunakan
untuk ayam umur 8-14 hari adalah kombinasi freeder tray dan hanging
feed. Hanging feed adalah tempat pakan berbentuk bulat tabung yang
disimpan secara digantung. Tempat pakan yang digunakan untuk ayam
umur 21 hari sampai panen menggunakan hanging feed.
Pakan yang digunakan adalah pakan H11 (crumble) dan H12 (pellet)
sesuai dengan yang diberikan oleh perusahaan. Untuk DOC berumur 1 4
hari, frekuensi pemberian pakan cukup sering yaitu kurang lebih 6-8 kali
sehari tergantung kondisi saat itu. Dalam pemberian pakan oleh anak
kandang untuk umur selanjutnya dilakukan 4-5 kali sehari tergantung
kondisi pakan yang tersedia. Pemberian pakan oleh anak kandang biasanya
dilakukan pada pagi, siang, sore dan malam hari.
Air minum selalu tersedia setiap saat untuk broiler dengan kualitas air
minum yang baik. Untuk menjaga air dalam kondisi normal, perusahaan
memberikan chlorine pada peternak untuk mengurangi
masalah Salmonella, E.Colli dan bakteria patogen lainnya. Pada saat
pengamatan chlorine diberikan pada hari ke 17 masa produksi ayam.
Pemberian obat dan vitamin dilakukan dengan cara mencampurnya
pada minuman untuk ayam dan dilakukan selang seling tergantung kondisi
ayam pada saat itu. Menjamin kualitas pakan dan minum ayam, anak
kandang harus memperhatikan kebersihan tempat pakan dan minum.
Tempat pakan dan minum dicuci setiap hari oleh anak kandang, pencucian
dilakukan pada pagi atau sore hari. Namun, ada beberapa dari anak
kandang yang tidak melakukannya.

3. Pemberian Obat-obatan dan vitamin


Dalam pemberian obat-obatan dan vitamin peternak mendapat
bantuan dari TS (Technical Service) yang disediakan oleh perusahaan inti.
Perusahaan telah menetapkan program pemberian obat dan vitamin pada
setiap kandang. Namun hal ini tidak selalu harus mengikuti program
tersebut karena harus disesuaikan juga dengan kondisi ayam pada saat itu.
Untuk pemberian obat dan vitamin mulai dilakukan pada saat ayam
berumur 6 hari.
Berikut program pemberian obat-obatan dan vitamin yang dianjurkan
perusahaan inti:
a Umur 6 sampai 8 hari
Pada pagi hari diberikan (Neomix, Cosumix plus, Amkol) dan pada
siang atau sore hari diberikan Amilyet (Zagro) + gula
b Umur 9 sampai 15 hari
Pada siang hari berikan Amilyet (Zagro) + gula
38

c Umur 16 sampai 18 hari


Berikan (Enflox, Floksidin, Menorok) dengan dosis yang
disesuaikan berat badan ayam
d Umur 19 sampai 22 hari
Pada siang hari berikan Amilyet (Zagro) + gula
e Umur 23 sampai 26 hari
Berikan vitamin C dengan dosis yang disesuaikan berat badan
ayam
f Umur 26 sampai 30 hari
Pada siang hari diberikan Biogreen ( sebelum panen), pada malam
hari minumkan (Virukil, Biosit dengan dosis 70 ml/120 liter air)

Program pemberian obat-obatan dan vitamin untuk setiap kandang


dimulai pada hari ke enam. Untuk pemberian obat-obatan dan vitamin
selanjutnya tergantung pada kebijakan setiap anak kandang dan obat apa saja
yang diberikan oleh perusahaan inti saat itu. Dalam memberikan obat-obatan
dan vitamin, anak kandang akan melihat kondisi ayam dan cuaca pada saat
itu.

4. Pemberian vaksinasi
Vaksinasi bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit dan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap berbagai penyakit. Vaksinasi
yang tepat dan benar dapat dapat mencegah timbulnya penyakit, namun tidak
mampu melindungi 100%. Pemberian vaksin di peternakan plasma biasanya
dilaksanakan pada ayam umur 5, 9-12 dan 18 hari. Vaksin pada ayam 5 hari
adalah vaksin tetelo 1 (ND live) dan diberikan melalui tetes mata. Vaksin
pada umur 9-12 hari adalah vaksin gumboro (IBD Live). Sedangkan vaksin
pada ayam umur 18 hari adalah vaksin tetelo 2 (ND Live) yang diberikan
melalui air minum. Pada peternakan ayam broiler Bapak Syafril ini, program
pemberian vaksin yang dianjurkan oleh perusahaan yaitu pada umur 10 hari
yaitu vaksin melalui minum, namun pemberian vaksin ditunda karena melihat
kondisi cuaca yang sangat panas. Selanjutnya pemberian vaksin direncanakan
akan diberikan pada umur 12 hari, namun karena kondisi ayam yang mulai
terserang flu maka pemberian vaksinasi ditunda sampai kondisi ayam
membaik. Tapi yang terjadi selanjutnya ayam mulai terserang penyakit yang
disebut CRD sehingga vaksinasi tidak jadi dilakukan.

5. Pengontrolan Peternakan Ayam Broiler


Kontrol kandang dilakukan oleh anak kandang dan pemilik peternakan.
Pengontrolan yang dilakukan yaitu jumlah pakan dan minum, kondisi
kesehatan ayam, suhu lingkungan, luas brooder, sekam, sirkulasi udara. TS
dari perusahaan inti melakukan kontrol kandang setiap seminggu 2x untuk
memeriksa kesehatan ayam dan memberikan solusi dari permasalahan yang
terjadi di kandang. Namun, karena setiap TS menangani cukup banyak
peternak, kegiatan mengontrol kandang tidak dapat dilakukan setiap
seminggu 2x.
Pengontrolan pakan dan minum bertujuan agar memastikan ayam
mengkonsumsi pakan dengan baik dan melakukan grading dan seleksi untuk
39

anak ayam yang kurang baik pertumbuhannya atau afkir. Pengontrolan


kandang dilakukan oleh anak kandang, disini tugas yang dilakukan anak
kandang seperti mengecek pakan dan minum, membersihkan sekam yang
basah oleh bekas jatuhnya air minum atau pakan dan juga kotoran ayam.
Kegiatan ini dilakukan setiap harinya karena jika tidak dibuang maka sekam
yang berbau amonia tersebut akan mengganggu pertumbuhan ayam dan dapat
menyebabkan sakit. Sekam baru mulai diturunkan saat ayam sudah berumur
12 hingga 14 hari, lalu sekam tersebut dimasukkan karung dan diletakkan
pada tempat yang cukup jauh dari kandang. Pada peternakan plasma beberapa
anak kandang, terkadang ada yang kurang disiplin dalam membersihkan
amonia ini, sehingga menyebabkan timbulnya risiko kematian pada ayam.
Dalam melakukan perluasan brooder, yang perlu diperhatikan anak
kandang adalah bobot tubuh ayam. Hal yang juga perlu diperhatikan adalah
sirkulasi udara kandang. Pengaturan sirkulasi udara di kandang dilakukan
dengan membuka tirai. Pembukaan tirai kandang dilakukan sesuai umur ayam
dan kondisi cuaca. Mulai ayam umur 7 hari, tirai sudah dibuka total agar
terjadi pergantian udara dan gas amonia serta CO2 sisa pembakaran gasolek
hilang dan diganti dengan udara segar. Pada peternakan ayam Bapak Syafril
ini, kurangnya kedisiplinan anak kandang dalam membuka dan menutup tirai
menjadikan risiko tersendiri bagi peternakan ini.
Pengontrolan berat badan sangat penting dilakukan dalam proses
budidaya. Pengontrolan berat badan ini bertujuan bertujuan untuk mengetahui
pertambahan berat badan mingguan dan membandingkannya dengan standar
berat badan yang telah ditetapkan. Pengontrolan berat badan dilakukan
dengan cara menimbang sampel ayam. Pengambilan sampel ayam yang
ditimbang dilakukan secara acak dari setiap sudut dan bagian kandang.
Penyeleksian dilakukan setiap hari sampai ayam dipanen. Penyeleksian
bertujuan untuk memisahkan ayam yang pertumbuhannya lambat, cacat,
kerdil, perut kembung dan berat badan yang tidak normal. Anak kandang
akan berkeliling kandang setiap harinya untuk melihat ayam yang mengalami
kelainan tersebut. Ayam yang telah diseleksi karena kelainan tersebut
diletakkan di tempat yang terpisah dari ayam yang sehat dan normal.
Pemisahan tempat ini dilakukan agar ayam yang sakit tidak menyebarkan
penyakitnya kepada ayam yang sehat. Namun, pada peternakan ini ayam
yang dipisahkan tersebut masih di dalam kandang yang sama, hanya
dipisahkan oleh sekat saja. Sehingga dapat memudahkan penyebaran penyakit
pada ayam yang lain.

Proses Pemanenan

Perusahaan inti menjadi pengatur antara permintaan konsumen ( jumlah dan


bobot badan ayam yang diminta) dengan ketersediaan ayam di peternak plasma.
Proses panen didampingi oleh TS bagian pemasaran sehingga bisa menghindari
tingkat kecurangan. Bobot ayam yang dipanen telah disesuaikan oleh perusahaan
inti dengan Delivery Order (DO) penjualan dan berat ayam di kandang.
Sebelum pemanenan dilakukan terlebih dahulu dipersiapkan tim panen yang
terdiri dari penangkap ayam, penimbang ayam, pencatat hasil timbangan dan
pengangkut ayam. Penangkap ayam biasanya melibatkan anak kandang dan
40

masyarakat disekitar lingkungan peternakan. Penimbangan ayam dan pencatatan


hasil timbangan dilakukan oleh satu orang, biasanya dilakukan oleh TS pemasaran
dari perusahaan inti dan juga oleh salah satu anak kandang yang dipercaya
pemilik peternakan. Penimbangan ayam dan pencatatan hasil timbangan juga
diawasi langsung oleh pihak pembeli.
Persiapan selanjutnya adalah mempersiapkan peralatan panen seperti
timbangan, alat tulis, surat jalan, Delivery Order (DO) dan keranjang ayam.
Sebelum proses pemanenan pemberian pakan sudah mulai dikurangi agar sisa
pakan tidak terlalu banyak dan sekitar 4-5 jam ayam sudah tidak diberikan pakan
lagi. Ini bertujuan untuk menghindari tembolok penuh dengan pakan sehingga
berat ayam menjadi fiktif atau tidak nyata.
Kegiatan pemanenan dilakukan pada malam hari dengan lampu kandang
dimatikan. Penangkapan ayam harus dilakukan dengan hati-hati agar ayam tidak
memar. Cara melakukan penangkapan yaitu dengan menangkap bagian kaki
ayam, tujuannya agar ayam yang ditangkap tidak memar atau rusak dan jumlah
ayam yang ditangkap cukup banyak. Untuk satu orang penangkap maksimal dapat
menangkap 10 ekor ayam setiap sekali tangkapan (5 ditangan kanan dan 5
ditangan kiri).
Ayam yang telah ditangkap dimasukkan ke keranjang sesuai kapasitas
ayam. Jumlah maksimum ayam dalam keranjang sekitar 22 ekor tergantung
ukuran keranjang dari setiap pembeli. Kemudian dilakukan penimbangan ayam
dengan cara menyusun keranjang-keranjang tersebut menjadi 6 susun atau 7
susun. Rata-rata berat bersih ayam yang ditimbang adalah 130 kg/timbangan.
Setelah ayam ditimbang keranjang ayam kemudian disusun ke dalam mobil truk
dan dibawa ke tempat tujuan. Kegiatan pemanenan berlangsung kurang lebih 2-3
jam untuk 2000 ekor ayam.

Gambar 6 Kegiatan panen pada peternakan plasma


41

Pasca panen

Pada tahap pasca panen anak kandang mengumpulkan semua peralatan


kandang dan membersihkannya. Anak kandang akan mengumpulkan kotoran
ayam ke dalam karung untuk dijadikan pupuk dan dijual. Selanjutnya menimbang
pakan yang tersisa dan mencatatnya untuk mengevaluasi prestasi produksi. Pakan
tersebut oleh perusahaan inti akan diambil untuk didistribusikan ke peternak
plasma yang lain.

Gambaran Umum Peternakan Mandiri Ayam Broiler

Peternak mandiri di daerah Kota Sawahlunto-Sijunjung pada saat ini sudah


mulai berkurang, disebabkan oleh pemasaran ayam pedaging yang cukup sulit.
Dari beberapa peternak mandiri yang masih bertahan adalah mereka yang sudah
memiliki pelanggan tetap yaitu rumah makan. Dari peternak mandiri yang
ditemui, jumlah populasi ayam yang dimiliki tidak dalam jumlah yang sangat
besar. Berbeda dengan peternak yang bermitra, jumlah populasinya sangat
banyak. Berikut beberapa peternak mandiri yang diamati :

Tabel 10 Data peternak mandiri di Kota Sawahlunto/Kab. Sijunjung


No Nama Peternak Umur Luas kandang Jumlah Jumlah
(tahun) (m x m) Kandang (buah) populasi
ayam
1 Mardias 50 8x4 6 2000
2 Rosni 48 7x5 6 2000
3 Rudi 30 13 x 8 4 4000
4 Dastati 46 8x6 6 2000
5 Alex 30 10 x 8 3 2000
6 Bujang Paibo 1 47 10 x 7 1 2000
8x6 1
7 Bujang Paibo 2 15 x 8 3 5000

1. Lokasi kandang dan bentuk kandang


Lokasi peternakan berada di areal dekat rumah yaitu di bagian belakang
halaman rumah. Lokasi tersebut dekat dengan sarana transportasi dan sumber
air. Dari empat peternak mandiri memiliki bentuk kandang ayam beralaskan
tanah atau semen. Sedangkan satu peternak mandiri lainnya memiliki bentuk
kandang panggung dengan tinggi sekitar 1,5 m dari tanah.

2. Lama budidaya (produksi)


Kegiatan budidaya yang dilakukan peternak mandiri, umumnya hanya
berlangsung sampai umur 18-21 dengan berat badan rata-rata 0.8 kg sesuai
permintaan dari rumah makan. Namun adakalanya beberapa ayam yang
dibesarkan jika tidak terjual semuanya. Dari dua peternak mandiri lainnya,
kegiatan budidaya yang dilakukan selama 25-30 hari dengan menghasilkan
bobot badan ayam panen berkisar 1.3 1.8 kg.
42

3. Kegiatan persiapan budidaya


Persiapan kandang pada peternakan mandiri ini mencakup pembersihan
kandang, pensterilan kandang dan pembersihan tempat pakan dan minum.
Berikut penjelasan proses persiapan kandang.

a. Pembersihan dan sterilisasi kandang


Setelah ayam dipanen dan kandang sudah kosong maka semua
peralatan pakan dan minum dikeluarkan dan dicuci dengan air yang
dicampur deterjen. Selanjutnya akan dilakukan pembersihan kandang dari
sisa-sisa kotoran ayam, bulu ayam, sarang laba-laba dan membuangnya.
Setelah kandang bersih dilakukan pengapuran, ini bertujuan untuk
membunuh kuman dan bakteri yang ada pada periode sebelumnya.
Kemudian kandang disemprot dengan rodalon dan tempat pakan dan
minum dicuci dengan air yang dicampur rodalon.

b. Persiapan indukan atau brooder


Alat ini berbentuk bundar atau persegi empat yang bertujuan sebagai
induk buatan karena fungsinya menyerupai induk ayam yakni
menghangatkan anak ayam ketika baru menentas. Pasang kelambu tiap-
tiap brooder untuk memperkecil ruangan agar pemanas bisa tercapai.
Pelebaran luasan batas pelindung dilakukan secara bertahap berdasarkan
pertumbuhan DOC.

c. Penebaran sekam padi atau serbuk kayu


Kandang yang telah kering ditebarkan sekam padi atau serbuk kayu.
sekam tersebut berfungsi untuk pemanas alami bagi DOC dan sebagai
pelindung DOC dari kerusakan pada kaki atau dada DOC. Kemudian
diatas sekam padi atau serbuk kayu dilapisi dengan koran untuk anak ayam
sampai umur 2 atau 3 hari.

d. Persiapan pemanas, tempat pakan dan minum


Alat pemanas yang digunakan oleh peternak mandiri adalah kompor
dan lampu. Alat pemanas harus diatur pemasangannya, termasuk
ketinggiannya harus benar. Dari 2 orang peternak mandiri menggunakan
kompor sebagai pemanas. Kompor biasanya dihidupkan selama 24 jam
non stop hingga ayam berumur 2 hari. selanjutnya baru menggunakan
lampu biasa.
Untuk beberapa peternak mandiri lainnya hanya menggunakan lampu
(75 watt, 80 watt, 100 watt) sebagai pemanas ayam. pemasangan lampu
untuk ayam berumur 1 3 hari berjarak sangat dekat dengan lantai.
Semakin bertambahnya umur ayam maka jarak lampu mulai dinaikkan
sesuai dengan kondisi suhu pada saat itu.

4. Proses budidaya ayam broiler


Untuk secara keseluruhan proses budidaya yang dilakukan peternak
mandiri hampir sama dengan peternak plasma, hanya saja peternak
mandiri karena sebagian besar dibudidayakan langsung oleh pemiliknya,
maka pengontrolan terhadap kebersihan kandang, pemberian pakan dan
43

minum serta kondisi ayam lebih fokus dan teliti. Serta jangka waktu
produksi yang lebih pendek menh\yebabkan lebih mudahnya dalam
menjaga kebersihan kandang.
Peternak mandiri menggunakan pakan yang diproduksi Charoen
Pokphand yang berjenis Hi-Pro-Vite 311 (crumble) dan Hi-Pro-Vite 511
(pellet). Peternak mandiri membeli DOC, pakan, dan obat-obatan pada
poultry 124 PS Payakumbuh. Peternak melakukan pemesanan via telepon
dan sapronak tersebut akan diantarkan ke tempat peternak. Untuk setiap
periode produksinya, DOC, pakan dan obat-obatan datang perminggu, ini
bertujuan agar persediaan ayam tidak terputus. Dalam menjalankan
budidaya peternak tersebut tidak menggunakan tenaga kerja dari luar,
mereka melakukan budidaya tersebut bersama-sama keluarga, kecuali
Bapak Bujang Paibo dan Bapak Rudi yang menggunakan beberapa tenaga
kerja karena jumlah populasi ayam yang cukup banyak.
Kegiatan produksi yang dijalankan oleh Ibu Mardias, Ibu Rosni, Ibu
Dastati, Bapak Alex dan Bapak Bujang Paibo biasanya berlangsung
selama 18-25 hari. Peternak-peternak mandiri menjual ayam untuk rumah
makan tersebut dengan berat badan rata-rata 0.8 kg atau ayam potong
empat sesuai dengan permintaan pelanggan. Sedangkan Bapak Rudi dan
Bapak Bujang Paibo menjalankan kegiatan produksi selama 25-30 hari.
Peternak-peternak ini langsung memasarkan ayamnya sendiri di pasar atau
kepada pengumpul.
Dalam menjalankan peternakan pastilah menghadapi risiko yang dapat
mempengaruhi keuntungan. Pada 7 peternak mandiri risiko harga sangat
berpengaruh terhadap usaha, karena harga DOC dan pakan cenderung
berfluktuasi sehingga akan mempengaruhi penerimaan peternak. Untuk
risiko produksi yang dihadapi oleh usaha peternak mandiri cukup rendah
dikarenakan kegiatan produksi dilakukan langsung oleh peternak sendiri.
Beberapa sumber risiko produksi yang dihadapi peternak mandiri adalah
cuaca, penyakit, afkir, hama predator dan lain-lain.

Saluran Pemasaran

Kegiatan pemasaran ayam broiler pada umunya langsung dilakukan oleh


peternak, namun ada beberapa peternak yang melibatkan pedagang pengumpul
dan pengecer. Berikut saluran pemasaran ayam broiler dari peternak mandiri
disajikan pada Gambar 7.
Restoran atau
Rumah Makan

Peternak Mandiri :
Pengumpul Pengecer Konsumen
Mardias, Rosni, Dastati,
Rudi, Alex, BP 1&2 atau Broker

Pasar/
konsumen

Gambar 7 Alur pemasaran peternak mandiri


44

Gambar 7 menunjukkan saluran pemasaran usaha peternakan mandiri terdiri


dari tiga saluran pemasaran. Saluran pemasaran pertama adalah dari usaha
peternakan langsung ke restoran atau rumah makan. Dalam pemasarannya
beberapa peternak ada yang mengantarkan ayam langsung ke restoran atau rumah
makan dan ada juga yang dijemput langsung oleh pekerja rumah makan tersebut.
Saluran pemasaran kedua adalah dari peternak ke pengumpul atau broker
kemudian ke pengecer dan akhirnya ke konsumen. Saluran pemasaran ketiga yaitu
dari peternak langsung ke konsumen, disini peternak langsung memasarkan ayam
di pasar dan juga ada beberapa konsumen yang membeli langsung ke tempat
peternakan.

Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Pada Peternak Plasma

Penelitian ini dilakukan pada peternak plasma yang bekerja sama dengan
pihak perusahaan dalam dalam proses produksi sampai proses panen. Peternakan
ayam broiler Bapak Syafril ini menghadapi berbagai risiko dalam menjalankan
usahanya, diantaranya adalah risiko produksi (yang disebabkan oleh iklim dan
cuaca, penyakit) dan risiko harga. Risiko-risiko tersebut sangat berpengaruh
terhadap produksi peternakan ayam broiler yang menyebabkan berfluktuasinya
keuntungan atau pendapatan bersih yang diperoleh oleh peternak untuk setiap
periodenya. Identifikasi sumber-sumber risiko pada peternakan ini dilakukan
dengan cara pengamatan langsung, wawancara dan menganalisis laporan produksi
peternakan.
Dalam kegiatan budidaya ayam broiler ini keberadaan sumberdaya manusia
yang terdiri dari peternak dan anak kandang. Kedisiplinan dan ketelitian anak
kandang dalam pemeliharaan merupakan salah satu faktor kunci terhadap kegiatan
budidaya tersebut karena teknologi yang digunakan masih sangat sederhana.
Dengan demikian timbulnya beberapa risiko pada bisnis peternakan ayam broiler
ini erat kaitannya dengan keberadaan sumberdaya manusia. SDM disini menjadi
salah satu faktor pendorong timbulnya beberapa sumber risiko produksi, karena
ketidakdisiplinan SDM tersebut tidak memberikan dampak langsung terhadap
kematian ayam, tetapi memberikan kontribusi atas timbulnya sumber risiko
produksi.
Beberapa sumber risiko yang terjadi saling berhubungan dan tidak bisa
dipisah satu sama lain. Maka dari itu sangat diperlukan kejelian dan pengamatan
langsung dalam proses identifikasi untuk menentukan sumber risiko dan seberapa
besar pengaruh sumber risiko tersebut terhadap kematian ayam. Dari pengamatan
selama satu periode pada peternakan ayam broiler Bapak Syafril untuk risiko
produksi pada peternakan tersebut sumber- sumber risiko yang ditemui adalah
cuaca (pada saat pengamatan cuaca di daerah tersebut cukup ekstrem dimana pada
siang hari sangat panas dan malam sangat dingin), penyakit, afkir dan lain-lain.
Dalam suatu bisnis harga merupakan salah satu faktor yang penting untuk
diperhatikan. Karena peternakan ini merupakan salah satu peternak plasma, maka
harga telah ditetapkan sesuai dengan kontrak. Harga input terdiri atas harga DOC,
pakan, obat-obatan dan vitamin. Harga output atau harga jual ayam sangat
beragam sesuai pada harga kontrak, yang mencantumkan harga ayam sesuai bobot
ayam.
45

Adapun pelaksanaan produksi pada peternakan ayam broiler Bapak Syafril


yang diamati adalah 10 periode terakhir yang masing-masing proses budidaya
dilakukan dalam kurun waktu produksi rata-rata 34 hari.

Tabel 11 Waktu produksi peternakan plasma ayam broiler


Periode Tanggal Budidaya Jumlah hari Musim
1 03 September 04 Oktober 2011 31 Hujan
2 13 Februari - 21 Maret 2012 36 Hujan
3 05 April 2 Mei 2012 27 Kemarau
4 01 Juni 7 Juli 2012 37 Kemarau
5 31 Juli 5 September 2012 36 Kemarau
6 24 September 27 Oktober 2012 33 Hujan
7 08 November 13 Desember 2012 35 Hujan
8 07 Januari -14 Februari 2013 38 Hujan
9 01 Maret 01April 2013 32 Kemarau
10 30 April 29 Mei 2013 30 Kemarau
Sumber : Peternakan Ayam Broiler Bapak Syafril

Risiko Harga

Kemitraan yang dilakukan oleh Bapak Syafril merupakan salah satu


alternatif strategi yang dilakukan oleh peternak untuk mengurangi risiko. Dengan
melakukan kemitraan peternak mendapatkan kemudahan dalam memperoleh input
produksi dan pemasaran output. Akan tetapi setelah melakukan kemitraan
pendapatan peternak plasma masih berfluktuasi. Fluktuasi pendapatan tersebut
disebabkan oleh berfluktuasinya harga jual ayam yang dipengaruhi oleh bobot
badan ayam yang di panen.
Harga input dan output yang diterima peternak telah ditetapkan berdasarkan
harga kontrak dengan perusahaan inti, dimana harga kontrak tersebut ditetapkan
berdasarkan kebijakan perusahaan (Lampiran 2). Harga kontrak tersebut setiap
tahunnya mengalami perubahan menyesuaikan dengan kondisi pasar yang
berfluktuatif. Dari pengamatan yang dilakukan selama beberapa periode terakhir,
harga kontrak yang telah ditetapkan perusahaan inti cukup konstant setiap
tahunnya. Berdasarkan pengamatan dapat dilihat perubahan harga kontrak, harga
kontrak yang dikeluarkan pada bulan Desember 2012 berlangsung selama 6
bulan ke depan. Harga kontrak tersebut baru berganti pada awal bulan Juni 2013.
Fluktuasi harga input dan harga jual ayam usaha peternakan plasma selama
periode pengamatan disajikan dalam gambar-gambar berikut.
46

Harhaaa ha
Harga DOC dan Harga Pakan
7.000
6.000
5.000 Harga DOC
4.000 Harga pakan H11
3.000 harga pakan H12
2.000
1.000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 8 Fluktuasi harga DOC dan harga pakan pada peternakan plasma

Gambar 8 menunjukkan bahwa harga input yaitu DOC dan harga pakan
mengalami peningkatan setiap periodenya, namun fluktuasi harga DOC dan harga
pakan relatif stabil selama periode pengamatan. Untuk harga DOC yang harus
dibayar oleh peternak sesuai kontrak kerjasama dengan perusahaan inti adalah
berkisar Rp 4175 5200/ekor dan pakan yang harus dibayar oleh peternak
berkisar antara Rp 6000 6350/kg selama periode pengamatan.

Biaya Obat-obatan
16.000.000
14.000.000
12.000.000
10.000.000
8.000.000
6.000.000 Biaya Obat-obatan
4.000.000
2.000.000
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 9 Fluktuasi biaya obat-obatan peternakan plasma

Gambar 9 menunjukkan adanya fluktuasi terhadap biaya obat-obatan pada


peternakan plasma ini. Penyebab dari berfluktuasinya biaya obat-obatan pada
peternakan ayam ini adalah jenis dan jumlah pemakaian obat-obatan yang berbeda
setiap periodenya.Pada periode ketujuh sebesar Rp 1 633 445 penggunaan obat-
obatan pada peternakan ini tidak terlalu banyak, karena kondisi ayam yang cukup
baik. Pada periode kesepuluh jumlah biaya obat-obatan sebesar Rp 14 417 260,
karena pada periode ini kondisi cuaca kurang bagus yaitu dalam masa pancaroba
47

dan kondisi ayam yang terserang penyakit, sehingga membutuhkan jenis obat-
obatan yang lebih banyak.

Rata-rata Harga Jual Ayam


15.500
15.000
14.500
14.000 Rata-rata Harga Jual
13.500 Ayam
13.000
12.500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 10 Fluktuasi harga jual ayam peternakan plasma

Gambar 10 menunjukkan harga jual ayam cenderung meningkat setiap


periodenya. Untuk harga jual ayam broiler menunjukkan fluktuasi, hal ini
disebabkan oleh bobot badan ayam yang dipanen bervariasi setiap periodenya.
Harga jual ayam broiler usaha peternakan plasma selama periode pengamatan
berkisar antara Rp 13 730 - Rp 15 390/kg.

Risiko Produksi

Risiko yang dihadapi oleh peternakan ini disebabkan faktor fisik terutama
kondisi alam yang langsung mempengaruhi keadaan kandang seperti kandang
yang basah, panas, atau dingin. Faktor fisik bisa juga berasal dari mahluk alam
seperti kuman, virus, binatang, sehingga menimbulkan penyakit pada ayam
broiler, adapun penyakit yang umum terjadi pada peternakan plasmaadalah
penyakit yang mengganggu sistem pernafasan pada ayam seperti CRD (Cronic
Respiratory Disease) dan ND (New Castle Disease).
Dari pengamatan yang dilakukan langsung pada 4 buah kandang di
peternakan ayam milik Bapak Syafril, sumber-sumber risiko yang dihadapi oleh
peternakan yaitu cuaca, penyakit, afkir dan lain-lain. Berikut uraian dari setiap
risiko produksi pada peternakan plasma.

1. Cuaca
Pancaroba adalah masa peralihan antara dua musim utama di daerah
iklim muson, yaitu antara musim penghujan dan musim kemarau.
Pancaroba antara musim penghujan dan musim kemarau biasa terjadi pada
bulan Maret dan April. Kondisi iklim dan cuaca pada bulan April hingga
Mei merupakan musim peralihan dari musim hujan ke musim
kemarau.Cuaca pada beberapa tahun terakhir ini cukup ekstrem yang
sering berubah-ubah secara tiba-tiba dari panas ke dingin atau hujan, hal
48

ini menjadi sumber risiko produksi yang sangat dirasakan dampaknya


secara umum bagi peternakan ayam. Kondisi iklim dan cuaca seperti inilah
yang dapat menyebabkan kematian pada ayam karena sistem kandang
yang terbuka sehingga akan mempengaruhi ketahanan tubuh ayam. Pada
siang hari ayam akan merasa kepanasan sehingga menyebabkan ayam mati
dan pada malam hari ayam kedinginan sehingga menyebabkan ayam
terserang flu. Kondisi cuaca yang berubah ubah seperti ini akan berulang
setiap tahunnya menjadikan hal yang tidak terhindarkan oleh peternak.
Untuk meminimalisir risiko tersebut, maka peternak melakukan beberapa
upaya tertentu. Beberapa upaya yang dilakukan peternak yaitu seperti
pemasangan kipas angin di kandang agar sirkulasi udara baik. Selain itu
peternak juga memberikan obat-obatan dan vitamin yang dianjurkan oleh
perusahaan inti untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam.

2. Penyakit
Penyakit merupakan salah satu penyebab tingginya mortalitas pada
peternakan plasma. Dari hasil wawancara dan pengamatan langsung
dengan pemilik peternakan, anak kandang dan TS dari perusahaan inti,
penyakit yang pernah menyerang peternakan ayam adalah seperti penyakit
Gumboro (Infectious Bursal Disease) , CRD (Cronic Respiratory Disease)
dan ND (New Castle Disease). Penyakit tersebut pada umumnya
disebabkan oleh faktor virus dan bakteri. Selain itu beberapa faktor
penting dalam penyebaran penyakit adalah perubahan temperatur kandang,
perubahan musim, kebersihan kandang dan peralatan pakan dan minum.
Pada peternakan Bapak Syafril, kematian ayam yang disebabkan oleh
penyakit yang cukup signifikan terjadi pada periode ketiga, kesembilandan
kesepuluh. Pada periode ini terjadi antara bulan Maret hingga April,
dimana pada bulan-bulan ini terjadi peralihan musim dari musim hujan ke
musim kemarau. Pada periode ketiga terjadi tingginya mortalitas ayam
yang disebabkan oleh kesalahan vaksinasi oleh siswa magang yang belum
memiliki keterampilan dalam melakukan vaksin. Kemungkinan lainnya
adalah ketidakdisiplinan anak kandang dalam menjaga kebersihan kandang
sehingga timbullah penyakit ND. Dampak dari penyakit tersebut sangat
besar karena menurunkan pendapatan yang diterima peternak bahkan
berdampak kerugian yang cukup besar pada peternak. Oleh karena itu,
perlu penanganan yang tepat terhadap serangan penyakit pada peternakan
ayam broiler Bapak Syafril ini.
Selama pengamatan kebersihan kandang ayam terindikasi menjadi
faktor penyebab seringnya penyakit menyerang ayam pada peternakan ini.
Dari empat kandang di peternakan tersebut, ada beberapa anak kandang
yang sedikit lalai dalam menjaga kebersihan kandang. Kegiatan
membersihkan yaitu pembersihan sekam basah yang seharusnya dilakukan
oleh anak kandang sesering mungkin, jarang dilakukan oleh beberapa anak
kandang. Hal inilah yang menyebabkan munculnya virus atau bakteri yang
menyebabkan ayam terserang penyakit CRD. Selanjutnya kegiatan
pembersihan peralatan kandang seperti tempat pakan dan minum, beberapa
anak kandang jarang terlihat membersihkan peralatan tersebut dan ini
49

berdampak tidak baik terhadap perkembangan ayam karena tempat pakan


dan minum tersebut terkontaminasi dengan kotoran.

3. Afkir
Ayam afkir merupakan salah satu sumber mortalitas pada peternakan
ini yang dilihat dari fisik serta perkembangan ayam. Pada saat DOC
datang, tidak jarang anak kandang menemukan beberapa DOC yang cacat
fisik seperti kaki pincang atau lemah dan buta. Setelah DOC berumur
beberapa hari, hal lain yang ditemukan oleh anak kandang adalah seperti
anak ayam yang tidak mengalami perkembangan secara fisik atau kerdil
padahal ayam tersebut cukup makan, ayam dengan kaki yang lemah dan
kelainan fisik lainnya. Pada kasus ayam kerdil, ini akan mempengaruhi
FCR peternakan, karena dengan jumlah pakan yang sama namun berat
badan yang dihasilkan tidak bertambah sehingga hal ini menyebabkan
peningkatan biaya pakan. Untuk itu peternak akan mensortir ayam tersebut
dan memisahkan ayam tersebut di tempat yang telah disediakan.

4. Lain-lain
Pada peternakan ini permasalahan penyebab kematian ayam yang
ditemukan seperti terlambatnya anak kandang dalam menemukan ayam
yang terjepit pada bambu, sistem kandang yang seperti panggung ini
menyebabkan tingginya risiko kaki ayam atau sayap ayam terjepit pada
bambu. Hal ini bisa menyebabkan kematian ayam karena terlalu lama
dalam keadaan terjepit dan kadang adanya kanibalisme oleh ayam lain.
Selain itu pembersihan sekam juga merupakan salah faktor pendorong
timbulnya penyakit pada ayam, sehingga anak kandang benar-benar harus
memperhatikan hal tersebut. Pada peternakan ini kematian ayam juga ada
yang disebabkan oleh stress karena terkejut mendengar bunyi yang cukup
keras seperti petir, motor dan lain-lain. Berikut data hasil pengamatan
untuk 10 periode terakhir pada peternakan plasma.

Tabel 12 Tingkat mortalitas ayam broiler pada peternakan plasma


DOC masuk Ayam panen
Periode Waktu Produksi Mortalitas (%)
(ekor) (ekor)
1 03 September - 05 Oktober 2011 19 000 18514 2,56
2 13 Februari - 21 Maret 2012 19 000 17857 6,02
3 05 April 2 Mei 2012 19 000 2017 89,38
4 01 Juni 7 Juli 2012 19 000 18267 3,86
5 31 Juli 5 September 2012 19 000 17218 9,38
6 24 September 27 Oktober 2012 19 000 18484 2,72
7 08 November 13 Desember 2012 19 000 17850 6,05
8 07 Januari -14 Februari 2013 19 000 18540 2,42
9 1 Maret - 1 April 2013 19 000 16526 13,02
10 30 April - 29 Mei 2013 19 000 14562 23,36
Rata-rata 15,88
Sumber : Peternakan ayam broiler Bapak Syafril
50

Tabel 12 menunjukkan rata-rata mortalitas pada peternakan ayam broiler


Bapak Syafril dalam 10 periode pengamatan yaitu sebesar 15.88%. Rata-rata
tingkat mortalitas tersebut melebih tingkat mortalitas standar yaitu sebesar 5%
(Fadilah et al., 2007). Dari 10 periode tersebut, periode ketiga, kesembilan dan
kesepuluh mengalami tingkat mortalitas yang sangat tinggi yaitu sebesar 89.38%,
13.02% dan 23.36%. Pada periode ketiga, peternakan ayam plasma terserang
penyakit ND sehingga menyebabkan kematian ayam yang cukup tinggi. Untuk
periode 9 dan 10 peternakan ayam ini juga terserang penyakit yaitu CRD dan
Gumboro. Penyebab penyakit ini juga didukung oleh faktor cuaca, dimana pada
bulan-bulan ini cuaca cukup ekstrem, berubah-ubah dari panas ke dingin secara
tiba-tiba. Sehingga menyebabkan ketahanan tubuh ayam menurun.
Risiko produksi yang disebabkan oleh cuaca, penyakit, afkir dan lain-lain
yang dihadapi oleh peternakan ayam sangat berpengaruh terhadap efisiensi
penggunaan pakan. Efisiensi penggunaan pakan dapat diukur dengan nilai Feed
Convertion Ratio (FCR). Feed Convertion Ratio adalah rasio perbandingan antara
jumlah pakan yang digunakan dengan jumlah bobot ayam yang dihasilkan. Nilai
FCR yang lebih besar dari nilai FCR standar menyebabkan rendahnya hasil panen.
Hasil panen yang rendah sangat mempengaruhi keuntungan yang diterima
peternak. Karena FCR yang besar berarti jumlah pakan yang diberikan juga besar
sehingga meningkatkan biaya pakan. Nilai FCR pada peternakan plasma pada 10
periode pengamatan disajikan pada tabel 13.

Tabel 13 Feed Convertion Ratio (FCR) peternak plasma


Jumlah Pakan Berat Badan FCR
Periode FCR Standar
(Kg) (Kg) Aktual
1 41 110 26660.16 1.542 1.633
2 49 177 30169.88 1.630 1.72
3 24 200 2026.8 11.940 1.455
4 54 255 34244.6 1.584 1.781
5 43 560 22158.8 1.966 1.575
6 50 930 32387 1.573 1.744
7 54 560 33658.24 1.621 1.788
8 56 450 35185.8 1.604 1.779
9 36 740 18349 2.002 1.354
10 34 430 16742.8 2.056 1.364
Rata-Rata 44 541 25158.31 2.752 1.619
Sumber : Peternakan ayam broiler Bapak Syafril (diolah)

Tabel 13 menunjukkan nilai FCR pada peternakan plasma dalam 10 periode


pengamatan berfluktuasi. Fluktuasi FCR ini disebabkan karena berfluktuasinya
penggunaan pakan dan hasil panen untuk setiap periodenya. Efisiensi penggunaan
pakan dapat dilihat jika nilai FCR Aktual lebih kecil dibandingkan nilai FCR
Standar. Dari beberapa periode tersebut, penggunaaan pakan yang efisien terjadi
pada periode pertama, kedua, keempat, keenam, ketujuh dan kedelapan.
Sedangkan pada periode lainnya nilai FCR yang dihasilkan lebih besar dari nilai
FCR standar, sehingga penggunaan pakan tidak efisien. Periode ketiga,
kesembilan dan kesepuluh memiliki nilai FCR yang terbesar yaitu masing-masing
51

sebesar 11.940, 2.002 dan 2.056. Nilai FCR tersebut menunjukkan bahwa untuk
mendapatkan ayam dengan bobot hidup sebesar 1 kg diperlukan pakan sejumlah
11.940 kg, 2.002 kg dan 2.056 kg. Penggunaan pakan yang tidak efisien ini
dikarenakan peternakan yang terserang penyakit sehingga banyak ayam yang
mati. Hal ini menyebabkan kerugian pada sejumlah pakan yang telah diberikan
pada ayam.

Analisis Pendapatan Bersih Usaha Peternak Plasma

Pendapatan yang diterima oleh usaha peternakan plasma mengalami


fluktuasi setiap periodenya. Pendapatan yang berfluktuasi ini disebabkan karena
jumlah pengeluaran untuk produksi yang bervariasi dan penerimaan yang juga
bervariasi karena hasil panen yang diperoleh setiap periodenya berbeda-beda.
Pendapatan bersih peternak merupakan selisih antara jumlah penerimaan yang
diperoleh peternak dan pengeluaran biaya produksi.

1. Pengeluaran (Biaya Produksi)


Strategi yang dilakukan peternakan Bapak Syafril dalam mitigasi risiko harga
adalah dengan melakukan kemitraan, sehingga dengan kontrak penyediaan sarana
produksi ternak dan penetapkan harga kontrak di awal pemeliharaan maka
peternak seharusnya dapat memprediksi pendapatannya. Namun berfluktuasinya
harga sarana produksi seperti harga pakan yang dipengaruhi oleh harga bahan
baku yang sebagian besar masih impor dan harga DOC yang berfluktuasi karena
masih tidak stabilnya jumlah produksi DOC dan belum tersedianya mekanisme
kebijakan produksi DOC yang terjadi hampir disetiap periode dan berfluktuatifnya
harga jual menyebabkan pendapatan peternak ikut berfluktuatif.
Biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternakan ini terdiri dari biaya DOC,
biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya LPG, upah tenaga kerja budidaya, upah
tenaga kerja borongan untuk proses pemanenan, biaya perlengkapan/biaya lainnya
seperti koran, sekam, obat-obatan tradisional, listrik, minyak solar dan air.
Berikut fluktuasi biaya produksi selama periode pengamatan pada peternakan
plasma.
52

Tabel 14 Biaya produksi peternakan plasma


Total Biaya
Biaya Produksi (Rp/Periode) Produksi
Periode (Rp/Periode)

Pemanas
Pakan DOC Obat-obatan (LPG) Upah TK Lain-Lain

1 247 635 250 79 325 000 6 238 760 5 820 000 8 000 000 4 000 000 351 019 010

2 296 052 000 79 325 000 8 742 360 5 820 000 8 000 000 4 500 000 402 439 360

3 146 162 500 98 325 000 6 341 940 5 820 000 6 000 000 4 500 000 267 149 440

4 325 205 500 98 800 000 6 589 110 5 820 000 13 000 000 4 500 000 453 914 610

5 262 735 000 98 325 000 10 909 140 5 820 000 7 200 000 4 500 000 389 489 140

6 306 735 000 98 325 000 6 892 780 4 800 000 12 500 000 4 500 000 433 752 780

7 345 158 000 98 325 000 1 633 445 4 800 000 12 000 000 4 500 000 466 416 445

8 357 065 000 98 325 000 9 136 435 5 800 000 12 500 000 4 500 000 487 326 435

9 232 837 000 98 325 000 9 060 000 6 340 000 8 000 000 4 500 000 359 062 000

10 217 734 000 98 325 000 14 417 260 6 340 000 10 000 000 4 500 000 351 316 260
Rata-
rata 273 731 925 94 572 500 7 996 123 5 718 000 9 720 000 4 450 000 396 188 548
Sumber : Peternakan ayam broiler Bapak Syafril (diolah)

Tabel 14 menunjukkan total biaya produksi paling besar selama 10 periode


pengamatan adalah pada periode kedelapan yaitu sebesar Rp 487 326 435. Dan
untuk biaya produksi terkecil terjadi pada periode ketiga yaitu sebesar Rp 267 149
440. Pengeluaran untuk biaya pakan tertinggi terjadi pada periode kedelapan
sebesar Rp 357 065 000, karena pada periode ini harga pakan per kilogram
sebesar Rp 6 350 untuk pakan H11 dan Rp 6 300 untuk pakan H12. Tingginya
biaya pakan tersebut juga dikarenakan oleh tingginya hasil rata-rata berat badan
ayam saat panen yaitu sebesar 1.9 kg/ekornya. Sedangkan pengeluaran biaya
pakan terendah terjadi pada periode ketiga dimana biaya untuk pakan yang
dikeluarkan sebesar Rp 146 162 500, hal ini dikarenakan pada periode tersebut
peternakan ayam terserang penyakit ND sehingga menyebabkan nafsu makan
ayam menurun drastis dan banyak ayam yang mati.
Pengeluaran untuk biaya DOC tertinggi terjadi pada periode keempat
karena pada periode ini harga per ekor DOC cukup tinggi dibanding periode lain,
yaitu sebesar Rp 5200/ekor. Sedangkan untuk periode-periode lainnya harga DOC
relatif stabil yaitu Rp 5175/ekor. Untuk pengeluaran obat-obatan dan vitamin
setiap periodenya mengalami fluktuasi, hal ini dikarenakan penggunaan obat-
obatan dan vitamin selalu berubah-ubah untuk setiap periodenya. Pengeluaran
biaya obat-obatan tertinggi terjadi pada periode kesepuluh dimana pada periode
ini kondisi cuaca sangat kurang baik karena dalam masa pancaroba sehingga
peternakan ayam terserang penyakit sehingga memerlukan beberapa jenis obat-
obatan dan vitamin yang lebih banyak dan beragam.
Pengeluaran terbesar untuk biaya tenaga kerja terjadi pada periode keempat
sebesar Rp 13 000 000, karena pada periode ini hasil panen ayam sangat bagus
dan pendapatan yang diterima peternak cukup tinggi sehingga para tenaga kerja
diberikan bonus yang cukup besar. Sedangkan untuk pengeluaran biaya tenaga
kerja terendah terjadi pada periode ketiga yaitu sebesar Rp 6 000 000, dimana
pada periode ini peternak mengalami kerugian karena hasil panen yang tidak
53

bagus. Dari keseluruhan total pengeluaran untuk biaya produksi, pengeluaran


untuk biaya pemanas (LPG) dan biaya lain-lain (sekam, listrik,air, solar, upah
tenaga kerja panen) relatif stabil setiap periodenya.
Total pengeluaran biaya produksi selama 10 periode pengamatan secara
keseluruhan mengalami fluktuasi, hal ini disebabkan karena perbedaan
penggunaan jumlah pakan, perbedaan pemberian jenis obat-obatan dan vitamin,
perbedaan jumlah LPG yang dipakai dan perbedaan porsi upah tenaga kerja untuk
setiap periodenya. Beragamnya kontribusi biaya produksi yang dikeluarkan untuk
setiap komponen per periodenya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 15 Kontribusi biaya produksi peternak plasma


Biaya Produksi (%/Periode)
Total Biaya
Periode Harga Upah Produksi
Harga Harga Pemanas Lain-
Obat- Tenaga (Rp/Periode)
Pakan DOC (LPG) Lain
obatan Kerja
1 70.5 22.6 1.8 1.7 2.3 1.1 100
2 73.6 19.7 2.2 1.4 2.0 1.1 100
3 54.7 36.8 2.4 2.2 2.2 1.7 100
4 71.6 21.8 1.5 1.3 2.9 1.0 100
5 67.5 25.2 2.8 1.5 1.8 1.2 100
6 70.7 22.7 16 1.1 2.9 1.0 100
7 74.0 21.1 0.4 1.0 2.6 1.0 100
8 73.3 20.2 1.9 1.2 2.6 0.9 100
9 64.8 27.4 25 1.8 2.2 1.3 100
10 62.0 28.0 4.1 1.8 2.8 1.3 100
Rata-rata 68.3 24.5 2.1 1.5 2.4 1.2 100
Sumber : Peternakan ayam broiler Bapak Syafril (diolah)

Tabel 15 menunjukkan penggunaan biaya pakan memiliki kontribusi


terbesar dalam keseluruhan biaya poroduksi. Rata-rata kontribusi biaya pakan
mencapai 68.3% dari total biaya produksi usaha peternakan ayam broiler.
Selanjutnya diikuti oleh biaya DOC yang berkontribusi rata-rata sebesar 24.5%
dari total biaya produksi. Untuk biaya upah tenaga kerja rata-rata memiliki
kontribusi sebesar 2.4% dan kemudian biaya untuk obat-obatan dan vitamin rata-
rata sebesar 2.1%. Untuk kontribusi biaya produksi paling rendah yaitu dengan
rata-rata 1.2% adalah lain lain yang terdiri dari biaya sekam, listrik, air, solar dan
upah tenaga kerja panen.

2. Penerimaan
Penerimaan yang diterima usaha peternakan ayam broiler ini berfluktuatif
setiap periodenya. Berfluktuasinya penerimaan ini disebabkan oleh hasil panen
yang bevariasi karena berat badan ayam yang berbeda-beda setiap periode, jenis
obat-obatan dan jumlah obat-obatan yang digunakan. Hal lain yang menyebabkan
berfluktuatifnya penerimaan usaha peternakan ini adalah harga kontrak yang bisa
berubah pada waktu tertentu. Penerimaan peternakan ayam broiler Bapak Syafril
ini terdiri dari penerimaan penjualan yang didapat dari perkalian antara berat
badan ayam hidup saat panen dikalikan dengan harga kontrak yang telah
54

disepakati antara peternak dan perusahaan inti dan juga dari bonus FCR dan
mortality (Lampiran 2).Penerimaan usaha peternakan ayam broiler Bapak Syafril
selama periode pengamatan disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 16 Penerimaan peternak plasma
Hasil Panen Harga Bonus
Penjualan Penjualan Total
Rata-rata
Periode Rata- Ayam Pupuk Penerimaan
Jumlah Bobot Ayam
rata FCR Mortality (Rp/Periode) (Rp/Periode) (Rp/Periode)
(ekor) badan (kg) (Rp/kg)
(kg)

1 18 514 26 660.16 1.44 13 730 1 409 120 1 481 820 370 674 937 1 740 000 372 414 937

2 17 857 30 169.88 1.69 13 704 7 982 250 - 423 750 286 2 320 000 426 070 286

3 2017 2026.8 1.00 14 970 - - 30 340 964 2 320 000 32 660 964

4 18 267 34 244.6 1.87 14 274 6 889 150 1 712 230 497 424 816 2 320 000 499 744 816

5 17 218 22 158.8 1.29 14 623 - - 324 031 436 2 320 000 326 351 436

6 18 484 32 387 1.75 14 372 8 145 250 1 620 000 475 257 342 2 320 000 477 577 342

7 17 850 33 658.24 1.89 14 800 8 413 844 - 506 630 008 2 320 000 508 950 008

8 18 540 35 185.8 1.90 14 800 5 277 870 1 759 290 527 787 000 2 320 000 530 107 000

9 16 526 18 349 1.11 15 277 - - 280 313 648 2 320 000 282 633 648

10 14 562 16 742.8 1.15 15 193 - - 254 338 782 2 320 000 256 658 782
Rata-
rata 371 316 922
Sumber : Peternakan ayam broiler Bapak Syafril (diolah)

Penerimaan diperoleh dari penjumlahan antara hasil panen (yaitu perkalian


antara bobot badan ayam yang dihasilkan dengan harga kontrak) dan jumlah
bonus FCR dan mortality yang diterima oleh usaha peternakan plasma. Harga
kontrak yang digunakan untuk setiap periodenya adalah berdasarkan rata-rata
bobot badan ayam yang dihasilkan. Untuk harga kontrak yang telah ditetapkan
oleh perusahaan inti relatif stabil, dari masa pengamatan harga kontrak tidak
sering terjadi perubahan setiap periodenya.
Berdasarkan Tabel 16 penerimaan peternakan plasma berfluktuasi setiap
periodenya. Fluktuasi penerimaan ini disebabkan karena tingkat mortalitas,
tingkat FCR, bobot rata-rata ayam yang dipanen, dan harga kontrak ayam.
Berfluktuasinya penerimaan setiap periodenya sebagai akibat dari tingginya risiko
cuaca dan risiko penyakit pada peternakan ini. Penerimaan terbesar yang diterima
oleh usaha peternakan plasma terjadi pada periode kedelapan, yaitu sebesar Rp
530 107 000. Besarnya penerimaan ini dikarenakan pada periode kedelapan hasil
panen ayam yang didapatkan sangat tinggi yaitu 35 185.8 kg dengan berat rata-
rata ayam yang cukup besar yaitu 1.90 kg/ ekor. Tingkat mortalitas pada periode
kedelapan juga sangat rendah yaitu sebesar 2.42% dan FCR sebesar 1.604
sehingga usaha peternakan plasma menerima bonus dari hasil FCR dan mortality
tersebut.
Penerimaan terendah yang diterima oleh usaha peternakan plasma terjadi
pada periode ketiga, yaitu sebesar Rp 32 660 964. Walaupun harga kontrak pada
periode ketiga ini mengalami kenaikan yaitu sebesar Rp 14 970, namun tingkat
mortalitas pada periode ini sangat tinggi yaitu sebesar 89.38 % . Tingginya tingkat
mortalitas ini menyebabkan minimnya hasil panen yaitu hanya sebesar 2 026.8 kg
dengan berat rata-rata ayam yaitu 1.00 kg/ekor.
55

3. Pendapatan Bersih
Jumlah pendapatan yang bersih yang diperoleh dari usaha peternakan ayam
broiler sangat berfluktuasi setiap periodenya. Jumlah pendapatan yang diterima
peternak juga dipengaruhi oleh sistem kemitraan yang dijalankan peternakan ini.
Berikut disajikan pada tabel perbandingan pendapatan yang diterima peternak
dengan adanya sistem kerjasama inti-plasma.

Tabel 17 Pendapatan bersih yang diterima peternak plasma


Penerimaan (Rp/Periode Biaya Produksi Pendapatan (Rp/Periode
Periode
Produksi) (Rp/Periode Produksi) Produksi)

1 372 414 937 351 019 010 21 395 927


2 426 070 286 402 439 360 23 630 926
3 32 660 964 267 149 440 (234 488 476)
4 499 744 816 453 914 610 45 830 206
5 326 351 436 389 489 140 (63 137 704)
6 477 577 342 433 752 780 43 824 562
7 508 950 008 466 416 445 42 533 563
8 530 107 000 487 326 435 42 780 565
9 282 633 648 359 062 000 (76 428 352)
10 256 658 782 351 316 260 (94 657 478)
Rata-rata 371 316 922 396 188 548 (24 871 626)
Sumber : Peternakan ayam broiler Bapak Syafril (diolah)

Tabel 17 menjelaskan pendapatan yang diperoleh peternakan


plasmamengalami fluktuasi setiap periodenya, dapat dilihat bahwa rata-rata
pendapatan yang diperoleh Bapak Syafril adalah sebesar Rp -24 871 626.
Berdasarkan data di atas dapat menunjukkan bahwa peluang mendapat
keuntungan tinggi selama periode pengamatan terjadi 4 kali yaitu pada periode-
periode keempat, keenam, ketujuh dan kedelapan, sedangkan peluang usaha
mengalami kerugian selama periode pengamatan terjadi empat kali yaitu pada
periode ketiga, kelima, kesembilan dan kesepuluh. Kerugian yang diterima pada
peternakan ini sangat besar sehingga tidak bisa menutupi hasil yang diperoleh
pada sebelum-sebelumnya. Permasalahan umum yang menyebabkan tingginya
risiko pada usaha ini adalah tingkat mortalitas yang cukup tinggi, berat badan
ayam yang kurang dari standar, FCR yang tinggi (pakan tidak efisien) dan
mortalitas, serta fluktuasi harga harga jual.
56

Tabel 18 Pendapatan bersih yang diterima peternak plasma dengan melakukan


kemitraan
Pendapatan
Penerimaan Biaya Produksi Kompensasi
Potongan Bersih
Periode (Rp/Periode (Rp/Periode DOC atau
Hutang (Rp/Periode
Produksi) Produksi) Feed
Produksi)
1 372 414 937 351 019 010 - 2 000 000 19 395 927
2 426 070 286 402 439 360 - 2 500 000 21 130 926
3 32 660 964 267 149 440 226 300 476 - (8 188 000)
4 499 744 816 453 914 610 - 5 000 000 40 830 206
5 326 351 436 389 489 140 51 261 524 - (11 876 180)
6 477 577 342 433 752 780 - 5 000 000 38 824 562
7 508 950 008 466 416 445 - 5 000 000 37 533 563
8 530 107 000 487 326 435 - 5 000 000 37 780 565
9 282 633 648 359 062 000 66 918 292 - (9 510 060)
10 256 658 782 351 316 260 90 191 578 - (4 465 900)
Rata-
371 316 922 16 145 561
rata
Sumber : Peternakan ayam broiler Bapak Syafril (diolah)

Tabel 18 menunjukkan pendapatan bersih yang diterima peternak dengan


melakukan sistem kerjasama kemitraan. Pendapatan bersih terbesar yang diterima
usaha peternakan ayam broiler Bapak Syafril ini adalah sebesar Rp 40 830 206
yang terjadi pada periode keempat. Tingginya pendapatan bersih ini disebabkan
karena pada periode keempat rata-rata bobot badan ayam yang dipanen tinggi
yaitu sebesar 1.87 kg/ekor dengan harga jual sebesar Rp 14 274/kg. Selain itu
peternakan ayam broiler Bapak Syafriljuga mendapatkan bonus FCR dan bonus
mortality pada periode ini, karena FCR yang dihasilkan pada periode ini sebesar
1.584 lebih kecil dari nilai FCR standar yang ditetapkan perusahaan inti, sama
halnya dengan mortality yaitu sebesar 3.86% yang lebih rendah dari mortality
standar.
Dalam suatu usaha adakalanya usaha tersebut mengalami kerugian, seperti
yang pernah dialami oleh Bapak Syafril. Namun dengan adanya sistem kemitraan
yang dilakukan oleh peternak plasma, kerugian yang ditanggung tidak terlalu
besar, karena perusahaan memberikan kompensasi atau discount DOC atau Feed.
Usaha peternakan ini mengalami kerugian empat kali selama periode pengamatan.
Kerugian terbesar yang dialami adalah pada periode kelima yaitu sebesar Rp 11
876 180 ini disebabkan oleh tingginya mortalitas ayam yang mencapai 9.38% dan
tingginya biaya produksi. Dimana FCR yang dihasilkan pada periode ini cukup
tinggi yaitu 1.99 sedangkan berat badan ayam yang dihasilkan rendah sebesar
1.29 kg/ekor. Selain itu juga, karena permasalahan yang terjadi pada peternakan
ayam broiler tidak terlalu kompleks maka uaha ini tidak mendapati kompensasi
dari perusahaan inti. Berdasarkan penjabaran tersebut dapat kita lihat bahwa
pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan sangan fluktuatif, hal ini
disebabkan karena tingginya risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan tersebut.
Fluktuasi pendapatan bersih usaha peternakan plasma selama periode pengamatan
disajikan dalam Gambar 11.
57

Pendapatan Bersih (Rp/Periode Produksi)


50000000

40000000

30000000

20000000
Pendapatan Bersih
10000000 (Rp/Periode Produksi)

-1000000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

-2000000

Gambar 11 Fluktuasi pendapatan bersih peternakan plasma

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Pada Peternak Plasma

Nilai rasio penerimaan dan biaya ini menunjukkan besarnya penerimaan


yang diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani.
Analisis rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan relatif
peternakan ayam broiler.

Tabel 19 Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) peternak plasma

Periode Penerimaan (Rp/Periode Total Biaya Produksi R/C Ratio


Produksi) (Rp/Periode Produksi)
1 372 414 937 351 019 010 1.06
2 426 070 286 351 019 010 1.21
3 32 660 964 402 439 360 0.08
4 499 744 816 267 149 440 1.87
5 326 351 436 453 914 610 0.72
6 477 577 342 389 489 140 1.23
7 508 950 008 433 752 780 1.17
8 530 107 000 466 416 445 1.14
9 282 633 648 487 326 435 0.58
10 256 658 782 359 062 000 0.71
Rata-rata 371 316 922 396 158 823 0.98

Tabel 19 menunjukkan R/C Ratio yang diterima oleh peternak plasma cukup
bervariasi yaitu 6 periode bernilai lebih dari 1 yang menunjukkan usaha
peternakan pada periode tersebut efisien untuk dilaksanakan. Sedangkan 4 periode
lainnya nilai R/C Ratio kurang dari 1, hal ini menunjukkan bahwa pada periode
tersebut usaha peternakan pada periode tersebut mengalami kerugian. R/C Ratio
yang berfluktuasi ini disebabkan oleh berfluktuasinya penerimaan dan biaya
produksi pada usaha peternakan ini.
58

Analisis Risiko Pendapatan Peternak Plasma

1. Hasil yang Diharapkan (Expected Return)


Hasil yang diharapkan atau expected return diperoleh dari rata-rata
pendapatan bersih seluruh periode pengamatan. Nilai ini menggambarkan
pendapatan bersih yang diharapkan akan diperoleh peternakan plasma setiap
periode pada masa yang akan datang. Rata-rata pendapatan bersih bersih
peternakan ayam plasma selama periode pengamatan disajikan dalam tabel 20.

Tabel 20 Expected Return peternak plasma


Periode Return (Rij)
1 19 395 927
2 21 130 926
3 (8 188 000)
4 40 830 206
5 (11 876 180)
6 38 824 562
7 37 533 563
8 37 780 565
9 (9 510 060)
10 (4 465 900)
Expected Return (Ri) 16 145 561
Sumber : Peternakan ayam broiler Bapak Syafril (diolah)

Tabel 20 menunjukkan nilai rata-rata pendapatan bersih yang yang diterima


oleh usaha peternakan ayam broiler ini adalah sebesar Rp 16 145 561. Nilai ini
merupakan nilai expected return yang diperoleh usaha peternakan ayam broiler
Bapak Syafril. Nilai ini menggambarkan bahwa pendapatan bersih yang
diharapkan dapat diperoleh oleh usaha peternakan plasma setiap periode di masa
yang akan datang adalah sebesar Rp 16 145 561 (dengan asumsi cateris paribus).

2. Ragam (Variance)
Nilai variance menunjukan bahwa semakin besar nilai variance, maka
semakin besar nilai penyimpangannya, sehingga semakin besar risiko yang
dihadapi dalam kegiatan usaha. Dan semakin kecil nilai variance, maka semakin
kecil penyimpangannya, sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam
kegiatan usaha.
59

Tabel 21 Nilai ragam usaha peternak plasma


Expected Return
Periode Return (Rij) (Rij-Ri) (Rij-Ri)
(Ri)
1 19 395 927 16 145 561 3 250 366 10 564 878 925 933
2 21 130 926 16 145 561 4 985 365 24 853 859 397 275
3 (8 188 000) 16 145 561 (24 333 561) 592 122 190 940 721
4 40 830 206 16 145 561 24 684 645 609 331 698 776 025
5 (11 876 180) 16 145 561 (28 021 741) 785 217 968 671 081
6 38 824 562 16 145 561 22 679 001 514 337 086 358 001
7 37 533 563 16 145 561 21 388 002 457 446 629 552 004
8 37 780 565 16 145 561 21 635 004 468 073 398 080 019
9 (9 510 060) 16 145 561 (25 655 621) 658 210 888 895 641
10 (4 465 900) 16 145 561 (20 611 461) 424 832 324 554 521
Jumlah () 4 544 990 924 151 220
Variance () = ( / ( 10-1 )) 504 998 991 572 358
Sumber : Peternakan ayam broiler Bapak Syafril (diolah)

Tabel 21 menunjukkan nilai variance yang diperoleh oleh usaha peternakan


plasma adalah sebesar Rp 504 998 991 572 358. Nilai variance yang diperoleh
usaha peternakan ini sangat besar, sehingga penyimpangannya semakin besar.
Penyimpangan yang besar ini menunjukkan bahwa tingkat risiko yang dihadapi
oleh usaha peternakan plasma sangat besar.

3. Simpangan Baku (Standard Deviation)


Simpangan baku menunjukkan ukuran risiko dari suatu kegiatan bisnis.
Simpangan baku (Standard Deviation) merupakan akar dari ragam (Variance).
Risiko terjadi apabila terjadi penyimpangan antara pendapatan aktual yang
diperoleh peternak dengan pendapatan yang diperoleh berdasarkan standar. Dari
hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil Simpangan baku (Standard
Deviation) dari usaha peternakan plasma adalah sebagai berikut.

Standard Deviation () = Variance (2)


= Rp 504 998 991 572 358
= Rp 22 472 183

Nilai standard deviation menunjukkan nilai risiko yang harus dihadapi


oleh usaha peternakan plasma dalam menjalankan usahanya. Nilai standard
deviation usaha peternakan plasma adalah sebesar Rp 22 472 183. Nilai tersebut
menunjukan bahwa risiko yang dihadapi peternakan plasma setiap periode pada
masa yang akan datang sangat tinggi yaitu sebesar Rp 22 472 183 (ceteris
paribus). Tingginya risiko tersebut disebabkan oleh tingkat mortalitas yang tinggi
dengan rata-rata mencapai 15.88% setiap periodenya. Tingkat mortalitas tertinggi
terjadi pada periode ketiga, kelima, kesembilan dan kesepuluh. kerugian terbesar
pendapatan bersih yang diterima peternak sebesar Rp 11 876 180. Hal ini terjadi
karena tingkat mortalitas yang melebihi standar, harga obat-obatan yang
digunakan tinggi, serta pengeluaran tambahan THR kepada karyawan.
Selanjutnya kerugian yang dialami peternakan plasma ini adalah sebesar Rp 8 188
000 , Rp 9 510 060 dan Rp 4 465 900. Penyebab utama dari kerugian yang
60

dialami oleh peternakan ini adalah tingkat mortalitas yang cukup tinggi yang
disebabkan oleh wabah penyakit, FCR yang tinggi dan bobot rata-rata ayam yang
dihasilkan.

4. Koefisien Variasi (Coefficient Variation)


Coefficient variation digunakan untuk mengambil keputusan dari beberapa
alternatif kegiatan bisnis berdasarkan risiko yang dihadapinya. Nilai coefficient
variation usaha peternakan plasma adalah sebagai berikut :

Coefficient Variation (CV) = Standard Deviation ()


Expected Return (Ri)
= Rp 22 472 183
Rp 16 145 561
= 1.392

Berdasarkan perhitungan matematis, nilai Coefficient Variation yang


diperoleh usaha peternakan ini sebesar 1.392. Nilai coefficient variation sebesar
1.392 menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung oleh peternak sebesar 139.2
persen dari nilai return yang diperoleh peternak. Artinya setiap Rp 1 return yang
diterima peternak akan menghasilkan risiko sebesar Rp 1.392. Nilai coefficient
variation yang lebih besar dari 0.5 menunjukkan bahwa usaha peternakan tersebut
akan menghadapi peluang merugi pada setiap periode di masa yang akan datang
(cateris paribus).
Risiko yang tinggi disebabkan oleh tingginya tingkat mortalitas pada ayam
dengan rata-rata mencapai 15.88% setiap periodenya dan tingginya FCR.
Penyebab tingginya mortalitas pada peternakan ini bersumber dari cuaca,
penyakit, afkir dan lain-lain. FCR yang sangat tinggi terjadi pada periode ketiga
yang mencapai 11.940%, periode kesepuluh sebesar 2.056%, periode kesembilan
2.002% dan periode kelima 1.966%, sehingga biaya pakan yang dikeluarkan
menjadi sangat tinggi. Selain itu bobot badan ayam yang berfluktuasi juga
mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh peternak karena bobot badan ayam
yang dihasilkan akan berpengaruh pada harga jual ayam yang telah tertera di
dalam kontrak (Lampiran 2). Tingginya risiko yang dihadapi usaha peternakan ini
menyebabkan rendahnya hasil panen yang didapatkan sehingga mengakibatkan
kerugian yang sangat besar.

Batas Bawah Pendapatan (L)

Nilai batas bawah pendapatan menunjukan nilai nominal pendapatan bersih


terendah yang mungkin diterima oleh peternak. Apabila nilai L sama dengan atau
lebih dari nol, maka peternak tidak akan mengalami kerugian. Akan tetapi jika
nilai L lebih rendah dari nol maka peternak akan mengalami kerugian.
Nilai batas bawah pendapatan (L) usaha peternakan Bapak Syafril adalah sebagai
berikut :
Batas Bawah Pendapatan (L) = Expected Return (Ri) (2 xStandard Deviation)
= Rp 16 145 561 (2 x Rp 22 472 183 )
= Rp 28 798 804
61

Nilai batas bawah pendapatan (L) yang diterima oleh peternakan plasma
adalah sebesar Rp 28 798 804. Nilai tersebut menunjukan bahwa kemungkinan
risiko terendah atau kerugian terendah yang akan dihadapi usaha peternakan ini
setiap periodenya pada masa yang akan datang adalah sebesar Rp 28 798 804
(ceteris paribus). Nilai batas bawah pendapatan yang diperoleh usaha peternakan
ini sangat besar. Besarnya nilai ini disebabkan karena besarnya nilai standard
deviation yang diperoleh. Besarnya nilai standard deviation disebabkan karena
adanya kerugian sebesar Rp -11 876 180.

Analisis Risiko Produksi Berdasarkan IP

Index Performance atau Indeks Prestasi (IP) merupakan parameter yang


sudah biasa digunakan dalam peternakan ayam yang menerapkan manajemen
modern atau peternakan yang melakukan kemitraan. Dalam melakukan proses
budidaya ternak ayam broiler, parameter Indeks Prestasi produksi adalah berat
badan ayam, konversi pakan menjadi daging, tingkat mortalitas, serta lama waktu
pemeliharaan, yang sangat mempengaruhi biaya produksi dan penerimaan
penjualan, sehingga Indeks Prestasi produksi bisa menggambarkan seberapa besar
pendapatan peternak. Indeks Prestasi produksi standar menjadi parameter dan
acuan dan dijadikan target dalam produksi ayam broiler, sehingga Prestasi
produksi standar adalah produksi yang ideal. Dalam pemeliharaan ayam broiler
seringkali hasil produksi peternak tidak sesuai dengan standar produksi yang telah
ditetapkan.
Penyimpangan hasil produksi peternak terhadap standar produksi ini
berdampak terhadap pendapatan yang diperoleh peternak, sehingga risiko
produksi (penyimpangan hasil produksi peternak terhadap standar produksi) akan
mengurangi pendapatan. Selain risiko produksi, risiko harga dalam hal ini
fluktuasi harga sarana produksi ternak dan harga jual juga mempengaruhi
pendapatan peternak. Adapun Indeks Prestasi produksi yang diperoleh peternakan
ayam broiler Bapak Syafril adalah sebagai berikut.

Tabel 22 Indeks Prestasi (IP) produksi aktual


Periode Bobot rata-rata Mortalitas (%) Umur rata-rata FCR Indeks
produksi ayam (kg/ekor) panen (Hari) Performance
1 1.44 2.56 29.72 1.542 306.17
2 1.69 6.04 31.62 1.63 308.09
3 1.00 89.38 24.86 11.94 3.58
4 1.87 3.86 33.38 1.584 340.02
5 1.29 9.38 28.84 1.966 206.17
6 1.75 2.72 30.72 1.573 352.30
7 1.89 6.05 33.21 1.621 329.84
8 1.90 2.42 31.88 1.604 362.57
9 1.11 13.02 28 2.002 172.23
10 1.14 23.16 28.11 2.056 152.90
Rata-rata 1.51 15.86 30.03 2.75 253.39
62

Tabel 22, dapat dilihat pada periode pertama bobot rata-rata ayam adalah
1.44 kg dengan umur rata-rata panen 29.72 hari. Pada periode ini FCR 1.542 yang
artinya setiap pemberian pakan 1.542 kg akan menghasilkan ayam dengan bobot
hidup 1 kg. Tingkat kematian yang terjadi di peternakan ini sebesar 2.56%
sehingga dengan rumus Indeks Prestasi produksi yang didapat sebesar 306.17.
Indeks Prestasi produksi periode kedua sampai kesepuluh bisa dilihat dalam tabel
dengan interpretasi data seperti di atas. Indeks Prestasi produksi yang dicapai
selama sepuluh periode pengamatan yang diperoleh berat rata-rata ayam adalah
1.509 kg dengan umur rata-rata saat dipanen selama 30.03 hari, dengan FCR 2.75
yang artinya setiap 2.75 kg pemberian pakan berhasil dikonversi menjadi 1 kg
daging oleh ayam broiler hidup, tingkat kematian rata-rata selama sepuluh periode
pada peternakan ayam ini sebesar 15.86%, sehingga rata-rata Indeks Prestasi
produksi yang diperoleh selama sepuluh periode pengamatan adalah 253.39.
Selama10 periode produksi pada peternakan plasma rata-rata berat badan
yang paling besar adalah 1.9 kg pada periode kedelapan dan paling kecil pada
periode ketiga yaitu 1.0 kg. FCR yang paling tinggi juga pada periode ketiga
mencapai 11.94 persen dan FCR terendah terdapat pada periode pertama yaitu
1.542. Sedangkan untuk tingkat mortalitas yang paling tinggi adalah pada periode
ketiga sebesar 89.39 persen dan tingkat mortalitas terendah pada periode
kedelapan yaitu 2.42 persen. Umur rata-rata panen terlama adalah 33.38 hari yang
terjadi pada periode keempat dan yang paling singkat adalah 24.86 hari pada
periode ketiga. Hasil pengamatan selama 10 periode menunjukkan bahwaIndeks
Prestasi produksi tertinggi pada peternakan plasma adalah adalah 362.57 pada
periode kedelapan dan yang terendah adalah 3.578 pada periode ketiga.
Berdasarkan berat panen panen yang dihasilkan oleh peternakan plasma
maka seharusnya Indeks Prestasi produksi yang didapat oleh peternakan plasma
berdasarkan standar Performance Broiler adalah seperti terlihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Indeks Prestasi (IP) produksi standar


Periode Bobot rata-rata Mortalitas Umur rata-rata Indeks
FCR
produksi ayam (kg/ekor) (%) panen (Hari) Performance
1 1.44 3.96 29.72 1.633 284.96
2 1.69 4.39 31.62 1.72 297.10
3 1.00 3.32 24.86 1.455 267.28
4 1.87 4.64 33.38 1.781 299.96
5 1.29 3.75 28.84 1.575 273.35
6 1.75 4.500 30.72 1.744 311.94
7 1.89 4.798 33.21 1.788 303.02
8 1.90 3.785 31.88 1.764 325.07
9 1.11 2.821 28 1.354 284.52
10 1.14 2.821 28.11 1.364 288.94
Rata-rata 1.51 3.88 30.03 1.62 293.61

Tabel 23 menunjukkan dari 10 periode produksi pada peternakan ayam


broiler Bapak Syafril, Indeks Prestasi produksi standar yang ditetapkan oleh
perusahaan berdasarkan berat badan ayam yang dihasilkan, tingkat mortalitas
63

standar dan FCR standar dari perusahaan, maka diperolehlah rata-rata Indeks
Prestasi produksi adalah sebesar 293.61.
Berdasarkan Indeks Prestasi produksi aktual dan Indeks Prestasi produksi
standar pada perusahaan inti, dapat terlihat adanya penyimpangan antara hasil
aktual dengan standar pada peternak plasma. Berikut penyimpangan (selisih)
Indeks Prestasi peternak plasma terhadap Indeks Prestasi standar dapat dilihat
dalam Tabel 24.

Tabel 24 Penyimpangan (selisih) Indeks Prestasi peternak plasma terhadap


Indeks Prestasi standar
Periode Bobot rata-rata Mortalitas (%) Umur rata-rata FCR Indeks
produksi ayam (kg/ekor) panen (Hari) Performance
1 1.44 (1.40) 29.72 (0.09) 21
2 1.69 1.65 3162 (0.09) 11
3 1.00 86.06 24.86 10.49 (264)
4 1.87 (0.78) 33.38 (0.20) 40
5 1.29 5.63 28.84 0.39 (67)
6 1.75 (1.78) 30.72 (0.17) 40
7 1.89 1.25 33.21 (0.17) 27
8 1.90 (1.37) 31.88 (0.16) 37
9 1.11 10.20 28 0.65 (112)
10 1.14 20.34 28.11 0.69 (136)
Rata-rata 1.508 11.981 30.034 1.134 (40)

Tabel 24 menunjukkan pada periode ketiga dengan rata-rata berat panen


1.00 kg dan umur panen rata-rata 24.86 hari maka Indeks Prestasi produksi
standar yang seharusnya sebesar 267.284 akan tetapi Indeks Prestasi produksi
yang didapat peternak hanya sebesar 3.578 sehingga terjadi penyimpangan
sebesar 264 atau sebesar 98.66%. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah tingginya mortalitas ayam karena wabah penyakit dan
tingginya FCR yang dihasilkan. Periode yang lainnnya dapat diamati pada tabel
23. Berdasarkan 10 periode pengamatan dapat dirata-ratakan terjadi
penyimpangan Indeks Prestasi produksi aktual yang dihasilkan oleh peternak
dengan Indeks Prestasi produksi standar yang ditetapkan perusahaan yaitu sebesar
40.

Metode Z-Score

Metode Z-Score adalah metode yang digunakan untuk menghitung nilai


penyimpangan rata-rata Indeks Prestasi produksi peternak terhadap Indeks
Prestasi produksi standar. Berikut adalah perhitungan risiko atau penyimpangan
prestasi produksi peternak terhadap Prestasi produksi standar menggunakan
Metode Z-Score.
64

Tabel 25 Perhitungan risiko metode Z-Score


(IP Aktual - IP
Periode IP Aktual IP Standar IP Aktual - IP Standar Standar)^2
1 306 285 21 441
2 308 297 11 121
3 4 267 (264) 69541
4 340 300 40 1600
5 206 273 (67) 4489
6 354 312 42 1764
7 321 303 18 324
8 362 325 37 1369
9 172 284 (112) 12544
10 153 289 (136) 18496
Expected IP 252.56 Jumlah () 110688.80
Variance () = ( / ( 10-1 )) 12298.76
Standard Deviation ()= 110.89
Coefficien Variance 0.43906
Z-Score 0.43
Risiko (Nilai Z) 33%

Tabel 25 menunjukkan perhitungan risiko berdasarkan nilai Indeks Prestasi


produksi (IP) selama 10 periode pengamatan diperoleh Expected IP sebesar
252.56 dan nilai coefficient variation 0.43, nilai ini menunjukkan tingkat
penyimpangan produksi peternak plasma terhadap produksi standar yaitu sebesar
0.43. Nilai Z-Score sebesar 0.44 menunjukan bahwa risiko produksi selama
sepuluh periode sebesar 33 persen (Nilai dicari dalam tabel Z), artinya
kemungkinan terjadinya penyimpangan Indeks Prestasi aktual terhadap Indeks
Prestasi standar sebesar 33%.Risiko produksi yang terjadi akibat penyimpangan
Indeks Prestasi produksi peternakan ayam broiler Bapak Syafril terhadap Indeks
Prestasi produksi standar ini disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah
adanya wabah penyakit yang menyerang peternakan, cuaca, dan lain-lain sehingga
mempengaruhi tingkat mortalitas, tingkat FCR dan bobot badan ayam.
Kerugian yang dialami peternak plasma juga berdampak pada perusahaan
inti. Perusahaan inti akan mengalami kerugian karena perusahaan inti juga akan
menanggung kerugian yang terjadi dengan memberikan kompensasi DOC atau
pakan. Perusahaan inti akan melakukan evaluasi terhadap peternakan apabila
penyimpangannya terlalu tinggi. Evaluasi yang dilakukan oleh TS seperti
pengecekan kondisi kandang, kualitas air dan kinerja SDM. Selain itu, perusahaan
inti akan menambah waktu istirahat kandang hingga kandang benar-benar steril
dari virus dan penyakit yang mewabah pada periode sebelumnya. Apabila terjadi
penyimpangan produksi selama 3 kali berturut-turut maka perusahaan inti akan
memberikan sanksi dan juga membantu mencarikan solusi kepada peternak
plasma.
65

Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Pada Peternak Mandiri


Risiko Harga

Selama periode pengamatan yang dilakukan harga DOC di minggu pertama


sampai minggu ketiga relatif stabil yaitu berkisar Rp 4850/ekor, akan tetapi pada
minggu keempat harga DOC mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu
mencapai Rp 6100/ekor. Kenaikan harga ini disebabkan oleh tingginya
permintaan DOC karena persiapan menjelang Hari Raya Idul Fitri dan kenaikan
harga pakan. Selanjutnya untuk kenaikan harga pakan jenis 311 dengan harga
normal sebesar Rp 6550/kg dapat mencapai Rp 6960/kg , sedangkan untuk pakan
jenis 511 mencapai Rp 7000/kg dari harga normal Rp 6600/kg.

Risiko Produksi

Risiko produksi yang dialami oleh peternak-peternak mandiri bersumber


dari cuaca, penyakit, afkir, hama predator (musang, ular, tikus dan biawak) dan
lain-lain dimana keterangannya hampir sama dengan peternakan plasma.
Perbedaan yang terjadi adalah pada jenis penyakit yang dialami oleh peternak
mandiri adalah seperti flu, ngorok dan pencernaan seperti diare, berak
kapur. Selain itu sumber risiko produksi tambahan pada peternakan mandiri
adalah hama predator, hal ini disebabkan oleh lokasi kandang yang terletak di
dekat hutan dan juga sawah yang mudah dijangkau oleh binatang.

Analisis Pendapatan Bersih Peternak Mandiri

Pendapatan yang diterima oleh usaha peternakan mandiri mengalami


fluktuasi dalam 1 minggu terakhir. Pendapatan yang berfluktuasi ini disebabkan
karena meningkatnya harga DOC dan pakan sehingga jumlah pengeluaran untuk
produksi mengalami kenaikan. Penyebab lainnya yakni penerimaan yang
bervariasi karena hasil panen yang diperoleh berbeda-beda dan harga jual ayam
yang sering mengalami perubahan. Pendapatan bersih 7 peternak mandiri dapat
dilihat pada Lampiran 3.

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Peternak


Mandiri

Nilai rasio penerimaan dan biaya ini menunjukkan besarnya penerimaan


yang diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha peternak
plasma. Berikut hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya dapat dilihat pada
Tabel 26.
66

Tabel 26 Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) peternak mandiri

Peternak Penerimaan (Rp/periode Total Biaya Produksi R/C Ratio


produksi) (Rp/Periode Produksi)
1 36 528 000 30 709 500 1.19
2 36 321 000 31 646 500 1.15
3 38 655 000 33 755 000 1.15
4 39 880 000 34 297 000 1.16
5 111 870 000 91 941 000 1.22
6 36 025 000 32 170 500 1.12
7 122 231 000 108 372 000 1.13
Rata-rata 60 215 714 51 841 643 1.16

Tabel 26 menunjukkan hasil dari analisis imbangan penerimaan dan biaya


pada peternak mandiri. Dari 7 orang peternak mandiri diperoleh hasil R/C Ratio
lebih dari 1, hal ini menunjukkan bahwa usaha peternakan yang dijalankan
peternak mandiri menguntungkan dan efisien dalam menjalankan usahanya.

Analisis Risiko Pendapatan Peternak Mandiri

1. Hasil yang diharapkan (Expected Return)

Tabel 27 Expected return peternak mandiri


Peternak Return (Rij)
1 5 818 500
2 4 900 000
3 4 674 500
4 5 583 000
5 19 929 000
6 3 854 500
7 13 859 000
Expected Return (Ri) 8 374 071

Tabel 27 menunjukkan nilai rata-rata pendapatan bersih yang diterima oleh


7 peternak ayam broiler ini sebesar Rp 8 374 071. Nilai ini merupakan nilai
expected return yang diperoleh usaha peternakan ayam broiler mandiri. Nilai ini
menggambarkan bahwa pendapatan bersih yang diharapkan dapat diperoleh
peternak mandiri setiap periode di masa yang akan datang sebesar Rp 8 374 071
(cateris paribus).
67

2. Hasil perhitungan analisis risiko pendapatan peternak mandiri

Tabel 28 Analisis risiko pendapatan peternak mandiri


Peternak Return (Rij) Expected Return (Ri) (Rij-Ri) (Rij-Ri)
1 5 818 500 8 374 071 (2 555 571) 6 530 945 326 531
2 4 900 000 8 374 071 (3 474 071) 12 069 172 290 816
3 4 674 500 8 374 071 (3 699 571) 13 686 828 755 102
4 5 583 000 8 374 071 (2 791 071) 7 790 079 719 388
5 19 929 000 8 374 071 11 554 929 133 516 374 290 816
6 3 854 500 8 374 071 (4 519 571) 20 426 525 897 959
7 13 859 000 8 374 071 5 484 929 30 084 441 433 674
Jumlah 224 104 367 714 286
Variance () = ( / ( 7 -1 )) 37 350 727 952 381
Standard Deviation ()= 6 111 524.192
Coefficien Variance 0.73
Batas Bawah Pendapatan (L) (3 848 976.96)

Tabel 28 menunjukkan nilai risiko produksi yang diterima oleh peternak


mandiri. Perhitungan standar deviasi yang diperoleh menunjukan bahwa risiko
yang dihadapi peternakan mandiri setiap periode pada masa yang akan datang
cukup tinngi. Nilai coefficient variation sebesar 0.73 menunjukkan bahwa risiko
yang ditanggung oleh peternak sebesar 73 persen dari nilai return yang diperoleh
peternak. Artinya adalah setiap Rp 1 return yang diterima peternak akan
menghasilkan risiko sebesar Rp 0.73. Nilai coefficient variation yang lebih besar
dari 0,5 menunjukkan bahwa usaha peternakan tersebut akan menghadapi peluang
merugi pada setiap periode di masa yang akan datang (cateris paribus). Hal ini
disebabkan oleh perubahan harga DOC dan harga pakan yang tidak dapat
ditentukan oleh peternak. Sedangkan nilai batas bawah pendapatan (L) yang
diterima oleh peternak mandiri adalah sebesar Rp 3 848 976.96. Nilai tersebut
menunjukan bahwa kemungkinan risiko terendah atau kerugian terendah yang
akan dihadapi usaha peternakan ini setiap periodenya pada masa yang akan datang
adalah sebesar Rp 3 848 976.96 (ceteris paribus).

Analisis Probabilitas Risiko Produksi Peternak Plasma dan Peternak


Mandiri

Pendapatan yang diterima peternak sangat dipengaruhi oleh jumlah ayam


yang dijual, bobot badan ayam dan harga ayam yang dijual. Tingginya tingkat
mortalitas pada ayam menyebabkan berkurangnya pendapatan yang diterima oleh
peternak. Berikut data tingkat mortalitas ayam pada peternak plasma dan peternak
mandiri berdasarkan sumber-sumber risiko.
68

Tabel 29 Jumlah kematian ayam broiler berdasarkan sumber-sumber risiko


Peternak Hama Lain- Total Ayam
Bermitra Cuaca Penyakit Afkir Predator lainnya Mati
Kandang 1 286 995 54 0 51 1386
Kandang 2 197 825 40 0 75 1137
Kandang 3 228 945 42 0 65 1280
Kandang 4 195 670 58 0 38 961
Jumlah 906 3435 194 0 229 4764
Rata-rata 226.5 858.75 48.5 0 57.25 1191
Peternak
Mandiri
Kandang 5 35 15 14 12 10 86
Kandang 6 46 12 16 13 11 98
Kandang 7 41 0 13 0 6 60
Kandang 8 72 21 10 0 12 115
Kandang 9 75 50 21 0 19 165
Kandang 10 35 12 18 16 9 90
Kandang 11 86 43 35 27 32 223
Jumlah 390 153 127 68 99 837
Rata-rata 55.71 21.86 18,14 9,71 14,14 119,57
Total Jumlah 1296 3588 321 68 328 5601
Total Rata-rata 141,1 440,3 33,3 4,9 35,7 509,2

Tabel 29 menunjukkan hasil identifikasi terhadap sumber-sumber risiko


produksi pada usaha peternakan ayam broiler peternak plasma dan peternak
mandiri ada lima jenis sumber risiko produksi yaitu cuaca, penyakit, ayam afkir,
hama predator dan lain-lain. Berdasarkan tabel diatas, peternak plasma mengalami
tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Tingginya tingkat mortalitas pada ayam ini
adalah kurang disiplin dan kurangnya perhatian beberapa anak kandang terhadap
kondisi lingkungan ayam dan kandang, sehingga menimbulkan penyakit sehingga
peternakan ayam mudah terserang penyakit. Penyakit yang dialami pada
peternakan ini pada saat periode tersebut adalah CRD dengan ciri-ciri bersin-
bersin, ngorok, mata bengkak, dan kepala bengkak. Sedangkan pada peternak
mandiri tingkat mortalitas ayam sangat rendah, hal ini disebabkan oleh kegiatan
budidaya langsung ditangani oleh peternak itu sendiri, sehingga mereka selalu
mengawasi dan mengontrol kandang dan kondisi ayam setiap saat.
Berikut ini adalah analisis probabilitas terhadap masing-masing sumber
risiko tersebut untuk mengetahui seberapa besar probabilitas dan kemungkinan
terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko yang ada pada peternakan
ayam broiler dari peternak plasma dan peternak mandiri.
69

Tabel 30 Hasil analisis probabilitas sumber-sumber risiko produksi


Probabilitas (%)
Sumber-Sumber Risiko
Peternak Plasma Peternak Mandiri
Cuaca 38.40 33.40
Penyakit 29.50 6.10
Afkir 23.30 7.50
Hama Predator 0.00 30.50
Lain Lain 21.50 25.50

Tabel 30 menunjukkan sumber risiko produksi yakni cuaca memiliki tingkat


probabilitas yang tidak berbeda jauh antara peternak plasma dengan mandiri.
Penyebab dari kesamaan tersebut adalah lokasi peternakan ayam yang berada di
satu daerah, sehingga memiliki suhu lingkungan yang sama. Besarnya probabilitas
dari sumber risiko cuaca disebabkan oleh sistem kandang terbuka, sehingga
perubahan cuaca dapat langsung mempengaruhi daya tahan tubuh ayam.Sumber
risiko berikutnya yang memiliki probabilitas cukup besar adalah hama predator.
Peternak mandiri memiliki probabilitas yang lebih besar karena lokasi peternak
mandiri berada di dekat hutan dan sawah sehingga mudah dijangkau binatang,
sedangkan untuk peternak plasma memiliki kandang berbentuk panggung dan
lokasi yang agak jauh dari hutan sehingga tidak ada predator yang dapat masuk ke
dalam kandang.
Sumber risiko lainnya yang memiliki tingkat probabilitas besar adalah
sumber risiko penyakit. Peternak plasma memiliki probabilitas yang lebih besar
karena jumlah ayam yang dipelihara lebih banyak, sehingga anak kandang tidak
dapat optimal dalam pemeliharaan dan kurangnya disiplin dalam menjaga
kebersihan kandang dan lingkungan kandang dapat menyebabkan timbulnya
penyakit yang menyerang ayam. Selain itu letak kandang yang berdekatan
menyebabkan mudahnya penyebaran penyakit antar kandang. Sumber risiko ayam
afkir dilihat secara eksterior yaitu ayam yang mengalami kelainan fisik, lemah dan
tidak produktif dari kawanan. Pada sumber risiko lain-lainnya terdiri dari ayam
terjepit dalam kandang, terinjak anak kandang, stress akibat lingkungan sekitar
(petir, motor, dan lain-lain), dan kelalaian anak kandang lainnya.

Analisis Perbandingan Biaya Produksi Dan Pendapatan Peternak Plasma


dan Peternak Mandiri

Sebelum melihat perbandingan pendapatan kita terlebih dahulu mencari


perbandingan biaya produksi pada peternak tersebut. Tabel perbandingan biaya
dapat disajikan pada Lampiran (4) dan tabel perbandingan pendapatan dapat
dilihat pada Lampiran (5). Dari hasil pada tabel tersebut maka dapat dilihat
perbandingan antara biaya produksi dan pendapatan yang diterima oleh peternak
plasma dan peternak mandiri.
Pengeluaran untuk biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak mandiri
lebih besar dibandingkan dengan peternak plasma. pengeluaran peternak mandiri
sebesar Rp 362 891 500 sedangkan peternak plasma sebesar Rp 351 316 260.
Perbedaan ini disebabkan oleh harga input yang berfluktuasi pada peternak
70

mandiri sedangkan harga input pada peternak plasma relatif konstan sesuai
demngan kontrak yang ada.
Pendapatan yang diterima oleh peternak mandiri lebih besar dibandingkan
dengan peternak plasma, hal ini disebabkan karena tingkat mortalitas pada
peternak plasma sangat tinggi karena peternakan terserang penyakit CRD
sehingga mengurangi pendapatan. Pendapatan yang diterima peternak mandiri
adalah sebesar Rp 58 618 500 sedangkan peternak mandiri mengalami kerugian
sebesar Rp -4 465 900. Berikut disajikan dalam tabel biaya produksi dan
pendapatan antara peternak plasma dan peternak mandiri.

Tabel 31 Perbandingan biaya dan pendapatan peternak plasma dan peternak


mandiri
Peternak Plasma Jumlah (Rp) Peternak Mandiri Jumlah (Rp)
Total Penerimaan 256 658 782 Total Penerimaan 421 510 000
Total Biaya Produksi 351 316 260 Total Biaya Produksi 362 891 500
Kompensasi dari perusahaan inti 90 191 578 Total Pendapatan Bersih 58 618 500
Total Pendapatan Bersih -4 465 900 R/C Rasio 1.16
R/C Rasio 0.73

Tabel 31 menunjukkan perbandingan rasio penerimaan dan biaya. Rasio


penerimaan dan biaya ini menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dari
setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Analisis rasio ini dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan relatif kegiatan peternakan.
Analisis rasio penerimaan dan biaya menunjukkan bahwa peternak mandiri
memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan peternak plasma.
Hasil ini sama dengan penelitian sebelumnya yaitu Deshinta (2006) dimana
pendapatan peternak mandiri juga lebih tinggi daripada peternak plasma.
Penyebab dari perbedaan tersebut diantaranya adalah peternak mandiri lebih
memperhitungkan dampak dari setiap risiko yang akan dihadapi,seperti pemilihan
DOC, pakan, obat-obatan dan vitamin serta dalam proses budidaya perlakuannya
lebih intensif. Sedangkan peternak plasma tidak memiliki kemampuan untuk
memilih DOC dengan kualitas yang baik dan pakan yang berkualitas serta tepat
jumlah dan tepat waktu. Selain itu, peternak plasma memiliki ketergantungan
yang sangat besar terhadap perusahaan inti karena risiko yang dihadapi dalam
usaha peternakan akan ditanggung oleh kedua belah pihak yakni peternak plasma
dan perusahaan inti.

Analisis Manajemen Pengelolaan Risiko Pada Peternakan Plasma dan


Peternak Mandiri

Manajemen pengelolaan risiko sangat penting untuk diterapkan di usaha


peternakan peternakan ayam broiler. Penerapan manajemen risiko dilakukan oleh
semua pihak yang terlibat dalam proses produksi ayam broiler di usaha
peternakan ayam broiler. Pada peternak plasma pihak-pihak yang terlibat tersebut
adalah pemilik peternakan, kepala kandang, anak kandang dan pengawas lapang
71

(TS). Pada peternak mandiri pihak-pihak yang terlibat langsung peternak sendiri
dan beberapa tenaga kerja dalam keluarga.
Hasil analisa manajemen risiko yang diterapkan peternakan plasma masih
belum efektif dalam hal produksi, ini diindikasikan dengan masih berfluktuatifnya
tingkat mortalitas, tingkat efisiensi penggunaan pakan, tingkat perolehan bobot
badan dan Prestasi produksi yang diperoleh peternakan ayam broiler peternak
plasma. Kegiatan produksi yang intensif dilakukan di awal saja, setelah beberapa
hari proses budidaya berjalan beberapa anak kandang pada peternakan ini mulai
lalai dan kurang disiplin dalam menjalankan proses budidaya.Seperti kontrol
terhadap kebersihan lingkungan kandang, pembersihan sekam yang basah akibat
kotoran ayam dan tumpahan minum ayam sehingga menimbulkan bibit penyakit,
pengontrolan ayam yang seharusnya dilakukan sesering mungkin karena dengan
sistem kandang panggung ini ayam bisa saja terjepit pada lantai bambu.
Selanjutnya dengan kondisi pancaroba saat ini, kecekatan anak kandang dalam hal
pengaturan sirkulasi udara dengan sistem buka tutup tirai sangat penting, namun
masih belum efektif karena kondisi ayam yang kepanasan dan juga terserang
gangguan pada pernafasan karena bau amonia.
Salah satu indikasi kurang efektifnya manajemen risiko produksi adalah
tingginya rata-rata mortalitas yaitu sebesar 15,88 persen. Tingginya mortalitas
menyebabkan menurunnya nilai penjualan berat ayam hidup. Hal ini disebabkan
cuaca, penyakit, ayam afkir dan kondisi lingkungan.Tingkat penggunaan pakan
yang belum efisien merupakan salah satu indikasi belum efektifnya manajemen
risiko produksi pada peternakan plasma. Efisiensi tingkat penggunaan pakan dapat
dilihat dari nilai FCR. Rata-rata nilai FCR pada peternakan ini cukup tinggi yaitu
sebesar 2.752. Tingginya FCR ini dikarenakan pada periode ketiga, keseembilan
dan kesepuluh peternakan terserang penyakit ND, CRD, Gumboro sehingga
menyebabkan banyaknya ayam yang mati. Manajemen risiko harga yang telah
terapkan oleh peternakan plasma adalah dengan melakukan kemitraan inti-plasma.
Namun, pendapatan yang diterima masih berfluktuasi karena bobot badan ayam
yang dihasilkan mempengaruhi harga jual ayam sesuai dengan kontrak yang telah
ada.
Pada 7 peternak mandiri manajemen pengelolaan risiko dalam produksi
sudah sangat baik karena langsung ditangani sendiri oleh pemilik sehingga tingkat
mortalitas sangat rendah. Kegiatan proses produksi yang relatif singkat juga
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya mortalitas. Jadi,
penerapan manajemen pengelolaan risiko produksi pada peternak mandiri tidak
mengalami masalah yang dapat mengurangi pendapatan. Namun pada peternak
mandiri saat ini mereka mengalami masalah risiko harga yang menyebabkan
penurunan pendapatan peternak karena peternak tidak memiliki kekuatan dalam
menentukan harga pasar.

Alternatif Strategi Penanganan Risiko Usaha Pada Peternak Plasma

Setelah identifikasi sumber-sumber risiko dilakukan dan diperolehlah


sumber-sumber risiko produksi yaitu cuaca, penyakit, ayam afkir, dan lain-lain
(kondisi lingkungan kandang dan kedisiplinan SDM). Beberapa hal yang dapat
72

diterapkan oleh usaha peternakan ayam broiler Bapak Syafril terkait dengan
kegiatan budidaya diantaranya adalah :

1. Melakukan pengaturan jadwal kedatangan pakan yang tepat waktu dan tepat
jumlah sehingga tidak perlu melakukan peminjaman pakan dari peternak lain.
2. Menambah fasilitas kandang untuk ayam yang kurang sehat hal ini bertujuan
untuk memisahkan ayam yang kurang sehat. Pembuatan kandang karantina
untuk ayam ini diharapkan dapat mencegah penyebaran penyakit kepada
ayam lainnya.
3. Menambah kipas angin agar sirkulasi udara didalam kandang lebih baik
sehingga bau amonia tidak terlalu tinggi.
4. Memberikan klorin cair secara berkala pada penampungan air agar bakteri
yang ada pada sela-sela selang dan galon air yang sulit terjangkau dapat mati.
5. Melakukan program biosecurity pada manusia, kandang dan lingkungan
peternakan untuk pencegahan penyakit pada ayam dengan melakukan
desinfeksi pada kandang dan lingkungan sekitar kandang sesuai kebutuhan.
6.

Alternatif Strategi Penanganan Risiko Usaha Pada Peternak Mandiri

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa 7 peternak mandiri dalam


menjalankan usahanya menghadapi risiko produksi yang rendah dan risiko harga
yang cukup tinggi, sehingga dibutuhkan alternatif strategi untuk mengurangi
risiko tersebut. Berikut beberapa alternatif strategi penanganan risiko yang dapat
dilakukan oleh peternak mandiri :
1. Peternak mandiri sering mengalami risiko harga yaitu harga DOC, harga
pakan dan harga jual ayam yang sering mengalami perubahan, maka
diperlukan kekuatan dari peternak-peternak mandiri dalam menghadapi risiko
tersebut. Dari 7 peternak mandiri dapat disarankan untuk membuat kelompok
peternak ayam broiler, ini berguna untuk membangun kekuatan antar sesama
peternak mandiri dalam menetapkan harga jual ayam di pasar sehingga
peternak tidak dikuasai oleh pedagang besar atau pengumpul dan konsumen.
2. Penanganan sumber risiko hama predator dapat dilakukan dengan memasang
jaring kawat pada seluruh bagian kandang. Penggunaan jaring kawat ini
bertujuan untuk menghalangi hama predator memasuki kandang. Bahan dasar
kawat yang berupa besi ini diperkirakan lebih kuat sehingga sulitbagi hama
predator untuk merusaknya.
73

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian mengenai analisis risiko usaha pada peternakan ayam


broiler Bapak Syafril yang merupakan peternak plasma dan 7 peternak mandiri.
Dalam menjalankan usaha peternakan ini menghadapi risiko produksi (yang
disebabkan oleh cuaca,penyakit, afkir, hama predator dan lain-lain) dan harga
(harga input dan harga output). Peternak plasma menghadapi risiko produksi yang
lebih tinggi karena memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap
perusahaan inti, selain itu faktor sumberdaya manusia juga mempengaruhi
produksi pada peternakan ini. Sedangkan peternak mandiri menghadapi risiko
harga yang yang lebih besar karena peternak mandiri tidak dapat menentukan
harga beli DOC, pakan dan obat-obatan serta harga jual ayam.
Risiko-risiko yang dihadapi sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang
diterima oleh usaha peternak plasma dan peternak mandiri. Risiko-risiko yang
dihadapi peternakan plasma dan peternak mandiri menyebabkan pendapatan yang
diperoleh mengalami fluktuasi. Peternak plasma menghadapi risiko lebih besar,
tetapi juga memiliki nilai expected return yang lebih besar dibandingkan dengan
peternak mandiri yang memiliki nilai expected return lebih rendah dengan risiko
juga lebih rendah.
Kerjasama dengan sistem kemitraan inti-plasma yang dilakukan Bapak
Syafril merupakan salah satu upaya untuk mengurangi risiko karena dengan
sistem kemitraan ini jika peternak plasma mengalami kerugian yang cukup besar,
maka kerugian tersebut ditanggung oleh kedua belah pihak. Perusahaan inti akan
menanggung kerugian yang terjadi akibat dari kegagalan produksi yang terjadi
dengan memberikan kompensasi untuk DOC dan pakan. Namun sistem kemitraan
yang dilakukan peternak plasma ini masih kurang optimal dalam meminimalisir
risiko, hal ini disebabkan peternak plasma tidak memiliki kemampuan dalam
menentukan jenis dan kualitas DOC dan pakan yang digunakan pada kegiatan
budidaya serta ketergantungan peternak plasma terhadap perusahaan inti yang
cukup besar. Namun dengan adanya kermitraan inti-plasma peternak memperoleh
kemudahan dalam memperoleh sarana produksi, pembinaan dan bimbingan teknis
budidaya dan pemasaran ayam.
Alternatif strategi penanganan risiko untuk peternak mandiri dan peternak
plasma telah disesuaikan dengan risiko yang dihadapi masing-masing peternak.
Strategi yang disarankan bagi peternak plasma adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengaturan jadwal kedatangan pakan yang tepat waktu dan
tepat jumlah.
2. Menambah fasilitas kandang untuk karantina ayam yang kurang sehat
3. Menambah kipas angin agar sirkulasi udara didalam kandang lebih baik
4. Memberikan klorin cair secara berkala pada penampungan air agar bakteri
yang ada pada sela-sela selang dan galon air yang sulit terjangkau dapat
mati.
5. Melakukan program biosecurity pada manusia, kandang dan lingkungan
kandang.
74

Sedangkan strategi yang disarankan untuk peternak mandiri yaitu :


1. Pembentukan kelompok ternak untuk memperkuat posisi tawar
2. Pembuatan jaring kawat di sekeliling kandang

Saran

1. Perusahaan inti sebaiknya dapat memperhatikan sarana produksi yang tepat


jumlah, mutu dan waktu kepada peternak plasma agar risiko yang dihadapi
peternak plasma tidak terlalu besar.
2. Peternak plasma sebaiknya dapat mengelola budidaya ayam dengan baik sesuai
dengan Standar Operasional Perusahaan (SOP).
3. Peternak mandiri sebaiknya dapat membentuk kelompok peternak agar
memiliki kekuatan dalam penetapan harga jual ayam di pasar.

DAFTAR PUSTAKA

[Bappeda] Badan Pemerintahan Daerah Kabupaten Sawahlunto Sijinjung.


Sawahlunto Sijunjung dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistika :
Sawahlunto Sijunjung
Aziz, Faishal A. 2009. Analisis Risiko Dalam Usahaternak Ayam Broiler (Studi
Kasus Usaha Peternakan X Di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten
Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Manajemen.
Bogor: Institut Pertanian Bogor
Darmawi, Herman. 2010. Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksara
Deshinta, Menallya. 2006. Peranan kemitraan terhadap peningkatan Pendapatan
peternak ayam broiler (Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan
peternak di Kabupaten Sukabumi). Skripsi. Departemen Manajemen
Agribisinis Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor
[Dirjen Peternakan]. 2012. Buku Saku : Statistik Peternakan dan Kesehatan
Hewan. Jakarta
Djohanputro, B. 2004. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Jakarta: Penerbit
PPM
Elton and Gruber. 1995. Modern Portfolio Theory and Investment Analysis. John
Wiley and sons Inc.
Fadilah, Rony. 2006. Panduan Mengelola Peternakan Ayam
Broiler.JakartaAgromedia Pustaka
Fariyanti, A., Tintin S., Netti T. 2012. Modul Risiko Agribisnis. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
75

Hanafi M. 2006. Manajemen Risiko. Yogyakarta: Unit Penerbit Dan Percetakan


Sekolah Tinggi Manajemen Ykpn
Harwood JR, Heifner K, Coble J, Perry, Somwaru. 1999. Managing Risk in
Farming: Concepts, Research and Analysis.Agricultural Economic Report
No. 774. Market and Trade Economics Division and Resource Economic
Division, Economic Research Service. US Department of Agriculture.
Kountur, Ronny. 2006. Manajemen Risiko Operasional (Memahami Cara
Mengelola Risiko Operasional Perusahaan). Jakarta: PPM
Kountur, Ronny. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan.
Jakarta: PPM
Merina, Desi. 2004. Analisis Pendapatan Tunai, Risiko Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Risiko Usaha Peternakan Broiler. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Muslich, Muhammad. 2007. Manajemen Risiko Operasional.Jakarta: PT Bumi
Aksara :
Pinto, Bona. 2011. Analisis Risiko Produksi pada Peternakan Ayam Broiler
MilikBapak Restu di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang,
Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi
Manajemen. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Puspitasari, A. 2009. Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas Dan
Pendapatan Petani Kakao (Kasus: Petani di Kab. Gunung Kidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta). Skripsi. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi
Manajemen. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Rasyaf, Muhammad. 2007. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta:Penebar Swadaya
Rasyaf,Muhammad. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar
Swadaya
Robinson LJ, Berry PJ. 1987. The Competitive Firms response to risk. New
York (USA): Macmillan Publising Company
Siregar, YR. 2009. Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan
Layer Pada PT. Sierad Produce Tbk Parung, Bogor. [Skripsi]. Fakultas
Ekonomi Peternakan. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Soekartawi, A. Soeharjo. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk
Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: UI - Press
Solihin, M. 2009. Risiko Produksi dan Harga serta Pengaruhnya terhadap
Pendapatan Peternakan Ayam Broiler CV AB Farm Kecamatan
Bojonggenteng- Sukabumi. Skripsi]. Fakultas Ekonomi Peternakan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor
Suharno, Bambang. 2012. Agribisnis Ayam Ras. Jakarta:Penebar Swadaya
76

Lampiran 1 Lampiran kerjasama kemitraan


77

Lampiran 1 Perjanjian kerjasama kemitraan (Lanjutan)


78

Lampiran 1 Perjanjian kerjasama kemitraan (Lanjutan)


79

Lampiran 1 Perjanjian kerjasama kemitraan (Lanjutan)


80

Lampiran 1 Perjanjian kerjasama kemitraan (Lanjutan)


81

Lampiran 1 Perjanjian kerjasama kemitraan (Lanjutan)


82

Lampiran 2 Harga kontrak


83

Lampiran 2 Harga kontrak (Lanjutan)


84
Lampiran 3 Analisis biaya produksi dan pendapatan peternak mandiri
Analisis biaya produksi dan pendapatan peternak mandiri (Mardias)

Total 1
Keterangan Mg ke-1* Mg ke-4 Total 1 periode Keterangan Mg ke-1* Mg ke-4 periode

Biaya DOC 2,425,000 3,050,000 10,325,000 1. Penjualan ayam potong 4 ( 0,8 kg) 8,296,000 8,820,000 33,708,000
2. Penjualan bagian isi perut ayam &
Biaya pakan - ceker 600,000 700,000 2,500,000

Pakan 311 327,500 348,000 1,330,500 3. Penjualan pupuk 80,000 80,000 320,000

Pakan 511 4,290,000 4,550,000 17,420,000 Total Penerimaan 8,976,000 9,600,000 36,528,000

Biaya serbuk kayu 45,000 45,000 180,000 Total Biaya Produksi 7,448,250 8,364,750 30,709,500
Biaya obat-obatan &
vitamin Total Pendapatan 1,527,750 1,235,250 5,818,500

1. Rodalon 8,750 8,750 35,000

2. Kapur 5,000 5,000 20,000

3. Vaksin 15,000 17,000 62,000

4. Vita chick 45,000 57,000 192,000

5. Vita bro 45,000 38,000 173,000

6. Therapy 42,000 46,000 172,000

Listrik 75,000 75,000 300,000

Air 25,000 25,000 100,000

Biaya Lain-lain 100,000 100,000 400,000

Total Biaya Produksi 7,448,250 8,364,750 30,709,500


Lampiran 3 (Lanjutan)
Analisis biaya produksi dan pendapatan peternak mandiri (Rosni)

Total 1
Keterangan Mg ke-1* Mg ke-4 Total 1 periode Keterangan Mg ke-1* Mg ke-4 periode

Biaya DOC 2,425,000 3,050,000 10,325,000 1. Penjualan ayam potong 4 ( 0,8 kg) 8,245,000 8,766,000 33,501,000

Biaya pakan - 2. Penjualan bagian isi perut ayam & ceker 600,000 700,000 2,500,000

Pakan 311 327,500 348,000 1,330,500 3. Penjualan pupuk 80,000 80,000 320,000

Pakan 511 4,290,000 4,550,000 17,420,000 Total Penerimaan 8,925,000 9,546,000 36,321,000

Biaya sekam 45,000 45,000 180,000 Total Biaya Produksi 7,681,750 8,601,250 31,646,500

Biaya obat-obatan & vitamin - Total Pendapatan 1,243,250 944,750 4,674,500

1. Rodalon 8,750 8,750 35,000

2. Kapur 5,000 5,000 20,000

2. Vaksin 15,000 17,000 62,000

3. Vita Chick 30,000 38,000 128,000

4. Therapy 42,000 46,000 172,000

Tenaga Kerja 375,000 375,000 1,500,000

Listrik 75,000 75,000 300,000

Minyak Tanah 6,000 6,000 24,000

Air 12,500 12,500 50,000

Biaya Lain-Lain 25,000 25,000 100,000

Total Biaya Produksi 7,681,750 8,601,250 31,646,500

85
86
Lampiran 3 (Lanjutan)
Analisis biaya produksi dan pendapatan peternak mandiri (Dastati)

Total 1
Keterangan Mg ke-1* Mg ke-4 Total 1 periode Keterangan Mg ke-1* Mg ke-4 periode

Biaya DOC 2,425,000 3,050,000 10,325,000 1. Penjualan ayam potong 4 ( 0,8 kg) 7,565,000 8,010,000 30,705,000

Biaya pakan - 2. Penjualan bagian isi perut & ceker 550,000 600,000 2,250,000

Pakan 311 327,500 348,000 1,330,500 3. Penjualan ayam besar 1,400,000 1,500,000 5,700,000

Pakan 511 4,620,000 4,900,000 18,760,000 Total Penerimaan 9,515,000 10,110,000 38,655,000

Biaya serbuk kayu 55,000 55,000 220,000 Total Biaya Produksi 8,198,000 9,161,000 33,755,000
Biaya obat-obatan &
vitamin Total Pendapatan 1,317,000 949,000 4,900,000

1. Formandes 7,500 7,500 30,000

2. Kapur 10,000 10,000 40,000

3. Vita chick 45,000 57,000 192,000

4. Vita stress 43,500 60,000 190,500

5. Thermezyn 90,000 99,000 369,000

6. Koleridin 87,000 87,000 348,000

Tenaga Kerja ( 1 orang) 375,000 375,000 1,500,000

Listrik 75,000 75,000 300,000

Biaya Lain-lain 37,500 37,500 150,000

Total Biaya Produksi 8,198,000 9,161,000 33,755,000


Lampiran 3 (Lanjutan)
Analisis biaya produksi dan pendapatan peternak mandiri (Alex)

Keterangan Mg ke-1* Mg ke-4 Total 1 periode Keterangan Mg ke-1* Mg ke-4 Total 1 periode

Biaya DOC 2,425,000 3,050,000 10,325,000 1. Penjualan ayam potong 4 ( 0,8 kg) 6,460,000 6,930,000 26,310,000

Biaya pakan - 2. Penjualan ayam besar 2,800,000 3,000,000 11,400,000


2. Penjualan bagian isi perut ayam &
Pakan 511 5,280,000 5,250,000 21,090,000 ceker 450,000 500,000 1,850,000

Biaya serbuk kayu 30,000 30,000 120,000 3. Penjualan pupuk 80,000 80,000 320,000
Biaya obat-obatan &
vitamin - Total Penerimaan 9,790,000 10,510,000 39,880,000

1. Rodalon 8750 8,750 35,000 Total Biaya Produksi 8,425,750 9,019,750 34,297,000

2. Kapur 5,000 5,000 20,000 Total Pendapatan 1,364,250 1,490,250 5,583,000

3. Vaksin 15,000 17,000 62,000

4. Vita Chick 45,000 38,000 173,000

5. Therapy 42,000 46,000 172,000

Tenaga kerja 375,000 375,000 1,500,000

Listrik 75,000 75,000 300,000

Air 25,000 25,000 100,000

Transportasi 50,000 50,000 200,000

Biaya Lain-Lain 50,000 50,000 200,000

Total Biaya Produksi 8,425,750 9,019,750 34,297,000

87
88
Lampiran 3 (Lanjutan)
Analisis biaya produksi dan pendapatan peternak mandiri (Rudi)

Keterangan Mg ke-1* Mg ke-4 Total 1 periode Keterangan Mg ke-1* Mg ke-4 Total 1 periode

Biaya DOC 4,850,000 6,100,000 20,650,000 1. Penjualan ayam besar 27,440,000 29,250,000 111,570,000

Biaya pakan 511 14,850,000 15,750,000 60,300,000 2. Penjualan pupuk 75,000 75,000 300,000

Biaya serbuk kayu 40,000 40,000 160,000 Total Penerimaan 27,515,000 29,325,000 111,870,000

Biaya obat-obatan & vitamin - Total Biaya Produksi 22,494,500 24,672,500 91,941,000

1. Rodalon 17,500 17,500 70,000 Total Pendapatan 5,020,500 4,652,500 19,929,000

2. Kapur 10,000 10,000 40,000

3. Vaksin 28,000 28,000 112,000

3. Vita chick 60,000 76,000 256,000

4. Therapy 84,000 46,000 298,000

5. Tetra Chlor 55,000 55,000 55,000

Tenaga Kerja ( 4orang) 2,000,000 2,000,000 8,000,000

Transportasi 100,000 100,000 400,000

Listrik 100,000 100,000 400,000

Air 50,000 50,000 200,000

sewa tempat jual di pasar 150,000 150,000 600,000

Biaya Lain-Lain 100,000 150,000 400,000

Total Biaya Produksi 22,494,500 24,672,500 91,941,000


Lampiran 3 (Lanjutan)
Analisis biaya produksi dan pendapatan peternak mandiri (Bujang Paibo 1)

Keterangan Total 1 Periode Keterangan Total 1 Periode


Biaya DOC 12,200,000 1. Penjualan ayam potong 4 ( 0,8 kg) 35,100,000
Biaya pakan 2. Penjualan bagian isi perut ayam & ceker 750,000
Pakan 311 696,000 3. Penjualan pupuk 175,000
Pakan 511 17,500,000 Total Penerimaan 36,025,000
Biaya sekam 52,500 Total Biaya Produksi 32,170,500
Biaya obat-obatan & vitamin Total Pendapatan 3,854,500
1. Formandes 14,000
2. Kapur 10,000
3. Vaksin 40,000
3. Vita bro 70,000
4. Vita Chick 76,000
5. Therapy 92,000
Listrik 300,000
Air 50,000
Tenaga kerja harian (2 orang) 420,000
Transportasi 500,000
Biaya Lain-Lain 150,000
Total Biaya Produksi 32,170,500

89
90
Lampiran 3 (Lanjutan)
Analisis biaya produksi dan pendapatan peternak mandiri (Bujang Paibo 2)

Keterangan Total 1 Periode Keterangan Total 1 Periode


Biaya DOC 24,250,000 1. Penjualan ayam potong 4 ( 0,8 kg) 25,500,000
Biaya pakan 2. Penjualan ayam besar 94,556,000
Pakan 311 982,500 2. Penjualan bagian isi perut ayam & ceker 1,500,000
Pakan 511 70,950,000 3. Penjualan pupuk 675,000
Biaya sekam 157,500 Total Penerimaan 122,231,000
Biaya obat-obatan & vitamin Total Biaya Produksi 108,372,000
1. Formandes 21,000 Total Pendapatan 13,859,000
2. Kapur 15,000
3. Vaksin 100,000
3. Vita bro 350,000
4. Vita Chick 228,000
5. Therapy 368,000
Listrik 1,200,000
Air 150,000
Tenaga kerja budidaya (3 orang) 6,750,000
Tenaga kerja harian (3 orang) 1,050,000
Transportasi 1,500,000
Biaya Lain-Lain 300,000
Total Biaya Produksi 108,372,000
Lampiran 4 Analisis perbandingan biaya produksi peternak plasma dan peternak mandiri

Komponen Biaya Peternakan Ayam Broiler Uraian Komponen Biaya Peternakan Ayam Broiler
Uraian Peternak Plasma Peternak Mandiri
Nilai (Rp) (%) Nilai (Rp) (%)
A. Biaya Tunai A. Biaya Tunai
1. Bibit DOC 98,325,000 1. Bibit DOC 98,400,000
Total Biaya DOC 98,325,000 27.99% Total Biaya DOC 98,400,000 27.12%
2. Pakan 2. Pakan
a. Pakan H11 104,775,000 a. Pakan 311 5,670,000
b. Pakan H12 112,959,000 b. Pakan 511 223,440,000
Total biaya pakan 217.734.000 61.98% Total biaya pakan 229,110,000 63.13%
3. Sekam 1,500,000 3. Sekam/Serbuk kayu 1,070,000
Total Biaya Sekam 1,500,000 0.43% Total Biaya Sekam 1,070,000 0.29%
4. Obat-obatan & Vitamin 4. Obat-obatan & Vitamin
a. Formalin 1,237,500 a. Rodalon & Formandes 240,000
b. Biogreen 715,000 b. Kapur 165,000
c. Quin Abic 330,000 c. Vaksin 438,000
d. Vitamin C 1,040,160 d. Vita bro 593,000
e. Susu Skim 132,000 e. Vita Chick 1,245,000
f. Amilyte 1,072,720 f. Vita Stress 190,500
g. Baytril 4,950,000 g. Therapy 1,274,000
h. Ioguard 608,520 h. Thermezyn 369,000
i. Amcol 2,722,500 i. Koleridin 348,000
j. Enflox 1,210,000 j. Tetra Chlor 55,000
k. Ksb3 398,860
Total Biaya Obat-obatan & Total Biaya Obat-obatan &
14,417,260 4.10% 4,917,500 1.36%
Vitamin Vitamin
5. Tenaga Kerja 10,000,000 2.85% 5. Tenaga Kerja 20,720,000 5.71%
6. Listrik 1,200,000 0.34% 6. Listrik 3,100,000 0.85%
7. Air 500,000 0.14% 7. Air 650,000 0.18%
8. Pemanas (LPG) 6,340,000 1.80% 8. Transportasi 2,600,000 0.72%
9. Biaya lain-lain 1,300,000 0.37% 9. Biaya Lain-Lain 2,324,000 0.64%
TOTAL BIAYA 351,316,260 100,00% TOTAL BIAYA 362,891,500 100.00%

91
92
Lampiran 5 Analisis perbandingan pendapatan peternak plasma dan peternak mandiri

Peternak
Uraian Uraian
Peternak Plasma Mandiri
A. Penjualan Ayam Broiler A. Penjualan Ayam Broiler
Jumlah Total harga
ekor Berat ayam/ekor Total berat ayam (kg) Harga Ayam/kg Total harga jual (Rp) jual (Rp)

1830 0.93 1706.2 15660 26,719,092 1. Penjualan Ayam Potong 4 (0,8kg/ekor) 184,824,000

1932 1.12 2166.2 15180 32,882,916 2. Penjualan Ayam besar 223,226,000

1512 1.19 1802.8 15180 27,366,504 3. Penjualan bagian isi perut ayam & ceker 11,350,000
1296 1.16 1504.4 15180 22,836,792
1303 1.16 1507.2 15180 22,879,296
1496 1.13 1684.8 15180 25,575,264
1093 1.36 1486.6 14980 22,269,268
2240 1.17 2614 15180 39,680,520
520 1.32 685.4 14980 10,267,292
1280 1.24 1583.4 15070 23,861,838
Total Penjualan Ayam Broiler 254,338,782 Total Penjualan Ayam Broiler 419,400,000
B. Penjualan Pupuk 2,320,000 B. Penjualan pupuk 2,110,000
Total Penerimaan 256,658,782 Total Penerimaan 421,510,000
Total Biaya 351,316,260 Total Biaya 362,891,500
Tambahan Discount Feed atau DOC dari PT 90,191,578 Total Pendapatan Bersih 58,618,500
Total Pendapatan Bersih -4,465,900 R/C Rasio Peternak Mandiri 1.16
R/C Rasio Peternak Plasma 0.73
Lampiran 6 Dokumentasi
Kegiatan Produksi Peternakan Plasma

Kandang Ayam Mesin Generator Gudang Pakan

DOC Masuk Perkembangan Ayam Broiler

93
94
Vitamin Obat-Obatan Panen Penyemprotan Kandang

Kegiatan Produksi Peternakan Mandiri

Kandang Ayam Pemberian Vaksin


Gudang Pakan Perkembangan Ayam Broiler

Obat-obatan & vitamin Pemasaran Ayam Pengapuran Kandang

95
96
Foto Ayam Mati

Cuaca Penyakit

Penyakit Afkir (cacat) Afkir (kerdil) Terjepit di Kandang


RIWAYAT HIDUP

PRIMALIA ARWITA dilahirkan di Sawahlunto pada tanggal 01 Juli 1990


dari pasangan Bapak Arson dan Ibu Yusmarita. Penulis merupakan putri pertama
dari empat bersaudara. Riwayat akademis penulis dimulai dari taman kanak-kanak
di TK Kemala Bhayangkari pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan
dasar di SD Negeri 10 Tanah Lapang pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002.
Selanjutnya, pada tahun 2005 penulis lulus dari SLTP Negeri 1 Sawahlunto dan
kemudian pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sawahlunto. Pada
tahun yang sama penulis diterima masuk sebagai mahasiswa Program Diploma di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Di Diploma Institut Pertanian Bogor
penulis diterima pada program keahlian Manajemen Agribisnis. Penulis dapat
menyelesaikan pendidikan Diploma III pada tahun 2011 dan mendapat gelar Ahli
Madya. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan kembali pada
Alih Jenis Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Anda mungkin juga menyukai