Anda di halaman 1dari 35

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DIARE AKUT
1. Pengertian Diare akut adalah buang air besarlebih dari 3 kali
dalam 24 jam dengan konsistensi cairdan
berlangsung kurang dari 1 minggu. Mneurut riset
kesehatan dasar 2007, diare merupakan penyebab
kematian pada 42% bayi dan 25,2% anak usia1-4
tahun.

2. Anamnesis 1. Lama berlangsungnya diare, frekuensi


diare sehari, warna feses, adakah lendir
atau darahdalam feses
2. Adakah muntah, rasa haus, rewel, anak
lemah, kesadaran menurun, kapan buang
air kecil terakhir, demam, sesak napas,
kejang, perut kembung
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare
4. Jenis makanan dan minuman yang
dimakan/diminum selama diare
5. Apakah mengkonsumsi makanan
minuman yang tidak biasa
6. Apakah terdapat penderita diare
disekitarnya
7. Bagaimana dengan sumber air minum

3. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum, tanda vital dan


kesadaran
Tanda utama : gelisah, rewel,
lemah/letargi/coma, tampak haus, turgor
kurang atau buruk
Tanda tambahan : mulut bibir lidah
kering, mata dan UUB cekung, keluar air
mata
2. Nafas cepat dan dalam (nafas Kussmaul)
tanda asidosis metabolik
3. Kejang karena gangguan keseimbangan
elektrolit (hipo /hipernatremia), kembung
(hipokalemia)
4. Berat badan
5. Penilaian derajat dehidrasi

4. Kriteria diagnosis 1. Diare akut tanpa dehidrasi : tidak


ditemukan tanda utama maupun tanda
tambahan, kehilangan cairan tubuh <5%
BB. KU baik, sadar. UUB tak cekung,
mukosa mulut dan bibir basah, turgor
baik atau cukup, bising usus normal,
akral hangat
2. Diare akut dengan dehidrasi
ringan/sedang : kehilangan cairan 5-10%
BB, terdapat dua tanda utama ditambah 2
atau lebih tanda tambahan . Ku gelisah
atau cengeng. Turgor kurang, akral masih
hangat
3. Diare akut dengan dehidrasi berat :
kehilangan cairan >10% BB, terdapat 2
tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan. KU letargi atau koma, UUB
sangat cekung, mata sangat cekung,
mukosa mulut dan bibir kering. Turgor
sangat kurang dan akral dingin

5. Diagnosis Kerja Diare akut dengan atau tanpa dehidrasi


6. Diagnosis banding 1. Keracunan makanan
2. Disentri basiler
3. Disentri amuba

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Darah rutin


2. Pemeriksaan Feses
8. Tata laksana 1. Tanpa dehidrasi
Cairan rehidrasi dengan oralit 5-
10mL/kgBB setiap diare cair atau
berdasarkan usia yaitu <1 tahun 50-100
mL, usia 1-5 tahun sebayak 100-200 mL,
usia >5 tahun semampunya sesuai
kemauannya
2. Dehidrasi Ringan-Sedang
Cairan Rehidrasi Oral (RCO)
hipoosmolar sebanyak 75 mL/kgBB
dalam 3 jam dan 5-10 mL/kgBB
setia diare cair
Rehidrasi parenteral (intravena) : RL
atau KaEn 3B atau NaCl dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan
BB. Status hidrasi dievaluasi
berkala.
3. Dehidrasi Berat
RL atau Ringer asetat 100 mL/kgBB
dengan cara pemberian :
o Usia < 12 bulan : 30
ml/kgBB dalam 1 jam
pertama, dilanjutkan 70
mL/kgBB dalam 5 jam
berikutnya
o Umur > 12 bulan : : 30
ml/kgBB dalam 1/2 jam
pertama, dilanjutkan 70
mL/kgBB dalam 2,5 jam
berikutnya
Masukkan cairan peroral diberikan
bila pasien sudah dapat
makan/minum, dimulai dengan 5
mL/kgBB selama proses rehidrasi

4. Zinc
Usia < 6 bulan : 10 mg perhari
Usia >6 bulan : 20 mg per hari
5. Medikametosa
Tidak boleh berikan obat antidiare
Antibiotik : jika ditemukan indikasi
(disentri (diare berdarah)atau kolera)
dapat diberikan kotrimoksasol sesuai
dosis anak
Antiparasit
Metronidazol 50 mg/ kgBB/ hari
dibagi 3 dosis, obat pilihan untuk
amuba vegetatif
Pemberian probiotik sebagai terapi
suportif, lacto-B.

9. Edukasi (Hospital Health Promotion) 1. Edukasi higiene lingkungan : jamban


yang bersih, selalu memasak makanan
dan minuman dan higiene pribadi : cuci
tangan sebelum makan atau memberikan
makanan
2. Edukasi : ASI tetap diberikan, makanan
sapihan, imunisasi rotavirus bila ada dan
masih dalam usia <6 bulan, imunisasi
campak

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

11. Kepustakaan 1. Pudjiadi. AH dkk(Eds): Pedoman


Pelayanan Medis. Jilid I, IDAI. Jakarta
2010 : 58-62
2. Hegar B dalam Gunardi, H. Dkk (Eds) :
Kumpulan Tips Pediatri. Badan Penerbit
IDAI, jakarta 2010 :64-69
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SEPSIS NEONATAL
1. Pengertian Sepsis neonatal merupakan sindrom klinis
penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi pada
1 bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur,
protozoa dapat menyebabkan sepsis pada
neonatus. Insiden berkisar 1-8 di antara 1000
kelahiran hidup dan meningkat menjadi 13-27 per
1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat
<1500 g.

Sepsis dibedakan menjadi :


a. Early onset sepsis (EOS), timbul dalam 3
hari pertama, berupa gangguan
multisistem dengan gejala pernapasan
yang menonjol ditandai dengan awitan
tiba-tiba dan cepat berkembang menjadi
syok septik dengan mortalitas tinggi
b. Late onset sepsis (LOS), timbul dalam 3
hari lebih sering diatas satu minggu. Pada
sepsis awitan lambat, biasanya ditemukan
fokus infeksi dan sering disertai dengan
meningitis
c. Sepsis nosokomial, ditemukan pada bayi
resiko tinggi yang dirawat, berhubungan
dengan monitor invasif dan berbagai
teknikyang digunakan di ruang rawat
intensif

2. Anamnesis Riwayat ibu yang mengalami infeksi


intrauterine, demamdengan
kecurigaan infeksi berat atau
ketuban pecah dini (KPD)
Riwayat tindakan persalinan,
penolong persalinan, lingkungan
persalinan yang kurang higienis
Riwayat lahir asfiksia berat, bayi
kurang bulan, berat lahir rendah
Riwayat air ketuban keruh, purulen
atau bercampur mekonium
Riwayat bayi malas minum,
penyakitnya cepat memberat
Riwayat keadaan bayi lunglai,
mengantuk aktivitas berkurang atau
iritabel/rewel, muntah, perut
kembung, tidak sadar, kejang

3. Pemeriksaan fisik Keadaan Umum


suhu tubuh tidak normal
(seringnya hipotermia)
letargi atau lunglai,
mengantuk atau aktivitas
berkurang
malas minum setelah
sebelumnya minum baik
iritabel atau rewel

Kardiopulmonal : takipnea, distres


respirasi (napas cuping hidung,
merintih,retraksi ), takikardi,
hipotensi
Gastrointestinal : mual,muntah,
diare, perut kembung, hepatomegali
biasanya tanda mulai muncul hari ke
4
Integumentum / Kulit : sianosis,
petekie, ruam, sklerema, ikterik
Neurologis : iritabilitas,
penurunan kesadaran,
kejang, ubun-ubun
menbonjol, kaku kuduk

4. Kriteria diagnosis Kriteria Klinis Sesuai definisi Sepsis Neonatal


5. Diagnosis Kerja Early Onset Sepsis Neonatal atau Late Onset
Sepsis Neonatal atau Sepsis Nosokomial
6. Diagnosis banding Kelainan bawaan jantung, paru-paru dan
organ-organ lain
Pneumonia kongenital
Respiratory Distress Sindrome (RDS)

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Darah Rutin


2. Kimia Darah : Kadar Glukosa Darah,
Kadar Bilirubin
3. Pemeriksaan Radiologis

8. Tata laksana 1. Pemberian Oksigen


2. Pasang IV line dengan dosis rumatan
3. Antibiotik awal yang diberikan :
o ampisillin (iv/im)50 mg/kgBB setiap
12 jam, jika meningitis diberikan
ampisillin(iv) dengan dosis 100
mg/kgBB setiap 12 jam
o gentamisin (iv/im) jika BB bayi
<2kg diberikan gentamisin dengan
dosis 3 mg/kgBB sekali sehari, dan
jika BB bayi >2 kg diberikan
gentamisin 5 mg/kgBB sekali sehari

9. Edukasi (Hospital Health Promotion) 1. Penjelasan perjalanan penyakit


2. Penjelasan perawatan di rumah
3. Dapat dilakukan tindakan preventif berupa :
- Lakukan pencegahan infeksi : cuci
tangan !!
- mencegah dan pengobatan ibu dengan
ketuban pecah dini
- perawatan antenatal yang baik
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Kepustakaan 1. Pudjiadi. AH dkk(Eds): Pedoman Pelayanan
Medis. Jilid I, IDAI. Jakarta 2010
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
KEJANG DEMAM
1. Pengertian Kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal
diatas 38 C) tan pa adanya infeksi SSP,
gangguan elektrolit atau metabolik lainnya.
Kejang yang terjadi padabayi di bawah umur 1
bulan tidak termasukdalam kejang demam

Kejang Demam Sederhana adalah kejang yang


berlangsung singkat < 15 menit bersifat kejang
umum dan tidak berulang dalam 24 jam

Kejang Demam Kompleks adalah kejang


berlangsung >15 menit bersifat fokal atau parsial
satu sisi atau kejang umum yang didahului kejang
fokal dan berulang dalam 24 jam

2. Anamnesis 1. Adanya kejang, jenis kejang, lama


kejang dan kesadaran, interl kejang
dan keadaan anak pasca kejang
2. Suhu tubuh saat kejang, sebelum
kejang
3. Adanya infeksi di luar SSP seperti
ISPA, ISK, OMA
4. Riwayat tumbuh kembang, riwayat
kejang demam dan epilepsi dalam
keluarga
5. Singkirkan sebab kejang yang lain
misal diare, muntah yang
menyebabkan gangguan eletrolit,
sesak napas yang dapat menimbulkan
hipoksemia, asupan makanan dan
susu kurang yang dapat
menimbulkan hipoglikemia

3. Pemeriksaan fisik 1. Suhu tubuh (rektal)


2. Kesadaran (Glosgow Coma Scale)
3. Tanda menigeal sign : kaku kuduk,
Brudzinsky I dan II, Kernig sign,
Laseque sign
4. Pemeriksaan N. Cranialis
5. Tanpa peningkatan tekanan
intrakranial, UUB menonjol, papil
edema
6. Tanda infeksi di luar SSP : ISK, SK,
OMA
7. Pemeriksaan Neurologi lain : tonus,
motorik, refleks fisiologis dan
patologis
4. Kriteria diagnosis Kriteria Diagnosis sesuai definisi Kejang Demam
5. Diagnosis Kerja Kejang Demam Sederhana atau Kejang Demam
Kompleks
6. Diagnosis banding 1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Gangguan Keseimbangan Elektrolit
4. General Epilepsy with Febrile Seizure
5. Severe Myoclonic Epilepsy in Infancy
6. Febrile status epileticus

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah lengkap


2. Gula darah Sewaktu
3. Elekrolit Darah
4. Urinalisis
8. Tata laksana Medikametosa
1. Saat Kejang :
2. Diazepam 0,3 0,5 mg/kgBB/dosis iv,
0,4 0,6 mg/kgBB/dosis/rektal supp
3. Turunkan demam : antipiretik
Parasetamol 10 mg/kgBB/dosis per oral,
atau Ibuprofen 5- 10 mg/kgBB/dosis per
oral 3-4 x/hari.
4. Antibiotik : sesuai penyakit dasarnya.
5. Suportif : bebaskan jalan nafas, Oksigen
6. Pencegahan kejang:
a. Kejang demam sederhana : diazepam
0,3 mg/kgBB/dosis per oral dan
antipiretik saat anak demam.
b. Pengobatan rumatan jangka panjang :
fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dibagi
1-2 dosis atau asam valproat 15 20
mg/kgBB /hari dibagi dalam 2 -3
dosis diberikan selama satu tahun
bebas kejang kemudian dihentikan
secara bertahap1-2 bulan.

9. Edukasi (Hospital Health Promotion) 7. Edukasi kemungkinan berulangnya


kejang demam
8. Edukasi faktor resiko terjadinya epilepsi
9. Edukasi tanda dini kejang demam

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

11. Kepustakaan 1. Pudjiadi. AH dkk(Eds): Pedoman


Pelayanan Medis. Jilid I, IDAI. Jakarta
2010 : 150-153
2. Widodo, DP : konsesus Tata Laksana
Kejang Demam dalam Gunardi, H.dkk
(Eds) Kumpulan Tips Pediatri. Badan
Penerbit IDA, jakarta 2010 : 193-203
3. Pusponegoro, H : Kejang Demam. Dalam
Current Evidences in Pediatric
Emergencies Management. Departemen
Ilmu Kesehatan Anak. FK UI/RSCM,
Jakarta, 12-13 April 2015; 92-97
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
Dengue Haemorragic Fever Pada Anak
1. Pengertian Suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
virus Dengue yang mempunyai 4 serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN -4, di Indonesia
Den 3 merupakan serotipe dominan dan
berhubungan dengan kasus berat

2. Anamnesis 1. Demam mendadak tinggi 2-7 hari


2. Lesu tidak mau makan dan muntah
3. Pada anak yang lebih besar mengeluh sakit
kepala, nyeri otot dan nyeri sendi
4. Perdarahan yang sering ditemukan adalah
perdaraha kulit dan epistaksis
5. Dijumpai adanya kasus DHF di sekolah,
lingkungan sekitar rumah

3. Pemeriksaan fisik 1. demam mendadak tinggi terus-menerus


(continue) disertai facial flush. Muntah, nyeri
kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri retro
orbital
2. hepatomegali
3. perembesan plasma pada rongga pleura dan
peritoneal
4. perdarahan berupa petekie, ekimosis,
purpura, epistaksis, hematemesis, melena
maupun hematuria
5. fase kritis sekitar hari ke 3 hingga ke 5
perjalanan penyakit. Penurunan suhu tubuh
dapat merupakan tanda awal penyembuhan
tetapi dapat pula merupakan awal syok pada
DBD

4. Kriteria diagnosis Kriteria klinis


1. Demam 2-7 hari, mendadak tanpa sebab yang
jelas
2. Manifestasiperdarahan : uji torniquet (tidak
selalu positif), petekie, ekimosis, purpura,
perdarahan mukosa, gusi dan epistaksis,
hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Perembesan plasma ditandai dengan
hipoalbuminemia, peningkatan hematokrit
>20% dibanding pemeriksaan awal atau data
hematokrit sesuai umur, efusi pleura atau
asites
5. Tanda-tanda syok : gelisah, nadi cepat lemah,
tekanan nadi turun, hipotensi, akral dingin,
kulit lembab, Capillary Refill Time > 2 detik

Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia < atau = 100.000/dl
2. Hemokonsentrasi, peningkatan
hematokrit >20% dibandingkan data
awal atau sesuai dengan umur
3. Demam disertai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis, ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia
cukup untuk menegakkan diagnosis
DHF

5. Diagnosis Kerja DHF dibagi menjadi 4 Kelompok


1. DHF derajat 1
Demam disertai gejala tidak khas dan
satu-satunya menifestasi perdarahan
adakah uji torniquet (+)
2. DHF derajat 2
Seperti derajat 1, disertai perdarahan
spontandi kulit dan atau perdarahan lain
3. DHF derajat 3
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lambat, tekanan darah
menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit
dingin dan lembab serta anak nampak
gelisah
4. DHF derajat 4
Syok berat (profound shock), nadi tidak
dapat di raba dan tekanan darah tidak
terukur

6. Diagnosis banding 1. Dengue Fever


2. Demam Chikungunya
3. Demam tipoid
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah rutin : Hb, hematokrit, Leukosit,
Trombosit
2. WIDAL atau IgM Salmonella Typhi
3. SGOT/SGPT
4. Foto Rontgen (sesuai indikasi)

8. Tata laksana Tatalaksana DBD tanpa syok


1. Antipiretik : paracetamol dengan dosis
10-15 mg/kgBB diberikan 3-4 kali sehari
2. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi
sedang:
o Berikan hanya larutan isotonik
seperti Ringer laktat/asetat
Kebutuhan cairan parenteral
a) Berat badan < 15 kg : 7
ml/kgBB/jam
b) Berat badan 15-40 kg : 5
ml/kgBB/jam
c) Berat badan > 40 kg : 3
ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap
jam, serta pemeriksaan laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit,
hemoglobin)
Tatalaksana DBD dengan syok
1. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra
nasal.
2. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid
seperti Ringer laktat/asetat. Jika tidak
menunjukkan perbaikan klinis, ulangi
pemberian kristaloid 20 ml/kgBB
secepatnya (maksimal 30 menit) atau
pertimbangkan pemberian koloid 10-
20ml/kgBB/jam maks. 30 ml/kgBB/24
jam
3. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi
hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan
tersembunyi, berikan transfusi
darah/komponen.
4. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian
kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah
cairan dikurangi hingga 10
mL/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara
bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai
kondisi klinis dan laboratorium.

9. Edukasi (Hospital Health 1. Edukasi terkait perjalanan penyakit


Promotion) 2. Berikan anak banyak minum larutan
oralit atau jus buah, air tajin, susu,
untuk mengganti cairan yang hilang
akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare
1. Higienitas lingkungan,mencegah
berkembangnya nyamuk Aedes
Aegepty dalam genangan air di
lingkungan rumah, sekolah dan tempat
berkumpul manusia lainnya
2. Edukasi mengenai tanda dini dan
komplikasi demam Berdarah

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

11. Kepustakaan 1. Hadinegoro, SR, Moedjito, I,


Chairulfatah A : Pedoman Diagnosis
dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue
pada anak. UKK dan Infeksi Penyakit
Tropis IDAI. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta :2014
2. Pudjiadi. AH dkk(Eds): Pedoman
Pelayanan Medis. Jilid I, IDAI. Jakarta
2010
3. WHO. Buku Saku Pelayanan Anak di
Rumah Sakit. Jakarta : WHO Indonesia
: 2008
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
Ikterus Neonatorum
1. Pengertian Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada
bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada
kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonyugasi yang berlebih. Hyperbilirubinemia
bila kadar bilirubin plasma lebih dari 5 7 mg/dL
2. Anamnesis Riwayat kehamilan (penyakit yang diderita
ibu selama kehamilan)
riwayat persalinan (masa gestasi, cara
persalinan)
faktor risiko infeksi (sepsis)
golongan darah ibu dan ayah
kapan timbulnya ikterus
riwayat ikterus pada anak sebelumnya.
3. Pemeriksaan fisik Terlihat kuning pada sklera, mukosa, dan
kulit
Cari manifestasi klinis dari penyakit atau
kelainan patologis yang menyebabkan ikterus
untuk memperkirakan ikterus fisiologis atau
non fisiologis

4. Kriteria diagnosis Sesuai dengan etiologi diatas.


Untuk mencari etiologi perlu dilakukan :
a) Anamnesis sedini dan secermat mungkin
mengenai riwayat kehamilan dan
persalinan
b) Ikterus timbul pada hari ke 1 : periksa
kadar bilirubin, diff. Count, golongan
darah ibu dan bayi, dan Coomb test.
c) Ikterus timbul pada hari ke 2 dan 3 :
periksa kadar bilirubin, diff. Count,
golongan darah bayi dan ibu, coomb test
(bila peningkatan bilirubin > 5 mg%
dalam 24 jam, karena masih ada
kemungkinan penyebabnya
inkompatibilitas ABO atau Rh)
d) Ikterus timbul pada hari ke 4 atau lebih :
periksa kadar bilirubin, dan periksa darah
tepi

5. Diagnosis Kerja Sesuai klinis dan pemeriksaan bilirubin serum


6. Diagnosis banding Ditujukan pada etiologi ikterus
7. Pemeriksaan Penunjang Darah : kadar bilirubin, hemoglobin, leukosit,
diff. Count, trombosit, mikro LED, golongan
darah ibu dan anak, dan coomb test.

8. Tata laksana a) Foto terapi atau transfusi tukar bila ada


indikasi berdasarkan grafik AAP pada
bayi dengan masa gestasi > 35 minggu
dan berdasarkan table terlampir untuk
bayi preterm dan bayi berat lahir rendah.
b) Foto terapi dihentikan bila kadar bilirubin
tidak meningkat lagi dan kadarnya lebih
dari 3 mg/dL dibawah garis risiko

9. Edukasi (Hospital Health Promotion) Penjelasan mengenai faktor risiko dan


penatalaksanaan serta komplikasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

11. Kepustakaan 1. Maisels M.J. Jaundice. Dalam : MacDonald


MG,Mullet, Seshia M, penyunting. Averys
Neonatology, pathophysiology &
management of the newborn. Edisi 6,
Philadephia : Lippincot William & Wilkins
2005;768 846.
2. Abdulrahman Sukadi. Hyperbilirubinemia.
Dalam : Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar
Neonatologi. Edidi 1. Jakarta : Badan
Penerbit IDA, 2008;147 69.
3. Gilmore M.M. Hyperbilirubinemia. Dalam :
Gomella TL, Cunningham MD, Eyal PG,
Zenk KE, penyunting. Neonatology,
management, procedur, 0n-call problem,
disease, and drug. Edisi 5. New York : Lange
McGraw Hill, 2003;244 50.
4. Martin C.R., Cloherty J.P. Neonatal
hyperbilirubinemia. Dalam : Cloherty JP,
Eichenwald EC, Stark AR, penyunting.
Manual of Neonatal Care. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkns,
2008;181 212.
PANDUAN TERAPI SINAR PADA BAYI USIA 35 MINGGU (Sumber : AAP)

Keterangan :
Kadar bilirubin yang digunakan adalah bilirubin total. Jangan dikurangi dengan bilirubin
direk. Faktor risiko adalah : penyakit hemolitik isoimun, def. G6PD, asfiksia, letargi yang nyata,
instabilitas suhu, sepsis, asidosis atau kadar albumin < 3 gr/dl (bila diukur). Untuk bayi usia 35 37
6/7 minggu bila keadaan umum bayi dapat dipertimbangkan kadar bilirubin pada garis risiko sedang,
terutama pada usia yang lebih mendekati batas 37 6/7. Fototerapi dapat dilakukan sampai kadar
bilirubin total 2 3 mg/dl dibawah garis pedoman.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
DIARE DEWASA
1. Pengertian Diare akut adalah buang air besar (defekasi) yang
ditandai dengan perubahan defekasi lebih dari
biasanya (> 3 kali sehari) yang disertai dengan
perubahan konsistensi tinja dengan/tanpa darah
dan/atau lendir yang terjadi dengan onset
mendadak dan berlangsung kurang lebih selama 7
hari

2. Anamnesis Adanya perubahan pola defekasi dan perubahan


konsistensi tinja (cair) yang terjadi mendadak
dapat disertai dengan atau tanpa darah maupun
lendir

3. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum biasanya bervariasi, dari


baik hingga buruk (bila dalam keadaan
dehidrasi berat)
2. Suara bising usus meningkat
3. Pada keadaan yang berat, terdapat tanda-
tanda dehidrasi:
- turgor kulit kembali lambat
- Denyut nadi melemah
- Takikardia
- Mata cekung
- Suara parau
- Kulit dingin
- Sianosis (jari)
- Selaput lendir kering
- Anuria

4. Kriteria diagnosis 1. Peningkatan frekuensi BAB (>3x sehari).


2. Perubahan konsistensi feses yang
disertai/tanpa disertai darah/lendir.
3. Pada keadaan yang berat terdapat tanda-
tanda dehidrasi

5. Diagnosis Kerja Diare akut dengan atau tanpa dehidrasi


6. Diagnosis banding 1. Diare kronik.
2. Diare persisten
3. Disentri

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Darah Rutin


2. Pemeriksaan Feses

8. Tata laksana A. Penggantian cairan dan elektrolit.


Dapat diberikan rehidrasi oral yang harus
dilakukan pada semua pasien kecuali yang
tidak dapat minum atau yang terkena
dehidrasi berat yang memerlukan hidrasi
intravena
B. Antibiotik.
Pemberian antibiotik diindikasikan pada
pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demem, feses berdarah, dan pasien
immunocompromised. Antibiotika yang
dapat diberikan adalah golongan
trimetroprim/sulfametokzasol, tetrasiklin
atau eritromicin.

C. Obat-obat anti diare


1. Obat antimotilitas penggunaannya harus
hati-hati pada pasien disentri yang panas
bila tanpa disertai anti mikroba karena
dapat memperlama proses penyembuhan.
Obat antimotilitas seperti loperamide.
Untuk diare akut dosis awal 4 mg, diikuti
2 mg sesudah BAB, maks. 16 mg/hari.
Sedangkan untuk diare kronis, dosis awal
seperti dosis diare akut kemudian diikuti
4-8 mg/hari sesudah BAB, maks. 16
mg/hari.
2. Obat yang memperlambat aktivitas usus
besar sehingga usus akan menyerap lebih
banyak air dan tinja akan menjadi lebih
padat seperti Attaplugit dengan dosis 2
tablet setiap kali selesai BAB, maks. 12
tab/hari

9. Edukasi (Hospital Health Promotion) 1. Monitoring tanda-tanda dehidrasi pada


pasien di rumah.
2. Jaga higienitas lingkungan dan perorangan

10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam


Ad Sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

11. Kepustakaan 1. Bakta, I Made, dkk. Gawat Darurat di Bidang


Penyakit Dalam. Buku Kedokteran ECG.
1998
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
Asma Bronkial
1. Pengertian WHO/GINA (global initiative for asthma) 2009:
suatu penyakit kronik saluran pernapasan dimana
beberapa sel atau komponen dari sel memegang
peranan penting. Inflamasi kronik ini
berhubungan dengan hiperresponsiveness, yang
menyebabkan episode wheezing berulang, sesak
napas, nyeri dada dan batuk, terutama malam hari
atau menjelang pagi. Episode ini berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang dapat
sembuh sendiri atau dengan pengobatan.

2. Anamnesis 1. Riwayat keluarga asma atau alergi


2. Batuk kronik, terutama malam hari atau
menjelang pagi
3. Nyeri dada
4. Sesak napas
5. Gangguan tidur
6. Gelisah/irritable
7. Napas cepat
8. Mengi/wheezing

3. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan Umum : Kesadaran, sianosis


2. Tanda Vital :
Frekunsi napas, Frekuensi jantung, Laju nadi,
suhu & tekanan darah
3. Tanda-tanda sesak napas:
Napas cepat, pada anak :
Kriteria napas cepat WHO
0 - 2 bulan : > 60 x/menit
2 - 12 bulan : > 50 x/menit
12 - 60 bulan : > 40 x/menit
60 - 96 bulan : > 30 x/menit
Dewasa : > 30x / menit
Napas cuping hidung
Napas kussmaul
Retraksi suprasternal, intercostal,
epigastrial, sub costal Sianosis/desaturasi
Auskultasi paru : Suara ekspirasi
diperpanjang, wheezing
2. Kriteria diagnosis - Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan
klinis: Batuk dan atau sesak napas yang
memberat malam hari atau menjelang pagi
hari, dari pemeriksaan fisik didapatkan
penggunaan otot-otot bantu napas dan
terdengar wheezing dari auskultasi
- Kriteria diagnosis serangan asma (terlampir)

3. Diagnosis Kerja Asma serangan akut ringan


Asma serangan akut sedang
Asma serangan akut berat
4. Diagnosis banding - PPOK eksaserbasi
- SOPT ( sindroma obstruksi pasca TB)
- Edema paru akut

5. Pemeriksaan Penunjang a. Darah rutin


b. Foto torak PA ( postero anterior) jika
diperlukan ( jika di curigai adanya
komplikasi atau infeksi paru )

6. Tata laksana Tatalaksana yang paling penting adalah


menghindari alergen dan modifikasi lingkungan

Non Medikamentosa
1. Oksigenasi 2-4 liter/menit (pada asma
sedang atau berat)
2. Infus cairan maintenance (pada asma
sedang atau berat)
3. Nutrisi adekuat

Medikamentosa
Reliever (pereda)
1. -adrenergik, adrenalin atau epinefrin
2. Beta agonis
Short acting beta agonis :
salbutamol, procaterol,
albuterol, fenoterol, terbutalin
3. Anti kolinergik
Ipratropium bromide

Controller (pengendali)
1. Kortikosteroid : inhalasi atau oral
Preparat inhalasi: budesonide,
fluticasone, beclometason, flunisolid,
mometasone, triamsinolon
Preparat oral: methylprednisolon,
prednison, triamsinolon, dexametason,
2. Long acting beta agonis (LABA)
Salmeterol, formoterol
3. Methylxantine
Sustained release theophyline
4. Kombinasi obat: biasanya steroid dan
LABA

- Panduan tatalaksana medikamentosa


(terlampir)

7. Edukasi (Hospital Health Promotion) 1. Penderita sebaiknya menghindari allergen


yang dapat memicu timbulnya asma
(serbuk sari bunga, anjing, kucing, debu
rumah, udara dingin, asap rokok, dll).
2. Mengupayakan aktivitas harian pada
tingkat yang normal termasuk dalam
melakukan exercise.
8. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

9. Kepustakaan GINA 2012


Kriteria Diagnosis Serangan Asma Akut

Berat Serangan
Gejala dan Keadaan
Akut Sedang Berat
Tanda Mengancam jiwa
Ringan
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Posisi Dapat tidur Duduk Duduk
terlentang membungkuk
Cara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi
berbicara kata
Kesadaran Mungkin Gelisah Gelisah Mengantuk, gelisah,
gelisah kesadaran menurun
Frekuensi <20/ menit 20-30/ menit > 30/menit
napas
Nadi < 100 100 120 > 120 Bradikardia
Pulsus - 10 mmHg + / - 10 20 + > 25 mmHg - Kelelahan otot
paradoksus mmHg
Otot Bantu - + + Torakoabdominal
Napas dan paradoksal
retraksi
suprasternal
Mengi Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi Inspirasi dan Silent Chest
paksa ekspirasi
APE > 80% 60 80% < 60%
PaO2 > 80 mHg 80-60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
SaO2 > 95% 91 95% < 90%
ALUR TATALAKSANA ASMA

Nilai derajat serangan

Tata laksana awal

Nebulisasi -agonis 3x, selang 20 menit


Nebulisasi ketiga + antikolinergik

Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat

( nebulisasi 1 x, ( nebulisasi 2-3 x, ( nebulisasi 3 x,

respon baik ) respon parsial ) respon buruk)

Bertahan 1-2 jam, Berikan O2 O2 sejak awal


Nilai ulang sedang Pasang infus
boleh pulang
Ruang Rawat sehari Nilai ulang berat
Gejala timbul lagi Pasang infus Ruang Rawat Inap
Serangan Gejala timbul lagi Gejala timbul lagi
sedang Serangan sedang Serangan sedang
Boleh pulang Ruang Rawat Sehari Ruang Rawat Inap

Bekali -agonis Oksigen teruskan Oksigen teruskan


(hirupan/oral) Steroid oral Atasi dehidrasi & asidosis
Jika ada obat Nebuliasi 2 jam jika ada
pengendal, teruskan 8-12 jam klinis stabil Steroid IV tiap 6-8 jam
Inf.virus (+), steroid boleh pulang Nebulisasi 1-2 jam
oral 12 jam tetap belum Aminofilin IV awal,
24-28 jam control pro baik rawat inap lanjutkan rumatan
evaluasi Nebulisasi 4-6 x baik
interval 4-6 j
24 jam stabil boleh
CATATAN : pulang
Dengan steroid &
Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi 1 aminofilin IV tetap tidak
x langsung -agonis + anti kolinergik baik ICU
Bila belum ada alatnya, nebulisasi awal dapat diganti
dengan adrenalin sk 0.01 ml/kgBB/kali, maksimal 0.3
ml./kali
Untuk serangan sedang dan terutama berat, O2 2-4
L/mnt diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
Dengue Hemorragic Fever (DHF) Dewasa
1. Pengertian Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Dengue. Virus Dengue memiliki 4 jenis serotipe:
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Diantara
keempat serotipe tersebut, DEN -3 merupakan
serotipe yang terbanyak ditemukan. Infeksi salah
satu serotipe akan menimbulkan antibody
terhadap serotipe yang bersangkutan, namun
tidak untuk serotipe lainnya, sehingga seseorang
dapat terinfeksi demam Dengue 4 kali selama
hidupnya

2. Anamnesis Keluhan:
1. Demam bifasik akut 2-7 hari
2. Nyeri kepala
3. Nyeri retroorbital
4. Mialgia/atralgia
5. Ruam Kulit
6. Gusi berdarah, mimisan
7. Nyeri perut
8. Mual/muntah
9. Hematemesis dan dapat juga melena.

Faktor Risiko
1. Tinggal di daerah endemis dan padat
penduduknya.
2. Pada musim panas (28-32 0C) dan
kelembaban tinggi.
3. Sekitar rumah banyak genangan air

3. Pemeriksaan fisik 1. Pemeriksaan tanda tanda vital


a. Pernapasan
b. Nadi
c. Suhu
d. Tekanan darah

2. Tanda Patognomonis
Suhu > 37,5 derajat celcius
Ptekie, ekimosis, purpura
Perdarahan mukosa
Rumple Leed (+)
Hepatomegali
Splenomegali
Untuk mengetahui terjadi kebocoran
plasma, diperiksa tanda-tanda efusi pleura
dan asites.
4. Kriteria diagnosis Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
Pemeriksaan Fisik, pemeriksaan darah dan
serologi dengue.
Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal dibawah ini terpenuhi:
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-
7 hari, biasanya bifasik/ pola pelana
Terdapat minimal satu dari manifestasi
perdarahan berikut
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis atau purpura
- Perdarahan mukosa atau perdarahan dari
tempat lain
- Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit
<100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda
kebocoran plasma sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20%
dibandingkan standard sesuai dengan
umur dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah
mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti efusi
pleura, asistes atau hipoproteinemia

Klasifikasi
Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat
(pada setiap derajat sudah ditemukan
trombositopenia dan hemokonsentrasi)
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas
dan satu-satunya manifestasi perdarahan
ialah uji bending Positif (bila ditemukan 10
atau lebih petekie per 2,5 cm2 ( 1 inci2)
Derajat II : seperti derajat I, disertai
perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain ( petekie, memar di kulit,
atau perdarahan mukosa / saluran
gastrointestinal.)
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi,
yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit
dingin dan lembab serta gelisah
Derajat IV : Syok berat, disertai dengan
nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur.
Pada DBD derajat III dan IV dapat terjadi
berbagai kekacauan metabolisme:
Hipoksia Jaringan metabolisme anaerob
akumulasi asam laktat Asidosis
Asidosis diperhebat oleh oliguria akibat
perfusi yang sangat mengurangi pada ginjal.
Alkalosis repiratorik kompensator, terutama
pada masa penyembuhan dengan pemakaian
cairan Ringer Laktat.
Na+ menurun, sedang K+ meninggi , yang
kembali normal dengan pemakaian Ringer
Laktat.

5. Diagnosis Kerja Demam Berdarah Dengue


6. Diagnosis banding - Malaria
- Chikungunya
- Demam Tifoid
7. Pemeriksaan Penunjang Leukosit: leukopenia
Hematokrit meningkat >20% dibandingkan
standard sesuai usia dan jenis kelamin dan
menurun dibandingkan nilai hematokrit
sebelumnya > 20% setelah pemberian terapi
cairan.
Trombosit: trombositopenia
SGOT/SGPT

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


Pemeriksaan Kadar Trombosit dan
Hematokrit secara serial
Hb, Ht, Lekosit normal atau trombosit
antara 100.000 150.000 dilakukan
pemeriksaan tiap 24 jam.
Bila Hb, Ht meningkat 10 20% dan
trombosit < 100.000 , pemantauan
dilakukan pemeriksaan tiap 12 jam
Pemeriksaan Foto Thorax untuk
mengetahui Efusi Pleura.

8. Tata laksana Protokol Penatalaksanaan DBD pada pasien


Dewasa terbagi dalam 5 katagori.

1. Penanganan Tersangka ( probable ) DBD


dewasa tanpa syok .
- Seseorang yang tersangka menderita
DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan
pemeriksaan Hemoglobin (Hb),
hematocrit (Ht ) dan Trombosit, jika Hb,
Ht normal tetapi trombosit <100.000
dianjurkan dirawat.
Jika, Hb, Ht meningkat dan trombosit
normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD


dewasa di ruang rawat.
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan
spontan dan masif dan tanpa syok maka di
ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid

3. Penatalaksanaan DBD dengan


peningkatan Ht > 20%
- Meningkatnya HT >20% menunjukan
bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5 %. Pada keadaan ini terapi
awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid
sebanyak 6 7 ml/kgBB/jam.
- Bila dalam perkembangannya keadaan
pasien membaik, bahkan setelah jumlah
cairan infus dikurangi sampai
3ml/kgBB/jam, maka pemberian cairan
dapat di hentikan 24 48 jam.

4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan


pada DBD dewasa.
- Perdarahan spontan dan masif pada
penderita DBD dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak
terkendali walaupun telah diberikan
tampon hidung, perdarahan saluran cerna
(hematemesis dan melena atau
hematoskesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau
perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4 5 cc/kg BB/jam.
Pemeriksaan hemostasis juga harus segera
dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan
trombosit sebaiknya diulang setiap 4 6
jam.
- Pemberian heparin diberikan apabila
secara klinis dan laboratorium didapatkan
tanda- tanda KID.
- Tranfusi komponen darah diberikan sesuai
dengan indikasi.
- FFP diberikan bila didapatkan defisiensi
faktor faktor pembekuan (PT dan aPTT
yang memanjang ).
- PRC diberikan bila nilai Hb <10 g/dL.
- Tranfusi trombosit hanya diberikan pada
pasien DBD dengan perdarahan spontan
dan masif dengan jumlah trombosit
<100.000 disertai ataupun tanpa KID.

5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue (SSD)


pada dewasa.
- Saat menghadapi SSD maka hal pertama
yang harus diingat dalah bahwa rejatan
harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan intravaskuler harus
segera dilakukan.
- Pada kasus SSD cairan kristloid adalah
pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan
oksigen 2-4 liter/menit.
- Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap,
hemostasis, dan ureum kreatinin.
- Pengawasan dini kemungkinan terjadi
renjatan berulang harus dilakukan
terutama dalam waktu 48 jam pertama
sejak terjadi renjatan (karena selain proses
pathogenesis penyakit masih berlangsung,
ternyata cairan kristaloid hanya sekitar
20% saja menetap dalam pembuluh darah
setelah 1 jam saat pemberian).
- Untuk mengetahui apakah renjatan telah
teratasi dengan baik, diperlukan
pemantauan tanda vital yaitu status
kesdaran, tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi jantung dan napas, pembesaran
hati, nyeri tekan daerah hipokondrium
kanan dan epigastric, serta jumlah diuresis.
Diuresis diusahakan 2ml/kgBB/jam.
Pemantauan kadar Hb, Ht dan trombosit
dapat dipergunakan untuk pemantauan
perjalanan penyakit.
Catatan :
Protokol pemberian zat inotropik / zat
vasoaktif (syaratnya : keadaan pasien
harus euvolemik ):
1. Dopamin 5mg/kgBB/menit
dititrasikan sampai 10
mg/kgBB/menit dengan sasaran
MAP >60mmHg.
2. Jika MAP tetap di bawah 60 mmHg,
maka dopamine distop dan diganti
dengan dobutamin 5ug/kgBB/menit
dikombinasikan dengan norepinefrin
0,05 0,1 ug/kgBB/menit dan dapat
dititrasikan hingga dobutamin 20
ug/kgBB/menit dan norepinefrin
dititrasikan kenaikannya setiap 0,01
ug/kgBB/menit hingga dosis
norepinefrin 1 ug/kgBB/menit.
3. Jika MAP masih tetap dibawah 60
mmHg, maka regimen diatas diganti
dengan epinefrin 0,1 ug/kgBB/menit
dititrasikan setiap 0,1 ug/kgBB/menit
hingga 2 ug/kgBB/menit.
Terapi Pengobatan :
Terapi simptomatik dengan analgetik
antipiretik (Parasetamol 3 x 500-1000 mg).
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
Dextrose 5 %
Cairan Kristaloid ( infus Ringer Laktat /
RL)
Cairan Koloid : Gelofusine, Hemohes
Dopamine
Dobutamine / Dobuject
Heparin
Non Epinephrine : Vascon
Epinephrine

9. Edukasi (Hospital Health Promotion) Konseling & Edukasi


Prinsip konseling pada demam berdarah
dengue adalah memberikan pengertian
kepada pasien dan keluarganya tentang
perjalanan penyakit dan tata laksananya,
sehingga pasien dapat mengerti bahwa tidak
ada obat/medikamentosa untuk penanganan
DBD, terapi hanya bersifat suportif dan
mencegah perburukan penyakit. Penyakit
akan sembuh sesuai dengan perjalanan
alamiah penyakit.
Modifikasi gaya hidup
o 3M plus
a. Menaburkan bubuk larvasida pada
tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan
b. Menggunakan obat nyamuk atau anti
nyamuk
c. Menggunakan kelambu saat tidur
d. Memelihara ikan pemangsa jentik
nyamuk;
e. Menanam tanaman pengusir
nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan
ventilasi dalam rumah
f. Menghindari kebiasaan
menggantung pakaian di dalam
rumah yang bisa menjadi tempat
istirahat nyamuk

o Meningkatkan daya tahan tubuh dengan


mengkonsumsi makanan bergizi dan
melakukan olahraga secara rutin

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Kepustakaan 1. Kemenkes RI. Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue. Jakarta
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
DEMAM TIFOID
2. Pengertian Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut
yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
typhi atau Salmonella paratyphi

3. Anamnesis 1. Prolonged fever (38,8-40,5C)


2. Sakit kepala
3. Menggigil
4. Batuk
5. Berkeringat
6. Myalgia
7. Malaise
8. Arthralgia
9. Gejala gastrointestinal: anoreksia, nyeri
abdomen, mual, muntah, diare, konstipasi

4. Pemeriksaan fisik 1. Suhu badan meningkat.


2. Bradikardi relative (peningkatan suhu 1C
tidak diikuti peningkatan denyut nadi
8x/menit)
3. Lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi
dan ujung merah serta tremor)
4. Hepatomegali
5. Splenomegaly
6. Meteorismus
7. Gangguan mental: somnolen, stupor, koma,
delirium atau psikosis.

5. Kriteria diagnosis 1. Suhu badan meningkat.


2. Gejala gastrointestinal: anoreksia, nyeri
abdomen, mual, muntah, diare, konstipasi.
3. Bradikardi relative
4. Lidah yang berselaput
5. Uji Widal

Kriteria rawat inap:


1. Pasien dengan muntah persisten
2. Diare hebat hingga muncul tanda dehidrasi
3. Distensi abdomen

6. Diagnosis Kerja Demam Tifoid


7. Diagnosis banding 1. Demam dengue
2. Malaria
3. Enteritis bacterial
8. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
1. Darah perifer lengkap sering: leukopenia,
anemia dan trombositopenia.
2. Uji Widal: bila kenaikan 4 kali titer antibody
O dan H pada specimen yang diambil pada
jarak 2 minggu
9. Tata laksana Trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
1. Diet (pemberian makanan padat dini,
menghindari sementara sayuran yang
berserat)
2. Terapi penunjang (simptomatik)
3. Pemberian antimikroba

Pemberian antimikroba pilihan utama:


1. Kloramfenikol 4x500 mg (50-70 mg/KgBB)
14-21 hari atau sampai dengan 7 hari bebas
demam.

Alternatif lain:
1. Tiamfenikol 4x500 mg
2. Kotrimoksazol 2x960 mg selama 2 minggu
3. Ampisilin dan amoksisillin 50-150 mg/KgBB
selama 2 minggu
4. Sefalosporin generasi III: ceftriakson 3-4
gram dalam dekstrosa 100 cc selama jam
per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
5. cefotaksim 2-3x1 gram
6. Fluorokuinolon
Ciprofloksasin 2x500 mg/hari (15
mg/KgBB) selama 5-7 hari
Ofloksasin 2x400 mg/hari (15 mg/KgBB)
selama 5-7 hari

10. Edukasi (Hospital Health Promotion) 1. Edukasi mengenai kebersihan air, makanan,
dan sanitasi

12. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

13. Kepustakaan 1. Peters CJ. Infections Caused by Arthopod and


Rodent Borne viruses, In: Longo Fauci Kasper,
Harrisons Principles of Internal Medicine 17th
edition. United States of America. McGrow
Hill. 2008
2. Widodo D. demam Tifoid. Buku Ajar penyakit
Dalam. Edisi 5. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam; 2797-2805.
3. Parry Christopher M, Hien Trans tinh.
Thyphoid fever. N Engl J Med 2002; 347:
1770-1782
4. Herath. Early Diagnosis of Typhoid Fever by
the detection on Salivary IgA. J Clin Pathol
2003: 56: 694-698
5. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J,
Tahapary D, editors. Panduan Praktik Klinis
Penatalaksanaan di Bidang ilmu Penyakit
Dalam. Indonesia. Interna Publishing. 2015.
P892-898.
6. Background document: The diagnosis, and
prevention of typhoid fever. Communicable
Disease Surveillance and Response vaccines
and Biologicals. World Health Organization.
2003
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
Gastritis
1. Pengertian Merupakan rasa tidak nyaman atau nyeri ulu hati
disertai mual, kembung, muntah, rasa penuh atau
cepat kenyang
dan sendawa

2. Anamnesis 1. Terdapatnya kumpulan gejala tersebut diatas,


seperti nyeri ulu hati, mual, kembung,
muntah, rasa penuh, cepat kenyang dan
sendawa.
2. Perlu diperhatikan adanya alarm symtoms
sebagai berikut:
Disfagia.
Odinofagia.
Muntah-muntah.
Berat badan menurun
Anemia.
Teraba massa atau adanya pembesaran
kelenjar.
Usia > 55 tahun.
3. Pemeriksaan fisik 1. Berat badan
2. Tanda- tanda Vital
3. Nyeri tekan daerah epigastrium
4. Cari tanda-tanda perdarahan saluran cerna
atas ada atau tidak (anemia, adanya darah
pada pemeriksaan colok dubur).
4. Kriteria diagnosis Kriteria Klinis
Adanya gejala seperti tersebut diatas.
Kriteria Laboratorium
a. Darah rutin (Hb, Ht, L, Tr).

5. Diagnosis Kerja Gastritis


6. Diagnosis banding 1. Penyakit refluks gastroesofageal.
2. Irritable Bowel Syndrom
3. Carcinoma saluran cerna bagian atas.
4. Kelainan hepatobilier dan kelaian pancreas.
5. Ulkus peptikum.

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Rutin:Hb, Ht, Leukosit,Trombosit


2. SGOT/SGPT

8. Tata laksana a. Terapi Konservatif:


Menghindari makanan yang merangsang
seperti pedas,asam dan tinggi lemak
b. Terapi Farmakologi:
1) Medikamentosa
- Antasida (Antasida Doen, Plantacid,
Ultilox, Acitral, Stomacain, Sanmag)
- H2 Beta Blocker (Famocid, Famotidin,
Ranitidin, Acran, Gastridin, Getidin,
Rantin)
- PPI (Lansoprazole; Acilaz, Lapraz,
Prosogan. Omeprazole; Pumpitor, Socid.
Pantoprazole; Ottozol, Panzo, Pumpicel)
- Prokinetik (Domperidon, Tilidon,
Vometa, Vosedon)
2) Empiris:
Eradikasi H.Pylori selama 4 minggu
- Terapi tripel:
PPI + Amoksisilin + Klaritromisin
PPI + Metronidazol + Klaritromisin
PPI + Metronidazol + Tetrasiklin
3) Analgetik/Spasmolitik
- Paracetamol
- Braxidin
- Gitas Plus
- Buscopan
- Scopamin

9. Edukasi (Hospital Health Promotion) 1. Diet/pola makan


2. Teknik mengurangi nyeri
3. Menghindari gaya hidup yang rentan terhadap
stress
14. Prognosis Advitam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
15. Kepustakaan 1. YPIDI. 2011. Indonesian Doctor
Compendium. Jakarta: Yayasan Penerbit IDI
2. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta.
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai