Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN KEGIATAN TUGAS LUAR

1. Nama yang melakukan tugas : 1.


2.
2. Jenis kegiatan : Seminar Manajemen Fasilitas Kesehatan Lanjutan
Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan di Era
JKN
3. Penyelenggara : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan Kantor Cabang Sleman
4. Tempat : Hotel Grand Mercure Yogyakarta
5. Hari/tanggal : Kamis / 07 September 2017
6. Waktu 12.00 16.00 WIB
7. Pembicara : 1. drg. Pembajun Setianingastutie, M.Kes
(Kepala Dinas Kesehatan D.I. Yogyakarta
2. dr. Ediansyah, MARS, MM
(Direktur RS An-Nisa Tangerang)
8. Peserta : Direktur dan perwakilan komite medis rumah sakit
mitra BPJS Sleman dan Yogyakarta

9. Inti /garis besar yang dibicarakan :


Regulasi terkait sistem pengaturan pembiayaan di rumah sakit dalam era jaminan
kesehatan nasional
Permasalahan mutu pelayanan
1. Lemahnya keterlibatan konsumen / pasien
2. Pelayanan yang tidak sesuai kebutuhan pasien
3. Rendahnya perhatian terhadap hak pasien dan keluarga
4. Fragmentasi pasien
5. Rendahnya kompetensi dan motivasi
6. Rendahnya budaya mutu dan keselamatan pasien dari SDM Kesehatan
7. Fasyankes kurang memperhatikan keselamatan
8. Variasi praktek klinis
9. Penggunaan antibiotik dan tes diagnostik berlebihan
Permasalahan akses pelayanan
1. Targetnya adalah jumlah cakupan kepesertaan, berhubungan juga dengan kendali mutu
dan kendali biaya
2. Meski sudah terjadi peningkatan akses masyarakat kepada yankes, jumlah kepesertaan
dan hilangnya hambatan akses terkait biaya masih terjadi
3. Pencapaian indikator akses juga belum mencakup akses yang terkait dengan SDM dan
faskes serta hambatan karena kondisi geografis yang umumnya ada di DTPK
12 indikator mutu pelayanan rumah sakit
1. Kepatuhan terhadap Clinical Pathway
2. Kepatuhan penggunaan formularium nasional
3. Ketepatan jam visite dokter spesialis
4. Waktu tunggu operasi elektif
5. Waktu tunggu rawat jalan
6. Kecepatan respon terhadap komplain
7. Kepuasan pasien dan keluarga di IGD, rawat jalan dan rawat inap
8. Emergency respon time
9. Waktu lapor hasil tes kritis laboratorium
10. Angka kejadian pasien jatuh
11. Angka infeksi luka operasi
12. Ketepatan idntifikasi pasien
Regulator perlu memperbaiki standart biaya dan proses pelayanan, sertifikasi mutu serta
keselamatan, mengembangkan sistem pelayanan dan melakukan upaya pemerataan fasyankes
dan SDM nya, memberikan informasi kepada masyarakat dan media massa mengenai tingkat
mutu kemampuan sarana pelayanan kesehatan, mengembangkan sistem rujukan daerah,
regional provinsi hingga nasional. Sistem perijinan dan akreditasi harus dibuktikan dapat
memberikan dampak perbaikan baik ditingkat organisasi, tingkat mikro dan yang utama
perbaikan pelayanan yang dirasakan oleh pasien/masyarakat.
Regulator juga perlu mengembangkan sistem anti fraud dalam pelayanan kesehatan dengan
cara : mendorong penyusunan dan pengesahan Pedoman Nasional Praktek Kedokteran
(PNPK) dari berbagai profesi, mendorong penyusunan dan implementasi Clinical Pathway di
RS sebagai suatu upaya efisiensi dan mencegah fraud layanan kesehatan, realisasi
pembentukan lembaga anti fraud di semua level sarana pelayanan kesehatan termasuk di
BPJS dan Kemenkes/Dinkes, mendorong penggunaan IT untuk sisrute, siranap dan SPGDT
untuk melakukan pencegahan, deteksi di internal RS dan BPJS, serta membangun kemitraan
dengan berbagai pihak untuk mendukung terbentuknya sistem pencegahan dan deteksi.
Pada level organisasi, perlu dipastikan penerapan clinical governance dan penerapan
continium of care sebagai basis pelayanan klinis. Memastikan perhitungan secara cermat
posisi keuangan RS terhadap pola INA CBGs.
Dilakukan RS dalam pembayaran pola INA CBGs :
a. Menerapkan standarisasi pelayanan, obat, alkes dll
b. Melakukan dan meningkatkan efisiensi cost containment
c. Penguatan sistem pencatatan medik
d. Peningkatan kompetensi coder dan pemahaman tentang INA CBGs
e. Tidak senantiasa membandingkan tarif FFS RS dengan tarif INA CBGs (kasus per
kasus), lihat total income RS
f. Merubah cara pembagian jasa remunerasi
g. Mulai meningkatkan awareness untuk kemungkinan fraud, mengaktifkan sistem
pencegahan fraud
Penggunaan TI bersifat wajib untuk meningkatkan mutu pelayanan dan akuntabilitas publik.
Memastikan berbagai tools peningkatan mutu klinis dapat diterapkan di RS, seperti
penerapan siklus PDSA/PDCA, FMEA, RCA, Audit medik/klinik, Clinical Pathway,
penggunaan indikator klinis harus dipastikan berjalan.
Penguatan pelayanan kesehatan difokuskan untuk meningkatkan Akses dan Mutu pelayanan
kesehatan melalui pemenuhan Sarana Prasarana Alat Kesehatan, penguatan sistem rujukan,
akreditasi fasyankes, pengukuran indikator mutu pelayanan kesehatan.
Seluruh pihak ( Regulator, Provider ) yang terlibat dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan
di RS di Era JKN, perlu bekerja sama untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang
lebih baik. Mulai dari kesepakatan regulasi hingga menjamin pelaksanaan program JKN yang
lebih baik. Masing masing pihak perlu memberikan masukan terobosan untuk menjawab
tantangan yang terjadi.

Best Practice Sharing Manajemen Rumah Sakit dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan di era jaminan kesehatan nasional
Tahun 2008 RS An-Nisa menjadi Rumah Sakit Umum Tipe C, tetapi klaim RS ke BPJS
sudah mencapai 9M (sembilan milyar) per bulan, dengan pengelolaan sistem pembiayaan
pasien pada era JKN yang terbaik di Indonesia. RS An-Nisa memiliki 160 tempat tidur
dengan hanya 400 orang karyawan.
Pada sistem pembiayaan layanan medis yang lama (fee for service), berlaku rumus price =
cost + profit, karena price ditentukan oleh RS. Rumus ini berbeda sekali dengan sistem
pembiayaan total komponen atau case-mix (package payment) pada era JKN, yaitu berlaku
rumus profit = price cost, karena konsentrasi RS harus pada profit dan price sudah
ditetapkan oleh sistem tarif INA CBGs. Kalau pola pelayanan RS tidak berubah, akan terjadi
risiko bisnis karena adanya tekanan kenaikan cost, tetapi tidak dapat menaikkan besaran tarif.
Perlu diingat bahwa ada rumus price = unit cost + margin, sehingga unit cost, bukan price
yang harus dibandingkan dengan besaran tarif INA CBGs, untuk melihat apakah akan ada
potensi selisih biaya klaim. Dengan unit cost yang rendah, maka selisih biaya negatif dapat
dihindari.
The Cost Reduction Principle

Traditional Thingking Learn Thingking


Cost + profit = price Price - cost = profit

price

price price
price

Profit
Profit

Cost
Cost

Selain itu, dikenal juga rumusan pendapatan dikurangi HPP (Harga Pokok Penjualan)
adalah laba kotor, yang bila dikurangi jasa medis, gaji karyawan dan biaya operasional
menjadi penerimaan RS. Kalau dikurangi depresiasi atau penyusutan dan bunga hutang
bank akan menjadi pendapatan RS sebelum terkena pajak. Setelah dikurangi pajak akan
diperoleh laba bersih RS. RS yang ideal akan memiliki laba bersih 15-20% dari total
pendapatan. Kalau belum ideal, harus ditelusur, pada sektor mana yang harus diperbaiki
dengan ketentuan ideal adalah HPP 12%, jasa medis 25%, gaji karyawan 18%, biaya
operasional 8%, depresiasi 5%, bunga bank 1%. Oleh sebab itu, perlu ditentukan langkah
apa yang harus diambil oleh RS, apakah berupa efisiensi dan atau peningkatan
productivity berdasarkan persentase tadi.
Komponen cost ada 2 yaitu fixed cost (yang harus selalu keluar meski tanpa seorang
pasien pun, misalnya gaji karyawan RS) dan variabel cost (yang hanya keluar apabila ada
pasien, misalnya biaya makan pasien). Efisiensi juga harus dilakukan pada fixed cost,
tidak cukup hanya sekedar pada variabel cost. Fixed cost hanya dapat dilakukan efisiensi
hanya dengan peningkatan volume yang besar, jumlah pasien yang harus ditingkatkan.
Efisiensi pada sektor gaji karyawan hanya dapat dilakukan dengan peningkatan jumlah
pasien yang dilayani oleh setiap karyawan.
Rumah sakit harus dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan (pasar, teknologi, dan
regulasi) dan mampu mengendalikan semua elemen rumah sakit agar selaras dan
berfokus pada tujuan. Untuk itu, rumusan masalah di setiap RS harus dilakukan, strategi
bisnis RS harus rinci dalam RENSTRA.
Tantangan dalam penerapan INA-CBG :
1. Business Strategy
Rumah sakit harus dapat menentukan strategi bisnis yang akan dipilih, dimulai dari
mengidentifikasi bagaimana keadaan rumah sakit saat ini, tentukan target yang kita
inginkan bagi rumah sakit, lalu tentukan bagaimana cara rumah sakit agar mampu sampai
pada target yang telat ditentukan. RS juga harus membuat sasaran market yang jelas, dan
peluang terbesar untuk menang dalam kompetisi.
2. Growing Complexity
Antar bagian rumah sakit memiliki kompleksitas dan keterkaitan yang saling
berhubungan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Untuk itu diperlukan adanya
kolaborasi dari berbagai pihak yang terlibat, contoh kolaborasi manajemen dan staf medis
berupa kebijakan mengenai pemakaian obat dan pemeriksaan penunjang dapat
menggunakan prinsip Pasien yang butuh banyak diberikan banyak, yang butuh sedikit
diberikan sedikit.
3. Leadership & change management
4. Cost control & quality control
5. Information technology

How to compete adalah program untuk memenangkan persaingan antar RS dan menjadi
pilihan pasien, biasanya karena ada nilai tambah atau value yang dikembangkan. Di RS
An-Nisa Tangerang, nilai tambah dapat dilakukan dengan ketentuan tanpa diskriminasi
layanan antara pasien JKN dan umum, fleksibilitas waktu layanan, tanpa kuota, tanpa iur
biaya, dan adanya benefit non medis yaitu berupa gift, layanan antar pulang dari RS dan
foto copy serba gratis.

Mengelola tarif paket (jasa medis, obat dan penunjang) berdasarkan ketentuan tarif
CBGs, verifikasi klaim dan rujukan berjenjang. Prinsip yang digunakan adalah tim
casemix RS harus bekerja keras, solid dan kuat dalam proses mengubah kertas berkas
menjadi uang, yang harus dilakukan secara harian dan tidak boleh ditunda. Personilnya
adalah full time pada tugasnya dan jumlah tenaga dalam tim ditingkatkan, sesuai dengan
peningkatan jumlah pasien. Adanya masalah atau sengketa klaim harus cepat
diselesaikan, dengan ketentuan bahwa cash is king, meskipun tidak harus semua kasus
sengketa klaimnya dimenangkan oleh RS.

Kinerja RS An-Nisa dapat dilihat dari AVLOS (Average Length of Stay = rata rata
lamanya pasien dirawat). Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi,
juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan. Secara umum nilai AVLOS yang
ideal antara 6-9 hari, tetapi di RS An-Nisa dapat dipangkas hanya 3,7 hari. Selain itu,
juga dilakukan persiapan pasien pulang pada malam sebelumnya, dari aspek farmasi
(termasuk obat sisa), gizi (tidak disediakan makan siang), dan kelengkapan berkas RM.
Yang terakhir, diberikan fasilitas penghantaran pulang, yang dilakukan dengan mobil
operasional RS sebelum jam makan siang, sehingga TOI (Turn Over Interval = tenggang
perputaran) dapat sangat rendah. TOI adalah rata rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada
kisaran 1-3 hari, sementara TOI di RS An-Nisa hanya 8 jam.

Klepu, 14 September 2017

Anda mungkin juga menyukai