Syalom saudaraku yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus. Renungan hari ini adalah
Menjadikan Tuhan Satu-satunya Sumber Kebahagiaan.
Saudaraku, ada begitu banyak orang yang mengaku percaya kepada Tuhan, ada
begitu banyak orang yang sering berkata bahwa hidupnya hanya mengandalkan Tuhan,
tetapi seringkali pengakuan percaya kepada Tuhan, pengakuan bahwa hidupnya hanya
mengandalkan Tuhan, terkadang pengakuan ini tidak benar-benar lahir dari kedalaman hati
yang benar-benar ingin menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan.
Inilah prinsip hidup orang-orang yang menaruh hasrat hatinya hanya untuk
menikmati Tuhan saja, tidak akan lagi menaruh harapan hidupnya kepada harta duniawi
yang mereka miliki, sebab orang-orang seperti ini hanya mau seluruh hari-hari hidupnya
hanya di isi dengan membangun hubungan yang intim dengan Tuhan dan tidak mau terikat
dengan berbagai kesenangan dunia.
Saudaraku yang Tuhan Yesus kasihi, Gaya hidup seperti inilah yang harus di miliki oleh setiap
kita sebagai orang percaya, apabila kita benar-benar ingin menikmati kehidupan yang
sesungguhnya yaitu kehidupan kekal. Sebab hanya dengan membangun hubungan yang
intim dengan Tuhan setiap hari dan selalu rindu menikmati Tuhan secara riil, maka kita akan
semakin diberikan hikmat untuk mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan yang harus kita
lakukan di dalam hidup ini, tanpa sedikitpun membiarkan hati kita terikat dengan dunia ini.
Hal inilah yang harus menjadi satu-satunya keinginan hati kita dan bukan yang lain,
sehingga kita bisa berkata seperti yang firman Tuhan katakan dalam;
Mazmur 73:25 Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau
tidak ada yang kuingini di bumi.
Artinya dunia ini bukan lagi menjadi tujuan hidup kita, atau dengan kata lain, dunia
ini bukanlah alasan untuk kita hidup, tetapi satu-satunya alasan kita hidup saat ini adalah
Allah dan Kerajaannya.
Kebenaran diatas memberi sebuah pencerahan bagi kita bahwa walaupun kita masih
hidup di dunia ini, tetapi bukan dunia ini yang ada dipikiran kita, sebab yang harus dipikirkan
oleh setiap kita sebagai orang percaya adalah, tujuan hidup yang pasti yaitu sorga yang
mulia, Allah dan KerajaanNya, dimana Allah berdiam disana, dan sebagai orang percaya kita
pun rindu untuk ada bersama-sama dengan Allah di dalam kerajaanNya. Itulah kenapa
dikatakan, selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.
Kita harus mulai membiasakan diri untuk mematikan seluruh keinginan hati yang tidak
berkenan dihadapan Allah, keinginan hati yang tidak berdampak kepada kehidupan kekal,
dan mulai mengarahkan hati dan pikiran kita hanya kepada perkara-perkara sorgawi.
Kalau cara hidup kita seperti ini, maka sesulit apapun kehidupan yang harus kita
jalani di dunia ini, kita akan tetap kuat karena kita tahu semuanya itu hanyalah pencobaan
biasa yang tidak akan melebihi kekuatan kita, seperti yang firman Tuhan katakan;
Saudaraku, kita harus terus belajar untuk menaruh percaya kita kepada Allah sesuai
dengan janji firmanNya, sebab kalu kita tidak percaya kepada janji firman Allah, hal ini sama
dengan kita tidak percaya kepada Allah.
Orang yang benar-benar percaya kepada Allah, tidak akan pernah meragukan
sedikitpun pemeliharaan Allah atas hidupnya, seperti yang dikatakan firman Tuhan diatas
bahwa, Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga
kamu dapat menanggungnya perhatikan kalimat Ia akan memberikan kepadamu jalan
keluar yang saya garis bawahi, ini merupakan janji firmanNya, selanjutnya dikatakan
sehingga kamu dapat menanggungnya, walaupun secara manusia hal itu mungkin terasa
sakit, tetapi semuanya itu tidak akan melebihi kekuatan kita, dimana Allah pasti akan
memberikan kepada kita kekuatan untuk menanggung semua yang kita hadapi atau yang
kita alami.
Orang-orang seperti ini tidak akan pernah takut terhadap apapun keadaan dunia ini,
karena mereka akan selalu memiliki prinsip hidup yang benar seperti yang firman Tuhan
katakan yaitu;
Filipi 4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.
Kiranya kebenaran ini membuat kita semakin bergairah dan semakin sungguh-
sungguh membangun persekutuan dengan Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai satu-
satunya sumber kebahagiaan hidup kita. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.
rang itu sendiri (yang takut akan Tuhan) akan menetap dalam kebahagiaan dan anak
cucunya akan mewarisi bumi." Mazmur 25:13
Tidak ada kebahagiaan sejati di dunia ini. Kebahagiaan yang ditawarkan dunia adalah
semu. Orang dunia seringkali mengukur kebahagiaan dari banyak sedikitnya uang dimiliki
atau harta yang melimpah, jabatan/kedudukan dan juga popularitas. Kenyataannya, semua
itu tidak menjamin seseorang memperoleh kebahagiaan. Bukankah sering kita baca di koran
banyak public figure (artis, pejabat) yang kedapatan frustrasi, mencoba bunuh diri, lari
kepada narkoba atau pergaulan bebas karena merasakan kehampaan dalam hidupnya?
Padahal, materi dan popularitas sudah mereka dapatkan.
Ingatlah bahwa sumber kebahagiaan itu adalah Tuhan! Dan dosalah yang menjadi
penyebab manusia kehilangan kebahagiaan. Oleh karena dosa/pelanggaran, manusia
pertama diusir dari taman Eden sehingga manusia kehilangan kebahagiaan. Akibatnya,
berbagai upaya dilakukan manusia agar mendapatkan kebahagiaan itu kembali, meskipun
cara yang ditempuhnya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Semakin manusia berusaha
dengan kekuatannya sendiri, semakin mereka terjebak dalam tipu muslihat Iblis yang
acapkali menawarkan kebahagiaan semu. Dunia dengan segala gemerlapnya menjadi umpan
empuk bagi orang-orang yang haus akan kebahagiaan. Banyak orang telena dan malah
semakin jauh dari Sumber Kebahagiaan yang sesungguhnya. Pemazmur berkata "Siapakah
orang yang takut akan TUHAN? Kepadanya TUHAN menunjukkan jalan yang harus dipilihnya.
Orang itu sendiri akan menetap dalam kebahagiaan dan anak cucunya akan mewarisi bumi."
(ayat 12-13).
Jadi, siapa pun yang ingin berbahagia dalam hidupnya harus memiliki hati yang takut
akan Tuhan dengan melakukan firmanNya, sebab firmanNya adalah kebenaran yang akan
menuntun dan membawa kita mendapatkan kebahagiaan. Dan apabila kita mengutamakan
Tuhan, mencari KerajaanAllah dan kebenarannya, maka semuanya ditambah-tambahkan
dalam hidup kita (baca Matius 6:33).
(Mazmur 128:1)
1. Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) memberi judul Mazmur 128:1-6 ini dengan
Berkat atas keluarga. Mendiskusikan, membicarakan dan menelaah kehidupan keluarga
saat ini menjadi sesuatu yang hangat. Hangat karena ternyata pokok ini terus menerus
menjadi sesuatu yang tiada putus-putusnya untuk dibicarakan, baik di seminar-seminar, di
media cetak dan elektronik. Apa sebab? Karena memang kebahagiaan yang dimaksud dalam
Mazmur ini masih terus menjadi pergumulan, cita-cita dan harapan semua orang. Semua
orang memang benar-benar mengidamkan suatu hubungan keluarga yang harmonis yang
didasarkan kepada kasih. Dan memang hal ini harus menjadi perhatian kita semua, karena
kesehatan keluarga akan menentukan kesehatan suatu masyarakat, bangsa dan dunia.
Kita dapat membaca dan melihat begitu banyak kekerasan yang terjadi di tengah-
tengah keluarga oleh karena berbagai faktor. Seakan penyakit kanker ganas yang menyebar
begitu cepat. Jumlah yang menjadi pelaku dan korban dari kekerasan itu semakin lama
cenderung meningkat. Lalu pertanyaannya, apa yang harus kita lakukan agar kehidupan
keluarga kembali menjadi sehat? Kita harus mempunyai pegangan, dasar yang kuat agar
keluarga kita menjadi keluarga yang berbahagia, keluarga yang diberkati. Marilah kita lihat
dalam Mazmur 128: 1-6 ini, apakah sumber kebahagiaan itu?
2 Takut akan Tuhan adalah sumber kebahagiaan (ayat 1). Banyak orang Kristen
mempunyai persepsi yang salah tentang arti takut akan Tuhan. Kebanyakan orang Kristen
mendefinisikan takut akan Tuhan dengan ketaatan melakukan perintah Tuhan karena rasa
takut akan hukuman. Padahal rasa takut akan Tuhan yang benar harus lahir karena
hubungan bukan karena takut akan hukuman. Kita seharusnya takut akan Tuhan bukan
karena takut Tuhan marah bila kita tidak taat melainkan kita taat karena kita mengasihi Dia.
Kekristenan bukanlah sebuah agama yang berisi sejumlah larangan dan perintah melainkan
merupakan hubungan antara pencipta dan yang diciptakan; hubungan antara Bapa dan
anak.
Oleh karena itu, perlu sekali kita memahami apa itu arti kata takut. Alkitab
menggunakan beberapa kata untuk mengartikan takut atau ketakutan. Yang paling umum
adalah kata Ibrani YIRAH dan PAKHAD, atau dalam bahasa Yunani PHOBOS. Ada
perbedaan antara kata YIRAH dan PAKHAD. PAKHAD yang berasal dari kata PAKHADA
berarti takut, ketakutan. Ketakutan yang dimaksud adalah ketakutan negatif. Takut karena
trauma sehingga timbul rasa benci kepada sesuatu atau kepada seseorang, dll. Sedangkan
YIRAH (sebagaimana itu dipakai dalam Mazmur 111:10), adalah takut dalam arti yang
positif. Makna takut di sini adalah kepatuhan pada Tuhan. Ini adalah dampak dari
pengenalan orang percaya akan Allah yang hidup. Menurut Martin Luther, orang biasa tidak
akan mempunyai ketakutan yang didorong oleh penghormatan kepada Allah.
Secara Alkitabiah, takut akan Tuhan berbicara tentang kekuatan, kebesaran, otoritas
dan kekudusan Tuhan. Takut akan Tuhan adalah wujud ketakutan yang sehat. Artinya kita
menghormati Dia, patuh dalam penghakimanNya atas dosa-dosa kita, berpegang pada Dia,
mengenali Dia sebagai Tuhan yang absolut dan memuliakanNya. Takut akan Tuhan akan
membawa kita lebih dekat pada Tuhan, bukan menjauh dariNya.
Pada pihak lain, ketakutan (ketaatan kepada Allah) adalah pemberian Allah, yang
memampukan orang takut sekaligus menghormati kekuasaan Allah, mentaati perintah-
perintah Allah, membenci sambil menjauhkan diri dari semua bentuk kejahatan (Yeremia
32:40; Kejadian 22:12; Ibrani 5:7).
Maka sumber kebahagiaan setiap orang, baik secara pribadi maupun komunitas
(keluarga, kelompok, persekutuan, dll) adalah apakah dia/mereka/kita takut akan Tuhan? Hal
itu harus dimulai dari kehidupan pribadi yang benar di hadapan Tuhan, hidup takut akan
Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya. Marilah kita mulai dari diri sendiri,
keluarga dan komunitas kita.
3. Berkat/kebahagiaan bagi orang yang takut akan Tuhan (ayat 2-4). Ada upah bagi
mereka yang takut akan Tuhan. Berkat di sini dipahami sebagai akibat atau konsekwensi dari
pilihan hidup, yaitu takut akan Tuhan. Menurut Mazmur 128, berkat/kebahagiaan itu adalah:
Ketiga, Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu
(ayat 3). Lihatlah dampak yang terjadi dari seorang kepala keluarga (suami) yang takut akan
Tuhan. Dampaknya bukan hanya terlihat dari apa yang dinikmati, tetapi isteri juga akan
menghasilkan sesuatu yang menguntungkan. Pohon anggur, pohon yang lemah (tidak kuat),
yang mudah patah. Namun bila pohon anggur ini dipelihara dengan baik, yang carang-
carangnya diikatkan pada dinding rumah, itulah pohon anggur yang paling baik (karena
terlindung dari angin dan disiram dengan teratur). Seorang kepala keluarga yang selalu
memberi pupuk dan secara teratur menyiram anggota keluarga dengan sikap takut akan
Tuhan, maka isterinya pun akan menjadi berkat dan kebahagiaan, wanita yang
menyenangkan hati suaminya sehingga suasana rumah damai dan nyaman. Maka suami-
suami, jadilah orang yang hidup benar di hadapan Tuhan dan memenuhi tanggungjawab
sebagai kepala keluarga. Persoalan terbesar pada saat ini adalah begitu banyaknya suami
yang tidak bertanggungjawab, yang tidak hidup benar di hadapan Tuhan, yang
menyianyiakan waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan. Seorang suami haruslah
menjadi teladan kepada isterinya, terutama dalam sikap takut akan Tuhan.
Keempat, anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! (ayat 3).
Anak-anak dari seorang ayah yang takut akan Tuhan, digambarkan seperti tunas pohon
zaitun. Itu berarti yang mudah berkembang dan memberikan minyak pada waktunya (lihat
Mazmur 127:3-5; Kejadian 49:22). Tunas itu tidak akan jauh dari pohonnya, tetapi dekat dan
menyatu dengan pohonnya. Ada ungkapan like father like son menggambarkan bagaimana
seorang ayah berperilaku dan bersikap, anak-anaknya juga akan mirip dengannya tindakan
ayahnya. Maka kalau seorang ayah adalah orang yang tidak takut akan Tuhan, maka anak-
anak juga akan mencerminkan sikap dan perilaku yang sama. Maka berhenti dulu untuk
memarahi kenakalan anak-anakmu di rumah, coba periksa diri, mana tahu sikap, pengajaran
ayahnya yang salah. Jangan dulu menghakimi anak-anak akan kejahatan yang dilakukannya,
mana tahu kenakalan yang sama juga masih dilakukan ayahnya.
5. supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu (ayat 5). Tuhan
akan mencurahkan berkat-Nya atas rumah tangga yang menjaga kebenaran hidupnya di
hadapan Tuhan, sehingga kebahagiaan sejati menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Menyaksikan kebahagiaan di dalam rumah yang takut akan Tuhan seumur hidup. Kata
seumur hidup menyatakan bahwa tahapan kehidupannya adalah penyertaan Tuhan, dan
itu akan dirasakannya sampai akhir hidupnya, menyaksikan dan melihat perbuatan tangan
Tuhan.
6. Dan melihat anak-anak dari anak-anakmu! Damai sejahtera atas Israel (ayat 6).
Kalau seseorang sudah sampai kepada tahap mempunyai cucu, maka panjanglah umurnya.
Bayangkan saja saudara, kesempatan melihat cucu diberikan oleh Tuhan, alangkah
bahagianya.
Pada umumnya orang tidak suka menderita. Tetapi celakanya, penderitaan selalu
hadir tanpa disangka. Tidak diundang dan tidak disapa, tetapi derita bisa datang mendera
kapan saja.
Saat penderitaan kuat menerpa, dalam hati timbul berbagai tanya. "Mengapa
begini? dan mengapa begitu?" muncul di hati dan terucap di kata. Bukan hanya yang tidak
percaya, orang-orang beriman bergumul juga.
Bertanya itu tidaklah salah, karena begitulah natur manusia. Dengan banyak
bertanya, kita dapat banyak tahu. Semakin suka bertanya, maka semakin cepat bertumbuh.
Satu hal perlu ditanya: "Mengapa kita bertanya?" Apa motivasi dan asumsi di
baliknya? Ada yang bertanya karena ragu, yang lain bertanya karena percaya. Kaum atheis
dan skeptis bertanya untuk menyerang dan memojokkan, dengan tujuan menggugurkan
iman orang-orang percaya. Kaum beriman bertanya untuk menjawab pergumulan dan
meneguhkan kepercayaan, sehingga semakin mengenal Allah dan kehendak-Nya.
Ada orang yang mengggunakan penderitaan untuk membenturkan kasih dan kuasa
Allah. Kalau Allah mahakasih tentu Ia tidak menghendaki manusia menderita, dan kalau
Allah itu mahakuasa tentu Ia mampu melakukan segala perkara untuk menghindarkan umat-
Nya dari derita. Dengan adanya realita penderitaan, maka mereka berkata: "Mungkin Allah
tidak mahakasih, mungkin Ia tidak mahakuasa, atau mungkin pula tidak kedua-duanya."
Ada kalanya penderitaan datang dari Si Iblis untuk mencobai dan menjatuhkan
manusia. Kisah Ayub adalah contoh yang gamblang tentang peranan Iblis dalam
penderitaan. Ayub adalah orang yang saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan
(Ayb. 1:1). Kesalehannya dipuji Allah (Ayb. 1:8), tetapi hal itu justru menyebabkan ketidak-
senangan Si Jahat (Ayb. 1:9). Iblis hendak mencobai Ayub untuk menjatuhkan imannya (Ayb.
1:10-11; 2:4-5). Allah mengijinkannya sebagai ujian untuk menyatakan bahwa Ayub memang
tahan uji (Ayb. 1:12; 2:6). Ayub menghadapi penderitaan yang berat. Seluruh hartanya habis
dalam sehari, dan pada hari yang sama semua anaknya mati. Selain itu, Iblis juga
menimpakan kepadanya sakit barah yang sangat berat (Ayb. 1:7). Meskipun penderitaannya
dahsyat, Ayub masih bisa memuji Allah (Ayb. 1:21) serta mau menerima kenyataan dan tidak
berbuat dosa dengan bibirnya (Ayb. 1:10). Allah berkenan kepada Ayub. Pada akhir cerita, Ia
memulihkan keadaan Ayub dan memberkatinya berlipat ganda (Ayb. 42:7-17).
Penderitaan bisa pula disebabkan oleh karena keadaan, perbuatan orang lain,
ataupun kesalahan diri sendiri. Oleh sebab itu kita perlu senantiasa mengintrospeksi diri.
Kalau hal itu diakibatkan kesalahan sendiri, baiklah kita mengaku dosa dan dan
memperbaharui diri di hadapan Allah. Kalau itu bukan karena kesalahan kita, baiklah kita
menghadapinya dengan iman yang teguh kepada-Nya.
Di kala sengsara datang melanda, hendaklah kita tetap sabar dan berpengharapan di
dalam dia. Ada banyak penyebab derita, tetapi tidak ada hal yang terjadi di luar
pengetahuan Allah. Adakalanya Ia mengijinkan umatnya menderita untuk membentuk
mereka supaya berbuah (Yoh. 15:1-2). Ada saatnya Ia menguji mereka agar bertumbuh
makin kuat (Yak. 1:12). Tetapi waspadalah kadang-kadang Ia pun menghajar anak-anak-Nya
yang dikasihi-Nya (Ibr. 12:7-8).