Anda di halaman 1dari 3

Aku percaya akan Allah, yang maha kasih

dan maha adil

[Hari Minggu Biasa VIII: Yes 49:14-15; Mzm 62:2-9; 1Kor 4:1-5; Mat 6:24-34]

Betapa tergugahnya hatiku, ketika menyimak kisah kesaksian Gianna Jessen di youtube. Ia
adalah seorang survivor dari proses aborsi, empat puluh tahun yang lalu. Ibunya mendatangi
klinik aborsi di usia kandungan 7 setengah bulan, dan memperoleh anjuran untuk mengaborsi
bayinya dengan larutan garam (saline), agar janinnya terbakar dan dalam waktu 24 jam bayinya
dapat lahir dalam keadaan mati. Namun Gianna lahir di tanggal 6 April 1977, dan tetap hidup. Ia
tidak mengalami kebutaan ataupun kelumpuhan otak, sebagaimana diperkirakan jika ia tidak
mati. Kini ia menjadi salah satu duta yang kerap berbicara untuk mengetuk hati banyak orang
tentang begitu besarnya kasih Tuhan, dan bahwa hidup adalah anugerah Tuhan yang selayaknya
diterima dengan rasa syukur, dan bukannya untuk dihilangkan lewat aborsi. Alasan
ketidaksiapan ekonomi dan mental, ketidaknyamanan ataupun alasan lainnya, tetaplah bukan
alasan yang tepat untuk membenarkan tindakan pembunuhan janin. Namun, Gianna pun
menyatakan bahwa ia telah memaafkan ibunya, yang sekian tahun kemudian datang
mengunjunginya. Pengalaman Gianna Jessen ini, bagiku, menyatakan sabda Tuhan yang kita
dengar dalam Bacaan Pertama hari ini, “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya,
sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak
akan melupakan engkau” (Yes 49:14-15).

Mungkin kita tidak mengalami pengalaman seperti Gianna Jessen. Mungkin kita memiliki
orangtua yang mengasihi dan menerima kehadiran kita di tengah keluarga dengan rasa syukur.
Kalau demikian, layaklah kita berterima kasih kepada Tuhan dan kepada orangtua kita. Namun
sekalipun kita mengalami pengalaman ditolak oleh orangtua kita sendiri, sabda Tuhan hari ini
mengingatkan kita agar tidak menjadi tawar hati. Sebab yang terpenting, Allah Bapa kita, tidak
pernah meninggalkan dan tidak pernah melupakan kita. Ia adalah Tuhan yang maha pengasih,
yang begitu peduli kepada kita. Itulah sebabnya kita dapat memercayakan hidup kita kepada-Nya
setiap waktu. “Hanya pada Tuhanlah hatiku tenang. Hanya pada Allah saja, aku tenang….”
Demikian kita mendaraskan Mazmur hari ini.
Kasih Tuhan kepada kita begitu besar dan Ia sungguh mengenal kita sampai sedalam-dalamnya.
Tuhan mengetahui segala pikiran dan maksud hati kita, segala yang tak nampak di mata manusia.
Karena itu, Ia tidak menghendaki kita menghakimi sesama ataupun menghakimi diri kita sendiri,
seperti dikatakan oleh Rasul Paulus (lih. 1Kor 4: 3-5), namun menyerahkan penghakiman itu
kepada Tuhan yang menyelidiki setiap isi hati. Karena itulah, penghakiman Tuhan pasti adil,
sebab Ia memperhitungkan segalanya, termasuk maksud hati yang tersembunyi sekalipun. Maka
perkataan Rasul Paulus dalam Bacaan Kedua hari ini mengingatkan kita untuk memeriksa
maksud hati kita sebelum melakukan segala sesuatu. Apakah maksud itu baik dan murni?
Apakah itu untuk memuliakan Tuhan atau untuk memuliakan diri kita sendiri? Sebab Allah kelak
akan menghakimi kita seturut dengan perbuatan kita (lih. Why 20:12). Ia akan menilai segala
sesuatunya dengan keadilan-Nya, dan belas kasih-Nya.

Allah kita yang maha adil dan maha pengasih ini memanggil kita agar kita bertumbuh semakin
mengenal dan mengasihi Dia. Ia menghendaki kita pun membalas kasih-Nya dengan
sepenuhnya, tidak mendua hati, dengan memilih Mamon, yang dapat diartikan sebagai kekayaan
duniawi. Bukan artinya kita tidak boleh mencari uang, tetapi agar kita tidak menjadi hamba
uang, dan hanya mengukur segala sesuatu di hidup ini dengan uang. Sebab akar dari segala
kejahatan adalah cinta uang (1Tim 6:10). Uang dapat membuat orang menjauh dari Tuhan,
membuat orang lekas kuatir akan hidup ini. Allah mengingatkan kita untuk tidak menyusahkan
diri memikirkan apa yang hendak kita makan, minum dan pakai, sampai lupa mensyukuri hidup
dan tubuh kita (lih. Mat 6:25). Orang menjadi lebih concern soal kegemukan atau kekurusan,
seolah lupa bahwa baik gemuk maupun kurus, tetap berharga di mata Tuhan dan dikasihi oleh-
Nya. Orang lebih mati-matian mencari kesuksesan dalam pekerjaan dan mempunyai banyak
uang, daripada mencari makna kebahagiaan dan kehidupan yang sesungguhnya. Maka Bacaan
Injil hari ini mengingatkan kita, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka
semuanya itu akan ditambahkan kepadamu…” (Mat 6:33). St. Agustinus menjelaskan, “Kerajaan
Allah dan kebenaran-Nya adalah kebaikan bagi kita yang harus menjadi tujuan kita. Tetapi
karena untuk mencapai tujuan ini kita harus berjuang keras di hidup ini…, Ia berjanji,
“Semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Bahwa Ia berkata, [carilah] “dahulu” [Kerajaan
Allah] maksudnya adalah bahwa hal-hal yang lain itu adalah untuk dicari di tempat kedua, bukan
dari segi waktu, tapi dari segi nilai; yang satu itu adalah kebaikan kita, sedangkan yang lain
adalah kebutuhan kita. Contohnya, kita jangan mewartakan [Injil] supaya kita bisa makan, sebab
jika begitu kita menjadikan Injil lebih rendah nilainya daripada makanan kita; tetapi kita harus
makan supaya kita dapat mewartakan Injil. Tapi kalau kita ‘mencari dahulu Kerajaan Allah dan
kebenaran-Nya,’, yaitu menempatkan Kerajaan dan kebenaran-Nya di atas segalanya yang lain,
dan mencari segalanya yang lain itu demi Kerajaan-Nya, kita harusnya tidak kuatir karena takut
kekurangan apa yang kita perlukan. Dan karena itu Ia berkata, ‘Semua itu akan ditambahkan
kepadamu;’ yaitu tentu, tanpa menjadi halangan bagimu: supaya kamu saat mencari hal-hal
tersebut tidak malah berpaling dari yang lainnya [Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya], maka Ia
menyediakan kedua tujuan itu di hadapanmu” (St. Augustine, Sermon in Mont., ii, 16).

Betapa Tuhan yang adil dan penuh kasih ini begitu memahami dan mengasihi kita. Ia selalu
menyertai kita dalam kehidupan kita sehari-hari. Kasih-Nya kepada kita melampaui kasih ibu
kepada anaknya, melampaui kasih siapa pun di dunia. Ia memahami apa yang kita perlukan dan
akan mencukupkan kebutuhan kita, asalkan kita mau menempatkan Dia di tempat yang utama
dalam kehidupan kita…. Allah kita adalah Allah yang hidup dan peduli pada kita, yang
menghendaki kita berbahagia, baik dalam kehidupan ini, tetapi terutama dalam kehidupan
kekal…. Ya, Allahku, aku percaya kepada-Mu… Aku bersyukur atas kasih-Mu yang tiada batas-
Nya, dan kini terimalah hormat dan kasihku kepada-Mu…

Kuraih rosarioku. Kubuat Tanda Salib, dan mulailah kudaraskan, “Aku percaya akan Allah, Bapa
yang mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, dan akan Yesus Kristus, Putra-Nya yang Tunggal
Tuhan kita….” Sambil kuresapkan dalam hatiku, kasih-Nya kepadaku dan kasihku kepada-
Nya…

Anda mungkin juga menyukai