Anda di halaman 1dari 49

TUGAS KHUSUS

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 35


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD)
GATOT SOEBROTO DITKESAD
PERIODE 01 MARET- 30 APRIL 2016

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Memperoleh Gelar Apoteker
Program Studi Profesi Apoteker

PEMANTAUAN TERAPI OBAT


PASIEN NEONATAL DI RUANG PERAWATAN
PERINATAL RISIKO TINGGI (PERISTI)

Disusun Oleh :
JEANIS NURMANTIKA, S. Farm.
1543700184

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
JAKARTA
2016
PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik Apoteker, baik di Universitas
17 Agustus 1945 Jakarta maupun di Universitas lain. .
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini murni gagasan, rumusan dan
penilaian tim penyusun, tanpa bantuan pihak lain, kecuali tim
pembimbing.
3. Dalam Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker tidak terdapat karya atau
pendapat yang telah ditulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam
naskah dengan disebutkan dan atau dipublikasikan orang lain, kecuali
secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah
dengan disebutkan nama pengarang serta dicantumkan dalam daftar
pustaka.
4. Pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya, apa bila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
tim penyusunan bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
gelar serta sanksi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan dan norma
akademik berlaku di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

Jakarta, April 2016


Yang membuat pernyataan

Jeanis Nurmantika

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahiribbilalamin, terlebih dahulu penulis mengucapkan puji


syukur atas kehadirat Allah SWT yang terlah memberikan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas khusus ini dengan judul
Pemantaun Terapi Obat Pasien Neonatal di Ruang Perawatan Perinatal Risiko
Tinggi dengan tepat waktu. Tak lupa penullis mengucapkan terima kasih kepada
Drs. Razad, MARS., Apt., Ibu Dra. Renni Septini, MARS., Apt., Bapak Drs.
Sutarno, M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Sutik Aprianto, Apt. Ibu Okpri Meila, M.
Farm., Apt., yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan serta bantuan dari
berbagai pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat membantu, memberikan
informasi serta menambah pengetahuan bagi para pembaca sehingga penulis dapat
memperbaiki bentuk maupun isi yang kelak dapat menjadi lebih baik.
Penulis menyadari bahwa dalam setiap penyusunan sebuah karya tulis
tidak ada yang sempurna, demikian dengan tugas ini yang tentunya masih banyak
kekurangan baik dari segi pengolahan maupun cara penyajian. Segala kritik dan
saran yang membangun, diharapkan atas penulisan makalah ini. Akhir kata
semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dalam memberikan sumbangan terhadap
ilmu pengetahuan pada umumnya.

Jakarta, April 2016

Penulis

iv
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Kehamilan, Prematuritas, Neonatal ........................................................ 3
2.2 Hipertensi Dalam Kehamilan .................................................................. 4
2.3 Sepsis Neonatal ....................................................................................... 7
2.4 Penatalaksanaan Hipertensi ..................................................................... 12
2.5 Penatalaksanaan Sepsis Neonatus ........................................................... 14
2.6 Drug Related Problem (DRP) ................................................................. 16
BAB III METODOLOGI PENGAMATAN ...................................................... 17
BAB IV TINJAUAN KASUS ........................................................................... 18
4.1 Data Pasien ............................................................................................... 18
4.2 Catatan Medis Pasien ............................................................................... 18
4.3 Data Klinik ............................................................................................... 19
4.4 Profil Pengobatan ..................................................................................... 25
4.5 Analisa Drug Related Problem dengan PCNE......................................... 35
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 37
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 40
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 40
4.2 Saran ....................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 41
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... 43

v
DAFTAR TABEL

Gambar 1 Algoritma Hipertensi .......................................................................... 13


Gambar 2 Algoritma Hipertensi pada Kehamilan ............................................... 13

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria SIRS ....................................................................................... 10


Tabel 2.2 Kriteria infeksi, sepsis, sepsis berat dan syok sepsis .......................... 10
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik Pasien ................................. 19
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 20
Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi ........................................................ 21
Tabel 3.4 Klasifikasi Obat................................................................................... 26

vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru
mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The Internasional Sepsis
Definition Conferences (ISDC) sepsis adalah sindroma klinis dengan
adanya Systemic Inflamantory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi
(ISDC,2001).
Angka kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi yaitu 8,7 sampai
30,29% dengan angka kematian 11,56 sampai 49,%. Berdasarkan penelitian
WHO (1994) di seluruh dunia terdapat kematian bayi, khususnya neonatus
sebesar 10.000.000 jiwa pertahun. Menurut Kosen, penyebab utama
kematian neonatal dini adalah infeksi (59%), asfiksia (45%) dan kelainan
bawaan (11%) sedangkan penyebab kematian pada neonatal lanjut adalah
infeksi (56%), Berat badan lahir rendah (BBLR) dan prematuritas (14%),
ikterus atau neonatal jaundice (14%), kelainan bawaan (7%) dan obstruksi
usus (7%). Di Indonesia dalam kasus sepsis neonatal terjadi kurang dari
30% kematian pada bayi baru lahir (Demsa,2008).
Berdasarkan data diatas infeksi merupakan salah satu penyebab
kematian terbanyak. Salah satu infeksi yang terjadi pada bayi adalah sepsis
neonatorium. Sepsis neonatorium merupakan sindrom klinis dengan gejala
infeksi sistemik dan diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama
kehidupan (ISDC,2001). Seringkali sepsis merupakan dampak atau akibat
dari masalah sebelumnya yang terjadi pada bayi maupun ibu (Depkes,2008).
Faktor resiko terjadinya sepsis neonatorium antara lain prematuritas
dan berat lahir rendah, ketuban pecah dini, infeksi atau demam peripartum
pada ibu, masalah air ketuban, resusitasi waktu lahir, kehamilan ganda,
prosedur invasif dan lain-lain (Gomella,1994). Infeksi awal pada neonatus
mungkin tidak teridentifikasi karena gejala dan tanda yang tidak spesifik
(Narasky,2008).

1
Masih tingginya angka kematian bayi di Indonesia (50 per 1000
kelahiran hidup) mendorong Health Technology Assessment (HTA)
Indonesia untuk melakukan kajian lebih lanjut mengenai permasalahan yang
ada. Dalam hal ini guna membantu pemerintah dalam pembangunan
kesehatan nasional seorang apoteker sangat berperan sebagai penunjang
dalam memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional yang biasa
dikenal Pemantauan Terapi Obat (PTO) bagi pasien demi menurunkan
angka kematian bayi secara umum dan insiden sepsis neonatorium secara
khusus. Proses ini meliputi pengkajian pemilihan obat, dosis, cara
pemberian obat, pengamatan respon terapi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD), pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait
obat dan pemantuan efektivitas dan efek samping obat. Oleh karena itu,
dalam kesempatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, penulis
belajar untuk memahami kasus pengobatan pasien di lahan khususnya
perawatan perinatal risiko tinggi karena dianggap membutuhkan
penanganan dan kesabaran khusus untuk kemudian memberikan kontribusi
yang tepat untuk menjamin kualitas hidup pasien.
1.2. Tujuan
Tujuan pelaksanaan tugas khusus Praktik Kerja Profesi Apoteker di
RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta adalah
1. Mengidentifikasi dan menganalisis masalah terkait obat pada terapi
pasien bayi di Ruang Perawatan Risiko Tinggi (Peristi) RSPAD Gatot
Soebroto Ditkesad.
2. Memberikan informasi tentanng pengobatan yang diberikan kepada
keluarga pasien.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kehamilan, Prematuritas, Neonatal


2.2.1 Kehamilan
Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa
dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi
(Sarwono,2008). Sebagian besar manusia, proses kehamilan
berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43
minggu (300hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20-38 minggu
disebut kehamilan preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu
disebut kehamilan postterm.
2.2.2 Prematuritas
Prematuritas adalah masa dimana bayi lahir dengan umur
kehamilan kurang 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai
dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus
Kurang Bulan (NKB). Berat lahir bayi prematur umumnya dibawah
nilai normal (2500-4000 gram) dan dikategorikan sebagai bayi berat
lahir rendah (BBLR 1500-2500 gram), bayi berat lahir sangat rendah
(BBLSR 1000-1500 gram) dan berat bayi lahir amat sangat rendah
(BBLASR <1000 gram). Bayi kehamilan kecil masa kehamilan
menunjukkan bayi mengalami gangguan pertumbuhan dalam uterus.
Prematuritas disertai BBLR meningkatkan mortalitas dan morbiditas
bayi. Hal ini disebabkan belum sempurnanya perkembangan
kongentinal bayi sehingga bisa terdapat gangguan pada sistem
pernafasan (sindrom distres nafas, apnea premature), hematologi
(anemia), kardiovaskuler (patent ductus arteriosus dan bradikardia),
gastrointestinal (belum sempurnanya motilitas, hiperbillirubin),
metabolik-endokrin (hipoglikemia dan hiperglikemia, hipotermia) dan
renal bayi.

3
2.2.2 Neonatal
Menurut kamus kedokteran Dorland (2003) dijelaskan bahwa
neonatal adalah jabang bayi baru lahir hingga berumur empat minggu.
Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem
dna masa pertumbuhan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72
pertama dimana transisi ini hampir meliputi semua sistem organ.
Terdapat tiga tingkat pembagian ruang perawatan neonatal yang
banyak digunakan. Level 1 untuk perawatan mendasar bayi yang
cukup sehat, bayi yang diresusitasi dan stabilisasi sebelum
dipindahkan. Level 2 khusus untuk perawatan neonatal spesial bagi
bayi premature lebih dari 32 minggu dan berat lahir lebih dari 1500
gram, sedangkan level 3 dikhususkan untuk kasus yang lebih
kompleks .
2.2. Hipertensi Dalam Kehamilan
2.1.1 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah tekanan darah yag
melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi dari 90
mmHg tekanan darah diastolik pada seseorang yang tidak sedang
makan obat anti hipertensi (SPM Ilmu Penyakit Dalam RSPAD).
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg.
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi dalam kehamilan
Berdasarkan Report of the National High Blood Pressure
Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy tahun 2000 yang digunakan sebagai acuan klasifikasi di
Indonesia, hipertensi dalam kehamilan dapat di klasifikasikan
menjadi:
1. Hipertensi kronik
2. Preeklampsia-eklampsia
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
4. Hipertensi gestasional

4
2.1.3 Etiologi
Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap
bakteri mampu menyebabkan sepsis. Berbagai macam kuman seperti
bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi berat
yang mengarah kepada terjadinya sepsis. Dalam kajian ini, saya hanya
membahas sepsis yang disebabkan oleh bakteri oleh karena
keterbatasan waktu. Pola kuman penyebab sepsis pun berbeda-beda
antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di
negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman,
walaupun bakteri gram negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari
sepsis neonatorum.
Penyebab paling sering dari sepsis ialah Escherichia coli dan
SGB (dengan angka morbiditas sekitar 50 70 %. Diikuti dengan
malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan
streptococcus viridans, patogen lainnya gonokokus, Candida alibicans,
virus herpes simpleks (tipe II) dan organisme listeria, rubella,
sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza dan parotitis.
Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara
berkembang telah diteliti oleh World Health Organization Young
Infants Study Group pada tahun 1999 di empat negara berkembang
yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Dalam
penelitian tersebut mengemukakan bahwa isolate yang tersering
ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus aureus (23%),
Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%). Pada cairan
serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini
banyak ditemukan bakteri gram negatif terutama Klebsiella sp dan E.
coli, sedangkan pada awitan lambat selain bakteri gram negatif juga
ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa
ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta
pada usap vagina wanita-wanita di daerah pedesaan. Sementara
Klebsiella sp. biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di

5
rumah sakit. Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering
ditemukan adalah Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus
aureus. Selain itu, faktor lain seperti pertolongan persalinan yang tidak
gigiene, partus lama, partus dengan tindakan, kelahiran kurang bulan,
BBLR dan cacat bawaan dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan
kemudian sepsis.
2.1.4 Diagnosis Hipertensi dalam kehamilan
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umum
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali
didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pasca persalinan
2. Preeklampsia adalah hipertensi yanng timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria
3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-
kejang atau koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah
hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau
hipertensi kronik disertai proteinuria
5. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang
setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-
tanda preeklampsua tetapi tanpa proteinuria
2.1.5 Faktor Risiko Hipertensi dalam kehamilan
Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, maka dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Primigravida
2. Hiperplasentosis seperti molahidatidosa, kehamilan ganda,
diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan
eklampsia

6
5. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas
2.3. Sepsis Neonatal
2.3.1 Definisi
Dalam lima belas tahun terakhir terdapat beberapa
perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satuya menurut
The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001) bahwa
sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflamantory
Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu
proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat,
renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian.
Sepsis neonatal adalah infeksi berat yang diderita neonatus
dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan
penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak
terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat
meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari.
Sepsis neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit
sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri,
virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir.
Sepsis neonatorium adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28
hari pertama setelah kelahiran.
2.3.2 Manifestasi Klinis
Tanda gejala sepsis neonatorium umumnya tidak jelas dan tidak
spesifik. Tanda dan gejala sepsis neonatorium yaitu tanda dan gejala
umum meliputi hipertemia atau hipotermi bahkan normal, aktivitas
lemah atau tidak ada tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba.
Tanda dan gejala pada saluran pernafasan meliputi dispnea, takipnea,
apnea, tampak tarikan otot pernafasan, merintih, mengorok dan
pernafasan cuping hidung. Tanda dan gejala pada sistem
kardiovascular meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis.
Tanda dan gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi

7
abdomen, malas atau tidak mau minum, diare. Tanda dan gejala pada
sistem saraf pusat meliputi refleks moro abnormal, iritabilitas, kejang,
hiporefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan tidak teratur.
Tanda dan gejala hematologi mencakup tampak pucat, ikterus, patkie,
purpura, pendarahan dan splenomegali.
Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari
ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi
terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor predisposisi itu adalah
penyakit yang diderita ibu selama kehamilan, perawatan antenal yang
tidak memadai; ibu menderita eklamsia, diabetes mellitus; pertolongan
persalinan yanng tidak hygiene, partus lama, partus dengan tindakan,
kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. Adanya trauma lahir,
asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus, tidak menerapkan
rawat gabung. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh
sesak. Ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau, pemberian
minum melalui botol dan pemberian minum buatan.
2.3.3 Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta
dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi
darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat
menembus plasenta antara lain : virus rubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, influenza, parotis. Bakteri yang melalui
jalur ini antara lain malaria, sipilis dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada
vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya
terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat

8
persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat
terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati
jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (misalnya herpes
genetalia, candida albicans, gonorrhea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah
kelahiran terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di
luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghidap lendir, selang
endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi juga dapat
melalui luka umbilikus.
2.3.2 Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorium dapat
diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorium awitan
dini (Early onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorium awitan
lambat (late onset neonatal sepsis).
1. Sepsis Awitan Dini (SAD)
Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang
terjadi segera dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan
biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.
Mikroorganisme penyebabnya utuk negara maju biasanya
seperti Escherichia coli dan di negara berkembang biasanya
kuman batang gram negatif .
2. Sepsis Awitan Lambat (SAL)
Sepsis awitan lambat merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72
jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit
(infeksi nosokomial). Proses infeksi semacam ini disebut juga
infeksi dengan transmisi horisontal. Mikroorganisme
penyebabnya di negara maju biasanhya Candida albicans yang
sekaligus merupakan penyebab utama SAL sedangkan di negara

9
berkembang didominasi oleh mikroorganisme gram negatif
(Pseudomonas aeruginosa).
Tabel 2.1 Kriteria SIRS
Suhu Laju Nadi Laju Napas Jumlah
Usia
Leukosit X
Neonatus
0C per menit per menit 103/mm3
Usia 0-7 hari >38,5oC atau >180 atau > 50 > 34
<36oC <100
Usia 7-30 hari >38,5oC atau >180 atau > 40 > 19,5 atau < 5
<36oC <100
Sumber : Goldstein B, Radolph A. Pediatr Crit Care Med 2005;6 (1):2-8

Tabel 2.2 Kriteria infeksi, sepsis, sepsis berat dan syok sepsis
Infeksi Terbukti infeksi (proven infection) bils ditemukan kuman
penyebab atau tersangka infeksi (suspected infection) bila
terdapat sindrom klinis (gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang lain)
Sepsis SIRS disertai infeksi yanng terbukti atau tersangka
Sepsis berat Sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovascular atau
disertai gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua
organ lain (seperti gangguan neurologi, hematologi,
urogenital dan hepatologi)
Syok sepsis Sepsis dengan hipotensi (tekanan darah sistolik <65mmHg
pada bayi 7 hari dan <75mmHg pada bayi 7-30 hari)
Sumber : Goldstein B, Radolph A. Pediatr Crit Care Med 2005;6 (1):2-8
2.3.4 Faktor Risiko
Terjadinya sepsis neonatorium dipengaruhi oleh faktor risiko pada
ibu, bayi dan lain-lain.
Faktor risiko Ibu :
1) Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam
2) Infeksi dan demam (>38oC)

10
3) Cairan ketuban hijau keruh dan berbau
4) Kehamilan multiple
5) Persalinan dan kehamilan kurang bulan
6) Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu
Faktor risiko pada bayi :
1) Prematuritas dan berat lahir rendah
2) Resusitasi pada saat kelahiran
3) Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian
ventilator, infus, pembedahan, akses vena central, kateterr
intratorakal
4) Bayi dengan galaktosemia
5) Asfiksia neonatorium
6) Cacat bawaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat
dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
a. Faktor maternal terdiri dari :
1) Ruptur selaput ketuban yang lama
2) Persalinan prematur
3) Amnionitis klinis
4) Demam maternal
5) Manipulasi berlebihan selama proses persalinan
6) Persalinan yang lama
b. Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang
terkena sepsis, tetapi tidak terbatas pada buruknya praktek cuci
tangan dan teknik perawatan, kateter umbilikus arteri dan vena,
selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang
trakeaeknologi invasive dan pemberian susu formula
c. Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki=laki, bayi prematur,
berat badan lahir rendah dan kerusakan mekanisme pertahanan
dari penjamu

11
2.4. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas
ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misal: kejadian
kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit
ginjal).Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan
pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang
menunjukkan pengurangan resiko.
a) Terapi nonfarmakologi
Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya di anjurkan
untuk modifikasi gaya hidup termasuk penurunan berat badan jika
kelebihan berat badan, melakukan diet makanan yang diambil DASH
(Dietary Approaches to Stop Hypertension), mengurangi asupan
natrium hingga lebih kecil sama dengan 2,4 g/hari (6 g/hari NaCl),
melakukan aktivitas fisik seperti aerobic, mengurangi konsumsi
alkohol dan menghentikan kebiasaan merokok. Penderita yang
didiagnosis hipertensi stage 1 atau 2 sebaiknya ditempatkan pada
terapi modifikasi gaya hidup dan terapi obat secara bersamaan.

12
b) Terapi Farmakologi

Gambar 1. Algoritma Hipertensi

Gambar 2. Algoritma Hipertensi pada Kehamilan

13
2.5. Penatalaksaan Sepsis Neonatus
Tata laksana umum dalam pengobatan sepsis neonatus adalah sebagai
berikut :
a) Termoregulasi
b) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, pemantauan ventilasi
serta sistem kardiovaskular
c) Perbaiki perfusi jaringan (Nacl loading, darah/plasma, obat inotropik,
dll)
d) Obat anti kejang bila terjadi neonatal fit, jitteriness dan lain-lain.
Dalam pemakaian antibiotik rasional pada pengobatan sepsis neonatus
dilakukan berdasarkan empiris sesuai dengan pola kuman dan resistensi
kuman penyebab yang tersering ditemukan di tempat tersebut. Selanjutnya
dilakukan tindakan segera setelah didapatkannya hasil kultur darah
kemudian sesuaikan jenis antibiotik dengan kuman penyebab dan pola
resitensinya. Bila hasil kultur steril 2-3 hari dan bayi secara klinis baik maka
pemberian antibiotik harus segera dihentikan.
Dalam hal pencegahan sepsis yang perlu dilakukan adalah sebagai
berikut :
a) Utamakan pemberian nutrisi melalui oral atau enteral dan hindarkan
pemberian secara parenteral jika perlu
b) Pemberian ASI eksklusif
c) Penerapan perawatan metode kangguru
d) Praktik cuci tangan
Selain itu, pemberian nutrisi parenteral pada bayi sepsis sangat
membantu dalam pengobatan. Hal ini disebabkan karena makin sakit dan
kecil seorang bayi maka cadangan nutrisi semakin sedikit sehingga
diperlukan dukungan nutrisi lebih besar. Dimana bayi sepsis mempunyai
kebutuhan energi lebig tinggi karena berfungsi dalam katabolisme yang
mana kebutuhannya minimal 60 kkal/kg/hari selama sespis akut dan 23-30%
pada penyakit paru kronik.

14
Prinsip pengobatan sepsis neonatorium adalah mempertahankan
metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan
pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu
Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya
memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi,
murah dan mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar
darah otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah
dari jaringan otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang
diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan
chloramfenicol, eritromisin atau sefalosforin atau obat lain sesuai hasil
tes resistensi.
Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorium ampisilin 200
mg/kg/BB/hari dibagi 3 atau4 kali pemberian, gentamisin 5
mg/kg/BB/hari dibagi dalam 2 pemberian, kloramfenikol
25/kg/BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian, sefalosforin
100mg/kg/BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian, eritromisin
500mg/kg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis.

15
2.6. Drug Related Problem (DRP)
Pharmaceutical Network Europe mendifinisikan masalah terkait obat (Drug
Related Problem) adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang
secara nyata atau potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan.
Pharmaceutical Care Network Europe (The PCNE Classification V6.2)
mengelompokkan masalh terkait obat sebagai berikut (Pharmaceutical Network
Europe,2006) :
1. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (Adverse Drug Reaction/ADR)
2. Masalah Pemilihan Obat (Drug Choice Problem)
3. Masalah Pemberian Dosis Obat (Drug Dosing Problem)
4. Masalah Pemberian/Penggunaan Obat (Drug Use/Administration Problem)
5. Interaksi Obat (Drugs Interaction)
6. Masalah lainnya (Others)

16
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN
3.1. Waktu dan Tempat Pengamatan
Waktu : 12-19 April 2016
Tempat : Ruang Perawatan Perinatal Risiko Tinggi (Peristi)
RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
3.2. Metode Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan mengambil data yang bersifat prospektif
dan retrospektif. Data diperoleh dari Rekam Medis Pasien meliputi biodata
pasien, riwayat pengobatan, catatatan perkembangan pasien, hasil
pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien serta daftar pemberian obat.
Selain itu, dilakukan pula wawancara dengan dokter, perawat dan keluarga
pasien. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengkajian pasien
diantaranya sebagai berikut :
1. Tahap pemilihan pasien berdasarkan diskusi dengan perawat dan case
manager serta melihat status pasien saat awal masuk ke ruang
perawatan perinatal risiko tinggi (Peristi).
2. Tahap pengambilan data pasien dengan mengumpulkan data-data
yang bersifat restrospektif yaitu satu malam saat pasien dilahirkan di
ruang kebidanan dan prospektif saat pengambilan data selama pasien
dirawat di NICU/Peristi.
3. Tahap pengkajian Drug Related Problem (DRP) berdasarkan literatur
yang mengacu pada klasifikasi masalah terkait obat (MTO) menurut
Pharmaceutical Care Network Europe Foundation (PCNE)
Classification V6.2 2003-2010 yang terdapat pada Pedoman Visite
(Kemenkes RI, 2011). Intervensi dan Rekomendasi terkait obat
diberikan kepada perawat dan dokter penanggung jawab pasien.

17
BAB IV
TINJAUAN KASUS
4.1. Data Pasien
Inisial Pasien : By Ny ER Berat Badan : 1345 gram
RM : 82XXXX Tinggi badan : 38 cm
BPJS : KJS Tanggal Lahir : 11 April 2016
Ruang Rawat : Perawatan Perinatal Risiko Tinggi (NICU)
4.2. Catatan Medis Pasien
Riwayat Prenatal : Anak perempuan Umur ke-2 dengan usia gestasi
(kehamilan) 33 minggu pukul 21.20 WIB.
Riwayat Penyakit Ibu : Hipertensi selama hamil, saat melahirkan 170/110
mmhg.
Riwayat Intranatal :Diagnosa ibu G2P1A0(Grafidaru, Partus, Abortus),
cara persalinan sectio caesarea, Pre Eklamsi Berat (PEB) Bekas Sectio
Sesar (BSC) 1x perburukan IUGR (Intra Uterin Growth Retardation) atau
dikenal Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), Presentase Bokong
(PresBok), lilitan tali pusar, Oligohidrominion (volume ketuban sedikit).
Faktor resiko : BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), Usia Kehamilan
< 37 Minggu
Kebutuhan sosial : Ayah merokok 1 bungkus/hari
Obat yang diberikan segera sesudah lahir :
Inj Vit K 1 mg IM
Salep Mata Kemicetin
Alergi : Tidak Ada Alergi
DPJP : Yenny Kumalasari Sp.A dan Letkol CKM Yeni Purnama
Sp.A.,M.Kes, MARS
Case Manager : Marzalena, AMK
Selama dirawat, pasien menjalani pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
mikrobiologi. Sample untuk uji mikrobiologi diambil dari darah pasien pada
tanggal 11 April 2016 dan hasil kultur didapat tanggal 19 April 2016

18
menunjukkan hasil negatif yang artinya tidak ditemukan adanya kuman dan
pertumbuhan kuman.
Data klinis menunjukkan rendahnya kadar p02, GDS dan cukup tinggi nilai
MCH dan pada hasil tanggal 14 April 2016 dan 16 April 2016 nilai hematologi
cukup signifikan menurun terutama pada nilai trombosit mencapai 7000 mmhg
sehingga bayi mendapatkan tranfusi darah guna mencegah kekurangan darah.
Selain itu, nilai Bilirubin Total cukup meningkat tinggi hingga mencapai 10,21
mg/dl yang dari normalnya <1,5 mg/dl. Dalam hal ini menunjukkan bahwa
penurunan nilai secara signifikan yang merupakan salah satu ciri dari sepsis.
4.3. Data Klinik
Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan laboratorium klinik pasien
Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal
12/4 14/4
Hematologi
Hemoglobin 16.6 14.5-22.5 g/Dl
Hematokrit 48 45-67 %
Eritrosit 4.2 4.0-6.0 juta/uL
Leukosit 9400 9000-30.000/uL
150.000-
Trombosit 280.000 400.000/uL
Golongan Darah A
Rhesus Positif
MCV 113 95-121 fL
MCH 39* 31-37 pg
MCHC 35

Kimia Klinik
Gula Darah
Sewaktu 55 < 140 mg/dL
CRP Semi
Kuantitatif <6 < 6 mg/L

19
CRP Kuantitatif 1.52* < 1 mg/dL
Billirubin Total 10.21* < 1.5 mg/dL
Billirubin Direk 0.30* < 0.3 mg/dL
Billirubin Indirek 9.91* < 1.1 mg/dL

Analisa Gas
Darah
Ph 7.204* 7.37-7.45
pCO2 46.9* 33-44 mmHg
pO2 30.7** 71-104 mmHg
Bikarbonat (HCO3) 18.7* 22-29 mmol/L
Kelebihan Basa
(BE) -8.5 (-2)-3 mmol/L
Saturasi O2 51.1* 94-98

Tabel 3.2Hasil pemeriksaan penunjang


Hasil Nilai
Data Klinik
12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 Rujukan
120-160
Denyut x/menit
Jantung 148 145 147 145 148 124 154 124 (bpm)
RR 48 46 50 46 50 48 52 42 40-60x/menit
Suhu 37.5 37.5 37 37.2 36.5 35.8 37 36.1 36.5-37.50C
Saturasi O2 96 96 98 96 98 95 98 97 94-98
Skala nyeri 1 1 2 2 1 2 2 1 0-5
Akral Jari Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat

20
Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi
Nama Pasien : By Ny ER/1 hari
Tanggal Periksa : 12 April 2016
Jenis Pemeriksaan Kultur darah dan Resistensi
Jenis Bahan Darah
Sediaan Langsung Tidak ditemukan adanya kuman
Hasil Biakan Tidak tampak pertumbuhan kuman
Resistensi test Tidak dilakukan

Hasil Pemeriksaan Radiografi Toraks Proyeksi AP


Jantung kesan tidak membesar
Aorta dan mediastirium superior tidak melebar
Trachea relatif di tengah kedua hillus tidak menebal
Corakan broncovascular kedua paru baik
Infiltrasi di perihiler dan parakardial kanan
Kedua hemidiafragma licin, kedua sinus kostofrenikus lancip
Tulang-tulang intak
Kesan : Cor dalam batas normal , Infiltrat di perihiler dan parakrdial
kanan DD/Pneumonia

21
Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
Tanggal Pukul Problem/Kejadian/Tindakan Klinisi
12/4 15.00 S : Pasien stabil dalam pengawasan
O : Tanda-tanda vita pasien dalam batas normal
A:Pemasangan CPAP (guna membantu jalur napas
pasien mengingat saturasi O2 Pasien cukup rendah 51,1
P : Pemberian antibiotik sesuai program yaitu
ceftazidime inj 2x67 mg dan gentamycin inj 1x67
mg/36 jam, ASI 8x1ml, PG 1 6cc/jam dan lipid
0,3cc/jam.
12/4 17.00 S : Orang tua tidak ada keluhan
O : Pasien ditemukan residu berwarna kecoklatan pada
ogt
A : stres ulcer
P : Lapor dokter Yeni Kumalasari pasien diberikan omz
inj 1x5 mg untuk mencegah stress ulcer
13/4 12.00 S : Orang tua menanyakan kondisi anaknya saat ini
O : Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal
A : Resiko syok sepsi dan Resiko kekurangan nutrisi
P:Pemasangan PICC guna membuat jalur terapi
pengobatan menuju central, pemberian antibiotik sesuai
program
14/4 09.00 Perawat mengambil darah untuk pemeriksaan billirubin
dan CRP ke II (sebagai penanda peradangan) dan
pemasangan fototerapi
S : Orang tua tidak ada keluhan
O : Tanda-tanda vital dalam batas normal hanya saja
pada hasil BAB pasien ditemukan meconium
(menandakan saluran pencernaan bayi normal)
A : syok spesis dan resiko nutrisi rendah

22
P : Syok sepsis tidak terjadi dan nutrisi bayi baik serta
lanjutkan pemberian pengobatan sesuai program
15/4 07.00 S : Bayi tidak demam, tidak edem(bengkak), tidak
sianosis (), tidak terpasang CPAP
O : Tanda-tanda vita bayi dalam batas normal
A : respiratory distress syndrom post CPAP, sepsis
awitan dini
P : lanjutkan terapi pengobatan sesuai program dan
pemberian nutrisi.
16/4 15.30 Perawat mengobservasi bayi diperoleh akral bayi
hangat, tangis kuat dan gerak aktif. OGT keluar produk
kemerahan maka minum tidak diberikan. Lapor ke dr.
Yenny Kumalawati. Saran dokter untuk cek darah
lengkap, membilas ogt dengan NaCl kemudian
pemberian OMZ menjadi 1x3 mg dan bayi dipuasakan.
16/4 21.00 Hasil laboratorium menunjukkan bahwa trombosit bayi
mencapai 7000/uL. Pemberian FFP 3x15 ml dan
dipertengahan pemberian FFP(Fresh Frozen Plasma)
diberikan inj vit K 1 mg/iv.
17/4 08.00 Transfusi FFP selesai kemudian tranfusi TC
(Thrombocyte Concentrate) 15 cc gol darah A
diberikan.
S : Orang tua bayi tidak ada keluhan
O : Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal dengan
pemsangan OGT, PICC dan heplock
A : Resiko syok sepsis dan nutrisi kurang
P : lanjutkan terapi pengobatan sesuai program dan
pemberian nutrisi.
18/4 09.00 S : Bayi tidak demam, tidak sesak, tidak sianosis, tidak
kuning, menangis saat dirangsang, tidak terpasang

23
CPAP dan OGT tidak ada residu
O : Tanda-tanda vital dalam batas normal, tampak sakit
sedang dan bibir lembab.
A : respiratory distress syndrom, post CPAP, sespsis
awitan dini, riwayat hiperbillirubin, pendarahan saluran
cerna, anemia dan thrombopenia
P : kebutuhan cairan PG 2 8,7 ml/jam, ASI 8x1 ml, lipid
0,6 ml/jam, pemberian FFP dab TC dipertengahan
diberikan vit K inj 1 mg iv. Antibiotik awal diganti
rencana antibiotik baru bila hasil kultur sudah keluar
dengan memberikan meropenem 2x 30 mg; amikin
2x10 mg; mycostatin 3x1 ml (0,5 dioleskan dan 0,5
ditelan); Erysanbe 3x25 mg per oral.
18/4 18.00 Hasil kultur belum keluar kemudian lapor dr sere. Saran
dokter sere diberikan antibiotik cefepime 2x70 mg/hari
dan amikasin 10mg/18 jam hingga hasil kultur keluar.
19/4 02.00 Pemberian TC selesai
19/4 08.00 S : orang tua tidak ada keluhan
O : Tanda-tanda vital dalam batas normal
A : resiko syok sepsis dan nutrisi kurang
P : syok sepsis tidak terjadi dan lanjutkan terapi
pengobatan sesuai program serta pemberian nutrisi
yaitu PG 2 8,7ml/hari; lipid 0,6ml/hari.

24
4.4.Profil Pengobatan
Tanggal Pemberian Obat
Nama Obat Rute Frekuensi 12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4 18/4
p s s m p s s m p s s m p s s m p s s m p s s m p s s m
Neo-K inj IV 1x1 S T O P S T O P S
Kemicetin EO Topikal 1x1 T
S T O P S O P S T O P
Ceftazidime 70mg inj IV 2x1
O
Gentamycine 6,75 mg inj IV 1x1/18 jam
P
Omeprazole 5 mg inj IV 1x1
Amikin 10 mg inj IV 1x1/18 jam
Mycostatin 1 ml drop Oral 3x1
Erysanbe 25 mg syr Oral 3x1
Cefepime 70 mg inj IV 2x1

Keterangan : Kolom berwarna merah sebagai tanda obat dihentikan

25
Tabel 3.4 Klasifikasi Obat

Nama Obat Keterangan

Neo-K inj Indikasi : Profilaksis dan pengobatan haemorrhage pada


bayi yang baru lahir.
Farmakologi : Phymenadione (vit k1) diperlukan untuk
pembentukan faktor pembekuan darah dalam hati seperti
faktor II (prothrombin), VII, IX dan X. Phytomenadione
berperan sebagai coenzym pada karboksilasi rantai
samping yang mengandung asam glutamat. Senyawa -
karboksil glutamil yang dihasilkan mengubah prekusor
menjadi faktor pembekuan aktif yang kemudian
dikeluarkan oleh sel hati ke dalam darah.
Efek samping : Hiperbillirubinemia dilaporkan pernah
terjadi pada bayi yang baru lahir jika obat diberikan
melebihi dosis yang dianjurkan. Pemberian secara
parenteral pada bayi baru lahir/ neonatus dapat
menyebabkan anemia hemolitik dan hemoglobinuria.
Hindari penggunaan intravena
Peringatan : efek koagulasi dari Phytomenadione akan
dihasilkan 1-2 jam setelah obat diberikan. Phytonadione
merupakan antagonis dari antikoagulan kumarin namun
tidak dapat menghambat kerja antikoagulan dari heparin.
Dosis : Untuk profilaksis hemorrhage pada bayi yang baru
lahir : 0,5-1 mg diberikan secara im, 1-6 jam setelah bayi
dilahirkan. Pengobatan hemorrhage pada bayi baru lahir :
1mg diberikan secara im atau sc.
Kemicetin EO Indikasi : antibiotik spektrum luas dan obat terpilih untuk
infeksi mata superfisial, konjungtivitis, blefaritis, keratitis,
keratokonjungtivitis, dakriosititis.

26
Farmakologi : Kloramfenicol bekerja menghambat sintesis
protein kuman dengan cara menghambat sintesis protein
kuman dengan cara berikatan pada ribosom 50S sehingga
menghambat pembentukan rantai peptida. Kadar puncak
plasma 1 jam setelah pemberian iv.
Peringatan : Pada neonatus dapat menimbulkan grey
syndrom.
Efek samping : kelainan darah yang reversible dan
ireversible seperti anemia aplastis (dapat berlanjut
leukemia), neuritis perifer, neuritis optik, eritema
multiforme, mual, muntah, diare, stomatits (inflamasi pada
mulut), glositis (infeksi lidah).
Dosis : 3-4x/hari
Ceftazidime inj Indikasi : Untuk infeksi berat yang peka terhadap
ceftazidime yaitu septikemia, bakteriemia. Meningitis,
pneumonia, bronchopneumonia, pleuritis, empyema, abses
paru, pyelonefritisn akut dan kronik, pyelitis, prostatitis,
cholecystitis, cholangitis peritonitis, abses intra abdominal,
penyakit inflamasi panggul, osteomyelitis, osteitis, artritis
septik, abses ginjal, selulitis, infeksi luka bakar.
Farmakologi : Ceftazidime adalah antibiotik sefalosforin
yang bersifat bakterisidal, taham terhadap betalaktamase
dan memiliki spektrum aktivitas antibakteri yang luas.
Secara in vitro ceftazidim aktif terhadap organisme gram
negatif, gram positif dan anaerob.
Dosis : Pada neonatus dan bayi < 2 bulan 25-60 mg/kg bb,
dalam 2 dosis terbagi. Bayi >2 bulan dan anak-anak : 30-
100 mg/kg bb/hari dalam 2-3 dosis terbagi. Besarnya dosis
dapat disesuaikan dengan jenis infeksi, derajat infeksi,
usia, berat badan dan fungsi ginjal dari penderita.
Efek samping : Lokal (flebitis atau tromboflebitis, nyeri

27
atau inflamasi di tempat suntik), Hipersensitivitas (erupsi
kulit, demam, pruritis, angiodema, anafilaksis),
Gastrointestinal (diare, mual, muntah, nyeri abdomen,
kolitis), Hematologi (leukopenia, neutropenia,
trombositopenia, limfositosis), Lain-lain (sakit kepala,
pusing, parestesia, perubahan nilai parameter laboratorium
seperti peningkatan SGOT, SGPT, LDH dan
alkalifosfatase dapat terjadi).
Peringatan : Jika terjadi reaksi alergi terhadap
ceftazidime, obat harus dihentikan. Reaksi hipersensitif
yang serius perlu diatasi dengan adrenalin, kortikosteroid,
antihistamin atau tindakan-tindakan lainnya. Penggunaan
jangka panjang dapat mengakibatkan pertumbuhan
berlebih dari organisme yang tidak peka (seperti Candida,
Enterococci). Penggunaan dosis tinggi harus diberikan
dengan hati-hati pada penderita yang mendapat
pengobatan bersama-sama dengan obat-obatan
nephrotoksik seperti antibiotik golongan aminoglikosida,
diuretik poten seperti furosemida karaena dapat
mempengaruhi fungsi renal.
Gentamycine inj Indikasi : Infeksi serius yang disebabkan oleh strain-strain
mikroorganisme yang rentan sebagai beriku :
Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Escherichia coli,
Klebsiella Enterobacter-Serratia sp., Citrobacter sp. Dan
Staphylococcus sp., efektif terhadap sepsis neonatal,
septikemia dan infeksi serius pada sistem saraf pusat
(meningitis), infeksi saluran kemih, saluran pernafasan,
saluran pencernaan (termasuk peritonitis), kulit, tulang dan
jaringan lunak (termasuk luka bakar).
Dosis : Gentamycin dapat diberikan secara intra muskular
atau intravena. Sebelum pengobatan, berat badan penderita

28
harus diketahui untuk perhitungan dosis yang tepat. Pada
neonatus prematur atau cukup bulan umur 1 minggu : 5
mg/kg berat badan per hari (2,5 mg/kg diberikan tiap 12
jam). Bayi (umur lebih dari 1 minggu sampai 1 tahun) : 7,5
mg/kg berat badan per hari (2,5 mg/kg diberikan tiap 8
jam). Bila diberikan secara intravena, gentamycin dapat
dilarutkan dalam dekstrosa 5% atau injeksi NaCl isotonik.
Efek samping : Nefrotoksisitas, anemia, purpura, demam,
pertumbuhan organisme yang tidak rentan, vertigo, tinitus,
telinga berdengung dan kehilangan pendengaran.
Peringatan : Peningkatan nefrotoksisitas telah dilaporkan
terjadi pada pemakaian aminoglikosida dan sefalosforin
secara bersamaan, serta hati-hati pada penderita dengan
gangguan neuromaskular seperti myasthenia gravis karena
obat ini dapat memperburuk kondisi lemah otot.
Omeprazole inj Indikasi : merupakan terapi pilihan untuk kondisi-kondisi
berikut yang tidak dapat menerima pengobatan peroral
seperti ulkus duodenum, ulkus gaster, esofagitis ulseratif
dan sindrom Zollinger-Ellison.
Farmokologi : Omperazole secara reversibel mengurangi
sekresi asam lambung dengan menghambat secara spesifik
enzym lambung pompa proton H+/K+ -ATPase dalam sel
parietal. Secara kimiawi dideskripsikan sebagai 5-
methoxy-2-[[(4-methoxy-3,5-dimethyl-2pyridinyl)
methyl]sulfinyl]-1H-benzimidazole. Omeprazole sodium
diabsorpsi dengan cepat. 95% omeprazole sodium terikat
pada protein plasma. Omeprazole dimetabolisme secara
sempurna terutama di hati, sekitar 80% metabolit
diekskresi melalui urin dan sisanya melalui feses.
Dosis : omeprazole dosis dewasa 20-40 mg 1x/hari selama

29
2-4 minggu. Tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk
omeprazole injeksi pada kasus gangguan hati, fungsi ginjal
dan pasien usia lanjut.
Efek samping : kebanyakan efek samping bersifat ringan
dan sementara tidak ada hubungan dan konsisten dengan
pengobatan
Amikasin inj Indikasi : Untuk pengobatan jangka pendek pada infeksi
serius yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif baik
gram negatif maupun gram positif yaitu septikemia
(termasuk sepsis neonatal), infeksi saluran pernafasan yang
serius, infeksi tulang dan sendi, infeksi sistem sarap pusat
(termasuk meningitis), infeksi kulit dan jaringan lunak,
infeksi intra abdominal (termasuk peritonitis), infeksi pada
luka bakar, infeksi pasca operasi (termasuk pasca bedah
vascular), infeksi saluran kemih yang mengalami
komplikasi dan rekuren.
Farmakokinetik : study farmakokinetik pada subyek
dewasa normal memperlihatkan waktu paruh serum lebih 2
jam dengan volume distribusi total rata-rata sebesar 24L
(28%BB). Dengan teknik ultrafiltrasi dilaporkan ikatan
protein serum berkisar 0-11%. Laju bersihan serum rata-
rata sekitar 100 mg/menit dan laju bersihan ginjal 94
ml/menit pada subyek dengan fungsi ginjal normal.
Amikasin diekskresikan terutama oleh filtrasi glomerolus.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau tekanan
filtrasi glomerolus yang berkurang, ekskresi obat menjadi
lebih lambat (efektif memperpanjang waktu paruh serum).
Oleh karena itu, fungsi ginjal harus dimonitor dengan
seksama dan dilakukan penyesuaian dosis.
Dosis : Neonatus dosis awal 10 mg/kg/BB/hari yang
diikuti dengan 7,5 mg/kg/BB setiap 18 jam untuk usia

30
gestasi 30-35 minggu.
Peringatan : Pemakaian bersamaan dengan sefalosporin
dan antibiotik aminoglikosida lain akan meningkatkan
nefrotoksisitas.
Efek samping : Reaksi hipersensitifitas terhadap amikasin,
ototoksisitas, nefrotoksisitas, neurotoksisitas, nausea,
vomitus, demam dan anemia.
Mycostatin drop Indikasi : pencegahan dan pengobatan infeksi Candida di
rongga mulut, esofagus dan saluran intestinal. Efektif
diberikan untuk pencegahan kandidiasis oral pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu penderita kandidiasis vagina
Dosis untuk anak dan bayi : untuk kandidiasis intestinal
dan oral (sariawan) adalah 1-2 ml suspensi diteteskan ke
dalam mulut 4 kali sehari dan diusahakan kontak dengan
are yang terinfeksi selama mungkin sebelum tertelan untuk
menghasilkan efek yang lebih baik. Lama pemberian
sampai 14 hari jika diperlukan. Pemberian harus
dilanjutkan selama 48 jam setelah lesi di mulut sembuh
untuk mencegah kekambuhan, tetapi lama pemberian tidak
boleh lebih dari 14 hari. Untuk pencegahan pada bayi yang
baru lahir dari ibu penderita kandidiasis vagina 1ml
suspensi diteteskan ke mulut 1 kali sehari
Efek Samping : mual,muntah dan nyeri hebat
gastrointestinal dilaporkan pada penggunaan dosis lebih
dari 4-5 juta unit sehari; jarang terjadi iritasi oral atau
sensitisasi, urtikaria, kemerahan; dilaporkan sangat jarang
terjadi sindroma Stevens-Johnson.
Farmakokinetik : Nystatin tidak diabsorpsi melalui kulit
yang utuh atau membran mukosa, hampir semua nystatin
yang diberikan per oral diekskresikan melalui feses dalam
bentuk utuh. Nystatin dalam kadar yang bermakna kadang-

31
kadang dapar muncul dalam plasma pasien insufisiensi
ginjal, selama terapi oral dengan bentuk dosis
konvensional. Nystatin tidak aktif terhadap bakteri,
protozoa atau virus.
Erithromycin syr Indikasi : sebagai alternatif untuk pasien yang alergi
penisilin, untuk pengobatan enteritis kampilobakter,
pneumonia, penyakit legionare, sifilis, uretritis non
gonokokus, prostatitis kronik, acne vulgaris dan profilaksis
difteri dan pertuasis.
Dosis : Anak-anak 30-50 mg/kgBB/hari diberikan dalam
dosis terbagi tiap 6 jam. Untuk neonatus 15-25 mg/kg/dose
8 jam
Efek samping : mual, muntah, nyeri perut, diare,
urtiikaria, ruam dan reaksi alergi lainnya, gangguan
pendengaran yang reversible pernah dilaporkan setelah
pemberian dosis besar, ikterus kolestatik dan gangguan
jantung (aritmia dan nyeri dada).
Cefepime inj Indikasi : infeksi saluran kemih dengan komplikasi dan
tanpa komplikasi, infeksi kulit dan jaringan penyangga
kulit tanpa komplikasi, infeksi saluran pernafasan bagian
bawah (pneumonia dan bronchopenia), terapi empirik
untuk pasien febrile neutropik, infeksi intra abdominal
dengan komplikasi.
Farmakologi : cefepime adalah bakterisidal yang kerjanya
menghambat sintesis bakteri pada dinding. Cefepime
merupakan spektrum yang luas untuk aktivitas in vitro
yang mencakup bakteri gram positif dan gram negatif.
Dosis : anak-anak (2 bulan-16 tahun) dosis maksimum
pasien anak-anak tidak melebihi dosis dewasa yang
dianjurkan. 25 mg/kg (dewasa 1gr) 12jam iv, severe inftn

32
50 mg/kg (dewasa 2g) 18 jam iv.
Peringatan : Untuk pemakaian jangka panjang jika terjadi
neutropenia, cefepime dihentikan dan gunakan antibiotik
alternatif lainnya.
Efek samping : Gejala hipersensitivitas terhadap
cefepime, gangguan pencernaan, sakit pada dada dan
takikardia.
Ket : a.Pharm europe b.Frank Sahnn 2014 c.IONI 2012 d.BNF For Child 2009

33
Penilaian Pemantauan Terapi Obat
Nama Obat Rute Frekuensi Indikasi Dosis Lazim (Literatur) Kesesuaian
Neo-K 1mg inj IV 1x1 Profilaksis dan pengobatan hemorrhage pada bayi yang 0,5-1mg/kg BB Kurang Sesuai
baru lahir
Kemicetin EO Topikal 1x1 Profilaksis pada infeksi mata Oleskan 3-4x/hari Kurang Sesuai
Ceftazidime 70mg inj IV 2x1 Terapi antibiotik pada syok sepsis 50 mg/kg/dose interval 12 jam Sesuai
Gentamycine 6,75 mg IV 1x1/18 jam Terapi antibiotik pada syok sepsis 5 mg/kgBB Sesuai
inj
Omeprazole 5 mg inj IV 1x1 Pencegahan gastric ulcer 2 mg/kgBB Kurang Sesuai
Amikin 10 mg inj IV 1x1/18 jam Terapi antibiotik pada Syok sepsis 10 mg/kg BB/18jam Sesuai
Mycostatin 1 ml drop Oral 3x1 Pro sistemik 4x1m Tidak Sesuai
Erysanbe 25 mg syr Oral 3x1 Pro kinetik 3x25 mg Sesuai
Cefepime 70 mg inj IV 2x1 Terapi antibiotik syok sepsis 25 mg/kg (dewasa 1gr) 12jam iv, Sesuai
severe inftn 50 mg/kg (dewasa 2g)
18 jam iv.
Keterangan: a.Pharmacopeia Europe b. Frank Shann2014 c. IONI 2012 d.BNF For Child 2009

34
4.5.Analisis Pemantauan Terapi Obat dengan PCNE
Masalah Penyebab Intervensi Hasil
M 1.1 Obat tidak efektif P 1.1 Pemillihan Obat tidak tepat I 1.2 Menanyakan atau mengkonfirmasikan MTO kepada H 0.0 Hasil Intervensi
Kemicetin salep mata penulis resep belum diketahui
Berdasarkan IONI 2012 I 1.5 Intervensi diajukan hasil tidak diketahui
efek samping bisa menyebabkan grey sindrom dan
merekomendasikan dengan penggunaan Oxytetrasiklin salep
mata yang efek sampingnya bisa lebih ditoleransi dan
merupakan guide line pada Panduan Yankes BBL Depkes 2010
M 2.1 Pasien menderita P 1.1 Pemillihan obat tidak tepat I 1.2 Menanyakan atau mengkonfirmasi MTO kepada penulis H 0.0 Hasil intervensi
ROTD penggunaan Ceftazidim 2x 70 resep belum diketahui
Trombopenia dan mg/mg BB/hari Tidak sesuai dengan tata laksana terapi antibiotik di SPM
leukopenia Berdasarkan SPM Ruang Peristi di Ruang Peristi dan penggunaan ceftazidime digunakan apabila
RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad penggunaan lini pertama resisten.
M 1.1 Obat tidak efektif P 3.2 Dosis terlalu tinggi I 1.2 Menanyakan atau mengkonfirmasi MTO kepada penulis H 1.0 Masalah terselesaikan
penggunaan Omz 5mg/kg BB/hari resep Omz sudah diturunkan
Berdasarkan Pharmacopeia Europe Penggunaan dosis lazim omz 2 mg/kg BB/hari dosisnya saat ingin
mengkonfirmasi
M 1.1 Obat tidak efektif P 5.1 Waktu penggunaan obat atau I 1.3 intervensi diajukan, disetujui oleh penulis resep H 1.0 Masalah terselesaikan

35
interval pemberian dosis tidak tepat Penggunaan neo-k sebagai profilaksis pada berat bayi < 1,5 kg tuntas
Penggunaan neo-k 1 mg sebagai adalah 0,5 mg
profilaksis haemorraghe
Berdasarkan Yankes BBL Depkes
2010
M 1.1 Obat tidak efektif P 5.1 Waktu penggunaan obat atau I 1.3 intervensi diajukan, disetujui oleh penulis resep H 1.0 Masalah terselesaikan
interval pemberian dosis tidak tepat Penggunaan amikasin sebagai pencegahan syok sepsis 1x 10 tuntas
Penggunaan Amikasin sebagai mg/ 18 jam
pencegahan syok sepsis 2x10
mg/hari
Berdasarkan Pharmacopeia Europe
M 1.2 Efek Pengobatan P 3.5 Tidak ada MTO I 4.1 Intervensi lain menanyakan dan memberikan informasi H 0.0 Hasil intervensi
tidak optimal Penggunaan ceftazidime dan kepada perawat ginjal perlu dipantau mengingat organ ginjal belum diketahui
gentamisin berakibat pada ginjal pasien belum sempurna
Berdasarkan IONI 2012

36
BAB V
PEMBAHASAN

Pasien By Ny E.R. lahir pada tanggal 11 April 2016 pukul 21.20


dengan proses sectio caesaria atas indikasi pre eklamsi berat dengan
perburukan presentase bokong (posisi bayi sungsang), oligohidramnion (air
keruban sedikit) dan terlilit tali pusar di kaki dengan Berat Badan Lahir
(BBL) 1345 gram, Panjang Badan (PB) 38 cm, Lingkar Kepala (LB) 23 cm,
Lingkar Dada (LD) 20 cm, Lingkar Perut (LP) 22 cm dengan usia gestasi
pada usia 33 minggu. Terapi pengobatan yang diberikan 1 jam setelah bayi
lahir dengan pemberian cendo fenicol eye oint secara topical di pinggir
kedua kelopak mata guna menghindari resiko infeksi serta pemberian vit K1
inj 1ml guna mencegah timbulnya pendarahan. Dalam hal ini, menurut data
IONI 2012 dalam klasifikasi efek samping cendo fenicol eye oint pada bayi
baru lahir bisa menyebabkan grey sindrom, mengingat efek samping bersifat
mayor diperlukannya alternatif pengobatan lain dengan merekomendasikan
penggunaan salep mata Oxytetrasiklin dimana hal ini merupakan guide line
pada Panduan Yankes BBl Depkes 2010, serta dalam pemberian inj vit K1
menurut Pharmacopeia Europe sebagai terapi profilaksis pada bayi dengan
berat <1,5 kg adalah 0,5 mg hal ini menandakan adanya dosis yang kurang
tepat sehingga diperlukan adanya penurunan dosis penggunaan inj vit K1.
Program awal terapi pengobatan pasien dengan memberikan antibiotik
Ceftazidime inj 2x67 mg dan Gentamicyn inj 1x6,75 tiap 36 jam, obat
diberikan pada pukul 01.00 WIB. Penggunan terapi kombinasi ini
merupakan terapi pengobatan dalam pencengahan sepsis pada neonatus.
Dalam hal ini dokter memberikan awal terapi ceftazidim dan gentamicyn
dikarenakan pola kuman yang terdapat di RSPAD sudah kurang sensitif
dengan pemberian guide line pertama. Dalam hal ini, menurut IONI 2012
menyatakan bahwa penggunaan obat golongan aminoglikosida seperti
gentamisin pada bayi baru lahir sangat merugikan karena berakibat pada

37
ginjal. Oleh karena itu, diperlukannya pemantauan khusus dalam setiap
penggunaan guna menghindari efek samping tersebut.
Pada tanggal 12 April dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan
pemeriksaan radiografi thoraks. Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak
tampak pertumbuhan kuman serta pada pemeriksaan radiografi thoraks
menandakan pasien terkena pneumonia. Tepat di hari yang sama tanggal 12
April pukul 17.00 pasien mengeluarkan residu berwarna kecoklatan pada
selang OGT. Dalam hal ini dokter Yeni Kumalawati memberikan terapi
penggunaan obat OMZ 1x5 mg guna mencegah stress ulcer sebab dalam
kasus seperti ini pasien prematur identik mengalami gangguan pada
pencernaan. Berdasarkan Pharmacopeia Europe penggunaan dosis lazim
omz pada bayi baru lahir adalah 2 mg/kg/BB/hari sehingga menunjukkan
ketidaksesuaian dosis penggunaan. Dengan demikian, diperlukan adanya
penurunan dosis.
Pada tanggal 14 April pukul 09.00 pasien mengeluarkan meconium
pada saat BAB. Hal ini menandakan bahwa kondisi pencernaan pasien
cukup baik. Pada hari yang sama hasil pemeriksaan selanjutnya mendakan
adanya peningkatan dalam pemeriksaan kimia klinik, salah satunya
pemeriksaan bilirubin total dan CRP. Dalam hal ini menandakan adanya
resiko sepsis pada bayi.
Pada tanggal 16 April pukul 15.30 pasien mengeluarkan residu
berwarna kemerahan pada selang OGT. Dalam hal ini dokter memberikan
nasehat kepada suster agar pasien berpuasa dan dalam penggunaan OMZ inj
setelah dilihat dosis lazim pada penggunaan neonatus menunjukkan adanya
dosis yang berlebih. Pada saat infin diintervensi ternyata dokter telah
menurunkan dosis penggunaan omeprazol menjadi 1x3 mg. Dalam tanggal
yang sama hasil pemeriksaan trombosit pasien semakin rendah (7000/uL).
Dalam hal ini dokter memberikan terapi pemberian FFP (Fresh Frozen
Plasma) sebanyak 3x15ml dan TC (Thrombosite Concentrate) sebanyak
3x15 ml, ditengah-tengah pemberian terapi ini diberikan vit K1 inj 1 ml

38
guna terhindarnya pendarahan (Terapi pemberian FFP selesai pada tanggal
17 April).
Pada tanggal 18 April rencana terapi diganti dengan meropenem dan
amikin, tetapi setelah ditunggu sampai pukul 18.00 hasil kultur belum
keluar kemudian dokter sere menyarankan untuk pemberian antibiotik
cefepime 2x70 mg/hari dan amikasin 2x10mg. Pada penggunaan amikasin
pada saat evaluasi penggunaan pada bayi prematur dibawah berat badan 1,5
kg adalahl 10 mg/kg. Berdasarkan Pharmacopeia Europe penggunaan
amikasin sebagai pencegahan syok sepsis 10mg/18 jam, hal ini menandakan
adanya dosis yang kurang tepat sehingga diperlukan adanya penyesuain
dosis sesuai terapi penggunaan.
Selain itu, terapi penggunaan mycostatin drop sebagai pro sistemik
janin dan erysanbe syr 3x25 mg sebagai prokinetik (intoleransi terhadap
minum). Pada setiap harinya pasien mengalami perbaikan sehingga pada
tanggal 25 April pasien pindah ke dalam Level II di ruang perinatal resiko
tinggi.
Dalam pengambilan data kondisi klinis pasien selain melakukan
kegiatan pemantauan terapi obat dilakukan pula kegiatan konseling terhadap
orang tua pasien guna menunjang pengobatan yang optimal, dimana dalam
kegiatan ini dilakukan dengan sepengetahuan kepala tim (katim) dan dokter
ruangan yang merawat untuk menghindari konseling yang berbeda antar
para medis yang dapat membuat pasien kebingungan. Adapun konseling
yang diberikan kepada orang tua pasien, meliputi :
1. Selalu menjaga kebersihan setiap kali melakukan kontak dengan pasien.
2. Mengingat produksi ASI pada ibu pasien mengalami penurunan maka
diperlukan asupan penambah ASI seperti mengkonsumsi sayur katuk
atau obat asifit guna bila mengingat pentingnya ASI bagi
perkembangan bayi baru lahir.

39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
1. Terapi pengobatan pasien bayi pada ruang perawatan peristi telah
dilakukan sesuai prosedur RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad hanya saja
diperlukannya manajemen strategi terapi antibiotik yang bisa lebih
mempertimbangkan toksisitas pada pasien seperti ototoksik yang
ireversibel mengingat kondisis organ pasien yang belum sempurna.
2. Pasien bayi Ny E dalam kondisi perbaikan dan pada tanggal 25 April
telah dipindahkan ke ruangan dengan level II.
3. Apoteker memiliki peran penting saat pemberian obat dan monitoring
pengobatan terhadap progesifitas/perbaikan kondisi pasien
4.2. Saran
1. Sebaiknya dalam ruangan perawatan terdapat apoteker yang senantiasa
memantau dan memonitoring terapi obat untuk pasien.
2. Perlunya fasilitas penunjang agar dapat dilakukan Pemantauan Kadar
Obat dalam Darah (PKOD)
3. Keluarga : diberikan edukasi untuk membantu ibu bayi Ny E dalam
mengontrol kesehatan ibunya guna menjaga produksi ASI ibu
mengingat keutamaan ASI sangat baik untuk proses pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
4. Perawat : Perawat diiharapkan dapat bekerja sama dengan baik dalam
melakukan koordinasi dan komunikasi terkait penggunaan obat guna
mencegah terjadinya DRP (Drug Related Problem).

40
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes. RI. (2011). Pedoman Visite. Jakarta: Dirjenbinfar


Kemenkes. RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
58 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Jakarta
Kemenkes. RI. (2011). Pedoman Pelayanan Kefarnasian Untuk Terapi Antibiotik.
Jakarta : Dirjenbinfar.
Kemenkes. RI. (2010). Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis
Perlidungan Anak. Jakarta : Direktorat Kesehatan Anak Khusus.
Kemenkes. RI. (2011). Pedoman Teknis Pemberian Injeksi Vitamin K1 profilaksis
Pada Bayi Baru Lahir. Jakarta : Dirjenbin Gizi dan kesehatan Ibu dan Anak.
Departemen Kesehatan. RI. (2012). Informasi Obat Nasional Indonesia. Jakarta :
DirjenBPOM.
Departemen Kesehatan. RI. (2007). Penatalaksanaan Neonatorum. Jakarta :
Health Technology Assessment Indonesia.
RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. (2012). Standart Pelayanan Medik (SPM)
Ruang Perawatan Perinatal Risiko Tinggi. Jakarta
Royal Childrens Hospital. (2014). Drug Doses 16th Edition. Australia.
Royal Womens Hospital. (2005). Neonatal Pharmacopeia 2nd Edition, Australia.
Cipolle, R.J., Strand, L. M., and Morley, P. C. (1998). Pharmaceutical Care
Practice. The McGraw-Hill Companies: New York.
Dipiro et.al. (2008). Pharmacotherapy : A Pathofisiolic Approach 7th. McGraw
Hill Companies: New York.
Kendall, M. J. (2009). British National Formulary For Children. BMJ Group and
RPS Publishing : London.
Simbolon. D. (2008). Faktor Risiko Sepsis pada Bayi baru Lahir di RSUD
Kabupaten Rejang Belong. Bengkulu. Diakses dari
http://www.google.com.pdf pada 17 April 22.00
Juniatiningsih. A, Aminullah. A, Firmansyah. A,. (2008). Profil Mikroorganisme
Penyebab Sepsis neonatorum di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah

41
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jakarta. http://www.google.com.pdf
pada 17 April 22.00
Effendi S. H., (2013). Sepsis Neonatal Penatalaksanaan Terkini serta berbagai
masalah Dilematis. Bandung. http://www.google.com.pdf pada 18 April
22.00
Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC
Sarwono, S. W. Psikologi remaja. Edisi revisi 8. Jakarta : Raja Grafindo Pustaka,
2004.
Mochtar, Roestam, 2005. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Wijayarini. 2005. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

42
DAFTAR LAMPIRAN

43

Anda mungkin juga menyukai