Anda di halaman 1dari 6

Cholesteatoma of External Ear

A. Definisi
Kolesteatom adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin)4. Deskuamasi
tersebut dapat berasal dari kanalis auditoris externus atau membrana timpani. Apabila terbentuk
terus dapat menumpuk sehingga menyebabkan kolesteatom bertambah besar4. Kolesteatoma dapat
terjadi di kavum timpani dan atau mastoid5.

B. Etiologi
Kolesteatoma biasanya terjadi karena tuba eustachian yang tidak berfungsi dengan baik karena
terdapatnya infeksi pada telinga tengah. Tuba eustachian membawa udara dari nasofaring ke telinga
tengah untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan udara luar6. Normalnya tuba ini kolaps
pada keadaan istirahat, ketika menelan atau menguap, otot yang mengelilingi tuba tersebut
kontraksi sehingga menyebabkan tuba tersebut membuka dan udara masuk ke telinga tengah7. Saat
tuba eustachian tidak berfungsi dengan baik udara pada telinga tengah diserap oleh tubuh dan
menyebabkan di telinga tengah sebagian terjadi hampa udara 6. Keadaan ini menyebabkan pars
plasida di atas colum maleus membentuk kantong retraksi, migrasi epitel membran timpani melalui
kantong yang mengalami retraksi ini sehingga terjadi akumulasi keratin8. Kantong tersebut menjadi
kolesteatoma. Kolestoma kongenital dapat terjadi ditelinga tengan dan tempat lain misal pada
tulang tengkorak yang berdekatan dengan kolesteatomanya 6.
Perforasi telinga tengah yang disebabkan oleh infeksi kronik atau trauma langsung dapat menjadi
kolesteatoma. Kulit pada permukaan membran timpani dapat tumbuh melalui perforasi tersebut
dan masuk ke dalam telinga tengah7.
Beberapa pasien dilahirkan dengan sisa kulit yang terperangkap di telinga tengah (kolesteatoma
kongenital) atau apex petrosis7.

C. Patogenesis
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain adalah: teori
invaginasi, teori imigrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah
dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan;
kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah atau menurut pemahaman
Djaafar (2001) kolesteatoma dapat terjadi karena adanya epitel kulit yang terperangkap.
Sebagaimana diketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamosus epithelium)
pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/ terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga
merupakan suatu daerah Cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam
waktu yang lama maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan
terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma 4 .

1. Teori invaginasi
Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrana timpani pars plasida karena
adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba 4.
2. Teori imigrasi
Kolesteatoma terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi
membrana timpani ke telinga tengah4. Migrasi ini berperan penting dalam akumulasi debris keratin
dan sel skuamosa dalam retraksi kantong dan perluasan kulit ke dalam telinga tengah melalui
perforasi membran timpani.
3. Teori metaplasi
Terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama4 .
4. Teori implantasi
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat adanya implantasi epitel kulit
secara iatrogenik ke dalam telinga tengah waktu operasi, setelah blust injury, pemasangan ventilasi
tube atau setelah miringotomi 4
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman, yang paling sering adalah
Pseudomonas aerogenusa. Pembesaran kolesteatom menjadi lebih cepat apabila sudah disertai
infeksi, kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan
nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat dengan adanya
pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah
timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak 4 .
D. Klasifikasi
Kolesteatoma dapat dibagi menjadi dua jenis:
1.Kolesteatom kongenital, yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan
membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di kavum timpani,
daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle 4 .
2.Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir
a. Kolestetoma akuisital primer
kolestetoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrana timpani. kolestetoma timbul
akibat terjadi proses invaginasi dari membrana timpani pars plasida karena adanya tekanan negatif
ditelinga tengah akibat gangguan tuba (teori invaginasi) 4 .
b. Kolestetoma akuisital sekunder
kolestetoma terbentuk setelah adanya perforasi membrana timpani. kolestetoma terbentuk akibat
dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membrana timpani ke telinga
tengah (teori immigrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi
yang berlangsung lama (teori metaplasia) 4 .

E. Gejala Klinis
1. Nyeri
Pasien mengeluh nyeri tumpul dan otore intermitten akibat erosi tulang dan infeksi sekuder9.
Perasaan sakit dibelakang atau didalam telinga dapat dirasakan terutama pada malam hari sehingga
dapat menyebabkan tidak nyaman pada pasien6.
2. Pendengaran berkurang
Kolesteatoma dapat tetap asimtomatik dan mencapai ukuran yang cukup besar sebelum terinfeksi
atau menimbulkan gangguan pendengaran, dengan akibatnya hilangnya tulang mastoid, osikula, dan
pembungkus tulang saraf fasialis10.
3. Perasaan penuh
Kantong kolesteatoma dapat membesar sehingga dapat menyebabkan perasaan penuh atau tekanan
dalam telinga, bersamaan dengan kehilangan pendengaran 6.
4. Pusing
Perasaan pusing atau kelemahan otot dapat terjadi di salah satu sisi wajah (sisi telinga yang
terinfeksi) 6.

F. Histologis
Kolesteatoma secara histologis adalah kista sel-sel keratinisasi skuamosa benigna yang disusun atas
tiga komponen, yaitu kistik, matriks dan perimatrik. Kistik tersusun atas sel skuamosa keratinisasi
anukleat berdiferesiansi penuh. Matriks terdiri atas epitel skuamosa keratinisasi seperti susunan
kista. Perimatrik atau lamina propria merupakan bagian kolesteatoma yang terdiri atas sel-sel
granulasi yang mengandung kristal kolesterol. Lapisan perimatriks merupakan lapisan yang
bersentuhan dengan tulang. Jaringan granulasi memproduksi enzim proteolitik yang dapat
menyebabkan desktruksi terhadap tulang.1.

G. Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat keluhan pada telinga sebelumnya harus di selidiki untuk memperoleh gejala awal
kolesteatoma. Gejala yang sering dikeluhkan adalah otore, otalgia, obstruksi nasal, tinitus dan
vertigo. Riwayat penyakit dahulu menderita penyakit pada telinga tengah seperti otitis media dan
atau perforasi membrana timpani harus ditanyakan, kehilangan pendengaran unilateral progresif
dengan otore yang berbau busuk1, riwayat operasi sebelumnya8.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan kepala dan leher, dengan perhatian terutama pada
pemeriksaan telinga. Penilaian umum untuk menghindari terlewatnya penilaian demam, perubahan
status mental dan penilaian lainnya yang dapat memberikan petunjuk kearah komplikasi5.
Otomikroskopi merupakan alat pada pemeriksaan fisik untuk mengetahui dengan pasti
kolesteatoma. Diperlukan aural toiletisasi untuk menghilangkan otore, debris atau lapisan kulit
sehingga visualisasi dapat lebih jelas. Membran timpani harus diperiksa dengan teliti. Retraksi sering
terdapat pada attic atau membran timpani kuadran posterosuperior5.
Akumulasi debris skuamosa dapat dijumpai pada kantongnya. Terdapat juga perforasi membrana
timpani, pemeriksaan mukosa telinga tengah untuk menilai ada atau tidaknya udema, dan jaringan
granulasi5.
Tes Rinne dan Weber dengan menggunakan garputala 512 Hz didapatkan hasil tuli konduksi,
sebaiknya dibandingkan dengan pemeriksaan audiometri5.
3.Audiometri
Audiometri nada murni dengan konduksi udara dan tulang, ambang penerimaan pembicaraan dan
pengenalan kata umumnya dipakai untuk menetapkan tuli konduksi pada telinga yang sakit. Derajat
tuli konduksi bervariasi tergantung beratnya penyakit5. Tuli konduksi sedang > 40dB menyatakan
terjadinya diskontinuitas ossikula, biasanya karena erosi posesus longus incus atau capitulum
stapes8.
4.Timpanometri, dapat menurun pada penderita dengan perforasi membran timpani8.
5.Radiologi
Pemeriksaan radiologi preoperasi dengan CT scan tulang temporal tanpa kontras dalam potongan
axial dan koronal8 dapat memperlihatkan anatomi, keluasan penyakit dan skrening komplikasi
asimptomatik8. CT scan tidak essensial untuk penilaian preoperasi, dikerjakan pada kasus revisi
pembedahan sebelumnya, otitis media supuratif kronik, kecurigaan abnormalitas kongenital atau
kasus kolesteatoma dengan tuli sensorunerual, gejala vestibular atau komplikasi lainnya1.
Kolesteatoma kongenital di diagnosa pada anak usia pre sekolah, dapat timbul pada telinga tengah
atau dalam membrana timpani. Kolesteatoma kongenital yang melibatkan telinga tengah
diidentifikasi sebagai massa putih atau seperti mutiara yang letaknya medial terhadap kuadran
anteo superior dari membran timpani intak.5, pars placida dan pars tensanya normal, tidak ada
riwayat otore atau perforasi sebelumnya, tidak ada riwayat prosedur otologi8.
Kolesteatoma akuisital umumnya didiagnosa pada anak dengan usia lebih tua dan dewasa dengan
riwayat adanya penyakit telinga tengah. Kolesteatoma sering ditemukan pada membrana timpani
kuadran postero superior dengan membran timpaninya retraksi dan atau perforasi. Pengurangan
pendengaran terjadi seiring meluasnya penyakit5.

H. Penatalaksanaan
1. Terapi awal
Terapi awal terdiri atas pembersihan telinga, antibiotika dan tetes telinga. Terapi bertujuan untuk
menghentikan drainase pada telinga dengan mengendalikan infeksi 6. Pada kantong dengan retraksi
yang awal dapat dipasang timpanostomi8.
2. Terapi pembedahan
Kolestoma merupakan penyakit bedah. Tujuan utama pembedahan adalah menghilangkan
kolesteatoma secara total. Tujuan kedua adanya mengembalikan atau memelihara fungsi
pendengaran. Tujuan ketiga adalah memeliharan sebisa mungkin penampilan anatomi normal.
Prosedur pembedahan diterapkan pada individu dengan tanda-tanda patologis. Keluasan penyakit
akan menentukan keluasan pendekatan pembedahan1.
Kolesteatoma besar atau yang mengalami komplikasi memerlukan terapi pembedahan untuk
mencegah komplikasi yang lebih serius. Tes pendengaran dan keseimbangan, rontgen mastoid dan
CT scan mastoid diperlukan. Tes tersebut dilakukan dengan maksud untuk menentukan tingkat
pendengaran dan keluasan desktruksi yang disebabkan oleh kolesteatomanya sendiri 6.
Sebagaimana prosedur pembedahan lainnya, konseling preoperatif dianjurkan. Konseling meliputi
penjelasan tujuan pembedahan, resiko pembedahan (paralisis fasial, vertigo, tinnitus, kehilangan
pendengaran), memerlukan follow up lebih lanjut dan aural toilet 1.
Prosedur pembedahan meliputi:
a. Canal Wall Down Procedure (CWD)
b. Canal Wall Up Procedure (CWU)
c. Trancanal Anterior Atticotomi
d. Bondy Modified Radical Procedure
Berbagai macam faktor turut menentukan operasi yang terbaik untuk pasien. Canal-wall-down
prosedur memiliki probabilitas yang tinggi membersihkan permanen kolesteatomanya. Canal-wall-
up procedure memiliki keuntungan yaitu mempertahankan penampilan normal, tetapi resiko tinggi
terjadinya rekurensi dan persisten kolestatoma. Resiko rekurensi cukup tinggi sehingga ahli bedah
disarankan melakukan tympanomastoidectomi setelah 6 bulan sampai 1 tahun setelah operasi
pertama3.
3. Follow up
Tiap pasien dimonitor selama beberapa tahun. Rekurensi dapat terjadi setelah pembedahan awal.
Follow up meliputi evaluasi setengah tahunan atau tahunan, bahkan pada pasien yang
asimptomatik3.
Pasien yang telah menjalani canal-wall-down prosedure memerlukan follow up tiap 3 bulan untuk
pembersihan saluran telinga. Pasien yang menjalani canal- wall-up prosedur umumnya memerlukan
operasi tahap kedua selelah 6-9 bulan dari operasi pertama. Follow up dilakukan 6 bulan sampai
dengan 1 tahun untuk mencegah terjadinya kolesteatoma persisten atau rekurensi3.

I. Komplikasi
1. Tuli konduksi
Tuli konduksi merupakan komplikasi yang sering terjadi karena terjadi erosi rangkaian tulang
pendengaran. Erosi prosesus lentikular dan atau super struktur stapes dapat menyebabkan tuli
konduksi sampai dengan 50dB. Kehilangan pendengaran bervariasi sesuai dengan perkembangan
myringostapediopexy atau transmisi suara melalui kantong kolesteatoma ke stapes atau footplate.
Rangkaian tulang-tulang pendengaran selalu intak1.
2. Tuli sensorineural
Terdapatnya tuli sensorineural menandakan terdapatnya keterlibatan labyrinth1.
3. Kehilangan pendengaran total
Setelah operasi sebanyak 3% telinga yang dioperasi mengalami kerusakan permanen karena
penyakitnya sendiri aau komplikasi proses penyembuhan. Pasien harus diberikan penjelasan tentang
kemungkinan kehilangan pendengaran total 1.
4. Paralisis fasialis
Paralisis fasialis disebabkan karena hancurnya tulang diatas nervus fasialis 7. Paralisis dapat
berkembang secara akut mengikuti infeksinya atau lambat dari penyebaran kronik kolesteatomanya.
Pemeriksaan CT tulang temporal diperlukan untuk membantu keterlibatannya. Tempat umum yang
terjadi adalah gangglin genikulatum pada epitimpanicum anterior1.
5. Fistula labyrinthin
Fistula labyrinthin terjadi pada 10% pasien dengan infeksi kronik dengan kolesteatoma. Fistula
dicurigai pada pasien dengan gangguan tuli sensorineural yang sudah berjalan lama dan atau vertigo
yang diinduksi dengan suara atau perubahan tekanan pada telinga tengah1.
6. Intrakranial
Komplikasi intrakranial seperti abses periosteal, trombosis sinus lateral dan abses intrakranial terjadi
pada 1% penderita kolesteatoma. Komplikasi intra kranial ditandai dengan gejala otore maladorous
supuratif, biasanaya dengan nyeri kepala kronik, nyeri dan atau demam1.

DAFTAR PUSTAKA

1.Underbrink, M., 2002, Cholesteatoma, UTMB, Dept. of Otolaryngology,


http://www.rcsullivan.com/www/ears.htm.
2.Ajalloueyan, M., 2006, Surgery in Cholesteatoma: Ten years Follow-up, IJMS Vol 31, No 1, March
2006.
3.Roland, P. S., 2006, Middle Ear, Cholesteatoma, http://www.emedicine.com
4.Djaafar, Z. A., 2001, Kelainan Telinga Tengah dalam buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
5.Kennedy, K., 1999, Cholesteatoma: Pathogenesis and Surgical Management,
http://www.otohns.net/default.asp?id=14160.
6.Anonim, 2006, Cholesteatoma, American Academy of Otolaryngology,
http://www.entnet.org/index2.cfm.
7.Anonim, 2002, Cholesteatoma, http://www.earsite.com/tumors/procedure_one.html.
8.Hauptman, G., Makishma, T, 2006, Cholesteatoma, Department of Otolaringology, University of
Texas Medical Branch.
9.Boies, L. R., 1997, Penyakit Telinga Luar dalam buku Boies Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta.
10.Paparella, M. M., Adams, G. L., Levine, S., 1997, Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid alam buku
Boies Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai