Anda di halaman 1dari 4

TUR P (Reseksi Prostat Transuretra)

Saat ini tindakan TURP merupakan tindakan operasi paling


banyak dilakukan. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan
mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap
lancar dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa
larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat
operasi. Cairan yang sering dipakai adalah H2O steril (aquades). Salah satu
kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat
masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada
saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremi
relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR 12P.
Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen,
tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera disertai,
pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya mengakibatkan koma
dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TUR P iniadalah sebesar 0.99 %.
Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik
yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades antara adalah cairan
glisin, membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam,dan memasang
sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi
prostat (Purnomo, 2010).
Perawatan Post bedah
Rencana perawatan harus berdasarkan tipe pembedahan, alasanya pembedahan
dan respon pasien terhadap pembedahan.
1. Irigasi kateter secara terus-menerus dan intermitten pada 24 jam post operasi
sampai tidak terbentuk clot pada aliran dari bladder. Observasi masukan dan
pengeluaran irigasi. Pemberian cairan irigasi secara terus-menerus sampai aliran
drain warna merah muda tanpa clot.
2. Cloting darah normal muncul pada 24-36 jam pertama post operasi tetapi jika
urin berwarna merah dapat diindikasikan perdarahan.
3. Kateter disambungkan pada sistem drain tertutup, akumulasi sekret sekitar
meatus dibersihkan dengan sabun dan air.
4. Spasme bladder terjadi akibat iritasi pemasangan kateter atau clot yang
menyumbat kateter. Jika terjadi spasme bladder akibat clot pada kateter, hilangkan
clot dengan irigasi kateter sehingga aliran urin lancar. Beri belladona dan opium
supositoria untuk mengurangi nyeri dan spasme.
5. Tonus otot spingter akan menurun setelah pelepasan kateter urin dan
mengakibatkan incontinensia urin atau urin menetes. Fungsi tonus ototspingter
dapat ditingkatkan dengan kegel exercise. Kontinence meningkatselama 12 bulan.
6. Observasi tanda-tanda infeksi post operasi: observasi luka operasi meliputi
kemeraham, keadaan lupa, nyeri dan drain purulen. Manipulasi rektal meliputi
temperatur rektal dan enema harus dihindari (kecuali pemberian lubrikasi pada
belladona dan opium supositoria).
7. Intervensi diet: beri diet yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
8. Aktivitas yang dapat menigkatkan tekanan abdominal meliputi duduk,
berjalan dan mengejan saat BAB harus dihindari.
Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3
lubang (treeway catheter) ukuran 24 Fr. Ketiga lubang tersebut gunanya :
1. untuk mengisibalon, antara 30 40 ml cairan
2. untuk melakukan irigasi/spoling
3. untuk keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).

Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan
merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 5 kg
Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. Paling lambat pagi
harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha bagian
proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian
penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat
yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-
buli karena mengalami ischemia. Tujuan pemberian spoling/irigasi :

1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.


2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter
3. Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ

Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat
dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap
jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas. Kateter dilepas
pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi penderita.
Bisa atau tidak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau
dilakukan uroflowmetri. Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter
dilepas :
1. Terbentuknya bekuan darah
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat
obstruksi.
TUR P
Setelah TUR P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30
40 ml. Kateter di tarik untuk membantu hemostasis Intruksikan klien untuk tidak
mencoba mengosongkan bladder Otot bladder kontraksi nyeri spasme CBI
(Continuous Bladder Irigation) dengan normal salin mencegah obstruksi atau
komplikasi lain CBI P. Folley cateter diangkat 2 3 hari berikutnya Ketika
kateter diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran normal.
Post TUR P : urine bercampur bekuan darah, tissue debris meningkat intake
cairan minimal 3000 ml/hari membantu menurunkan disuria dan menjaga urine
tetap jernih.
OPEN PROSTATECTOMY
Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spasme
atau pergerakan Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam
Arterial bleeding urine kemerahan (saos) + clotting Venous bleeding urine seperti
anggur traction kateter Vetropubic prostatectomy Observasi : drainage purulent,
demam, nyeri meningkat deep wound infection, pelvic abcess Suprapubic
prostatectomy

Anda mungkin juga menyukai