Oleh
FATMA SYAM
R014191031
( ) ( )
C. Komplikasi
a) Impotensi (disfungsi ereksi)
Efek dari pembengkakan prostat yang pertama adalah impotensi.Impotensi
atau disebut juga disfungsi ereksi merupakan kesulitan mencapai atau
mempertahankan ereksi (penis mengeras saat terangsang). Meskipun kondisi ini
umumnya disebabkan oleh masalah kesehatan lain seperti penyakit jantung,
diabetes, kadar testosteron yang rendah, serta masalah psikologis tertentu,
pembengkakan prostat bisa jadi salah satu pemicunya.
Pada kondisi ini biasanya diakibatkan oleh prosedur transurethral resection of
the prostate (TURP). Prosedur bedah ini memang biasanya dilakukan pada pasien
BPH.Dikutip dari Healthline, sekitar 5-10 pria mengalami impotensi setelah
menjalani pembedahan ini.Selain prosedur TURP, obat untuk mengobati
pembengkakan prostat yakni alpha blocker juga dapat menyebabkan kesulitan
ejakulasi dan disfungsi ereksi. Alpha blocker seperti doxazosin (Cardura) dan
terazosin (Hytrin) membuat pria lebih susah berejakulasi karena cara kerja obat ini
yaitu mengendurkan kandung kemih dan sel-sel otot prostat. Salah satu komplikasi
pasca operasi yang dapat ditimbulkan setelah TURP yakni dapat menyebabkan
disfungsi ereksi. Sejumlah pasien mengalami DE 3 bulan setelah TURP.
b) Ejakulasi retrograde
Tak hanya itu, prosedur TURP juga menyebabkan ejakulasi retrogade atau
yang disebut juga dengan orgasme kering. Hal ini membuat air mani (sperma) yang
seharusnya keluar saat orgasme malah masuk kembali ke kandung kemih, bukan
keluar melalui penis seperti seharusnya.
Menurut Harvard Medical School, sebanyak 50-75 persen pria yang
menjalani TURP mengalami ejakulasi retrograde.Kondisi ini tidak berbahaya,
hanya saja bisa membuat pria tidak subur.Selain itu, hal ini juga bisa mengurangi
kepuasan seksual pasangan Anda. Ejakulasi retrograde tidak berbahaya, tetapi
dapat menyebabkan infertilitas. Ini membuat inseminasi 'alami' menjadi tidak
mungkin.
c) Gairah seksual menurun
Inhibitor alpha reductase seperti dutasteride dan finasteride diresepkan oleh
dokter untuk pasien pembengkakan prostat.Sayangnya, obat ini memiliki efek
samping yaitu menyebabkan penurunan gairan seksual pada pria.Pria yang
mengonsumsi obat-obatan ini juga dapat mengalami jumlah sperma yang lebih
rendah, volume sperma berkurang, dan gerakan sperma yang lebih lambat.
D. Penatalaksanaan
a. Persiapan TURP
a) Klien puasa paling tidak 8 jam sebelum operasi dilakukan.
b) Bila menggunakan obat seperti aspirin dan ibuprofen maka harus berhenti
paling tidak 2 minggu sebelum operasi karena obat tersebut dapat
mempengaruhi pembekuan darah.
c) Harus diinformasikan tentang kondisi kesehatan, seperti hipertensi, diabetes,
anemia.
d) Harus diinformasikan tentang obat dan suplemen yang dikonsumsi, baik resep
dari dokter atau bukan.
e) Pemeriksaan darah rutin (CBC, coagulation profile, urinalisis, Xray, CT
abdomen).
b. Prosedur TURP
TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut resektoskop dengan suatu
lengkung diathermi. Jaringan kelenjar prostat diiris selapis demi selapis dan
dikeluarkan melalui selubung resektoskop. Perdarahan dirawat dengan memakai
diathermi, biasanya dilakukan dalam waktu 30 sampai 120 menit, tergantung
besarnya prostat.
c. Post TURP
Continuous bladder irrigation adalah sebuah prosedur yang dirancang untuk
mencegah formasi dan retensi clot sehubungan dengan dilakukannya TURP.
Afrainin, Syah (2010) menjelaskan ContinuousBladder Irrigation (CBI) merupakan
tindakan membilas atau mengalirkan cairan secara berkelanjutan pada bladder untuk
mencegah pembentukan dan retensi clot darah yang terjadi setelah operasi
transurethral resection of theprostate (TURP). Prosedur ini dilakukan dengan
memasukkan kateter threeway ke dalam uretra hingga ke kandung kemih. Prosedur
ini umumnya dilakukan pada 24 jam pertama post operasi TURP dan dilakukan
sebagai bagian dari perawatan post operatif post operasi TURP. Irigasi bladder tidak
boleh dianggap remeh oleh perawat karena risiko komplikasi yang dapat timbul
seperti perdarahan, retensi clot, infeksi genitourinari, dan kegagalan untuk
mengosongkan kandung kemih (Mebust, Holtgrewe, Cockett, and Petters, 1989
dalam Afrainin, 2010). Penggunaan kateter tertutup dengan aliran yang
berkelanjutan dapat digunakan dengan kecepatan aliran yang direkomendasikan 500
ml/jam. Normal saline juga sangat dianjurkan sebagai cairan irigasi bukan glycine
ataupun air steril, dengan kecepatan yang direkomendasikan untuk mengurangi
terjadinya hematuria. Air sebaiknya tidak digunakan sebagai cairan irigasi, karena
akan menyebabkan osmosis, dan akan mudah diabsorbsi dan menyebabkan sindrom
TUR.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
d) Pemeriksaan Radiologi
- Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPH kebanyakan lansia
- Pemeriksaan Radiologi: BNO (puasa minimal 8 jam sebelumnya), IVP
( sebelumnya pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya
udara), Ronten thorax
e) Pemeriksaan laboratorium rutin
- Darah : Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah, massa
pembedahan, dan pembekuan
- Urine : protein, reduksi, sedimen
f) Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a) Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
c) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, krisis maturasional,
ancaman terhadap kematian, kekhawatiran mengalami kegagalan,
kurang terpapar informasi.
d) Defisiensi pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keteratasan kognitif, gangguan
fungsi kognitif, kurang terpapar informas
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(Nanda) (NOC) (NIC)
1 Tujuan : Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila
Klien menunjukkan pengurangan tiba-tiba dirasakan.
penumpukkan urine pada bladder dalam Observasi aliran urin, perhatian jumlah urin dan
... x 24 jam kekuatan pancarannya.
Retensi urin berhubungan dengan
Kriteria hasil: Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali
Berkemih dalam jumlah yang berkemih
peningkatan tekanan uretra
cukup/normal Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam
Tidak teraba distensi vesika urinary toleransi jantung.
Berikan obat sesuai indikasi (antispamodik)
1. Risiko cedera ditandai dengan faktor Setelah dilakukan tindakan perawatan 1x Tindakan Pencegahan dalam Pembedahan
risiko: 60 menit diharapkan risiko cedera tidak
- Verifikasi identitas pasien dan prosedur operasi yang
terjadi dengan kriteria hasil :
- Penggunaaan alat instrument bedah dijadwalkan dengan membandingkan catatan pasien,
- Penggunaan peralatan listrik Electro Mengimplementasikan protokol “time gelang dan jadwal bedah.
Surgical Unit (ESU) monopolar cut out ” - Berpartisipasi pada fase “ time out “ dalam pre
110, coag 95 Mengenali faktor risiko operatif untuk memeriksa terhadap prosedur benar
- Penggunaan pad diatermi di kaki kiri Memodifikasi lingkungan pasien, benar prosedur dan benar area pembedahan
Pasien bebas dari cedera - Pastikan dokumentasi dan komunikasi terkait dengan
adanya alergi
- Hitung kasa perban, alat tajam dan instrumen,
sebelum , pada saat dan setelah pembedahan
- Periksa ketepatan fungsi unit pembedahan elektronik
(ESU)
- Periksa bahwa pasien tidak menyentuh logam
- Inspeksi kulit pasien terhadap cedera setelah
penggunaan pembedahan elektronik
- Damping pada saat pemindahan pasien, periksa
ketepatan posisi selang, kateter dan drainase.
2. Risiko cedera akibat posisi perioperatif Setelah dilakukan tindakan perawatan 1x Pengaturan Posisi Intraoperatif
ditandai dengan 60 menit diharapkan keparahan cedera
- Monitor posisi intraoperatif
faktor risiko : fisik posisi intra operatif tidak terjadi
- Kunci roda meja operasi
dengan kriteria hasil :
- Gangguan sensori/ persepsi akibat - Stabilkan baik brankar pasien maupun meja operasi
Pasien bebas dari cedera akibat
anastesi. saat memindahkan pasien ke dan dari meja operasi
disorientasi perioperatif
- Imobilisasi ekstremitas bawah Pasien bebas dari cedera kulit dan atau dengan menggunakan jumlah petugas yang cukup
- Kelemahan otot ekatremitas bawah jaringan yang tidak diharapkan. untuk memindahkan dan menyokong ekstremitas.
akibat anastesi - Berikan posisi operasi yang sesuai
- Jaga kepatenan infus, kateter dan sirkuit alat bantu
nafas
- Catat posisi pasien dan alat-alat yang digunakan.
3. Risiko infeksi area pembedahan ditandai Setelah dilakukan tindakan perawatan Kontrol Infeksi Intraoperatif
dengan faktor risiko : selama 1x 60 menit diharapkan infeksi
- Verifikasi bahwa pemberian antibiotik telah
- Penggunaaan alat instrument bedah tidak terjadi dengan kriteria hasil :
diberikan dengan tepat
- Prosedur invasif
- Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi . - Lakukan tindakan pencegahan universal
- Verifikasi keutuhan kemasan steril
- Buka persediaan peralatan steril dengan
menggunakan tekhnik aseptik
- Bantu pemakaian jubah dan sarung tangan anggota
tim
- Periksa kulit dan jaringan disekitar lokasi
pembedahan.
- Kordinasikan pembersihan dan persiapan ruang
operasi untuk pasien berikutnya.
C. Konsep Post Operatif
a. Askep Post Operatif
1) Pengkajian post operasi
a) kaji ttv selama 24 jam pasca operasi
b) kaji kondisi area operasi
- kondisi balutan
- adanya perdarahan
- insisi atau jahitan
- kaji tanda-tanda inflamasi
- pertahankan kondisi luka tetap kering
- hindari menyentuh luka dengan tangan atau benda yang tidak steril
- berikan kondisi tinggi protein, vitamin dan mineral
- kaji kemampuan pasien dalam bernapas dan adanya gangguan napas
- kaji intake dan output nutrisi dan cairan
- kaji tanda dan gejala infeksi
- kaji respon pasien terhadap pembedahan
- evaluasi efektifitas dari askep diruang operasi
- menentukan status psikologi pasien adakah disorientasi
c) Pengelolaan pasien (Irigasi/Spoling dengan Nacl)
- Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
- Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
- Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
- Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
- Hari ke 4 post operasi diklem
- Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam
kateter bening)
- Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis 50cc) ‘
- Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari,
bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa
diganti dengan obat oral.
- Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
19
- Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin
- Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
- DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
- Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
- Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
- Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan
dari uretral sekitar kateter.
- Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu mengilangkan
spasme. Kompres hangat pada pubis dapat membantu menghilangkan spasme.
- Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak
duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
- Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol
berkemih.
- Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian
jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelahpembedahan.
- Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih gelap
dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada
kateter sehingga balon yangmenahan kateter pada tempatnya memberikan
tekannan pada fossa prostatik.
2) Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder
pada pembedahan, dan pemasangan kateter.
2. Risiko infeksi
3. Risiko pendarahan
4. Risiko disfungsi seksual
20
INTERVENSI
21
2 Kriteria hasil: Anjurkan intake cairan yang cukup (
Klien tidak mengalami infeksi 2500 – 3000 ) sehingga dapat
Risiko infeksi area pembedahan
TTV normal dan tidak menunjukkan tanda- menurunkan potensial infeksi.
ditandai dengan faktor risiko :
tanda shock Pertahankan posisi urin bag dibawah.
- Penggunaaan alat instrument
Waktu penyembuhan sesuai dengan yang Observasi tanda – tanda vital, laporkan
bedah
direncanakan tanda – tanda shock dan demam.
- Prosedur invasif
Observasi urine: warna, jumlah, bau.
Kolaborasi dengan dokter untuk
memberi obat antibiotik.
3 Tujuan : Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi
Klien tidak menunjukkan terjadinya pendarahan perdarahan setelah pembedahan dan
dalam 1 x 24 jam tanda – tanda perdarahan
Kriteria hasil: Irigasi aliran kateter jika terdeteksi
Klien tidak menunjukkan tanda-tanda gumpalan dalm saluran kateter
pendarahan. Sediakan diet makanan tinggi serat dan
TTV dalam batas normal. memberi obat untuk memudahkan
Risiko pendarahan Urin lancar lewat kateter defekasi .
Mencegah pemakaian termometer rektal,
pemeriksaan rektal atau huknah, untuk
sekurang – kurangnya satu minggu .
Pantau traksi kateter: catat waktu traksi
di pasang dan kapan traksi dilepas .
Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4
jam, pemasukan dan pengeluaran dan
warna urin.
4 Tujuan : Beri kesempatan pada klien untuk
Risiko disfungsi seksual Klien dapat mempertahankan fungsi seksual dalam memperbincangkan tentang pengaruh
3 x 24 jam. TUR – P terhadap seksual.
Kriteria hasil: Jelaskan tentang : kemungkinan kembali
Klien tampak rileks dan melaporkan ketingkat tinggi seperti semula dan
22
kecemasan menurun . kejadian ejakulasi retrograd (air kemih
Klien menyatakan pemahaman situasi seperti susu).
individual . Mencegah hubungan seksual 3-4
Klien menunjukkan keterampilan pemecahan minggu setelah operasi .
masalah. Dorong klien untuk menanyakan
Klien mengerti tentang pengaruh TUR -P pada kedokter salama di rawat di rumah sakit
seksual. dan kunjungan lanjutan .
23
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M & Hawks, J.H .(2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi ke-8.Singapore :
Elsevier.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013).Nursing
Interventions Classification Edisi Bahasa Indonesia.Indonesia: Elseviers
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F & Gaissler, A. C.(2000). Rencana Asuhan
Keperawatan.Edisi Ke-3.Jakarta : EGC
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
(2018-2020). Jakarta: EGC
Moorhead, S., Jhonson , M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.
Potter & Perry (2012).Fundamental of Nursing.Jakarta : EGC.
24