Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN TINDAKAN TRANSURETHRAL RESECTION OF

THE PROSTATE (TURP) DI RUANG CENTRAL OPERATING THEATRE (COT)


RSP UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Oleh

FATMA SYAM
R014191031

PRESEPTOR KLINIK PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Transurethral resection of the prostate (TURP) merupakan suatu operasi
pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop yang merupakan
operasi tertutup tanpa adanya insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap
potensi kesembuhan. TURP merupakan metode paling sering digunakan dimana jaringan
prostat yang menyumbat dibuang melalui sebuah alat yang dimasukkan melalui uretra
(saluran kencing).

Transurethral Resection Prostate (TURP) merupakan tindakan operasi yang paling


banyak dilakukan, reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan
cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah.Tindakan ini
dilakukan dimana kelenjar prostat dipotong dengan cara dikerok dengan menggunakan
energi listrik.Setelah TURP dipasang folley kateter tiga saluran ( three way cateter )
ukuran 24 Fr yang dilengkapi balon 30-40 ml. Setelah balon kateter dikembangkan,
kateter ditarik kebawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai
hemostat. Kemudian ditraksi pada kateter folley untuk meningkatkan tekanan pada daerah
operasi sehingga dapat mengendalikan pendarahan. Ukuran kateter yang besar dipasang
untuk memperlancar membuang gumpalan darah dari kandung kemih.

B. Indikasi, Tujuan dan Kontraindikasi


1. Indikasi
Indikasi untuk dilakukannya tindakan operasi TURP adalah :
a) Pasien dengan gejala sumbatan menetap
b) Pembesaran prostat yang progesif dan tidak dapat di terapi dengan obat
c) Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran 30 – 60 gram dan
pasien cukup sehat.
d) Retensi urine yang berulang
e) Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat
f) Gross hematuria berulang
g) Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada buli,
h) Kerusakan permanen buli atau kelemahan buli-buli
i) Divertikulum yang besar pada buli yang menyebabkan pengosongan buli terganggu
akibat pembesaran prostat.
2. Tujuan
Tujuan utama terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah untuk :
a) Memperbaiki keluhan miksi
b) Meningkatkan kualitas hidup
c) Mengurangi obstruksi infravesika.
d) Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal.
e) Mengurangi volume residu urine setelah miksi.
f) Mencegah progresifitas penyakit.
3. Kontraindikasi
TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasikan pada pasien
tertentu. Hampir semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif, berdasarkan
kondisi komorbid pasien dan kemampuan pasien dalam menjalani prosedur bedah dan
anastesi. Kontraindikasi relatif antara lain adalah status kardipulmoner yang tidak stabil
atau adanya riwayat kelainan perdarahan yang tidak bisa disembuhkan.

Pasien dengan disfungsi spingter uretra eksterna seperti pada penderita


miastenia gravis, multiple sklerosis, atau parkinson dan/atau buli yang hipertonik tidak
boleh dilakukan TURP karena akan menyebabkan inkontinensia setelah operasi.
Demikian pula pada pasien yang mengalami fraktur pelvis mayor yang menyebabkan
kerisakan spingter uretra eksterna. TURP akan menyebabkan hilangnya spingter urin
internal sehingga pasien secara total akan tergantung pada fungsi otot spingter eksternal
untuk tetap

C. Komplikasi
a) Impotensi (disfungsi ereksi)
Efek dari pembengkakan prostat yang pertama adalah impotensi.Impotensi
atau disebut juga disfungsi ereksi merupakan kesulitan mencapai atau
mempertahankan ereksi (penis mengeras saat terangsang). Meskipun kondisi ini
umumnya disebabkan oleh masalah kesehatan lain seperti penyakit jantung,
diabetes, kadar testosteron yang rendah, serta masalah psikologis tertentu,
pembengkakan prostat bisa jadi salah satu pemicunya.
Pada kondisi ini biasanya diakibatkan oleh prosedur transurethral resection of
the prostate (TURP). Prosedur bedah ini memang biasanya dilakukan pada pasien
BPH.Dikutip dari Healthline, sekitar 5-10 pria mengalami impotensi setelah
menjalani pembedahan ini.Selain prosedur TURP, obat untuk mengobati
pembengkakan prostat yakni alpha blocker juga dapat menyebabkan kesulitan
ejakulasi dan disfungsi ereksi. Alpha blocker seperti doxazosin (Cardura) dan
terazosin (Hytrin) membuat pria lebih susah berejakulasi karena cara kerja obat ini
yaitu mengendurkan kandung kemih dan sel-sel otot prostat. Salah satu komplikasi
pasca operasi yang dapat ditimbulkan setelah TURP yakni dapat menyebabkan
disfungsi ereksi. Sejumlah pasien mengalami DE 3 bulan setelah TURP.
b) Ejakulasi retrograde
Tak hanya itu, prosedur TURP juga menyebabkan ejakulasi retrogade atau
yang disebut juga dengan orgasme kering. Hal ini membuat air mani (sperma) yang
seharusnya keluar saat orgasme malah masuk kembali ke kandung kemih, bukan
keluar melalui penis seperti seharusnya.
Menurut Harvard Medical School, sebanyak 50-75 persen pria yang
menjalani TURP mengalami ejakulasi retrograde.Kondisi ini tidak berbahaya,
hanya saja bisa membuat pria tidak subur.Selain itu, hal ini juga bisa mengurangi
kepuasan seksual pasangan Anda. Ejakulasi retrograde tidak berbahaya, tetapi
dapat menyebabkan infertilitas. Ini membuat inseminasi 'alami' menjadi tidak
mungkin.
c) Gairah seksual menurun
Inhibitor alpha reductase seperti dutasteride dan finasteride diresepkan oleh
dokter untuk pasien pembengkakan prostat.Sayangnya, obat ini memiliki efek
samping yaitu menyebabkan penurunan gairan seksual pada pria.Pria yang
mengonsumsi obat-obatan ini juga dapat mengalami jumlah sperma yang lebih
rendah, volume sperma berkurang, dan gerakan sperma yang lebih lambat.

D. Penatalaksanaan
a. Persiapan TURP
a) Klien puasa paling tidak 8 jam sebelum operasi dilakukan.
b) Bila menggunakan obat seperti aspirin dan ibuprofen maka harus berhenti
paling tidak 2 minggu sebelum operasi karena obat tersebut dapat
mempengaruhi pembekuan darah.
c) Harus diinformasikan tentang kondisi kesehatan, seperti hipertensi, diabetes,
anemia.
d) Harus diinformasikan tentang obat dan suplemen yang dikonsumsi, baik resep
dari dokter atau bukan.
e) Pemeriksaan darah rutin (CBC, coagulation profile, urinalisis, Xray, CT
abdomen).
b. Prosedur TURP
TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut resektoskop dengan suatu
lengkung diathermi. Jaringan kelenjar prostat diiris selapis demi selapis dan
dikeluarkan melalui selubung resektoskop. Perdarahan dirawat dengan memakai
diathermi, biasanya dilakukan dalam waktu 30 sampai 120 menit, tergantung
besarnya prostat.

c. Post TURP
Continuous bladder irrigation adalah sebuah prosedur yang dirancang untuk
mencegah formasi dan retensi clot sehubungan dengan dilakukannya TURP.
Afrainin, Syah (2010) menjelaskan ContinuousBladder Irrigation (CBI) merupakan
tindakan membilas atau mengalirkan cairan secara berkelanjutan pada bladder untuk
mencegah pembentukan dan retensi clot darah yang terjadi setelah operasi
transurethral resection of theprostate (TURP). Prosedur ini dilakukan dengan
memasukkan kateter threeway ke dalam uretra hingga ke kandung kemih. Prosedur
ini umumnya dilakukan pada 24 jam pertama post operasi TURP dan dilakukan
sebagai bagian dari perawatan post operatif post operasi TURP. Irigasi bladder tidak
boleh dianggap remeh oleh perawat karena risiko komplikasi yang dapat timbul
seperti perdarahan, retensi clot, infeksi genitourinari, dan kegagalan untuk
mengosongkan kandung kemih (Mebust, Holtgrewe, Cockett, and Petters, 1989
dalam Afrainin, 2010). Penggunaan kateter tertutup dengan aliran yang
berkelanjutan dapat digunakan dengan kecepatan aliran yang direkomendasikan 500
ml/jam. Normal saline juga sangat dianjurkan sebagai cairan irigasi bukan glycine
ataupun air steril, dengan kecepatan yang direkomendasikan untuk mengurangi
terjadinya hematuria. Air sebaiknya tidak digunakan sebagai cairan irigasi, karena
akan menyebabkan osmosis, dan akan mudah diabsorbsi dan menyebabkan sindrom
TUR.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Konsep Pre operatif


1. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
 Pengkajian pre operatif
 Kaji pemahaman pasien tentang
- Penyakitnya
- Pengalaman operasi sebelumnya
- Tujuan dan operasi tindakan operasi
- Persiapan operasi baik fisik maupaun penunjang
- Situasi dan kondisi kamar operasi dan petugas
- Latihan yang harus dlakukan sebelum operasi dan yang harus dijalankan
setelahnya, seperti latihan napas dalam, batuk efektif, ROM, dll

 Kaji gejala yang dialami pasien


a) Kaji pola tidur pasien
b) Pemeriksaan fisik
- TTV sebelum masuk kamar operasi
- Kaji jalan napas : daerah kepala dan leher untuk melihat adanya tismus,
keadaan gigi geligi, adanya gig palsu, gangguan fleksi dan ekstensi
leher, devisiasi trachea, adanya massa.
- Jantung untuk mengevolusi kondisi jantung
- Paru-paru untuk menilai adanya, dispnea, ronci dan mengi
- Abdomen untuk menilai adany distensi, massa, achites, hernia, tanda
regurtitasi, faeses dicolon.
- Punggung untuk melihat deformitas, memar atau infeksi
- Neurologis : status mental, fungsi saraf cranial, kesadaran, fungsi
sensorimotorik
- Ekstrimitas,untuk melihat perfusi distal, jari tubuh, sianosis, kulit dan
vena serta fungsi vena.
c) Persiapan Klien
- Bila seorang perokok maka harus berhenti merokok beberapa minggu
sebelum operasi, untuk menghindari gangguan proses penyembuhan
- Bila menggunakan obat seperti aspirin dan ibuprofen maka harus
berhenti paling tidak 2 minggu sebelu operasi; hal berhubungan dengan
pembekuan darah
- Harus diinformasikan tentang kondisi kesehatan; apakan punya
medikal atau surgucal history, seperti hipertensi, diabetes, anemia,
pernah mengalami operasi apa sebelumnya.
- Harus di informasikan tentang obat dan suplemen yang di konsumsi;
baik yang ada resepnya dari dokter atau non-resep.
- Menelaah identitas pasien (rekam medik)
- Mengkaji daerah pembedahan

d) Pemeriksaan Radiologi
- Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPH kebanyakan lansia
- Pemeriksaan Radiologi: BNO (puasa minimal 8 jam sebelumnya), IVP
( sebelumnya pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya
udara), Ronten thorax
e) Pemeriksaan laboratorium rutin
- Darah : Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah, massa
pembedahan, dan pembekuan
- Urine : protein, reduksi, sedimen
f) Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a) Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
c) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, krisis maturasional,
ancaman terhadap kematian, kekhawatiran mengalami kegagalan,
kurang terpapar informasi.
d) Defisiensi pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keteratasan kognitif, gangguan
fungsi kognitif, kurang terpapar informas
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(Nanda) (NOC) (NIC)
1 Tujuan :  Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila
Klien menunjukkan pengurangan tiba-tiba dirasakan.
penumpukkan urine pada bladder dalam  Observasi aliran urin, perhatian jumlah urin dan
... x 24 jam kekuatan pancarannya.
Retensi urin berhubungan dengan
Kriteria hasil:  Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali
 Berkemih dalam jumlah yang berkemih
peningkatan tekanan uretra
cukup/normal  Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam
 Tidak teraba distensi vesika urinary toleransi jantung.
 Berikan obat sesuai indikasi (antispamodik)

2. Tujuan :  Kaji nyeri, perhatikan lokasi dan intensitas nyeri (1-


Klien tidak menunjukkan wajah 10).
meringis dalam ... x 24 jam  Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan
Kriteria Hasil : terapeutik, pengubahan posisi, pijatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen
 Menunjukkan nyeri punggung ) dan aktivitas terapeutik.
cedera biologis
berkurang/hilang  Pertahankan tirah baring jika diindikasikan
 Ekspresi wajah rileks  Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan
bekuan
 Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik
3. Tujuan :  Pantau keluaran urin tiap jam bila diindikasikan.
Klien menunjukkan tanda-tanda Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
Ansietas berhubungan dengan krisis
keseimbangan cairan tubuh dapat  Pantau masukan dan kaluaran cairan.
situasional, krisis maturasional
dikontrol dalam ... x 24 jam  Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan
Kriteria hasil: nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah,
 TTV stabil diaforesis dan pucat.
 Membran mukosa lembab  Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi.
 Keluaran urin tepat  Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi.contoh: Hb / Ht,
jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi,
jumlah trombosit.
4. Tujuan :  Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya.
Klien menunjukkan kecemasan  Memberikan informasi tentang prosedur tindakan
berkurang atau hilang dalam ... x 24 jam yang akan dilakukan.
Defisiensi pengetahuan tentang kondisi,
Kriteria hasil:  Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan
prognosis dan kebutuhan pengobatan
 Klien tidak cemas lagi masalah atau perasaan.
berhubungan dengan keteratasan kognitif,
 Klien sudah bisa menerima
gangguan fungsi kognitif,
keadaannya sekarang
 Klien sudah memahami tujuan dari
pembedahan
B. Konsep Intra Operatif
Perawatan intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah kebagian
bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. (Black, J. M., &
Hawks, J. H. 2014).
a. Prosedur pelaksanaan pembedahan
Sign in (di hadiri seluruh tim operasi sebelum induksi )
1) Indentifikasi identitas, area operasi, tindakan operasi dan lembar persetujuan.
2) Indetifikasi area operasi
3) Identifikasi mesin anastesi , pulse oksimeter dan obat obatan anastesi.
4) Identifikasi riwayat alergi pasien.
5) Identifikasi resiko aspirasi dan kehilangan darah.
6) Posisikan pasien supine.
7) Anastesi melakuan anastesi melalui inhalasi dan intravena
8) Operator, perawat intrument, dan asisten operator melakukan cuci tangan
dengan air mengalir, sabun, dan sikat selama 3-5 menit.
9) Perawat instrument melakukan surgical scrubing, gowning, gloving, dan
membantu operator serta asisten untuk gowning dan gloving.
10) Perawat Sirkuler membuka pembungkus intrumen dan tidak menyentuh bagian
yang steril dan diterima oleh perawat instrument.
11) Menyiapkan betadin 10 % dan alkohol 7 % didalam kom di bantu perawat
sirkuler.
12) Operator melakukan desinfeksi area operasi berikan desinfeksi klem dan kom
berisi 3 deppers dan povidon iodine.
13) Operator dan asisten melakukan drapping, berikan duk besar untuk bawah dan
atas, duk sedang untuk samping kanan dan kiri berikan duk klem untuk fiksasi
keempat sisinya, berian duk kecil untu bagian bawah, terakhir berikan duk tapal
kuda.
14) Dekatkan meja mayo, meja instrument dan troli waskom ke meja operasi,
pasang suction, hand couter fiksasi dengan kasa + duk klem.
Time out ( sebelum insisi )
1) Konfirmasi tim operasi, identitas pasien,dan antibiotic profilaksis pasien.
2) Antisipasi kejadian kritis :
a. Operator
b. Anastesi
c. Instrument ( jumlah kassa, jarum dan alat )
d. CT thorax
3) Berdoa dipimpin oleh operator.
Sign out ( dilakukan sebelum menutup fasia )
1) Perawat sirkuler mengkonfirmasi jenis tindakan dan bahan specimen (bila ada)
kepada operator.
2) Perawat instrument mengkonfirmasi penggunaan jumlah kassa, alat, dan jarum
3) Instruksi postop telah ditulis dengan jelas dan terbaca jelas
4) Alat – alat dibersihkan, pasien dirapihkan.
5) Perawat instrument menginventarisasi alat – alat dan bahan – bahan habis pakai,
kemudian mencuci alat – alat dan menata instrument pada instrument set, serta
merapihkan kembali ruangan.

b. Aktivitas scrub dan sirculating nurse


Scrube nursedan circulating nurse pada saat pembedahan adalah
memperingatkan tim steril jika terjadi penyimpangan prosedur aseptic, membantu
mengenakan jas steril dan sarung tangan untuk ahli bedah dan asisten, menata
instrumen steril di meja mayo sesuai urutan prosedur pembedahan, memberikan
bahan desinfektan kepada operator untuk desinfeksi kulit daerah yang akan disayat,
memberikan laken steril untuk prosedur drapping, memberikan instrumen kepada
ahli bedah sesuai urutan prosedur dan kebutuhan tindakan pembedahan secara tepat
dan benar, memberikan kain kasa steril kepada operator, dan mengambil kain kasa
yang telah digunakan dengan memakai alat, menyiapkan benang jahitan sesuai
kebutuhan, dalam keadaan siap pakai, mempertahankan instrumen selama
pembedahan dalam keadaan tersusun secara sistematis untuk memudahkan bekerja,
membersihkan instrumen dari darah dalam pembedahan untuk mempertahankan
sterilitas alat dan meja mayo, menghitung kain kasa, jarum dan instrument,
memberitahukan hasil perhitungan jumlah alat, kain kasa dan jarum kepada ahli
bedah sebelum luka ditutup lapis demi lapis, menyiapkan cairan untuk mencuci
luka, membersihkan kulit sekitar luka setelah luka dijahit, menutup luka dengan
kain kasa steril dan menyiapkan bahan pemeriksaan laboratorium/patologi. (Black,
J. M., & Hawks, J. H. 2014).
Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

(Nanda) (NOC) (NIC)

1. Risiko cedera ditandai dengan faktor Setelah dilakukan tindakan perawatan 1x Tindakan Pencegahan dalam Pembedahan
risiko: 60 menit diharapkan risiko cedera tidak
- Verifikasi identitas pasien dan prosedur operasi yang
terjadi dengan kriteria hasil :
- Penggunaaan alat instrument bedah dijadwalkan dengan membandingkan catatan pasien,
- Penggunaan peralatan listrik Electro  Mengimplementasikan protokol “time gelang dan jadwal bedah.
Surgical Unit (ESU) monopolar cut out ” - Berpartisipasi pada fase “ time out “ dalam pre
110, coag 95  Mengenali faktor risiko operatif untuk memeriksa terhadap prosedur benar
- Penggunaan pad diatermi di kaki kiri  Memodifikasi lingkungan pasien, benar prosedur dan benar area pembedahan
 Pasien bebas dari cedera - Pastikan dokumentasi dan komunikasi terkait dengan
adanya alergi
- Hitung kasa perban, alat tajam dan instrumen,
sebelum , pada saat dan setelah pembedahan
- Periksa ketepatan fungsi unit pembedahan elektronik
(ESU)
- Periksa bahwa pasien tidak menyentuh logam
- Inspeksi kulit pasien terhadap cedera setelah
penggunaan pembedahan elektronik
- Damping pada saat pemindahan pasien, periksa
ketepatan posisi selang, kateter dan drainase.
2. Risiko cedera akibat posisi perioperatif Setelah dilakukan tindakan perawatan 1x Pengaturan Posisi Intraoperatif
ditandai dengan 60 menit diharapkan keparahan cedera
- Monitor posisi intraoperatif
faktor risiko : fisik posisi intra operatif tidak terjadi
- Kunci roda meja operasi
dengan kriteria hasil :
- Gangguan sensori/ persepsi akibat - Stabilkan baik brankar pasien maupun meja operasi
 Pasien bebas dari cedera akibat
anastesi. saat memindahkan pasien ke dan dari meja operasi
disorientasi perioperatif
- Imobilisasi ekstremitas bawah  Pasien bebas dari cedera kulit dan atau dengan menggunakan jumlah petugas yang cukup
- Kelemahan otot ekatremitas bawah jaringan yang tidak diharapkan. untuk memindahkan dan menyokong ekstremitas.
akibat anastesi - Berikan posisi operasi yang sesuai
- Jaga kepatenan infus, kateter dan sirkuit alat bantu
nafas
- Catat posisi pasien dan alat-alat yang digunakan.
3. Risiko infeksi area pembedahan ditandai Setelah dilakukan tindakan perawatan Kontrol Infeksi Intraoperatif
dengan faktor risiko : selama 1x 60 menit diharapkan infeksi
- Verifikasi bahwa pemberian antibiotik telah
- Penggunaaan alat instrument bedah tidak terjadi dengan kriteria hasil :
diberikan dengan tepat
- Prosedur invasif
- Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi . - Lakukan tindakan pencegahan universal
- Verifikasi keutuhan kemasan steril
- Buka persediaan peralatan steril dengan
menggunakan tekhnik aseptik
- Bantu pemakaian jubah dan sarung tangan anggota
tim
- Periksa kulit dan jaringan disekitar lokasi
pembedahan.
- Kordinasikan pembersihan dan persiapan ruang
operasi untuk pasien berikutnya.
C. Konsep Post Operatif
a. Askep Post Operatif
1) Pengkajian post operasi
a) kaji ttv selama 24 jam pasca operasi
b) kaji kondisi area operasi
- kondisi balutan
- adanya perdarahan
- insisi atau jahitan
- kaji tanda-tanda inflamasi
- pertahankan kondisi luka tetap kering
- hindari menyentuh luka dengan tangan atau benda yang tidak steril
- berikan kondisi tinggi protein, vitamin dan mineral
- kaji kemampuan pasien dalam bernapas dan adanya gangguan napas
- kaji intake dan output nutrisi dan cairan
- kaji tanda dan gejala infeksi
- kaji respon pasien terhadap pembedahan
- evaluasi efektifitas dari askep diruang operasi
- menentukan status psikologi pasien adakah disorientasi
c) Pengelolaan pasien (Irigasi/Spoling dengan Nacl)
- Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
- Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
- Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
- Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
- Hari ke 4 post operasi diklem
- Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam
kateter bening)
- Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis 50cc) ‘
- Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari,
bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa
diganti dengan obat oral.
- Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi

19
- Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin
- Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
- DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
- Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
- Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
- Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan
dari uretral sekitar kateter.
- Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu mengilangkan
spasme. Kompres hangat pada pubis dapat membantu menghilangkan spasme.
- Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak
duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
- Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol
berkemih.
- Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian
jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelahpembedahan.
- Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih gelap
dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada
kateter sehingga balon yangmenahan kateter pada tempatnya memberikan
tekannan pada fossa prostatik.
2) Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder
pada pembedahan, dan pemasangan kateter.
2. Risiko infeksi
3. Risiko pendarahan
4. Risiko disfungsi seksual

20
INTERVENSI

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(Nanda) (NOC) (NIC)
1. Tujuan :  Jelaskan pada klien tentang gejala dini
. Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang spasmus kandung kemih.
dalam..... x 24 jam  Pemantauan klien pada interval yang
Kriteria hasil: teratur selama untuk mengenal gejala –
 Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang. gejala dini dari spasmus kandung kemih.
 Ekspresi wajah klien tenang.  Jelaskan pada klien bahwa intensitas
 Klien menunjukkan ketrampilan relaksasi nyeri dan frekuensinya akan berkurang
dalam 24 sampai 48 jam.
 Beri penyuluhan pada klien agar tidak
berkemih ke seputar kateter.
Nyeri akut berhubungan dengan
 Ajarkan penggunaan teknik relaksasi.
spasmus kandung kemih dan
 Menjaga selang drainase urine tetap
insisi sekunder pada pembedahan
aman dipaha untuk mencegah
peningkatan tekanan pada kandung
kemih. Irigasi kateter jika terlihat
bekuan pada selang
 Anjurkan pada klien untuk tidak duduk
dalam waktu yang lama sesudah
tindakan TUR-P.
 Kolaborasi dengan dokter untuk
memberi obat – obatan (analgesik atau
anti spasmodik )

21
2 Kriteria hasil:  Anjurkan intake cairan yang cukup (
 Klien tidak mengalami infeksi 2500 – 3000 ) sehingga dapat
Risiko infeksi area pembedahan
 TTV normal dan tidak menunjukkan tanda- menurunkan potensial infeksi.
ditandai dengan faktor risiko :
tanda shock  Pertahankan posisi urin bag dibawah.
- Penggunaaan alat instrument
 Waktu penyembuhan sesuai dengan yang  Observasi tanda – tanda vital, laporkan
bedah
direncanakan tanda – tanda shock dan demam.
- Prosedur invasif
 Observasi urine: warna, jumlah, bau.
 Kolaborasi dengan dokter untuk
memberi obat antibiotik.
3 Tujuan :  Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi
Klien tidak menunjukkan terjadinya pendarahan perdarahan setelah pembedahan dan
dalam 1 x 24 jam tanda – tanda perdarahan
Kriteria hasil:  Irigasi aliran kateter jika terdeteksi
 Klien tidak menunjukkan tanda-tanda gumpalan dalm saluran kateter
pendarahan.  Sediakan diet makanan tinggi serat dan
 TTV dalam batas normal. memberi obat untuk memudahkan
Risiko pendarahan  Urin lancar lewat kateter defekasi .
 Mencegah pemakaian termometer rektal,
pemeriksaan rektal atau huknah, untuk
sekurang – kurangnya satu minggu .
 Pantau traksi kateter: catat waktu traksi
di pasang dan kapan traksi dilepas .
 Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4
jam, pemasukan dan pengeluaran dan
warna urin.
4 Tujuan :  Beri kesempatan pada klien untuk
Risiko disfungsi seksual Klien dapat mempertahankan fungsi seksual dalam memperbincangkan tentang pengaruh
3 x 24 jam. TUR – P terhadap seksual.
Kriteria hasil:  Jelaskan tentang : kemungkinan kembali
 Klien tampak rileks dan melaporkan ketingkat tinggi seperti semula dan

22
kecemasan menurun . kejadian ejakulasi retrograd (air kemih
 Klien menyatakan pemahaman situasi seperti susu).
individual .  Mencegah hubungan seksual 3-4
 Klien menunjukkan keterampilan pemecahan minggu setelah operasi .
masalah.  Dorong klien untuk menanyakan
 Klien mengerti tentang pengaruh TUR -P pada kedokter salama di rawat di rumah sakit
seksual. dan kunjungan lanjutan .

23
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M & Hawks, J.H .(2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi ke-8.Singapore :
Elsevier.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013).Nursing
Interventions Classification Edisi Bahasa Indonesia.Indonesia: Elseviers
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F & Gaissler, A. C.(2000). Rencana Asuhan
Keperawatan.Edisi Ke-3.Jakarta : EGC
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
(2018-2020). Jakarta: EGC
Moorhead, S., Jhonson , M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.
Potter & Perry (2012).Fundamental of Nursing.Jakarta : EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai