Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dadih merupakan makanan asli Indonesia yang diproduksi di daerah Sumatera Barat.
Pembuatan dadih sangat sederhana yaitu dengan menyimpan susu kerbau di dalam tabung bambu
lalu ditutup dengan daun pisang, penyimpanan dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Proses
yang sederhana ini tanpa disadari oleh masyarakat Minang merupakan suatu inovasi dari
modifikasi proses pembuatan produk keju atau yoghurt. Inovasi tersebut terletak pada bahan
baku pembuatan dadih yaitu dengan menggunakan susu kerbau dan teknologi proses yang
dilakukan yaitu mirip dengan proses fermentasi. Oleh karena itu, perlu diketahui cara lengkap
pembuatan dadih, kendala yang dihadapi produsen dan solusi dari pemasaran produk agar
produk tersebut tetap dikenal di masyarakat serta dapat menjadi salah satu icon makanan khas
Indonesia yang mendunia.

Ada lima tahapan utama dalam pembuatan keju.[9] Tahapan-tahapan tersebut adalah:
Pengasaman[sunting | sunting sumber]
Susu dipanaskan agar bakteri asam laktat, yaitu Streptococcus and Lactobacillus dapat
tumbuh.[9] Bakteri-bakteri ini memakan laktosa pada susu dan merubahnya menjadi asam
laktat.[9] Saat tingkat keasaman meningkat, zat-zat padat dalam susu (protein kasein, lemak,
beberapa vitamin dan mineral) menggumpal dan membentuk dadih.[9]
Pengentalan[sunting | sunting sumber]
Bakteri rennet ditambahkan ke dalam susu yang dipanaskan yang kemudian membuat protein
menggumpal dan membagi susu menjadi bagian cair (air dadih) dan padat (dadih).[4] Setelah
dipisahkan, air dadih kadang-kadang dipakai untuk membuat keju seperti Ricotta dan Cypriot
hallumi namun biasanya air dadih tersebut dibuang.[9] Dadih keju dihancurkan menjadi butiran-
butiran dengan bantuan sebuah alat yang berbentuk seperti kecapi, dan semakin halus dadih
tersebut maka semakin banyak air dadih yang dikeringkan dan nantinya akan menghasilkan keju
yang lebih keras.[4]
Rennet mengubah gula dalam susu menjadi asam dan protein yang ada menjadi dadih.[4] Jumlah
bakteri yang dimasukkan dan suhunya sangatlah penting bagi tingkat kepadatan keju.[4] Proses
ini memakan waktu antara 10 menit hingga 2 jam, tergantung kepada banyaknya susu dan
juga suhu dari susu tersebut.[4] Sebagian besar keju menggunakan rennet dalam proses
pembuatannya, namun zaman dahulu ketika keju masih dibuat secara tradisional, getah daun dan
ranting pohon ara digunakan sebagai pengganti rennet.[4]
Pengolahan dadih[sunting | sunting sumber]
Setelah pemberian rennet, proses selanjutnya berbeda-beda.[9] Beberapa keju lunak dipindahkan
dengan hati-hati ke dalam cetakan.[9] Sebaliknya pada keju-keju lainnya, dadih diiris dan
dicincang menggunakan tangan atau dengan bantuan mesin supaya mengeluarkan lebih banyak
air dadih.[9] Semakin kecil potongan dadih maka keju yang dihasilkan semakin padat.[9]
Persiapan sebelum pematangan[sunting | sunting sumber]
Sebelum pematangan, dadih akan melalui proses pencetakan, penekanan, dan pengasinan. Saat
dadih mencapai ukuran optimal maka ia harus dipisahkan dan dicetak.[4] Untuk keju-keju kecil,
dadihnya dipisahkan dengan sendok dan dituang ke dalam cetakan, sedangkan untuk keju yang
lebih besar, pengangkatan dari tangki menggunakan bantuan sehelai kain.[4] Sebelum dituang ke
dalam cetakan, dadih tersebut dikeringkan terlebih dahulu kemudian dapat ditekan lalu dibentuk
atau diiris.[4]
Selanjutnya, keju haruslah ditekan sesuai dengan tingkat kekerasan yang
diinginkan.[4] Penekanan biasanya tidak dilakukan untuk keju lunak karena berat dari keju
tersebut sudah cukup berat untuk melepaskan air dadih, demikian pula halnya dengan keju
iris karena berat dari keju tersebut juga menentukan tingkat kepadatan yang
diinginkan.[4] Meskipun demikian, sebagian besar keju melewati proses penekanan. Waktu dan
intensitas penekanan berbeda-beda bagi setiap keju.[4]
Penambahan garam dilakukan setelah keju dibentuk agar keju tidak terasa tawar, dan terdapat
empat cara yang berbeda untuk mengasinkan keju.[4][9] Bagi beberapa keju, garam ditambahkan
langsung ke dalam dadih.[9] Cara yang kedua adalah dengan menggosokkan atau menaburkan
garam pada bagian kulit keju, yang akan menyebabkan kulit keju terbentuk dan melindungi
bagian dalam keju agar tidak matang terlalu cepat.[9] Beberapa keju-keju yang berukuran besar
diasinkan dengan cara direndam dalam air garam, yang menghabiskan waktu berjam-jam
sehingga berhari-hari.[4] Cara yang terakhir adalah dengan mencuci bagian permukaan keju
dengan larutan garam; selain memberikan rasa, garam juga membantu menghilangkan air
berlebih, mengeraskan permukaan, melindungi keju agar tidak mengering serta mengawetkan
dan memurnikan keju ketika memasuki proses maturasi.[4]
Pematangan[sunting | sunting sumber]
Pematangan (ripening) adalah proses yang mengubah dadih-dadih segar menjadi keju yang
penuh dengan rasa.[1] Pematangan disebabkan oleh bakteri atau jamur tertentu yang digunakan
pada proses produksi, dan karakter akhir dari suatu keju banyak ditentukan dari jenis
pematangannya.[1] Selama proses pematangan, keju dijaga agar berada pada temperatur dan
tingkat kelembaban tertentu hingga keju siap dimakan.[9] Waktu pematangan ini bervariasi mulai
dari beberapa minggu untuk keju lunak hingga beberapa hari untuk keju keras
seperti Parmigiano-Reggiano.[9]Beberapa teknik sebelum proses pematangan yang dapat
dilakukan untuk memengaruhi tekstur dan rasa akhir keju:

Stretching: Dadih diusung dan lalu diadoni dalam air panas untuk menghasilkan tekstur yang
berserabut.[10] Contoh keju yang melewati proses ini adalah
keju Mozzarella dan Provolone.[10]
Cheddaring: Dadih yang sudah dipotong kemudian ditumpuk untuk menghilangkan
kelembaban.[10] Dadih tersebut lalu digiling untuk waktu yang cukup lama.[10] Contoh keju
yang mengalami proses ini adalahkeju Cheddar dan Keju Inggris lainnya.
Pencucian: Dadih dicuci dalam air hangat untuk menurunkan tingkat keasamannya dan
menjadikannya keju yang rasanya lembut.[10] Contoh keju melewati proses pencucian adalah
kejuEdam, Gouda, dan Colby.
Pembakaran: Bagi beberapa keju keras, dadih dipanaskan hingga suhu 35 C(95 F)-
56 C(133 F) yang kemudian mengakibatkan butiran dadih kehilangan air dan membuat
keju menjadi lebih keras teksturnya.[4] Proses ini sering disebut dengan istilah pembakaran
(burning).[4] Contoh keju yang dipanaskan ulang adalah keju Emmental, keju
Appenzeller dan Gruyre.[9]

Dadih hasil pengolahan dari susu kerbau yang dimasukkan ke dalam tabung yang kemudian
disimpan pada suhu kamar satu sampai dua hari. Susu yang baru diperah langsung dimasukkan
ke dalam tabung bambu dengan panjang tertentu ditutup dengan daun pisang. Tata cara
pembuatan dadih seolah-olah sudah baku sehingga sampai sekarang tidak tersentuh oleh
kemajuan teknologi, kecuali penutup tabung dari daun pisang yang diikat pelepah pisang dapat
diganti dengan penutup plastik yang diikatan tali plastik (rafia) atau gelang karet.

Dilihat dari nilai yang dikandungnya, dadih mempunyai arti penting bagi kesehatan. Sughita
(1998) melaporkan bahwa dadih mempunyai khasiat sebagai obat tradisional bagi penyakit exim-
kulit, sakit kepala dan untuk meningkatkan nafsu makan. Selanjutnya kandungan nutrisi dadih
telah dilakukan analisa sebagaimana dilaporkan Sirait dan Setiyanto (1995) bahwa dadih yang
baik biasanya bewarna putih dengan konsistensi seperti susu asam (yoghurt) serta mampunyai
bau yang khas. Komposisi kandungan nutrisi setelah dilakukan analisa proximate dan nilai
keasaman yang digunakan sebagai pembanding adalah keasaman yoghurt 110 D dan kafiar 120
D (Helferich dan Westhoff, 1980). Nilai nutrisi dadih disajikan pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 terliuat bahwa dadih di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam mempunyai
kandungan protein 7,08 %, lemak 8,17 % dan abu 0,91 % yang relatif sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan dadih di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok, masing-
masingnya 6,91 %, 7,98 % dan 0,90 % akan tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan.
Kemungkinan perbedaan yang relatif terjadi akibat dari kondisi masing-masing daerah dan
kualitas masing-masing susu yang dihasilkan daerah tersebut.

Para peternak pemerah susu kerbau mengatakan bahwa sampai saat ini belum dijumpai adanya
kasus diare akibat konsumsi dadih, hal ini diduga bahwa dalam proses fermentasi dadih terjadi
penurunan jumlah lactose akibat dirubah menjadi asam lactat seperti yangterjadi dalam proses
fermentasi yoghurt.Winarno (1983) menyatakan bahwa dalam proses fermentasi yoghurt
seperempat dari kandungan lactosa derombak menjadi asam laktat, hal mini sangat baik bagi
orang yang tidak tahan terhadap lactose yang mengakibatkan diare atau lebih dikenal dengan
penderita Lactointolerance. Kualitas dadih yang disimpan pada suhu kamar, semakin lama
semakin menurun kualitasnya, hal ini disebabkan karena proses fermentasi berlangsung terus-
menerus sehingga untuk menghambat perlu disimpan dalam suhu dingin. Pemasaran dadih
selama ini belum pernah mendapat kendala. Terlihat bahwa pasar belum jenuh akan komoditi
dadih, sehingga penambahan produksi dadih tidak akan mengalami kendala dalam pemasaran
pada tingkat pasar lokal. Namun apabila jangkauan pasar meningkat kemungkinan pasokan dadih
akan mendapat kendala sebagai akibat permintaan yang semakin meningkat.

Menurut sejarah perkembangan domestikasi ternak kerbau yang berkembang biak di seluruh
dunia berasal dari daerah di sekitar India. Pada dasarnya ternak kerbau digunakan sebagai ternak
kerja, selanjutnya untuk penghasil daging dan penghasil susu. Ternak kerbau diklasifikasikan
sebagai kerbau sungai dan kerbau lumpur. Di Indonesia lebih banyak terdapat kerbau lumpur dan
sedikit kerbau sungai. Kerbau sungai terdapat di Sumatera Utara yaitu kerbau Murrah yang
dipelihara oleh masyarakat keturunan India yang digunakan sebagai penghasil susu.
Diperkirakan di dunia terdapat 130 150 juta ekor kerbau, dan sekitar 95 % terdapat di Asia
terutama di India, Pakistan, Cina bagian Selatan dan Thailand (Soni, 1986). Populasi ternak
kerbau di Indonesia sekitar 2 % populasi kerbau dunia. Hanya sedikit sekali ternak kerbau
lumpur yang dimanfaatkan air susunya. Hal ini mengingat produksinya sangat sedikit 1 1,5
liter/ekor/hari. Produksi ini sangat kontras bila dibandingkan dengan 6 7 liter/ekor/hari
produksi susu kerbau sungai. Data lain menunjukkan bahwa produksi susu dari setiap ternak
kerbau yang diperah di Kecamatan Tilatang Kamang berkisar antara 1,50 2,25 liter/ekor/hari,
dengan lama pemerahan sekitar 7 bulan. Hal ini lebih baik jika dibandingkan dengan 1,25 1,50
liter/ekor/hari di Kecamatan Lembah Gumanti dengan lama pemerahan yang sama (Zulbardi,
2003)

Usaha pemeliharaan kerbau perah dilakukan sangat sederhana yaitu dengan cara tradisional serta
belum mengenal pemberian makanan tambahan. Pakan hijauan diperoleh melalui system
merumput di lapangan. Sebagaimana terlihat dari usaha peternakan kerbau di Kecamatan Tilatan
Kamang Kabupaten Agam dan di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok yang tidak
banyak berbeda. Hanya aspek status kepemilikan saja yang menjadi perbedaan yang signifikan.
Namun tatacara pemeliharaan masih tetap sangat sederhana dan tanpa pemberian makanan
tambahan.

Kepemilikan ternak mulai dari tingkat pemeliharaan atau paron sampai kepada pemilikan
beberapa ekor dalam skala kecil mempunyai tujuan mendapatkan tenaga kerja disamping susu
untuk dibuat dadih. Bagi pemilikan sistem paron, hasil dadih merupakan milik pemelihara.
Organisasi peternak yang khusus membenahi usaha kerbau perah belum ada. Sedangkan
perhatian pemerintah terasa sangat kurang, baik dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah. Di
Sumatera Barat, model pengembangan potensi peternakan kerbau perah dapat dilakukan
tergantung pada masing-masing daerah dan keadaan status usaha ternak kerbau sendiri. Untuk itu
perlu pengembangan status kepemilikan melalui upaya merubah bentuk dari pemelihara menjadi
pemilik ternak

Kandang.- Pola pemeliharaan ternak kerbau masih tradisional. Penggunaan kandang ditemukan
di Kecamatan Tilatang Kamang umumnta kandang berada di belakang atau di samping rumah
dengan ukuran 3 x 4 m2 untuk dua ekor kerbau (satu induk dan satu ekor anak). Kandang
biasanya beratap alang-alang, daun kelapa dan jarang yang memakai atap seng sertai ditunjang
dengan lantai tanah. Kandang tersebut umumnya tidak mempnyai dinding dan sangat jarang
yang memiuliki tempat makanan. Manajemen usaha yang paling sederhana terdapat di
Kecamatan Lembah Gumanti, dimana kebanyakan tidak mempunyai kandang, sehingga kerbau
dibiarkan berada di bawah pohon kelapa di waktu malam. Sistem pemeliharaan diusahakan
berubah dari sederhana menjadi intensif dimana hijauan sebagai makanan pokok diperkuat
dengan pemberian makanan tambahan berupa konsentrat sesuai dengan porsi dan kebutuhan
ternak dan kebutuhan produksi susu.

Pakan.- Penggunaan lahan pengadaan hijauan ternak di Sumatera Barat dipengaruhi oleh faktor
alam setempat, disertai keadaan iklim, curah hujan dan lain sebagainya. Wilayah datar umumnya
digunakan untuk persawahan dan perkampungan sedangkan wilayah yang mempunyai topografi
agak miring umumnya dipergunakan untuk kebun campuran / tegalan. Pada daerah perbukitan
dan pegunungan umumnya terdapat belukar dan semak yang sebagian digunakan ditumbuhi
rumput.

Di Propinsi Sumatera Barat diperkirakan tersedia bahan pakan untuk pembuatan konsentrat
berupa bahan dedak padi, jagung, onggok, bungkil dan lainnya (Dinas Peternakan Tk I Sumbar,
2004). Namun untuk perbaikan nutrisi ternak perlu dilakukan penyuluhan sintem pemberian
pakan untuk memacu produksi susu dimana daya dukung dari Sumber daya Alam dan
Sumberdaya Manusia masih memungkinkan. Masyarakat peternak kerbau perah masih merasa
usaha mereka merupakan usaha sambilan sebagai penambah biaya rumah tangga, namun
sebenarnya pendapatan dari usaha pemerahan susu kerbau yang kemudian dibuat menjadi dadih
merupakan penghasilan yang bukan kecil lagi.
Kendala
Proses pengolahan susu kerbau menjadi dadih masih tradisional, sehingga belum memperhatikan
faktor sanitasi dan higine guna mendapatkan produk yang bermutu. DI pasar dadih memiliki
produk saingan yaitu yoghurt, kefir , yakult, yang merupakan produk olahan susu fermentasi
(susu asam) yang sudah menggunakan teknologi maju. Mutu produk yang baik memegang
peranan yang sangat penting di dalam keberhasilan usaha. Dalam era globalisasi nanti akan
terjadi persaingan yang sangat ketat antar produk yang sejenis dan terjadinya perubahan pola
konsumsi yang menentukan adanya jaminan mutu produk, sehingga produk yang kurang baik
akan kehilangan pangsa pasar. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penelitian dan
pengembangan yang mendalam mulai dari sumber bahan baku, teknologi proses dan manajemen
pemasaran.

Keberadaan ternak kerbau dimasyarakat semakin hari semakin menyusut, hal ini akibat
perubahan
pola pengolahan lahan yang dulunya menggunakan tenaga kerja kerbau berubah menjadi tenaga
traktor.Hal tersebut berdampak langsung terhadap keberadaan bahan baku dadih , untuk
mengatasi hal tersebut perlu adanya kebijakan dari instansi terkait agar jenis makanan susu
fermentasi/dadih khas Nusantara dapat dipertahankan dan sejajar dengan produk susu fermentasi
dari negara lain

Saat ini para pembuat / produsen dadih tidak dapat menentukan harga jual karena penentuan
harga dilakukan dan dikuasai pedagang perantara. Manajemen pemasaran dibuatkan suatu usaha
kelompok untuk memutus rantai pedagang perantara perlu dilakukan sehingga peternaklah yang
menentukan harga jual. Usaha kelompok ini bisa berupa Usaha Perdagangan Dadih dimana
peternak kerbau perah menjadi pemegang saham atau sebagai anggotanya seperti Koperasi Susu
Perah Indonesia dimana yang disetorkan ke Koperasi adalah dadih yang sudah jadi.

Dengan adanya dukungan teknologi dan manajemen pemasaran yang baik, dadih memiliki
potensi pasar yang sangat luas. Jalur distribusi dalam pemasaran dadih dapat melalui warung dan
restoran padang yang sudah terkenal di Indonesia. Kendala lain yang tidak kalah pentingnya
adalan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berupa managerial skill kurang dan
mahal,tenaga terampil sulit dan mahal dan tidak adanya latihan kerja.

Keju sudah diproduksi sejak zaman prasejarah walaupun tidak ada bukti pasti kapan
pembuatan keju pertama kali dilakukan. Masyarakat prasejarah mulai meninggalkan gaya
hidup nomaden dan beralih menjadi beternak kambing, domba maupun sapi. Karena kebersihan
yang kurang, terkena sinar matahari secara langsung atau terkena panas dari api maka susu
dalam bejana tersebut menjadi asam dan kental. Setelah dicoba ternyata susu tersebut masih
dapat dimakan, dan itulah pertama kalinya manusia menemukan keju krim asam (sour cream
cheese).
Keju krim manis (sweet cream cheese) juga ditemukan secara kebetulan. Sebuah legenda
yang menceritakan bahwa beberapa pemburu yang membunuh seekor anak sapi, kemudian
membuka perutnya dan menemukan sesuatu berwarna putih yang memiliki rasa yang enak.
Adanya enzim rennet di dalam perut sapi menyebabkan susunya menjadi kental, sehingga
menjadi apa yang kita sebut keju saat ini. Cerita lainnya mengatakan bahwa keju ditemukan
pertama kali di Timur Tengah oleh seorang pengembara dari Arab. Pengembara tersebut
melakukan perjalanan di padang gurun mengendarai kuda dengan membawa susu di pelananya.
Setelah beberapa lama, susu tersebut telah berubah menjadi air yang pucat dan gumpalan-
gumpalan putih. Karena pelana penyimpan susu terbuat dari perut binatang (sapi, kambing
ataupun domba) yang mengandung rennet, maka kombinasi dari rennet, cuaca yang panas dan
guncangan-guncangan ketika mengendarai kuda telah mengubah susu menjadi keju, dan setelah
itu orang-orang mulai menggunakan enzim dari perut binatang untuk membuat keju.
Di abad ke 19, Ferdinand Cohn menjadi orang pertama yang menemukan bahwa proses
pematangan keju diarahkan oleh mikroorganisme. Setelah itu, semakin banyak pula riset yang
dilakukan berhubungan dengan keju dan proses pembuatannya. Dengan berkembangnya
pengetahuan tentang keju baik dari segi biologis maupun kimiawi, proses pembuatan keju pun
menjadi umum di masyarakat. Hasilnya, perusahaan-perusahaan kecil maupun peternakan-
peternakan berlomba-lomba memproduksi keju mereka sendiri.

Dadih adalah produk olahan dari susu kerbau yang dibuat dengan cara fermentasi alami pada
suhu kamar selama 2 hari (Sughita, 1995). Saat ini dadih dikonsumsi sebagai makanan adat,
disuguhkan pada acara pernikahan dan pemberian gelar datuk di daerah Sumatra Barat. Selain di
daerah Sumatra Barat dadih juga terdapat di daerah Riau. Umumnya dadih dikonsumsi langsung
bersama nasi setelah diberi irisan bawang merah dan cabe merah, atau dadih dicampurkan ke
dalam minuman es bersama emping ketan, santan dan gula merah (Sisriyenni dan Zurriyati,
2004). Dadih yang disenangi oleh konsumen adalah yang berwarna putih, bertekstur lembut
dengan aroma spesifik (Sughita, 1994). Bagi penderita laktosa intolerance, mengkonsumsi
dadih merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh manfaat dari susu (Pato et al, 2004).
Namun dewasa ini yang menjadi masalah besar adalah konsumsi dadih yang terus menurun,
sehingga menyebabkan masa depan dari produksi susu kerbau dan dadih menjadi suram
(Ibrahim, 2006).
Pada saat proses fermentasi telah selesai susu kerbau akan mengental (curd), rasanya menjadi
asam (0,99%), memiliki kandungan protein (6,81%), lemak (8,66%), vitamin A (80 SI) dan total
bakteri asam laktat (16,0 x 105 CFU/ml) (Sisriyenni dan Zurriyati, 2004). Di dalam dadih
terdapat bakteri asam laktat (salah satu jenis bakteri probiotik) yang berperan dalam
pembentukan tekstur dan cita rasa. Adanya kandungan BAL seperti Lactobacillus,Streptococcus,
Leuconostoc dan Lactococcus membuat dadih memiliki khasiat kesehatan antara lain
menyeimbangkan mikroba dalam saluran usus, menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang
menyebabkan diare, menurunkan terjadinya mutasi sel, menurunkan kadar kolesterol darah dan
meningkatkan sistim kekebalan tubuh. Kandungan gizi dan manfaat kesehatan yang dimiliki
dadih menjadikannya sebagai produk pangan yang potensial untuk dikembangkan sebagai
industri. Dadih dapat diproduksi sebagai 1) makanan jajanan seperti jelly dengan berbagai cita
rasa yang disesuaikan untuk kalangan berbagai usia, 2) minuman segar seperti yakult atau
campuran es krim, 3) produk makanan siap saji dengan tekstur padat seperti keju, mentega dan
dapat digunakan untuk berbagai jenis makanan seperti lauk, isi roti lapis, pengisi makanan
jajanan dan campuran berbagai jenis roti, 4) suplemen makanan dalam bentuk tablet, pil, powder,
granula atau pasta yang berisi BAL asal dadih, baik dikonsumsi langsung ataupun
untuk memperkaya berbagai jenis makanan dan minuman dan 5) sebagai
sumber flavoring Murwani, 2006).
Pembuatan dadih masih dilakukan secara tradisional dan belum ada standar cara
pembuatannya. Oleh sebab itu kualitas dadih yang dihasilkan dari tiap daerah bervariasi,
walaupun relatif tidak jauh berbeda. Kualitas dadih yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh
kualitas susu yang digunakan (Purnomo, 1996).
Dadih yang diproduksi di Sumatera Barat dibuat dengan bahan dasar susu kerbau dengan
mengandalakan jasad renik yang ada di alam sebagai inokulan atau tanpa menggunakan starter
tambahan. Mikroba diperkirakan dapat berasal dari daun pisang sebagai penutup bambu dan dari
susu itu sendiri (Yudoamijoyo dkk., 1983) serta dapat juga dari tabung bambu yang digunakan
(Zakaria dkk., 1998).
Susu kerbau dimasukkan dalam tabung bamboo
Ditutup dengan daun pisang yang sudah dilayukan di atas api dan diikat
Disimpan dalam suhu ruangselama 24 jam
dadih

Anda mungkin juga menyukai