2017
PROPOSAL PENELITIAN
Disusun Oleh ;
KELOMPOK : 2 (dua)
NAMA : M Rashid Al-Ghifary (15020041)
M Arief Hidayat (15020042)
Nur Adlina H (15020045)
Rosi Khoerunnisa (15020056)
Siti Lia Isnawati (15020057)
GRUP : 3K2
DOSEN : Wulan S,ST,M.T.
ASISTEN : Ir. Elly K.,Bk. Teks,M.Pd.
Desirna S
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1. Judul Penelitian..................................................................................................3
1.2. Subjek Penelitian................................................................................................3
1.3. Ketua Peneliti.....................................................................................................3
1.4. Anggota Peneliti.................................................................................................3
1.5. Rencana Anggaran..............................................................................................3
1.6. Perencanaan Waktu...........................................................................................3
1.7. Desain Produk....................................................................................................3
BAB II ISI.............................................................................................................................4
2.1. Latar Belakang....................................................................................................4
2.2. Maksud dan Tujuan............................................................................................4
2.3. Rumusan Masalah..............................................................................................4
2.4. Batasan Masalah................................................................................................5
2.5. Hipotesis Penelitian............................................................................................5
2.6. Kajian Pustaka....................................................................................................5
2.6.1. Serat Poliester................................................................................................5
2.6.2. Serat Kapas.....................................................................................................7
2.6.3. Penyempurnaan Anti Snagging.......................................................................9
2.6.4. Resin base poliuretan.....................................................................................9
2.6.4.1. Pelapisan tipis.......................................................................................10
2.6.4.2. Mekanisme Pelapisan Tipis...................................................................10
2.6.5. Katalis...........................................................................................................11
BAB III METODA PENELITIAN............................................................................................13
3.1. Percobaan.........................................................................................................13
3.2. Diagram Alir......................................................................................................13
3.3. Resep................................................................................................................14
3.4. Fungsi Zat.........................................................................................................14
3.5. Prosedur Percobaan.........................................................................................15
3.6. Pengujian..........................................................................................................16
3.6.1. Kekuatan Tarik dan Mulur Kain.................................................................16
3.6.2. Ketahanan Snagging.................................................................................18
3.6.3. Fourid Transformation Infra Red (FTIR).....................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24
LAMPIRAN........................................................................................................................25
A. Rencana Anggaran................................................................................................25
B. Desain Produk......................................................................................................25
C. Perencanaan Waktu.............................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
2) Elastisitas
Poliester mempunyai elastisitas yang baik sehinga kain poliester tahan
kusut. Jika benang poliester ditarik dan kemudian dilepaskan pemulihan yang
terjadi dalam 1 menit adalah sebagai berikut;
Penarikan 2 % .. pulih 97 %
Penarikan 4 % .. pulih 90 %
Penarikan 8 % .. pulih 80 %
3) Moisture Regain
Pada kondisi standar yaitu RH 65% dan suhu 27 oC, moisture regain serat
poliester hanya 0,4% sedangkan pada RH 100% moisture regain serat poliester
mencapai 0,6-0,8%
4) Mengkeret
Benang Terylene apabila dalam air mendidih akan mengkeret sampai 7%
atau lebih. Dacron dalam perendaman selama 70 menit akan mengkeret 10
14%. Beberapa zat organik seperti aseton, khloroform dan trikhlor etilena juga
akan menyebabkan barang atau kain mengkeret pada titik didih. Tetapi apabila
kain sebelumnya telah di heat set atau pemantapan panas, didalam air mendidih
ataupun pelarut-pelarut untuk pencucian kering pada titik didih tidak akan
mengkeret. Heat set akan menstabilkan dimensi kain poliester.
Heat set ini dilakukan dengan cara mengerjakan kain dalam dimensi yang
telah diatur (biasanya dalam bentuk lebar0 pada suhu 30-40 oC lebih tinggi dari
suhu penggunaan kain sehari-hari, untuk pakaian biasanya pada suhu 220-230 oC.
5) Ketahanan zat kimia
Serat poliester memiliki sifat kimia yang berhubungan dengan
ketahanannya terhadap zat kimia, diantaranya:
Tahan terhadap asam kuat pada suhu kamar dan pada asam lemah suhu
mendidih.
Tahan terhadap alkali lemah pada suhu kamar, tetapi kurang tahan
terhadap alkali kuat pada suhu mendidih.
2.6.2.1. Sifat-sifat
1) Kekuatan
Kekuatan serat kapas terutama dipengaruh oleh kadar selulosa dalam
serat, panjang rantai dan orientasinya. Kekuatan serat kapas per bundel rata-rata
adalah 96.700 pound per inci 2 dengan minimum 70.000 dan maksimum 116.000
pound per inci2. Kekuatan serat bukan kapas pada umumnya menurut pada
keadaan basah, tetapi sebaliknya kekuatan serat kapas dalam keadaan basah
makin tinggi.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa apabila gaya diberikan pada serat kapas
kering, distribusi tegangan dalam serat tidak merata karena bentuk serat kapas
yang terpuntir dan tak teratur. Dalam keadaan basah serat menggelumbung
berbentuk silinder, diikuti dengan kenaikan derajat orientasi, sehingga distribusi
tegangan lebih merata dan kekuatan seratnya naik. serat kapas memiliki kekuatan
yang cukup diantara serat alam dalam dengan nilai 3-3.5 g / dtex. Kekuatan tarik
kapas ada diantara wol dan serat sutera
2) Kekuatan mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantaranya serat-serat
selulosa alam, kira-kira dua kali mulur rami.Diantara serat-serat alam hanya
sutera dan wol yang mempunyai mulur lebih tinggi dari kapas. Mulur serat kapas
berkisar antara 4 13 % bergantung pada jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %.
3) Kekakuan (stiffness)
Kekakuan dapat didefinisikan sebagai daya tahan terdapat perubahan
bentuk, dan untuk tekstil biasanya dinyatakan sebagai perbandingan antara
kekuataan saat putus dengan mulur seat putus. Kekuatan dipengaruhi oleh berat
molekul, kekuatan rantai selulosa, derajat kristalinitas dan terutama derajat
orientasi rantai selulosa.
4) Moisture regain
Serat kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air, dan air
mempunyai pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat. Serat kapas yang sangat
kering bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture regain serat
bervariasi dengan perubahan kelembaban relatif atmosfir sekelilingnya.
Moisture regain serat kapas pada kondisi standar berkisar antara 7 8,5 %.
5) Ketahanan kimia
Serat kapas memiliki sifat kimia yang berhubungan dengan ketahanannya
terhadap zat kimia, diantaranya:
Kapas mudah diserang oleh jamur dan bakteri, terutama pada keadaan
lembab dan pada suhu yang hangat.
terjadinya tarikan tarikan benang pada kain yang terbuat dari benang staple akan
menyebabkan permukaan kain menjadi kasar. Efek dari tarikan tarikan pada benang
tersebut dikenal dengan istilah snagging. Hal tersebut dapat membuat mutu produk
garmen menjadi jelek. Oleh karena itu kain yang terbuat dari benang staple perlu
dilindungi dari bahaya snagging tersebut.
Snag adalah benang atau bagian dari benang yang tertarik atau tercabut dari
permukaan kain. Klasifikasi snag sebagai berikut :
Snag yang mempunyai protusion dan tidak ada distortion
Snag yang mempunyai distortion dan tidak ada protrusion
Snag yang mempunyai distortion dan protrusion
Protrusion (tonjolan) adalah sekumpulan serat. Benang dan bagian dari benang
yang nampak menonjol di atas permukaan kain. Distortion (pergeseran) adalah cacat
yang nampak pada permukaan susunan kain, berupa adanya pergeseran dan
penyimpangan ukuran anyaman dalam kain atau berupa putusnya benang dalam kain
tenun, tetapi tidak menonjol di atas permukaan kain.
Dengan demikian, masalah snagging dapat diatasi dengan melakukan
penyempurnaan pelapisan untuk melindungi serat dalam benang sehingga efek dari
tarikan-tarikan pada serat atau benang dapat dihindari dan tidak menyebebkan pegangan
kain menjadi kasar.
lebih panjang. Bila molekul baru ini bereaksi lagi dan seterusnya maka dengan cepat akan
terbentuk molekul yang sangat panjang.
Pada Gambar 2-5 (a), terlihat larutan yang terdiri dari partikel dispersi
prakondensat poliakrilat dan cairan berada di atas permukaan subtrat (kain). Penguapan
sebagian air mulai terjadi pada Gambar 2-5 (b) diakibatkan adanya suhu pemanasawetan
sehingga partikel-partikel prakondensat poliakrilat mulai merapat. Pada Gambar 2-5 (c),
terjadi pengupan air lebih lanjut dan perubahan partikel prakondensat poliakrilat yang
semakin rapat dan terjadi proses polimerisasi. Partikel partikel ini menempati ruang
kosong yang ditinggalkan air dan terbentuk lapisan film dan pra-ikatan silang tiga
dimensi dengan serat. Serta Gambar 2-5 (d) memperlihatkan terbentuknya lapisan film
kering yang homogen karena terjadinya polimerisasi maksimal dan perpecahan partikel
partikel prakondensat poliakrilat.
2.6.5. Katalis
Meskipun prakondensat dari resin dapat berpolimerisasi membentuk senyawa resin
kompleks hanya dengan pemanasan, umumnya lebih menguntungkan menambahkan
katalis untuk mempercepat reaksi.
Dalam suatu sistem kesetimbangan, suatu katalis menaikkan kecepatan reaksi maju
dan reaksi balik dengan sama kuatnya. Suatu katalis tidak mengubah kuantitas relatif
yang ada dalam kesetimbangan. Katalis mengubah waktu yang diperlukan untuk
mencapai kesetimbangan. Reaksi yang memerlukan waktu berhari hari untuk mencapai
suatu kesetimbangan, dapat berlangsung hanya dalam beberapa menit dengan adanya
katalis. Katalis didefinisikan sebagai suatu zat yang mempengaruhi laju reaksi kimia,
tanpa perubahan reaksi kimia. Adapun penggolongan katalis sebagai berikut :
1. Asam organik
Jenis ini jarang digunakan secara tunggal, tetapi digabung dengan katalis lain,
dan biasanya hanya membantu fiksasi katalis (auxiliary catalyst). Katalis jenis
ini, antara lain ; asam asetat dan asam meleat.
2. Garam garam ammonium
Katalis jenis ini dipakai dengan resin yang harus bebas formalin apabila ingin
menghindari terjadinya reaksi yang menghasilkan urutropin dan asam pada pH
rendah. Selain itu, pH larutan juga harus diusahakan supaya tetap netral pada
suhu normal dan pH asam pada saat reaksi kondensasi. Garam garam
ammonium dapat berpengaruh buruk pada derajat putih dan warna bahan. Katalis
jenis ini adalah ammonium klorida dan ammonium sulfat.
3. Garam garam amino
Penggunaan katalis jenis ini sangat mudah karena lebih stabil dari garam asam.
Biasanya digunakan sebagai katalis resin melamin dan resin urea. Kekurangannya
ialah tidak bisa digabungkan dengan tipe resin emulsi. Katalis jenis ini adalah
etanol amina.
4. Garam garam logam
Katalis jenis ini merupakan garam dari asam kuat dan logam alkali tanah yang
akan bersifat asam jika berdisosiasi. Biasa dipakai sebagai katalis tipe resin
reaktan selulosa. Katalis jenis ini ialah MgCl 2.
BAB III
METODA PENELITIAN
3.1. Percobaan
Percobaan dilakukan pada kain poliester/kapas dengan anyaman kepper yang telah
mengalami proses pesiapan penyempurnaan dan pencelupan dengan zat warna bejana.
Pengujian dari hasil percobaan dilakukan berupa uji anti-snagging dan FTIR (Fourier
Transform Infra Red) serta uji penunjang produk outdor yaitu kekuatan tarik kain.
Pengerjaan percobaan akan dilakukan di laboratorium pencapan dan penyempurnaan
Politeknik STTT, untuk pegerjaan pengujian dilakukan pada Laboratorium kimia
Politeknik STTT, dan laboratorium eveluasi tekstil fisika Politeknik STTT.
3.5.3. Evaluasi
Dilakukan pengujian pada kain hasil penyempurnaan tersebut yaitu; ketahanan
Snagging, FTIR, dan kekuatan tarik kain.
3.6. Pengujian
3.6.1. Kekuatan Tarik dan Mulur Kain
3.6.1.1. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan kain untuk dapat
menahan beban dan mulur maksimum sebelum putus. Pengujian ini dilakukan
menggunakan Standar Nasional Indonesia 0276 tahun 2009.
3.6.1.3. Peralatan
1) Alat uji kekuatan tipe laju tarik tetap (Constant Rate of Traverse);
PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL
POLITEKNIK STTT BANDUNG
15
Studi Penggunaan Resin Base Poliuretan Dal . . . . 2017
2) Gunting;
3) Pensil/ballpoint;
4) Penggaris;
5) Pola ukuran contoh uji;
6) Jarum.
3.6.1.6. Laporkan
Hasil pengujian dilaporkan mengenai :
- Cara uji yang digunakan;
- Nilai rata-rata kekuatan tarik dan mulur;
- Nilai standar deviasi (SD) dan coefficien of variasi (CV) %;
- Jumlah contoh uji;
- Jenis/tipe alat uji tarik;
- Ukuran penjepit dan contoh uji;
- Tegangan awal;
- Jika waktu putus tidak diperoleh dalam rentang (203) detik, laporkan
kecepatan terik yang digunakan.
3.6.4.3. Peralatan
1) Alat uji snagging;
2) Gunting;
3) Pola ukuran contoh uji;
4) Mesin jahit;
5) Benang jahit;
6) Karet gelang (d= 85mm, t= 5,5mm);
7) Foto Standar Snag;
6) Balikkan contoh uji tersebut sehingga bagian muka kain menghadap keluar.
7) Buat contoh uji masing-masing 2 buah untuk snag lusi atau wale dan snag
pakan atau course (Gambar 3-5)
Gambar 3-3. Persiapan contoh uji untuk snag lisi atau wale dan snag
pakan untuk course
Sumber : BSNI, SNI 7271-2008
- Nilai 4 sesuai dengan foto standar snag no 4 : sedikit ada snag (slight
snagging);
- Nilai 3 sesuai dengan foto standar snag no 3 : snag sedang (moderate
snagging)
- Nilai 2 sesuai dengan foto standar snag no 2 : banyak snag (severe snagging)
- Nilai 1 sesuai dengan foto standar snag no 1 : sangat banyak snag (very
severe snagging)
Apabila hasil pengujian kenampakan nilai snag pada contoh uji tersebut berada
di antara dua skala nilai standar, maka penilaiannya adalah sebagai berikut:
1-2 diatara nilai 1 dan 2;
2-3 diatara nilai 2 dan 3;
3-4 diatara nilai 3 dan 4;
4-5 diatara nilai 4 dan 5;
Apabila dari 2 contoh uji perbedaan nilainya lebih dari 1 tingkat, maka ulangi
pengujian dengan contoh uji baru, kemudian keempat hasil uji tersebut dihitung
rata-ratanya sampai 0,1 skala terdekat.
3.6.4.8. Laporan
Hasil pengujian dilaporkan mengenai :
- Standar uji yang dipakai.
- Rata-rata nilai snagging masing-masing untuk snag lusi atau wale dan snag
pakan atau course.
- Perubahan warna (jika ada).
3.6.5.2. Prinsip
Prinsip kerja spektrofotometer infra merah adalah sama dengan spektrofotometer
yang lainnya yakni interaksi energi dengan suatu materi. Spektroskopi inframerah
berfokus pada radiasi elektromagnetik pada rentang frekuensi 400-4000cm -1, di mana cm-
1
yang dikenal sebagai wavenumber (1/wavelength), yang merupakan ukuran unit untuk
frekuensi. Untuk menghasilkan spektrum inframerah, radiasi yang mengandung semua
frekuensi di wilayah IR dilewatkan melalui sampel. Mereka frekuensi yang diserap
muncul sebagai penurunan sinyal yang terdeteksi. Informasi ini ditampilkan sebagai
spektrum radiasi dari % ditransmisikan bersekongkol melawan wavenumber.
3.6.5.3. Peralatan
Cermin yang tegak lurus
Cermin yang diam
LASER (Light Amplification by Stimulated Emmission of Radiation)
MCT (Mercury Cadmium Telluride)
3.6.5.4. Pengujian
1. Tentukan sumbu X dan sumbu Y dari spektrum. Sumbu X dari spektrum IR
diberi label sebagai bilangan gelombang dan jumlahnya berkisar dari
400 di paling kanan untuk 4.000 di paling kiri. Sumbu X menyediakan
nomor penyerapan. Sumbu Y diberi label sebagai transmitansi persen dan
jumlahnya berkisar dari 0 pada bagian bawah dan 100 pada bagian atas.
2. Tentukan karakteristik puncak dalam spektrum IR. Semua spektrum IR
mengandung banyak puncak. Selanjutnya melihat data daerah gugus
fungsi yang diperlukan untuk membaca spektrum.
3. Tentukan daerah spektrum dimana puncak karakteristik ada. Spektrum IR
dapat dipisahkan menjadi empat wilayah. Rentang wilayah pertama dari 4.000
ke 2.500. Rentang wilayah kedua dari 2.500 sampai 2.000. Rentang
wilayah ketiga berkisar dari 2.000 sampai 1.500. Rentang wilayah
keempat berkisar dari 1.500 ke 4000.
4. Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah pertama. Jika
spektrum memiliki karakteristik puncak di kisaran 4.000 hingga 2.500, puncak
sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh NH, CH dan obligasi OH
tunggal.
5. Tentukan kelompok fungsional yang diserap di wilayah kedua. Jika
spektrum memiliki karakteristik puncak di kisaran 2.500 hingga 2.000, puncak
sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap tiga.
6. Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah ketiga. Jika spektrum
memiliki karakteristik puncak di kisaran 2.000 sampai 1.500, puncak sesuai
dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap seperti C = O, C = N
dan C = C.
7. Bandingkan puncak di wilayah keempat ke puncak di wilayah keempat
spektrum IR lain. Yang keempat dikenal sebagai daerah sidik jari dari
spektrum IR dan mengandung sejumlah besar puncak serapan yang
account untuk berbagai macam ikatan tunggal. Jika semua puncak dalam
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, E. K. (2010). Pengaruh Konsentrasi Zat Pelemas Silikon (soft silicone E-28) Pada
penyempurnaan Anti Snagging Kain Rajut Poliester Dengan Resin Poliakrilat
(meikaset N-100). Bandung: STT Tekstil.
Chen, M. S. (1990). The Crosslinking Structures And Physical Properties Of The Cotton
Fabrics Treated With Two-Step Wet-Cure or Poly-Set process. Taipei: National
Taiwan Institute of Technology.
NM Susnyami H, d. (2005). Bahan Ajar Praktek Evalusi Kain. Bandung: STT Tekstil.
Standar Nasional Indonesia. (2009). SNI 0276:Cara uji kekuatan tarik dan mulur kain
tenun. Jakarta: BSNI.
LAMPIRAN
A. Rencana Anggaran
Pada penelitian kali ini dibutuhkan beberapa biaya, yang telah disusun dalam
rencana anggaran sebagi berikut;
Tabel 1. Rencana Anggaran
No Item Harga
B. Desain Produk
C. Perencanaan Waktu
Pada penelitian kali ini dilakukan tarjet pengerjaan, yang telah disusun dalam perencanaan waktu sebagi berikut;
Tabel 2. Perencanaan Waktu
MINGGU KE
NO KEGIATAN KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 Perencanaan
2 Pembuatan Proposal
3 Kajian literatur
4 Uji Pendahuluan
5 Penelitian dan Evaluasi
6 Pembuatan Produk
7 Pelaporan hasil Penelitian