Translokasi IUD
Translokasi IUD
Jakarta, Kontrasepsi spiral atau IUD (Intra Uterine Device) yang geser dari tempatnya memang tidak
mematikan, tetapi tetap harus mendapat penanganan. Tidak sembarangan, penanganan kasus
seperti ini harus dilakukan oleh dokter yang kompeten.
"Tindakan medis untuk Translokasi IUD (perpindahan IUD dari posisi normalnya di rahim) harus
dikerjakan di RS dengan fasilitas lengkap," kata dr M Nurhadi Rahman, SpOG dari RS Dr Sardjito
Yogyakarta saat dihubungi detikHealth, Jumat (10/5/2013).
Bukan tanpa alasan jika dr Nurhadi menyarankan demikian, sebab rentang kesulitan dalam
penanganan translokasi IUD cukup bervariasi. Jika cuma sebagian kecil IUD yang menembus rahim,
penanganannya cukup dengan office hysteroscopy tanpa pembiusan dan hanya butuh waktu 15
menit.
Namun pada kasus yang lebih berat, operasinya bisa memakan waktu berjam-jam dengan
laparoskopi yakni kamera dan alat berukuran kecil yang dimasukkan ke dalam perut. Kadang
dibutuhkan pula rontgen portable dan C-Arm jika IUD menempel di usus.
Ditambahkan pula oleh dr Nurhadi, rumah sakit yang menangani translokasi IUD juga harus
dilengkapi fasilitas diagnostik maupun alat-alat histereskopi dan laparoskopi. Dokter yang
menangani pun harus dokter kandungan dengan keahlian khusus, bahkan terkadang masih harus
dibantu pula oleh dokter urologi dan bedah digestif (saluran cerna).
Terakhir, dr Nurhadi mengatakan bahwa translokasi IUD memang tidak akan menyebabkan kematian
tetapi gejalanya bisa menganggu aktivitas sehari-hari. Oleh karenanya, ia menyarankan untuk selalu
berkonsultasi sebelum memilih alat atau metode kontrasepsi yang paling sesuai dengan kondisi
masing-masing.
"Jadi, apapun alat KB yang dipilih tentunya juga memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pahami dengan baik, diskusikan, dan patuhi petunjuk dokter atau tenaga kesehatan untuk
meminimalkan efek samping yang terjadi," pesan dr Nurhadi.
ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM
AKDR alat kontrasepsi dalam rahim atau IUD intra uterine device termasuk ke dalam alat
kontrasepsi mekanis.
MEKANISME KERJA
????
Kemungkinan besar adalah mengganggu proses implantasi
Mencegah fertilisasi
Respon inflamasi hebat akibat jenis Copper Device merangsang aktivasi lisosome dan reaksi
inflamasi lain yang bersifat SPERMISIDAL
Reaksi inflamasi juga dapat terjadi pada blastosis
Pada penggunaan Progestine Device jangka panjang dapat terjadi atrofi endometrium
Progestin juga dapat mencegah penetrasi sperma dengan mengentalkan lendir servik atau
mencegah ovulasi (?)
Efektivitas :
Keuntungan :
Levenogestrel device menurunkan jumlah darah haid, terapi pada kasus menorrhagia,
menurunkan kejadian dismenorea
Dapat digunakan pada kasus yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi oral kombinasi
EFEK SAMPING
Bila benang terlalu panjang potong dan berikan antibiotika dosis tinggi
Bila infeksi terlalu berat berikan antibiotika dosis tinggi lepaskan IUD lanjutkan
terapi antibiotika
Translokasi IUD = IUD yang geser, jalan-jalan, tidak di tempat yang normal.
By Dr. Muhammad Nurhadi Rahman, Spog
LikeComment
Masih ingat hebohnya istri si Daus Mini yang mengalami translokasi IUD beberapa waktu
yang lalu? Pingin tahu apa itu translokasi IUD, simak penjelasan berikut ya
IUD (Intra Uterine Device) adalah alat kontrasepsi, yg dimasukkan ke dalam rahim melalui
mulut rahim. Bentuknya kebanyakan yg digunakan skrg berbentuk seperti huruf T. Dulu
dinamakan spiral, karena bentuknya seperti spiral (sekarang IUD jenis ini tidak digunakan
lagi).
Photo
Posisi IUD yang normal
Translokasi IUD adalah berpindahnya IUD atau spiral ke lokasi/posisi yg tidak normal. Posisi
IUD normalnya ada didalam rahim. Posisi huruf T-nya harus sejajar dgn rahim di bagian
tengah atas, tidak boleh miring, ataupun turun, atau bahkan menembus rahim.Semua
translokasi IUD, sebisa mungkin harus dikeluarkan. Kecuali memang pada kasus-kasus
tertentu, dimana tindakan operasi-nya lebih berbahaya daripada membiarkan saja translokasi
IUD itu.
Photo
Posisi IUD yang tidak normal, dalam gambar ini telah terjadi perforasi (menembus dinding
rahim), dikonfirmasi dengan laparoskopi.
Apa penyebabnya
Pindahnya Iokasi IUD ini, (1) bisa langsung terjadi pada saat pemasangan, yaitu pada kondisi
khusus dimana dinding rahim lunak, atau posisi rahim yg terlalu menekuk ke depan
(hiperantefleksi), ataupun ke belakang (hiperretrofleksi), (2 )bisa juga dikemudian hari karena
aktivitas fisik yg berlebihan, cth: olahraga/aktivitas yg sering membuat guncangan di sekitar
panggul, selebihnya penyebab tidak diketahui. Dan mitos ttg pijat di perut dapat
menyebabkan translokasi IUD itu tidak benar. Bila posisi IUD benar, tidak akan
menyebabkan pindahnya IUD hanya karena pijat. Yang harus diketahui, segala macam nyeri
perut, ataupun gejala yg tidak mengenakkan di perut, sebaiknya memang tidak dipijat karena
apabila ternyata sudah ada translokasi IUD ini, malah dapat memperparah kondisi translokasi
IUD yg terjadi.
Gejala translokasi
Sangat bervariasi. Translokasi bisa tidak bergejala sama sekali. Bisa juga terjadi nyeri perut
yg menjalar sampai pinggang yg hilang timbul, kadang memberat pada posisi-posisi tertentu.
Bisa juga terjadi buang air besar yg disertai bercak darah (bila menembus saluran cerna),
Atau buang air kecil yg nyeri dan ditemukan adanya radang saluran kecing yg tak kunjung
sembuh.
Tindakannya apa?
Karena range kesulitannya bervariasi: dari yg cuma butuh 15 menit tanpa pembiusan ( dgn
office hysteroscopy) apabila IUD hanya menembus sebagian kecil, dan sebagian besarnya
masih berada di dalam rahim, ataupun yg perlu waktu berjam-jam dengan laparoskopi
(kamera kecil+alat yg masuk ke dalam perut) + alat rontgen portable C-arm karena IUD yg
mungkin menempel di usus di dalam perut, tertutup lemak usus ataupun memerlukan
pembedahan besar,translokasi IUD sebaiknya dikerjakan di RS dengan fasilitas diagnostik
lengkap dan tersedia alat histeroskopi dan laparoskopi. Dan tentunya dokter kandungan
dengan keahlian khusus, kadang dibantu dokter urologi dan dokter bedah saluran cerna
(digestif), untuk melakukan tindakan tersebut.
Pencegahan
Sebelum pemasangan IUD, pastikan bahwa syarat utk pemasangan IUD terpenuhi,
diantaranya: tidak ada infeksi/keputihan yg terus menerus,tidak ada perdarahan yang
abnormal/tidak diketahui penyebabnya, pemeriksaan fisik sebelumnya menunjukkan sehat
dan rahim dalam kondisi normal.
Setelah pemasangan IUD, walaupun masa pakai IUD itu lama (5 tahun, ada yg lebih),
pastikan kontrol secara teratur, setidaknya 6 bulan sekali. Bila ada gejala yg tidak
mengenakkan, segera ke dokter. Dan tepati lama penggunaannya. Bila memang hanya 5
tahun, jangan dilanjutkan lebih dari 5 tahun. Dan jangan lupa meminta dan mengingatkan
untuk melakukan konfirmasi letak IUD dengan USG setelah pemasangan bila
memungkinkan.
Pesan
Translokasi IUD memang tidak sampai berakibat fatal, tetapi gejala yg dirasakan tentunya
juga akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Jadi, apapun alat KB yg dipilih tentunya juga
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pahami dengan baik, diskusikan, dan
patuhi petunjuk dokter/tenaga kesehatan utk meminimalkan efek samping yang terjadi.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Tentang penulis:
dr. M. Nurhadi Rahman, SpOG adalah dokter kandungan di Yogyakarta, mendalami
histeroskopi dan laparoskopi ginekologi, dosen di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta,
penggiat gerakan @selamatkanibu di twitter, dan melayani konsultasi kandungan melalui
akun @adirahmanOG di twitter dan akun facebook http://www.facebook.com/adirahmanog
Ulkus Portio
1. Pengertian
Ulkus portio adalah suatu pendarahan dan luka pada portio berwarna merah
dengan batas tidak jelas pada sotium uteri eksternum .
2. Etiologi
Penggunaan IUD, pemakaian pil, perilaku seksual yang tidak sehat, trauma.
3.Patofisiologi
Proses terjadinya ulkus portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari luar
misalnya IUD.
IUD yang mengandung polyethilien yang sudah berkarat membentuk ion Ca,
kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO4 sehingga terjadi denaturasi / koalugasi
membaran sel dan terjadilah erosi portio.
Bisa juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga
menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah ulkus portio dan akhir nya
menjadi ulkus. Dari posisi IUD yang tidak tepat menyebabkan reaksi radang non spesifik
sehingga menimbulkan sekresi sekret vagina yang meningkat dan menyebabkan
kerentanan sel superfisialis dan terjadilah erosi portio.Dari semua kejadian ulkus portio
itu menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, bila sampai kronis menyebabkan metastase
keganasan leher rahim.
4. Gejala
a. Adanya fluxus
b. Portio terlihat kemerahan dengan batas tidak jelas
c. Adanya kontak bloding
d. Portio teraba tidak rata
5. Komplikasi
a. Terjadi keganasan
6. Penanggulangan
a. Membatasi hubungan suami istri
b. Menjaga kebersihan vagina
c. Lama pemakaian IUD harus diperhatikan
7. Efek samping penggunaan IUD dan penanggulangannya
a. Infeksi
1.) Gejala :
Keluarnya cairan putih yang baru
Nyeri perut bagian bawah
Suhu 37C
2.) Penyebab
Akibat dari pemasangan tidak sesuai dengan standar baku dan tidak steril.
Partner seksual yang banyak dan lama pemakaian IUD.
3.) Penanggulangan
Saling setia pada pasangannya
Lama pemakaian IUD harus diperhatikan
Pengobatan dengan albotyl vagina 1x selama satu minggu.
b. Keputihan
1.) Gejala :
Keluarnya cairan jernih, tidak berbau dan tidak ada gatal dari vagina
2.) Penyebab
Karena adanya reaksi endometrium.
3.) Penanggulangan
Menjaga kebersihanvagina agar tidak lembab
Sering kontrol, jangan kalau ada keluhan saja
USG
Pengobatan dengan albotyl 36 % nystatisn 1x / minggu.
c. Ekspulsi
1.) Gejala
Nyeri pada keluhan
Terabanya bagian IUD di dalam vagina.
2.) Penyebab
Karena ukuran IUD yang tidak sesuai
Karena letak IUD yang tidak sempurna.
3.) Penanggulangan
Melepas IUD
Pemasangan yang sesuai standar
Ukuran IUD disesuaikan dengan ukuran uterus.
d. Translokasi IUD
1.) Gejala
Klien merasakan rasa nyeri yang hebat pada waktu pemasangan
Klien tampak menyeringai.
2.) Penyebab
Pemasangan yang sulit sehingga dilakukan pemaksaan
Pemasukan inserter dengan arah yang salah
Teknik pemasangan IUD dengan push ini.
3.) Penggulangan
Kolaborasi dengan dokter untuk USG
Angakat IUD dengan laparotomi.
e. Rasa mules / nyeri / kram perut bawah
1.) Gejala
Nyeri / mules / sakit pinggang terutama pada hari pertama sesudah
pemasangan
Wajah klien menyeringai
Nyeri tekan pada atas sympisis pada adneksa.
2.) Penyebab Psikis.
Letak IUD yang tidak tepat
IUD merangsang pembentukan prostaglandin pada waktu haid.
3.) Penanggulangan
Beri konseling pada akseptor
IUD dilepas bila nyeri hebat
Beri antibiotik 3x 500 mg/hr selama 1 minggu.
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Tanggal :-- Jam: -WIB
I. Data Subyektif
A. Identitas
Nama Ibu : Ny. T Nama Suami : Tn. W
Umur : 35 tahun Umur : 35 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Bangsa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ds.z Alamat : Ds.
Telp. : - Telp. : -
B. Anamnesa
1. Alasan Kunjungan : Pertama / Rutin / Ada Keluhan
2. Keluhan yang dirasa : ibu mengatakan keluar flek darah dan keluar keputihan
agak banyak, berbau, gatal.
3. Riwayat Mentruasi
1. Menarche : 13 th
2. Siklus : 28 hari
3. Teratur / Tidak : Teratur
4. Lamanya : 6 7 hari
5. Banyak : 3-4 pembalut / hari
6. Sifat : Merah tua, encer tidak bergumpal, anyir
7. Dismenore : Tidak ada
4. Keikutsertaan dalam KB
Ibu mengatakan setelah melahirkan anaknya yang pertama ibu memakai KB suntik 1
bulan, kemudian ibu berhenti menggunakan KB suntik 1 bulan sejak 2 minggu terakhir dan
memakai KB IUD selama 1 minggu, saat ini ibu mengeluh keputihan, warna putih jernih,
tidak gatal dan tidak bau, dan keluar flek-flek
1. Cara KB terakhir
Ibu mengatakan terakhir menggunakan IUD.
2. Jumlah anak hidup
Laki-laki : 1 orang hidup umur 3 tahun
3. Jumlah anak lahir hidup kemudian meninggal Laki-laki dan Perempuan
1. Apakah ibu sedang menyusui
Ibu mengatakan tidak sedang menyusui
2. Pengetahuan ibu tentang metode KB
Ibu mengatakan hanya mengetahui metode KB pil, suntik dan IUD.
3. Kebiasaan-kebiasaan merokok : Tidak ada Sejak kapan
1. Riwayat pernyakit yang diderita
Ibu mengatakan tidak ada penyakit kronis atau menahun seperti jantung, ginjal
dan paru-paru. Tidak memiliki penyakit penular seperti TBC, thypoid, Hepatitis dan
HIV/AIDS serta tidak terdapat riwayat penyakit keturunan seperti DM, Asma ataupun
HT.
II. Data Obyektif
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Apatis
Cara berjalan : Gontai
Postur tubuh : Tegak
Ekspresi wajah : Kesakitan
Status emosional : Labil
TB/BB : 157 cm/55 kg
2. Tanda-tanda Vital
T = 160/120 mmHg
S = 378 C
N = 96x/mnt
RR = 18x/mnt
3. Pemeriksaan Fisik
Muka : Bersih, pucat, tidak oedem, tidak ada chloasma.
Mata : Simetris, palpebra tidak oedem, sklera tidak ikterus, conjunctiva
pucat.
Hidung : Bersih, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret,
tidak ada polip.
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen , daun telinga tidak ada
kelainan.
Mulut : Bersih, lidah bersih, bibir lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada
caries gigi.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada bendungan V.
Jugularis.
Mammae : Bersih, Simetris ka/ki , pembesaran : ada, Konsistensi :
Tegang. Massa abnormal (-), Putting susu ka/ki menonjol, terdapat
pengeluaran colostrum, Hyperpigmentasi areola ka/ki (-), puting susu
normal.
Dada : Simetris, tidak ada retraksi interkosta.
Abdomen : Bersih, massa abnormal (-), nyeri tekan (+), Tidak ada bekas
luka operasi, Bising usus terdengar.
Genetalia :Inspeksi genetalia eksterna : kotor, terdapat pengeluaran darah,
Tidak oedem, tidak ada varices, terdapat flour albus berbau, perih, warna
keju.Palpasi kelenjar bartolini : tidak ada pembengkakan kelenjar
bartholmi.
Anus : Bersih, tidak ada haemorroid.
Ekstremitas (at/bw) : Simetris, tidak oedema, tidak ada varices.
4. Pemeriksaan Khusus (Untuk IUD)
5. Inspekulo ( pemeriksaan dengan speculum) :
1. Terlihat benang IUD 3 cm didepan portio.
Adakah lesi pada serviks : ada dengan batas tidak jelas
Apakah keputihan / spoting : ada, berbau, perih/gatal, berwarna kuning
keju.
Portio terlihat kemerahan dengan batas tidak jelas.
2. Bimanual
Gerakkan serviks bebas
Tidak ada tanda-tanda kehamilan.
Ante fleksi
Tidak nyeri goyang pada adneksa.
Pemeriksaan lab tidak dilakukan
III. Identifikasi Diagnosa, Masalah, dan Kebutuhan
Diagnosa : Akseptor IUD (CuT 380A) 1 minggu dengan ulkus porsio
k/u kurang baik.
Masalah : anemia. nyeri abdomen. ibu mengeluh perih pada vagina
IV.Tindakan segera dan kolaborasi
Rujuk
V. Rencana Manajemen
1. Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan dan keadaan ibu yang
kurang saat ini.
2. meningkatakan pengetahuan ibu dan keluarga tentang kondisi kesehatan ibu saat
ini.
3. Ajak diskusi keluarga mengenai (baik/buruknya) alternative tempat rujukan yang
dituju
4. Lakukan kolaborasi dengan tempat rujukan yang dituju
5. Pasang Infus RD5%
VI.Implementasi
1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan dan keadaan ibu
yang kurang saat ini.
2. Meninformasikan pengetahuan ibu dan keluarga tentang kondisi kesehatan ibu
saat ini.
3. Mengajak diskusi keluarga mengenai (baik/buruknya) alternative tempat rujukan
yang dituju
4. Melakukan kolaborasi dengan tempat rujukan yang dituju
5. Memasang Infus RD5%
VII.Evaluasi
Keadaan umum : Baik
1. Ibu mengetahui keadaan dirinya.
2. Ibu mengetahui resiko resiko yang terjadi
3. Ibu mau untuk melakukan pengobatan untuk rujukan ke tempat yang lebih
memadai.
IUD dengan perforasi
TUGAS PELAYANAN KB
Disusun Oleh :
Kelas Gardenia
TAHUN 2012
Ny. A umur 30 tahun P2A0 , Akseptor IUD 6 bulan datang ke bidan dengan keluhan perdarahan di luar
siklus haid dan ibu tidak bisa meraba dan tidak bisa melihat benang ekor IUD.
A. Data Fokus
1. Data Subyektif
a. Ibu datang dengan keluhan perdarahan diluar siklus menstruasi. Hal ini terjadi karena perlukaan
pada dinding rahim dikarenakan IUD yang menembus dinding rahim. (Hanafi, 2003)
b. Ibu datang dengan keluhan tidak bisa meraba dan tidak bisa melihat benang ekor IUD serta
adanya perdarahan. Hal ini terjadi karena IUD keluar menembus dinding rahim sehingga benang naik
ke atas dan tidak terlihat dari mulut rahim (portio). (Hanafi,2003)
2. Data Obyektif
a. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata keluar darah melalui jalan lahir (pervaginam). Hal ini
terjadi karena perlukaan pada dinding rahim dikarenakan IUD yang menembus dinding rahim.
(Hanafi, 2003)
b. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata benang tidak terlihat. Hal ini terjadi karena IUD keluar
menembus dinding rahim sehingga benang naik ke atas dan tidak terlihat dari mulut rahim (portio).
(Hanafi, 2003)
3. Pemeriksaan Penunjang
Dalam hal ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah Pemeriksaan USG (Ultrasonografi).
Pemeriksaaan USG dilakukan setelah rujukan karena bidan tidak memiliki wewenang untuk
melakukan pemeriksaan USG di BPM.
4. Diagnosa Nomenklatur
5. Diagnosa Potensial
Bidan menentukan diagnosa dan masalah potensial yang mungkin terjadi berdasarkan diagnosa dan
masalah yang ditentukan tersebut. Selain itu juga menentukan tindakan untuk mengantisipasi
terjadinya masalah / mencegahnya jika memungkinkan.
Dignosa potensial pada IUD dengan perforasi yaitu terjadinya Dislokasi dan translokasi (IUD
berpindah tempat). Translokasi IUD yaitu masuknya IUD kedalam rongga perut sebagian atau
seluruhnya biasanya karena adanya perlubangan pada rahim (perforasi uterus). Hal ini paling sering
terjadi pada waktu pemasangan (insersi) IUD yang kurang hati hati atau karena adanya lokus
minorus pada dinding rahim atau pada waktu usaha pengeluaran yang sulit.
Perforasi dengan translokasi IUD sebagaian besar tidak menimbulkan gejala, kebanyakan baru
diketahui setelah beberapa kali periksa ulang dimana benang tidak terlihat. Perforasi lebih sering
terjadi :
Sikap sebagian besar ahli IUD mengenai translokasi ini adalah sebagai berikut :
a. Karena IUD yang tertutup ( closed IUD ) yang berlubang dapat menimbulkan obstruksi usus ( illues )
sebaiknya segera dikeluarkan dengan jalan laparaskopi, kuldoskopi atau minilaparotomi
b. IUD yang mengandung ion ion tembaga ( copper ) karena dapat menimbulkan perlekatan
perlekatan organ dalam perut, sebaiknya segera dikeluarkan seperti diatas.
c. IUD jenis dan bentuk terbuka ( open IUD ) jika tidak ada gejala dan akseptor dapat diberi
pengertian, pengeluaran IUD tidak perlu terburu buru. Kecuali bila akseptor oleh karena ini
menjadi tidak tenang, dan meminta dikeluarkan, adalah kewajiban kita mengeluarkannya. (Mochtar,
1995)
Bidan menentukan tindakan apa yang harus segera dilakukan atau tindakan emergensi sesuai kondisi
klien.
Bidan bisa menentukan konsultasi dengan tenaga profesional lain jika memang diperlukan.
Bidan menentukan kebutuhan kolaborasi dengan dokter untuk klien dengan masalah kesehatan atau
penyakit yang dialami.
Melakukan antisipasi tindakan dari diagnosa masalah yang ditemukan, misalnya segera merujuk
klien dengan perforasi IUD.
7. Penanganan di Tempat Rujukan
a. Closed devices
Harus segera dikeluarkan karena bahaya peradangan uterus, IUD tertutup yang sudah berlubang
dapat menimbulkan obstruksi usus ( ileus ), maka sebaiknya segera dikeluarkan dengan jalan
laparoskopi, kuldoskopi atau minilaparotomi.
b. Cu devices
Harus segera dikeluarkan oleh karena bahaya timbulnya reaksi inflamasi dan adhesi sekitar IUD di
dalam rongga peritoneum (adhesi omentum). Juga dapat menimbulkan perlekatan organ dalam
perut.
Sampai sekarang masih ada dua pendapat menurut Medical Advisory Panel IPPF, yaitu :
1) Tidak perlu dikeluarkan, kecuali bila ada gejala-gejala dan keluhan pada perut (abdominal).
2) Harus dikeluarkan meskipun tidak ada gejala-geiala dan keluhan pada perut (abdominal). Alasan :
Pada saat pemasangan (insersi), ada kuman-kuman yang masuk, kemudian mempertahankan diri dalam suatu
"kepompong" dan pada suatu saat dapat menimbulkan infeksi.
b. Pra Rujukan
1. Memberitahu pada ibu dan keluarga tentang keadaan ibu saat ini bahwa ibu mengalami
perlubangan pada rahim karena IUD yang dipasang menembus rahim (perforasi uterus karena IUD).
2. Memberitahu kepada ibu efek samping dari pemasangan IUD yaitu rasa sakit atau nyeri, muntah,
keringat dingin, pingsan (syncope), dan perlubangan pada rahim (perforasi uterus).
3. Memberikan dukungan moril dengan cara memberikan support pada ibu dan keluarga serta
dukungan materiil kepada ibu dan keluarga dengan cara mengajukan bantuan ke BKKBN.
4. Menjelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan di BPM yaitu memberikan konseling,
memperbaiki keadaan umum, memberikan analgetik, dan menjelaskan tentang tindakan yang akan
dilakukan tempat rujukan.
5. Memperbaiki keadaan umum pasien dengan memberikan makan, minum, dan analgetik (asam
mefenamat 500 mg 3X1)
c. Di Tempat Rujukan
Film tiga posisi (terlentang, tegak, dan dekubitus lateral) dapat menunjukkan adanya udara
bebas atau cairan bebas didalam rongga peritoneum. Alat kontrasepsi dalam rahim dapat terlihat.
Jika dicurigai terjadi perlubangan (perforasi), lokasi IUD harus ditentukan menggunakan
ultrasonografi. Jika pemeriksaan ini menunjukkan bahwa IUD telah menembus rahim (uterus) dan
seluruh atau sebagian telah berada didalam rongga panggul (pelvik abdomen), IUD harus
dikeluarkan karena tembaga dapat menyebabkan reaksi jaringan yang menyebabkan perlengketan di
dalam rongga perut (intraperitonial). Pengeluaran digunakan dengan menggunakan laparoskop
untuk mencari IUD atau melakukan laparotomi. (Derek Llewellyn-Jones. 2002. Dasar Dasar Obstetri
Dan Ginekologi. Jakarta : Penerbit Hipocrates).
Sondage negative :
X-Foto pelvis dengan sonde in utero, atau memasukkan IUD macam lain intra uteri
Histerografi, untuk menentukan apakah AKDR terletak di dalam atau di luar cavum uteri
Histeroskopi
Ultrasonografi
4. Memberikan cairan intravena.
6. Memberikan antibiotik.
b. Melakukan perawatan luka serta mengajarkan pada ibu cara merawat luka.
d. Menganjurkan ibu untuk minum obat secara teratur dan istirahat yang cukup.
e. Memberikan konseling kepada ibu tentang KB yang aman digunakan setelah ibu mengalami
perforasi karena IUD yaitu dengan menggunakan metode kontrasepsi non hormonal. Karena
g. Pendidikan kesehatan mengenai hal-hal yang sebaiknya dihindari setelah operasi, misal
berhubungan seksual.
c. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan palpasi abdomen, ibu tidak merasakan nyeri tekan.
DAFTAR PUSTAKA
Scott, James R, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri Ginekologi. Jakarta : Widya Medika.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pusataka Sarwono
Prawirohardjo.
Hartanto, Hanafi. 2002. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Cunningham, F. Gary, dkk. .... Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC.
Llewellyn, Derek, dkk. 2002. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Peneerbit
Hipocrates
EFEK SAMPING AKDR/IUD DAN KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI DAN CARA
PENANGGULANGANNYA
e. Bila terjadi cairan vagina yang banyak - Segera dirujuk ke klinik atau rumah
sakit terdekat
IUD ( INTRA UTERINE DEVICE ) atau AKDR ( ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM)
BAB I
PENDAHULUAN
IUD (Intra Uterine Device) atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan salah satu
cara kontrasepsi utama, terutama di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia sendiri, walau
ada kecenderungan menurun, antara lain karena kontrasepsi mantap. Jumlah akseptor AKDR masih
menduduki urutan ke-2 setelah kontrasepsi hormonal, yaitu 53,4 %. Di jawa dan Bali rata-rata 18,4
%. Persentase tertinggi di Bali, terendah di Jawa Barat.( 6 )
IUD (intrauterine Devices) adalah salah satu alat kontrasepsi yang telah lama digunakan
sebagai upaya mewujudkan Keluarga Berencana, salah satu komplikasi dari penggunaan IUD adalah
adanya perforasi pada rahim dan sering ditemukan dapat bermigrasi ke dalam rongga peritoneal. (2)
Alat kontrasepsi (IUD) telah menjadi mode sejak tahun 1965. Angka yang diperoleh dengan
adanya komplikasi perforasi pada rahim yaitu 1/350-1/2500 pengguna IUD. Perforasi yang terjadi
pada umumnya mengakibatkan migrasi pada organ disekitar rahim, seperti kandung kemih dan
rectosigmoid. Perforasi dapat terjadi selama tindakan penyisipan atau suatu hal di kemudian hari.
Perforasi selama penyisipan secara langsung berkaitan dengan pengalaman dan keterampilan klinis.
(1)
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai Translokasi IUD lebih lanjut baik mengenai
penyebab serta penanganan yang tepat untuk mengatasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSATAKA
II.1 DEFINISI
Translokasi IUD adalah berpindahnya lokasi IUD sehingga tidak berada di tempat yang
seharusnya (rongga rahim), melainkan keluar dari rongga rahim, menembus dinding rahim atau di
rongga perut. (6)
Adanya komplikasi dari IUD yang telah dilaporkan yaitu adanya perforasi dalam rahim.
Translokasi IUD dari rongga rahim ke kandung kemih dan juga melalui dinding usus, serta kolon
sigmoid juga telah dilaporkan. Oleh karena itu pada kasus seperti ini juga perlu perhatian dari dokter
bedah walaupun komplikasi kasus ini sebenarnya lebih diprioritaskan pada ginekologi. (2)
Perforasi menyebabkan migrasi perangkat ke organ lain di sekitar rahim , seperti kandung
kemih dan rectosigmoid. Insiden perforasi oleh Cu T 380 A adalah 0,6 per 1000 insersi, dan untuk
Progestasert insidennya 1,1 per 1000 insersi. Translokasi AKDR Cu T-380A dan perforasi uterus
merupakan kasus yang jarang terjadi diperkirakan 1:1000. (4)
Banyak penulis telah merekomendasikan bahwa pemasangan IUD harus dilakukan oleh
tenaga yang terampil untuk mencegah komplikasi seperti perforasi uterus. Migrasi IUD lebih sering
pada wanita pekerja kasar dimana masih tertanam IUD di rahimnya. Dalam penelitian terakhir,
karena adanya pengurangan ukuran uterus dan penipisan dinding rahim di postpartum sebagai
akibat dari hypoestrogenemia, rahim menjadi lebih rentan terhadap perforasi. (7)
II.3 ETIOLOGI
Translokasi IUD masuk ke dalam rongga perut, sebagian atau seluruhnya umumnya karena
adanya perforasi uterus. Hal ini paling sering terjadi pada waktu insersi IUD yang kurang hati-hati
atau karena adanya lokus minoris pada dinding rahim atau pada waktu usaha pengeluaran yang
sulit.(3)
Umumnya perforasi terjadi sewaktu pemasangan AKDR walaupun bisa terjadi pula
kemudian. Pada permulaan hanya ujung AKDR saja yang menembus dinding uterus, tetapi lama
kelamaan dengan adanya kontraksi uterus AKDR mendorong lebih jauh menembus dinding uterus,
sehingga akhirnya sampai ke rongga perut.(6)
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perforasi rahim karena
penggunaan dari IUD, yang paling penting adalah konsistensi dan fleksibilitas rahim, jenis dan
kekakuan dari IUD serta keterampilan tenaga ahli dan sejumlah gaya yang diberikan pada saat
dilakukan insersi untuk memperkirakan bahwa IUD berhenti pada titik-titik tertentu. Apabila gaya
atau kekuatan tersebut berlebihan nantinya dapat menyebabkakn perforasi. Erosi bertahap dari
dinding rahim oleh karena keradangan kronis juga memicu terjadinya migrasi dari IUD. (7)
II.4 DIAGNOSIS
Perforasi dengan translokasi IUD sebagian besar tidak menimbulkan gejala. Sebagian besar
baru diketahui setelah beberapa kali dilakukan pemeriksaan ulang, dimana benang tidak terlihat. (3)
Dalam hal ini pada pemeriksaan dengan sonde uterus atau mikrokuret tidak dirasakan AKDR
dalam rongga uterus. Jika ada kecurigaan kuat tentang terjadinya perforasi, sebaiknya dibuat foto
Roentgen, dan jika tampak di foto AKDR dalam rongga panggul, hendaknya dilakukan histerografi
untuk menentukan apakah AKDR terletak di dalam atau di luar caavum uteri. Dewasa ini dapat
ditentukan dengan USG transvaginal dan transabdominal. (3)
Dari beberapa kasus yang dilaporkan mengenai perforasi uterus dengan translokasi IUD ke
rectosigmoid, pada anamnesa pasien mengeluh sakit punggung menetap dan sakit saat buang air
besar. Pada pemeriksaan klinis didapatkan nyeri tekan saat palpasi pada perut bagian bawah. Pada
pemeriksaan dengan inspikulo tidak tampak benang IUD, pemeriksaan bimanual bisa disertai nyeri
goyang porsio dan nyeri tekan pada daerah adneksa . Pada pemeriksaan USG umumnya uterus
terkesan normal, tampak IUD diluar cavum uterus dengan pemeriksaan pelvix X-ray. Untuk hasil
pemeriksaan dari darah lengkap pasien baik Hb, jumlah leukosit dan komponen darah lainnya dalam
batas normal. (2)
BAB III
PEMBAHASAN
IUD adalah chemically inert yang terdiri dari bahan non-absorable (polyethylene) dan
ditambahkan dengan barium sulfat agar radio opaque. IUD yang chemically active memiliki
lingkaran copper atau bahan progestasional.(5)
Saat ini jenis IUD yang ada dipasaran adalah IUD chemically active :
Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi bentuk terbuka dan tertutup. Bentuk terbuka (open
device), misalnya Lippes Loop, CU-T, Cu-7, Margulies, Spring Coil, Multiload, Nova-T, dan lainnya.
Bentuk tertutup (closed device), misalnya Ota ring, Antigon, Grafenberg ring, Hall-stone ring, dan
lain-lain. (6)
Alat terbuka dari bahan inert, misalnya Lippes Loop, yang terletak di luar uterus mungkin
menimbulkan bahaya, mungkin juga tidak. Perforasi usus besar dan usus halus serta fistula usus,
berikut morbiditas yang menyertainya, pernah dilaporkan terjadi jauh dari waktu pemasangan. AKDR
berisi tembaga yang terletak di luar uterus akan memicu reaksi peradangan lokal yang hebat dan
perlekatan ke struktur yang meradang. (1)
Untuk menentukan AKDR yang hilang, bila benang tidak terlihat dan AKDR tidak teraba pada
pemeriksaan rongga uterus, dilakukan sonografi untuk memastikan apakah alat terletak di dalam
rongga uterus. Apabila temuan ini negatif atau tidak dapat disimpulkan, dilakukan foto polos
abdomen dan panggul dengan sebuah sonde yang dimasukan ke dalam rongga uterus. Dapat
dilakukan pengisian radiokontras untuk histerografi, dan alternatif lain adalah histeroskopi.(1)
AKDR yang secara kimiawi inert biasanya mudah dikeluarkan dari rongga peritonium dengan
laparoskopi atau kolpotomi posterior. AKDR berisi tembaga melekat lebih erat dan mungkin
diperlukan laparotomi. AKDR dapat menembus dinding uterus dengan derajat bervariasi. Kadang-
kadang sebagian alat menonjol ke dalam rongga peritonium sementara sisanya terfiksasi erat di
miometrium. AKDR juga dapat menembus ke dalam serviks dan menonjol ke luar ke dalam vagina. (1)
Perforasi lebih sering terjadi pada IUD jenis tertutup, pada pemasangan pasca persalinan
dan masa laktasi, serta pada kelainan letak uterus yang tidak diketahui. Adapun tindakan yang
umumnya dilakukan oleh sebagian besar ahli IUD menegenai translokasi ini adalah sebagai berikut;
minilaparotomi.
3. Sedangkan pada IUD jenis dan bentuk terbuka (open IUD), jika tidak ada gejala dan akseptor dapat
diberi pengertian, pengeluaran IUD tidak perlu dilakukan terburu-buru. Kecuali bila oleh karena ini
akseptor menjadi tidak tenang dan meminta dikeluarkan, maka kita wajib mengeluarkannya. (3)
Beberapa penulis telah menyarankan meninggalkan IUD pada tempatnya jika pasien
asimtomatik untuk mengurangi resiko yang mungkin terjadi bila dilakukan laparotomi atau bahkan
suatu laparoskopi. Namun, tidak menutup kemungkinan dilakukan tindakan tersebut jika ada
beberapa pertimbangan klinis dari dokter untuk menentukan strategi pengobatan pilihan. (7)
BAB IV
KESIMPULAN
Translokasi dan perforasi IUD merupakan kasus yang jarang terjadi diperkirakan 1: 1000.
Untuk mengurangi resiko terjadinya perforasi uterus dan translokasi seharusnya pemasangan IUD
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih. Adapun hal yang perlu diperhatikan sebelum
pemasangan IUD adalah penjelasan kepada pasien mengenai kelebihan dan kekurangan dari
penggunaan IUD, perhatikan pula indikasi dan kontraindikasi dari pemasangan IUD, dan yang tidak
kalah penting adalah tehnik pemasangan yang baik dan benar karena pada kasus yang sering terjadi
pada translokasi dan perforasi dikarenakan pengukuran uterus yang kurang tepat. Dengan demikian
diharapkan kekhawatiran berlebihan masyarakat akan komplikasi IUD dapat berkurang terutama
pada masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang rendah.
Tidak semua kasus dengan perforasi dan translokasi harus dilakukan pengangkatan IUD,
dibutuhkan beberapa pertimbangan klinis dari dokter sebelum tindakan pengankatan dilakukan. Bila
asimtomatik umumnya tidak dilakukan pengankatan IUD, kecuali ada kecemasan dan ketakutan
berlebihan dari pasien maka IUD harus diangkat. Jenis IUD pun memegang peranan penting
sebelum dilakukan tindakan. Pertimbangan akan timbulnya fistel dan perforasi usus serta
meningkatnya morbiditas pada pasien karena translokasi IUD adalah faktor yang mendukung
dilakukannya pengangkatan dengan jalan laparoskopi, kuldoskopi atau mini laparotomi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham F Gary, et al. 2005. Obstetri Williams.vol 2.Edisi 21. hal: 1720, 1723-1724. Jakarta.EGC.
2. Darlong, Laleng M. Et al. 2009. Colonoscopic Retrieval of migrated copper- T. Journal of Minimal
Acces Surgery. Shillong. India. www.wikipedia.com
3. Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri. Ed 2. hal: 305. Jakarta. EGC
380A dan Perforasi uterus. Bagian Obstertri dan Ginekologi FK- Universitas
Hasanudin.www.wikipedia.com
6. Wiknjosastro H,dkk. 1994. Ilmu Kandungan. Ed.2. hal: 559-560. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
INILAH.COM, Jakarta - Kasus 'lari'nya kontrasepsi jenis spiral dari rahim istri
komedian Daus, Yunita Lestari menambah deretan para wanita korban 'translokasi'
IUD.
Lantas, seberapa amankah pengggunaan alat kontrasepsi spiral dan bagaimanakah cara
pencegahannya?
Sebenarnya, kontrasepsi spiral ini merupakan alat kontrasepsi paling ideal bagi beberapa
perempuan. Alasannya karena bisa digunakan untuk jangka waktu lama dan terhitung aman
digunakan.
Namun dengan adanya kasus yang dialami istri Daus Mini ini, bisa jadi muncul pertanyaan
besar, amankah penggunaan kontrasepsi jangka panjang ini?
Dokter Spesialis Kandungan RSUD Tangerang Dr Wisnu Setyawan, SpoG mengatakan salah
satu komplikasi pemakaian spiral atau IUD adalah translokasi (berpindah lokasi), sehingga
tidak berada di tempat yang seharusnya (rongga rahim), melainkan kaluar dari rongga rahim,
menembus dinding rahim atau di rongga perut.
Menurutnya, penyebab terjadinya kelainan itu adalah jika ukuran IUD tidak cocok dengan
ukuran rahim ibu. IUD harus dikeluarkan sebelum hamil atau jika ibu berencana untuk hamil.
Namun pada kasus translokasi IUD atau ibu terlanjur hamil, kebanyakan dokter atau bidan
membiarkan IUD tersebut di dalam, karena biasanya akan keluar bersama bayi.
"Jika ibu terlanjur hamil dengan IUD dalam rahim, risiko keguguran, baik IUD dikeluarkan
maupun tidak, adalah 50:50," jelas dr Wisnu saat dihubungi INILAH.COM, di Jakarta.
Lebih jauh dr Wisnu menambahkan, penderita translokasi IUD biasanya menunjukkan gejala
beragam di antaranya nyeri perut bagian bawah, perdarahan hingga mengalami nyeri panggul
yang hebat.
Dan untuk mengetahui translokasi IUD biasanya si ibu harus menjalani sejumlah
pemeriksaan seperti foto rontgen di sekitar perut agar diketahui perpindahan IUD sudah
sampai sejauh mana.
Sementara dalam kesempatan terpisah Debuti bidang Advokasi dan penggerakan Informasi
BKKBN Tri Hardianto mengungkapkan pemasangan IUD ini juga harus dilakukan oleh
tenaga yang terlatih.
Bidan pun sebenarnya boleh, asal terlatih dan sudah mendapat izin dari pemerintah daerah
setempat. Pelatihan pemasangan IUD pada bidan ini biasanya berlangsung selama seminggu.
IUD yang kurang dipasang dengan baik biasanya menyebabkan eksklusi atau pengeluaran.
Pemakainya seringkali tidak menyadari dan merasa sudah menggunakan IUD, padahal
kemungkinan hamil masih cukup besar.
"Eksklusi itu 2 dari 1.000 ada kemungkinannya. Makanya kehati-hatian waktu memasang itu
sangat penting dan kontrol pertama itu sangat penting," ungkapnya.
Wisnu mengakui, dari sekian banyak pemasangan spiral tak selamanya mulus. "Karena
ukuran masing-masing rahim itu, kan, berbeda-beda. Ada yang bentuknya ke depan atau ke
belakang. Bisa jadi ukurannya tak sesuai sehingga sperma lolos kendati sudah ada portal.
"Kalau tidak, dari sekian banyaknya sperma, ada juga yang bisa menembus liku-liku jalannya
spiral tadi. Terlebih lagi kalau penggunanya atau ibu tadi tidak rajin kontrol sehingga
kedudukan spiral tadi tidak lagi di tempatnya, tapi turun ke jalan lahir," terangnya.
Karenanya, para penggunan IUD diminta lebih sering melakukan pengecekan melalui
pemeriksaan USG apakah IUD nya masih di dalam rahim atau tidak.
Karena mungkin sudah terjadi translokasi yang IUD sudah keluar dari rahim dan masuk ke
dalam rongga perut yang bisa menempel pada penggantung usus. Atau yang disebut
mesenterium. Jadi, prinsipnya, jangan takut terjadi apa-apa, Anda tidak boleh stres, segera
periksa ke dokter untuk USG.
Cara penanganannnya
Translokasi dan perforasi IUD merupakan kasus jarang terjadi, atau diperkirakan 1: 1000.
Untuk mengurangi risiko terjadinya perforasi uterus dan translokasi seharusnya pemasangan
IUD dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih.
Adapun hal yang perlu diperhatikan sebelum pemasangan IUD adalah penjelasan kepada
pasien mengenai kelebihan dan kekurangan dari penggunaan IUD.
Perhatikan pula indikasi dan kontraindikasi dari pemasangan IUD, dan yang tidak kalah
penting adalah tehnik pemasangan yang baik dan benar karena pada kasus yang sering terjadi
pada translokasi dan perforasi dikarenakan pengukuran uterus yang kurang tepat.
Dengan demikian diharapkan kekhawatiran berlebihan masyarakat akan komplikasi IUD
dapat berkurang terutama pada masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang rendah.
Tidak semua kasus dengan perforasi dan translokasi harus dilakukan pengangkatan IUD,
dibutuhkan beberapa pertimbangan klinis dari dokter sebelum tindakan pengankatan
dilakukan.
Bila asimtomatik umumnya tidak dilakukan pengankatan IUD, kecuali ada kecemasan dan
ketakutan berlebihan dari pasien maka IUD harus diangkat. Jenis IUD pun memegang
peranan penting sebelum dilakukan tindakan.
Pertimbangan akan timbulnya fistel dan perforasi usus serta meningkatnya morbiditas pada
pasien karena translokasi IUD adalah faktor yang mendukung dilakukannya pengangkatan
dengan jalan laparoskopi, kuldoskopi atau mini laparotomi. [mor]
Jakarta, Kontrasepsi spiral atau IUD (Intra Uterine Device) bisa meleset meski dikatakan sangat
langka, hanya sekitar 2 kasus di antara 1.000 pengguna. Benarkah pijatan di sekitar perut bisa bikin
alat kontrasepsi ini meleset dari posisinya?
"Mitos tentang pijat di perut dapat menyebabkan translokasi IUD itu tidak benar. Bila posisi IUD
benar, tidak akan menyebabkan pindahnya IUD hanya karena pijat," jelas dr M Nurhadi Rahman,
SpOG dari RS Dr Sardjito Yogyakarta saat dihubungi detikHealth, Jumat (10/5/2013).
Meski demikian, dr Nurhadi menambahkan bila sudah terjadi translokasi atau berpindahnya IUD dari
rahim maka memang sebaiknya perut tidak dipijat. Memijat perut saat mengalami gejala tidak
mengenakkan dikhawatirkan malah bisa memperparah translokasi IUD yang sudah terjadi.
Menurut dr Nurhadi, sedikitnya ada 2 hal yang terbukti bisa menjadi penyebab translokasi atau
melesetnya IUD dari posisinya di rahim. Pertama, translokasi IUD yang terjadi saat pemasangan bisa
disebabkan oleh posisi rahim yang terlalu menekuk ke depan (hiperantefleksi), ataupun ke belakang
(hiperretrofleksi).
Kedua, translokasi yang terjadi di kemudian hari bisa disebabkan oleh aktivitas fisik yang berlebihan.
Contohnya adalah olahraga atau aktivitas tertentu yang gerakannya sering membuat guncangan di
sekitar panggul.
"Selebihnya penyebab tidak diketahui," tambah dr Nurhadi yang memang menekuni bidang
laparoskopi ginekologi, dan telah menganani sedikitnya 15 kasus translokasi IUD dalam 2 tahun
terakhir.
Untuk mencegah terjadinya translokasi IUD, dr Nurhadi menekankan bahwa kehati-hatian dalam
pemasangan alat kontrasepsi ini menjadi sangat penting. Bila memungkinkan, ia menyarankan untuk
melakukan pemeriksaan USG (Ultrasonografi) setelah pemasangan IUD sehingga bisa dipastikan
posisinya sudah benar.
Jawab: Salah satu komplikasi pemakaian spiral atau IUD adalah translokasi (berpindah
lokasi), sehingga tidak berada di tempat yang seharusnya (rongga rahim), melainkan kaluar
dari rongga rahim, menembus dinding rahim atau di rongga perut. Salah satu penyebabnya
adalah jika ukuran IUD tidak cocok dengan ukuran rahim ibu. IUD harus dikeluarkan
sebelum hamil atau jika ibu berencana untuk hamil. Namun pada kasus translokasi IUD atau
ibu terlanjur hamil, kebanyakan dokter atau bidan membiarkan IUD tersebut di dalam, karena
biasanya akan keluar bersama bayi. Jika ibu terlanjur hamil dengan IUD dalam rahim, risiko
keguguran, baik IUD dikeluarkan maupun tidak, adalah 50:50.
"Hanya berselang 2 bulan setelah pemasangan. Parahnya, IUD itu terbelah 2 patahan, sebelahnya sampai ke
saluran kencing dekat ginjal, yang sebelahnya nggak tahu ke mana," kata Krisnamurti kepada detikHealth,
dan ditulis pada Jumat (10/5/2013).
Kejadian tersebut tentunya sangat tidak diharapkan meski akhirnya IUD yang pecah itu bisa dikeluarkan
lewat bedah laparoskopi. Krisnamurti mengaku, pemasangan IUD tidak sembarangan karena dilakukan oleh
dokter kandungan yang cukup senior dan berpengalaman.
Dihubungi secara terpisah, dr M Nurhadi Rahman, SpOG dari RS Dr Sardjito Yogyakarta mengatakan bahwa
translokasi IUD dalam bentuk patahan seperti yang dialami Krisnamurti sangat mungkin terjadi. Patahan
seperti itu bisa berpindah dari lokasi semula yakni di rahim.
"Sangat mungkin terjadi, walaupun kejadiannya sangat kecil. Apabila terjadi di rongga perut, bisa berpindah
ke mana saja ke organ2 yg berada disekitar rahim, termasuk mendekati ginjal, dan sebagainya, karena
pergerakan usus bisa memindahkan serpihan IUD tersebut," kata dr Nurhadi, dokter kandungan yang
mendalami laparoskopi ginekologi, dan telah menangani sedikitnya 15 kasus translokasi IUD dalam 2 tahun
terakhir.
Dikatakan oleh dr Nurhadi, translokasi IUD merupakan kejadian berpindahnya IUD atau spiral ke lokasi atau
posisi yg tidak normal. Normalnya, posisi alat kontrasepsi berbentuk huruf T ini berada di dalam rahim. Posisi
huruf T-nya harus sejajar dengan rahim di bagian tengah atas, tidak boleh miring, ataupun turun, atau bahkan
menembus rahim.
Kejadian seperti ini sebenarnya cukup langka, hanya ada 2 kasus di antara 1.000 pengguna IUD. Direktur
Bina Kesertaan KB Jalur Swasta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), dr Muhammad
Tri Tjahjadi, MPH seperti diberitakan detikHealth sebelumnya mengatakan, kontrol pertama setelah
pemasangan penting dilakukan untuk mencegah pergeseran IUD.
"Eksklusi itu 2 dari 1.000 ada kemungkinannya. Makanya kehati-hatian waktu memasang itu sangat penting
dan kontrol pertama itu sangat penting," kata dr Tri.
Apa saja penyebab IUD atau spiral meleset dan lari dari posisi normalnya, dan ke mana biasanya benda itu
pergi? Tunggu ulasannya di detikHealth. (up/vit)