NOMOR : 004/SK/DIR/04/2015
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN KAJIAN PASIEN
1
MEMUTUSKAN
Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSKB CINTA KASIH TZU CHI TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN KAJIAN PASIEN DI RSKB CINTA KASIH TZU CHI
Pertama : Panduan Kajian Pasien di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi digunakan sebagai acuan
dalam tercapainya keseragaman dan kesinambungan pelayanan pasien di RSKB
Cinta Kasih Tzu Chi dan tercantum dalam lampiran surat keputusan ini menjadi satu
kesatuan yang tidak dapat terpisahkan.
Kedua : Pemberlakuan Panduan Kajian Pasien berlaku sejak tanggal 5 April 2015
Ketiga : Bila terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini sewaktu-waktu dapat dilakukan
perubahan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal :5 April 2015
RSKB CINTA KASIH TZU CHI
2
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR RSKB CINTA KASIH TZU CHI
NOMOR : 004/SK/DIR/04/2015
TANGGAL : 5 April 2015
3
metode dan skala tertentu sesuai keadaan pasien untuk selanjutnya dilakukan tatalaksana baik non
farmakologis maupun farmakologis
8. Kajian jatuh adalah Kajian pada pasien untuk menentukan ada tidaknya risiko jatuh pada pasien
dengan metode tertentu dengan tujuan untuk mencegah kejadian jatuh pada pasien dengan risiko
tinggi.
9. Kajian pra anestesi adalah Kajian yang dilakukan oleh perawat dan dokter spesialis anestesi saat
pasien dilakukan pemeriksaan untuk mempersiapkan tindakan anestesi sebagai bagian dari persiapan
tindakan operasi atau bedah.
10. Kajian perioperasi kamar bedah adalah Kajian yang dilakukan pada pasien yang akan dilakukan
tindakan bedah baik yang sudah direncanakan maupun sebagai tindakan darurat (cito).
11. Kajian pasien dengan risiko mendapat kekerasan fisik adalah Kajian yang dilakukan oleh dokter
dan perawat terhadap pasien yang datang dengan risiko atau kemungkinan telah mendapatkan
kekerasan dalam bentuk fisik sebelum pasien datang ke rumah sakit
12. Dokter penanggung jawab pasein (DPJP) adalah seorang dokter / dokter gigi yang bertanggung
jawab atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien. DPJP juga bertanggung jawab terhadap
kelengkapan, kejelasan dan kebenaran serta ketepatan waktu pengembalian dari rekam medis pasien
tersebut.
BAB II
RUANG LINGKUP
Kajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien akan pelayanan
kesehatan.
Kajian pasien terdiri dari 3 proses utama yaitu:
a) Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial dan riwayat kesehatan pasien,
b) Analisis informasi dan data termasuk hasil laboratorium dan radiologi untuk mengidentifikasi kebutuhan
pelayanan kesehatan pasien,
c) Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien yang telah diidentifikasi.
Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien, bidang spesialisasi yang paling tepat,
penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik yang paling tepat, sampai penanganan perawatan, gizi,
psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di rumah sakit merupakan keputusan yang diambil
berdasarkan Kajian. Untuk itu dibuat pedoman sebagai acuan standar dalam proses Kajian pasien di RSKB
Cinta Kasih Tzu Chi.
Tujuan adanya panduan ini sebagai acuan bagi seluruh staf medik, keperawatan dan profesional kesehatan lain
dalam melakukan Kajian terhadap pasien di RSKB-CK.
BAB III
4
TATALAKSANA
5
3) Identitas pengantar pasien
4) Tanggal dan waktu
5) Hasil anamnesis, mencakup sekurang kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
6) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik jika ada
7) Diagnosis
8) Pengobatan dan/atau tindakan
9) Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan Instalasi gawat
darurat dan rencana tindak lanjut
10) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
11) Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan pindah ke sarana
pelayanan kesehatan lain; dan
12) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
Semua isi Kajian harus tersedia apabila pengobatan dimulai dan terdokumentasi dicatatan
medis.
B. Kajian Awal
Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat kajian awal yang termasuk
riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik sesuai standar profesi medik, keperawatan dan
profesi lain yang berlaku di RSKB-CK.
Setiap pasien mendapat kajian psikologi awal yang sesuai dengan kebutuhannya
Setiap pasien mendapat Kajian sosial dan ekonomis awal sesuai dengan kebutuhannya.
Kebutuhan keperawatan pasien ditetapkan melalui kajian keperawatan/kebidanan yang
terdokumentasi, Kajian medis, dan Kajian lain yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan
pasien.
6
Kajian awal pelayanan medis Umum, dan pelayanan medis spesialis Penyakit Dalam,
Kulit dan Kelamin, Telinga-Hidung-Tenggorokan, Bedah dan Anak dilakukan sesuai
keluhan pasien dan standar profesi, pada formulir pengkajian awal rawat jalan
Kajian Awal pelayanan medis Gigi-Mulut, Obstetri-ginekologi dan Mata, dilakukan
sesuai format yang ada di formulir Kajian tersendiri.
6) Bila pasien sudah diKajian awal di salah satu poli rawat jalan, dokter lain cukup mengisi di
lembar Kajian lanjutan, kelengkapan Kajian disesuaikan kebutuhan masing-masing.
Contoh: Kajian Gigi dan Mulut cukup dengan mencap odontogram.
b) Asemen Awal Rawat Inap
Kajian medis pasien rawat inap dilakukan dan didokumentasikan oleh dokter ruangan
sesaat setelah pasien masuk ke ruang rawat inap di Form Pengkajian Medis Rawat Inap,
dan dilaporkan ke dokter penanggung jawab pasien (DPJP).
Pada saat pasien masuk ruang perawatan atau setelah mendapat laporan dari dokter
ruangan/perawat, DPJP melakukan Kajian awal dan mereview hasil Kajian dokter ruangan,
kemudian melengkapi form pengKajian awal medis rawat inap.
Kajian awal medik rawat inap didokumentasikan di rekam medik sesuai ketentuan /
kebijakan rekam medik,
C. Kajian Lanjutan
1. Interval Kajian lanjutan yang reguler dilakukan tergantung kondisi pasien:
Pada pasien gawat, Kajian lanjutan yang bertujuan melihat respon terapi dilakukan
dalam hitungan menit, termasuk hari libur, dan bila sudah ada perubahan signifikan
pada kondisi pasien. Sebagai respons terhadap perubahan kondisi pasien yang
signifikan.
Untuk pasien non akut atau Kajian lain dapat dilakukan dalam hitungan hari, hal ini
ditetapkan dalam standar profesi medik dan standar profesi keperawatan serta standar
profesi tenaga medis lain RSKB-CK.
2. Kajian medis, keperawatan dan Kajian lain yang berarti dan sedang berlangsung
didokumentasikan terintegrasi pada lokasi tertentu dengan baik, sehingga dengan cepat dan
mudah ditemukan kembali dalam rekam medis. Serta dari lokasi tertentu lain yang terstandar
dan digunakan oleh staf yang melayani pasien.
3. Penulisan Kajian harus jelas tanggal, jam dilakukan Kajian, pelaksana dan tertulis /
terdokumentasikan di rekam medik secara kronologis waktu.
4. Format Kajian lanjut di RSKB-CK meliputi : SOAP dengan Target yang Terukur, Evaluasi Hasil
Tata Laksana dilakukan dalam Kajian
Di mana :
S (Subjective) merupakan keluhan pasien.
7
Ditulis di rekam medik keluhan yang relevan dengan terapi yang diberikan,
serta sebisa mungkin guna kepentingan evaluasi terapi harus menunjukkan
kuantifikasi (misalkan skala nyeri, mual sampai tidak bisa makan, atau bisa
makan tapi sedikit)
O (Objective) merupakan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik.
Ditulis di rekam medik hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang relevan
dalam diagnosis dan terapi yang diberikan saja.
A (Assessment) merupakan kesimpulan Kajian.
Dituliskan di rekam medik hanya kesimpulan Kajian yang relevan dengan
rencana perubahan terapi (penambahan maupun pengurangan) atau yang
merupakan tindak lanjut dari Kajian sebelumnya. Termasuk perubahan
diagnosis harus dituliskan.
P (Plan) merupakan kelanjutan rencana perawatan.
Dituliskan di rekam medik secara lengkap setiap perubahan terapi /
penanganan dengan target terukur. Termasuk penambahan obat, pengurangan
obat,perubahan dosis obat, perubahan diit, konsultasi dengan spesialisasi lain,
rencana pemulangan, edukasi dan pelatihan pasien dan keluarga yang akan
dilakukan. Instruksi tenaga kesehatan termasuk
pasca bedah dan prosedur pasien ditulis pada kolom instruksi (lembar
terintegrasi)
Huruf SOAP tidak perlu dituliskan dalam rekam medik, dan komponen-komponen SOAP di atas
harus dituliskan guna menjamin kontinuitas penanganan, sekaligus justifikasi dari terapi yang
diberikan sehingga pada proses audit informasi yang diberikan lengkap, sekaligus memenuhi
aspek hukum.
Untuk bagian Gizi Format yang di adalah ADIME:
A Kajian (Pengkajian gizi)
D Diagnosis ( Diagnosa gizi)
I Intervention
M Monitoring dan E Evaluation
menggunakan form Kajian awal gizi yang dilanjutkan untuk Kajian lanjutan mengikuti format
SOAP dilembar terintegrasi,
a) Kajian Lanjutan di Rawat Jalan
Kajian lanjut di Instalasi rawat jalan berupa catatan perkembangan pasien rawat jalan
(berwarna kuning)
b) Kajian Lanjutan di Rawat Inap
Hasil Kajian ulang dilaksanakan dan dicatat terintegrasi dalam rekam medis pasien
sebagai informasi, digunakan oleh semua staf yang memberi asuhan pasien dan
DPJP mereview semua Kajian yang dilakukan oleh pemberi pelayanan.
8
Bila diagnosis pasien telah berubah dan kebutuhan asuhan memerlukan perubahan
rencana.
Untuk menetapkan apakah obat-obatan dan pengobatan lain telah berhasil dan
pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan.
9
proses kredensial atau rekredensial, sesuai perijinan, undang-undang dan peraturan yang
berlaku. Contoh :
Kajian keperawatan dilakukan oleh perawat yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR)
dan Surat Ijin Praktek Perawat (SIPP), dan sudah melewati masa orientasi.
Kajian kebidanan dilakukan oleh perawat yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan
Surat Ijin Kerja Bidan (SIKB), dan sudah melewati masa orientasi.
2) Kajian medis dilakukan oleh dokter umum atau spesialis,
3) Kajian keperawatan/kebidanan dilakukan oleh perawat atau bidan,
4) Kajian gizi dilakukan oleh ahli gizi yang dalam proses penapisannya dapat dilakukan oleh
perawat yang telah dilatih untuk melakukan skrining gizi pasien rawat inap
5) Kajian lain dilakukan oleh tenaga yang kompeten di bidang tersebut.
10
Ikatan Dokter Anestesi Indonesia (IDSAI) sehingga dapat memastikan bahwa perencanaan
sedasi/anastesi dan tingkatannya yang tepat untuk pasien.
4) Kajian pra, durante dan post sedasi/anestesi dilakukan dan didokumentasikan dalam rekam
medik secara lengkap.
5) Pasien tidak dilakukan tindakan anestesi & sedasi bilamana Kajian pasien belum dilakukan dan
didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk mendapatkan persetujuan tindakan
medik (informed-consent), dan skrining dilakukan oleh unit kamar bedah atau unit lain yang
melakukan sedasi.
H. Kajian Peri Operatif
1) Kajian Perioperatif secara umum meliputi Kajian 3 fase operasi :
a) Preoperatif
b) Intraoperatif
c) Postoperatif
2) Kajian perioperatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi di rekam medik yang
minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (serta penunjang sesuai standar profesi
medik), harus menunjukkan justifikasi dari tindakan operatif yang akan dilakukan.
3) Kajian peri operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain dengan kompetensi
sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter operator utama.
Kajian perioperatif oleh keperawatan meliputi :
Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana Kajian pasien belum dilakukan dan
didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk mendapatkan persetujuan
tindakan medik (informed-consent), dan skrining di unit rawat jalan.
Kajian intraoperatif dilaksanakan Daftar Tilik Keselamatan Bedah.
Kajian pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-masing,dan
didokumentasikan dalam rekam medik.
Diagnosis pasca operasi harus dituliskan, serta rencana penanganan pasca operasi (lihat
ketentuan Kajian lanjutan).
1) Kriteria skrining untuk risiko nutrisional dapat dikembangkan oleh perawat yang akan
menerapkan kriteria MST (Malnutrition Screening Tool)
2) Ahli gizi yang akan menyediakan intervensi diet yang direkomendasikan dan nutrisionis yang
mampu mengintegrasikan kebutuhan nutrisi dengan kebutuhan lain dari pasien
3) Jika pada hasil skrining ditemukan pasien beresiko tinggi mengalami Protein Energy
Malnutrition (PEM), maka perawat atau ahli gizi yang melakukan skrining melaporkan kepada
dokter penanggung jawab pasien (DPJP)
4) Hasil Kajian status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan pasien didokumentasikan
11
dalam rekam medik. (formulir asuhan gizi lanjut)
5) Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien rawat inap perlu
ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus yang dimiliki pasien sebagai
bagian dari Kajian.
6) Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan terapetik berkaitan
dengan status gizi pasien.
7) Kajian gizi pasien rawat inap oleh ahli gizi maksimal 24 jam sejak pasien masuk unit rawat inap
8) Edukasi mengisi di formulir edukasi dan menerangkan dengan menggunakan leaflet dan
dilakukan dengan ahli gizi.
12
3) Kajian awal keperawatan pasien rawat inap didokumentasikan dalam form asuhan
keperawatan secara lengkap, sesuai form Kajian keperawatan yang ada di RSKB CK.
4) Kajian ulang keperawatan/kebidanan pasien rawat inap dilakukan minimal 3 kali sehari
dilakukan oleh masing-masing shift kecuali ada perubahan kondisi pasien.
5) Kajian ulang keperawatan/kebidanan rawat inap dilakukan secara SOAP dalam catatan
perkembangan pasien terintegrasi.
6) Kajian keperawatan pasien perina level II A dan II B dilakukan secara kontinyu, dan
didokumentasikan dalam flow sheet PERINA minimal setiap interval satu jam,
7) Kajian keperawatan pasien intensif dan high care dilakukan secara kontinyu, dan
didokumentasikan dalam flow sheet ICU/HCU minimal setiap interval satu jam,
8) Kajian kebutuhan fungsional merupakan kajian kemampuan melakukan aktivitas harian
dilakukan sebagai bagian dari Kajian awal pasien rawat inap oleh perawat. Dan dilanjutkan
dengan perencanaan (nursing care plan-NCP) untuk mengatasi masalah (seperti pelayanan
yang terkait dengan kemampuan fungsi independen atau kondisi potensial yang terbaik) yang
di temukan dan menginplementasikan rencana yang sudah dibuat.
13
dan pencegahan pasien kuning
resiko jatuh bada bayi dan resiko tinggi : pasang pita
anak kuning dan kursi roda
Metode Sesuai pengKajian dan Pengkajian resiko jatuh
pencegahan pasien resiko pada kajian awal pasien
jatuh (Morse)
Yang melakukan Perawat Perawat
Risiko tinggi : >45 Tidak beresiko (tidak
Risiko sedang : 25 44 ditemukan a dan b)
Adult (> 18 thn )
Risiko rendah : 0 24 Resiko rendah (ditemukan a
Hasil Kajian
dan b)
Resiko tinggi (ditemukan a
dan b)
Intervensi PengKajian dan Resiko jatuh: pasang pita
pencegahan pasien resiko kuning dan kursi roda
Jatuh
Geriatric > 70 tahun Yang melakukan Perawat Perawat
Hasil Kajian Langsung termasuk resiko Langsung termasuk resiko
tinggi tinggi
Intervensi PengKajian dan Resiko jatuh
pencegahan pasien resiko pasang pita kuning dan kursi
Jatuh roda
14
menunjukkan adanya rasa nyeri (pada form minitoring nyeri), sebagai berikut: Asesmen ulang
nyeri adalah prosedur menilai ulang derajat nyeri pada pasien yang bertujuan untuk
mengevaluasi intervensi yang telah dilakukan terkait penatalaksanaan nyeri yang telah
diberikan, dengan interval waktu sesuai kriteria sebagai berikut :
15 menit setelah intervensi obat injeksi
1 jam setelah intervensi obat oral atau lainnya
1 x / shift bila skor nyeri 1 3
Setiap 3 jam bila skor 4 -6
Setiap 1 jam bila skor nyeri 7 10
Dihentikan bila skor nyeri 0
15
(uncontroled pain)
16
fisik tergantung kepada orang lain. Jika menjumpai kelompok ini, petugas harus
mewaspadai kemungkinan terjadinya penganiayaan
3) Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban penganiayaan, maka
di samping penanganan terhadap cederanya, maka korban harus mendapat Kajian
lebih dalam dan penanganan khusus yang meliputi :
Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara bebas.
Bila korban anak-anak, anamnesa mungkin perlu dilakukan terhadap orang
tuanya secara terpisah, atau keluarga lain di luar orang tuanya untuk mendapat
gambaran lebih lengkap mengenai kejadiannya
Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan keinginannya
sendiri, anamnesa perlu dilakukan terhadap seluruh keluarga yang ada,
termasuk orang yang sehari-hari merawat korban.
4) Pembuatan Visum et Repertum hanya di buat bila ada permintaan dari Pihak
berwenang.
1) Kajian awal pasien meliputi kebutuhan akan adanya perencanaan untuk pemulangan pasien
(Discharge Planning). Pada kondisi tertentu, pasien memerlukan perencanaan pemulangan
sedini mungkin, demi kepentingan penanganan selanjutnya di rumah. Hal mana berhubungan
dengan kelanjutan pengobatan, kepatuhan minum obat, proses rehabilitasi, dan lain
sebagainya.
2) Kajian perlu / tidaknya discharge planning harus setidaknya meliputi :
Umur > 65 tahun
Keterbatasan mobilitas
Kebutuhan perawatan atau pengobatan lanjutan
Bantuan untuk melakukan aktifitas sehari hari
17
3) Hasil akhir Kajian cukup didokumentasikan sebagai PERLU / TIDAK PERLU Discharge
Planning.
4) Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, didiskusikan oleh dokter maupun perawat
dengan keluarga / pengampu / penanggung jawab pasien.
Pengertian tentang pengertian dan penyebab penyakit
Aktivitas pasien di rumah
Edukasi kesehatan
Perawatan pasien dirumah
Diet pasien yang berhubungan dengan penyakitnya
Kebutuhan spiritual pasien
Transportasi yang akan digunakan
O. Skrining Psikologis
Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan sesuai format yang ada diKajian
awal rawat jalan.
Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap sesuai format yang ada di lembar
Kajian awal keperawatan rawat inap
Bila ada masalah psikologi pasien dirujuk ke pelayanan yang sesuai.
18
perlu ditanyakan pula :
a) Apakah pasien perlu bantuan untuk memahami informasi mengenai pelayanan
kesehatan?
b) Tanyakan pula bagaimana pasien lebih suka menerima informasi? (membaca,
mendengar atau melihat?)
c) Bahasa apa yang paling dirasa nyaman bagi pasien untuk mengkomunikasikan
mengenai penyakitnya. Dalam hal penyedia layanan (dokter / perawat) tidak dapat
berbicara dalam bahasa yang paling nyaman untuk pasien tersebut, maka diupayakan
mencari keluarga pasien atau staf RSKB-CK yang mempu menjembatani komunikasi
dengan baik kepada pasien atau walinya.
d) Dalam hal pasien diwakili oleh wali (surrogate), misalnya pasien anak-anak atau
kondisi secara fisik atau psikis terganggu, maka pertanyaan-pertanyaan di atas perlu
diajukan ke wali pasien tersebut.
e) Apakah ada hal-hal terkait dengan budaya / kepercayaan yang dianut yang
berhubungan dengan proses perawatannya? Termasuk menanyakan adanya obat-obat
alternatif yang dikonsumsi atau dilakukan selama perawatan.
1) Identifikasi pasien dengan kondisi terminal dilakukan diseluruh unit, baik oleh dokter maupun
oleh perawat.
2) Kajian dan Kajian ulang perlu dilaksanakan secara individual untuk memenuhi kebutuhan
pasien dan keluarga apabila pasien mendekati kematian.
3) Kajian dan Kajian ulang, sesuai kondisi pasien, harus mengevaluasi :
a) Gejala seperti mau muntah dari kesulitan pernapasan
b) Faktor-faktor yang meningkatkan dan membangkitkan gejala fisik
c) Manajemen gejala saat ini dan hasil respon pasien
d) Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan kelompok agama
e) Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus asa, penderitaan,
rasa bersalah atau pengampunan
f) Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga, lingkungan rumah
yang memadai apabila diperlukan perawatan di rumah, cara mengatasi dan reaksi
pasien dan keluarga atas penyakit pasien
g) Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respite services) bagi pasien,
keluarga dan pemberi pelayanan lain
h) Kebutuhan akan alternatif atau tingkat pelayanan lain
i) Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi
patologis atas kesedihan.
19
R. Kajian Pasien dengan Gangguan Komunikasi
a) Selain bahasa, pasien dapat memiliki gangguan komunikasi yang dapat berakibat pada tidak
sesuainya penanganan pasien tersebut. Gangguan komunikasi yang mungkin terjadi adalah :
1) Pasien dengan gangguan pendengaran (hearing loss), bisu, maupun buta (blindness)
2) Pasien mengalami gangguan kognitif (bawaan maupun didapat), misalnya retardasi,
Cerebral Palsy, Stroke, dll)
b) Dalam hal pasien memiliki gangguan komunikasi di atas, maka keluarga pasien diminta
memberi informasi mengenai bagaimana komunikasi sehari-hari di rumah yang efektif
dilakukan. Siapa keluarga atau orang di rumah yang mampu berkomunikasi secara efektif
dengan pasien.
c) Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk Kajian, dan dalam
hal pasien bisu / tuli, maka komunikasi tertulis merupakan salah satu alternatif pertama untuk
Kajian.
d) Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas dokter menganggap
informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya (reliable). Dan perlu dilakukan konfirmasi
dengan keluarga mengenai hasil Kajian tersebut.
20
dr. Tonny Christianto Ms.,Sp.B.,MM
Direktur RSKB Cinta Kasih Tzu Chi
LAMPIRAN
Kajian awal rawat jalan
1. Umum, Penyakit Dalam, Kulit dan Kelamin, Bedah Umum, bedah Urologi, bedah Ortopedi, dan THT
21
Kajian awal rawat jalan hal.1
22
Kajian awal Rawat jalan hal.2
23
Kajian awal rawat jalan hal 3
24
formulit catatac perkembangan pasien rawat jalan hal.2
25
Kajian Pengkajian awal poliklinik gigi hal. 1
26
Kajian Pengkajian awal poliklinik gigi hal. 2
27
Kajian Pengkajian awal poliklinik Mata hal. 1
28
Kajian Pengkajian awal poliklinik Mata hal. 2
29
Formullir penandaan lokasi operasi pria
30
Formullir penandaan lokasi operasi Wanita
31
Formulir laporan operasi hal. 1
32
Formulir laporan operasi hal. 2
33
Formulir daftar tilik
34
Pengkajian medis rawat inap hal. 1
35
Pengkajian medis rawat inap hal. 2
36
Formulir kunsultasi
37
Formulir permintaan pemeriksaan histologi/sitologi
38
Formulir Behavioural Pain Scale (BPS)
39
40