Anda di halaman 1dari 13

RESPIRASI

Laporan Praktikum
Untuk Memenuhi Mata Kuliah Fisiologi Hewan dan Manusia
Yang Dibimbing Oleh
Ibu Dr. Sri Rahayu Lestari, M.Si dan Ibu Nuning Wulandari, S.Si, M.Si

Disusun Oleh Kelompok 4 Offering I:


1. Ahmad Abror (150342608051)
2. Awalia Siska Puji Lestari (150342605762)
3. Esha Ardiansyah (150342606823)
4. Faiza Nur Imawati (150342607763)
5. Fahrun Nisa (150342605770)
6. Maya Azzalia (150342606977)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMUPENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI
Oktober 2016
RESPIRASI

A. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui :

- Menentukan volume tidal, volume cadangan ekspirasi, kapasitas vital, volume


cadangan inspirasi.
- Mengetahui frekuensi pernafasan, factor-faktor yang mempengaruhi irama
pernafasan.
- Mendapatkan kandungan CO2 dalam udara ekspirasi.
B. DasarTeori
Respirasi adalah proses pertukaran oksigen dan karbondioksida. Udara masuk
kedalam paru-paru melalui inspirasi dan dikeluarkan melalui ekspirasi. Otot yang membantu
proses resirasi adalah diafragma dan interkostal eksternal dan internal. Selama inspirasi,
kontraksi diafragma kea rah bawah meningkatkan volume rongga thoraks, menyebabkan udara
masuk ke dalam paru dengan cepat. Otot interkostalis eksterna membantu proses inspirasi
dengan cara menggerakkan tulang iga ke atas. Selama ekspirasi, diafragma mengalami relaksasi
bergerak menuju/melawan paru, mengurangi volume rongga thoraks, dan hal ini memaksa udara
keluar dari paru. Secara bersamaan, interkostalis menurunkan tulang iga, membantu ekspirasi
(Lyrawati, 2012)

Respirasi berarti satu inspirasi dan satu ekspirasi. Seorang dewasa normal melakukan 14-
18 kali respirasi setiap menit, dan dalam keadaan istirahat sebanyak 12-15 kali. Selama ini paru-
paru mempertukarkan udara di dalamnya denagn atmosfir. Untuk mengukur volume udara yang
dipertukarkan, dipergunakan spirometer (respirometer) (Basuki dkk, 2000).

Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi


senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi sitoplasma dan
di dalam mitokondria dan menghasilkan 36 ATP dari satu molekul glukosa. Dalam respirasi
aerob diperlukan oksigen dan di hasilkan karbondioksida serta energi (Andhi, 2011)
C. Alat dan Bahan
Alat : Bahan :

Spirometer Alkohol 70%

Pipa tiup Aquades

Kantung plastic Phenolpthalen

Buret NaOH 0,1 M

Labu Erlenmeyer 125 ml

Tutup labu Erlenmeyer

Stabs

Pipa kaca

Pipet tetes

D. ProsedurKerja
1. Mengukur volume pernafasan

Udara dihirup dengan inspirasi normal, kemudian dihembuskan sekuat mungkin


pada spirometer yang terbaca menunjukkan volume tidal dan volume cadangan
ekspirasi. Diulangi tiga kali dan diambil rata-ratanya.

Hasil langkah 1 dikurangi dengan hasil langkah 2 (volume tidal).

Udara dihembuskan dengan ekspirasi normal, kemudian dihembuskan lagi udara sekuat
mungkin. (volume cadangan ekspirasi). Diulangi tiga kali dan diambil rata-ratanya

Bernafas dalam dalam lalu dihembuskan sebanyak mungkin udara (kapasitas


vital). Diulangi tiga kali dan dirata-rata.

Pengurangan hasil langkah 1 terhadap langkah 4 diperoleh volume cadangan inspirasi.


2. Irama pernafasan
Pelaku duduk santai, dihitung frekuensi pernafasannya dalam 1 menit.

Pelaku bernafas cepat selama 1 menit, dihitung frekuensi pernafasan setelah bernafas
normal per menit

Kantong plastic di pegang pelaku, mulut dan hidung berada di dalam kantong. Diminta
pelaku benafas selama 2 menit. Kemudian bernafas di luar kantong platik. Dihitung
frekuensi penafasan per menit.

Pelaku lari ditempat 60 langkah, setelah itu duduk dikursi, dihitung frekuensi per menit.

Diulangi langkah 1 4 setiap kali selesai dilakukannya kegiatan pelaku ditarik nafas
panjang, ditutup hidungnya, ditahan selama mungkin sampai pelaku bernafas kembali.
Dicacat waktunya.

Perlakuan 5 diulangi, tetapi nafas panjang dihembuskan oleh pelaku. Dicatat waktunya.

3. Kandungan Co2 dalam udara ekpirasi

dua
Dua tabung Erlenmeyer diisi dengan 60 ml aquades.
Tiap labu ditambahkan 3 tetes phenoptalin dan kemudian 4 tetes 0,1 M NaOH, laturan
akan menjadi berwarna merah delima, ditutup rapat rapat labunya.

Sedotan dimasukkan ke dalam salah satu labu, ditiupkan udara pernafasan ke dalam labu
melalui sedotan sampai warna merah menghilang. Dicatat waktunya.

Pelaku lari di tempat 60 langkah, dan dihembuskannya udara ke dalam ke dalam labu
sampai warna hilang. Dicatat waktunya.
Dilakukan titrasi :

- Biuret diisi dengan larutan 0,1 M NaOH, dicatat batas volume larutan.
- Labu Erlenmeyer yang berisi larutan diletakkan tepat dibawah ujung bawah biuret
dengan diberi landasan berwarna putih.
- Larutan biuret diteteskan ke dalam labu setetes demi setetes dengan perlahan
perlahan. Tiap tetes digoyang labunya.
- Dicermati apabila terjadi perubahan warna, dari tidak berwarna sampai berwarna
merah.
- Bila sudah Nampak perubahan, tetesan dihentikan.
- Titik ekivalensi kita tentukan pada pertengahan antara angka volume NaOh saat
mulai nampak terjadi perubahan warna dengan satu angka sebelumnya.
- Dihitung volume zat pentiter (NaOH) yang terpakai , sehingga tercapai titik
ekivalen tadi.
- Dengan pedoman 1 ml 0,1 M NaOH setara dengan 10 mol CO2.

E. Tabulasi Data
1. Mengukur volume pernafasan

No Ulangan Rata -
Volume pernafasan Hasil
. 1 2 3 rata
1 Volume tidal + volume 1700 1500 1400
1500 ml -
cadangan ekspirasi ml ml ml
2 Volue cadangan ekspirasi 500 ml 700 ml 400 ml 500 ml -
3 Volume tidal - - - - 1000 ml
4 2700 3000 2700
Kapasitas vital 2800 ml -
ml ml ml
5 Volume cadangan inspirasi - - - - 1300 ml
2. Irama pernafasan

No. Perlakuan Frekuensi / menit


- Bernafas dengan duduk santai. 30
- Pelaku bernafas setelah nafas panjang dan
1. 25,36 detik
menutup hidung.
- Pelaku menghembuskan nafas panjang. 05,65 detik
- Pernafasan setelah bernafas normal. 51 (nafas cepat)
38 (normal)
2. - Pelaku bernafas setelah nafas panjang dan
36 detik
menutup hidung.
- Pelaku menghembuskan nafas panjang. 25,36 detik
- Pernafasan normal di luar plastic. 03,90 detik
- Pelaku bernafas setelah nafas panjang dan
3. 15,84 detik
menutup hidung.
- Pelaku menghembuskan nafas panjang. 03,80 detik
- Bernafas setelah berlari 60 langkah. 58
- Pelaku bernafas setelah nafas panjang dan
4. 7 detik
menutup hidung.
- Pelaku menghembuskan nafas panjang. 03,28 detik

3. Kandungan CO2 dalam udara ekspirasi

Volume NaOH
No. Perlakuan Waktu
yang dibutuhkan
1. Tiupan udara pernafasan normal. 2 menit 13 detik 0,3 ml
Tiupan udara pernafasan setelah lari
2. 1 menit 47 detik 0,4 ml
60 langkah.
F. Analisis
Mengukur Volume Pernapasan

Pada praktikum mengukur volume pernafasan, untuk mengetahui volume tidal


dan volume cadangan ekspirasi dengan dihirup udara dengan inspirasi normal kemudian
dihembuskan sekuat mungkin pada spirometer dengan melakukan 3 kali ulangan yang
menunjukkan hasil 1700 ml pada ulangan pertama, 1500 ml pada ulangan kedua dan
1400 ml pada ulangan ketiga dan diperoleh rata-rata 1500 ml. Pada volume cadangan
ekspirasi, dihembuskan udara dengan ekspirasi normal kemudian udara dihembuskan
sekuat mungkin dengan melakukan 3 kali ulangan diperoleh hasil 500 ml pada ulangan
pertama, 700 ml pada ulangan kedua dan 400 ml pada ulangan ketiga diperoleh rata-rata
500 ml. Untuk mengetahui volume tidal, hasil rata-rata dari volume tidal dan volume
cadangan ekspirasi dikurangi dengan rata-rata volume cadangan ekspirasi dihasilkan
1000 ml volume tidal.

Perhitungan kapasitas vital diperoleh dengan bernafas dalam-dalam dihembuskan


sebanyak mungkin udara kemudian dilakukan pengamatan dengan 3 kali ulangan
diperoleh 2700 ml pada ulangan pertama, 3000 ml pada ulangan kedua dan 2700 ml pada
ulangan ketiga dan diperoleh rata-rata 2800 ml. Untuk mengetahui volume cadangan
inspirasi diperoleh dengan rata-rata dari kapasitas vital dikurang dengan rata-rata dari
volume tidal dan volume cadangan ekspirasi yaitu 1300 ml.

Kandungan CO2 dalam Udara Pernapasan

Pada percobaan kandungan CO2 dalam udara pernapasan, percampuran antara


aquades 60 ml, 3 tetes phenoptalin, dan 4 tetes 0,1 M NaOH dihasilkan warna merah
delima. Pada percobaan ini dilakukan dua perlakuan, yakni tiupan udara pernafasan
normal dan tiupan udara pernafasan setelah lari 60 langkah. Dari hasil percobaan pada
perlakuan tiupan udara normal, diketahui bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mengubah
warna larutan yang semula berwarna merah delima menjadi bening adalah 2 menit 13
detik. Sedangkan volume NaOH 0,1 M yang dibutuhkan untuk mengubah warna bening
menjadi warna merah delima kembali yang disamakan dengan larutan kontrol yaitu 0,3
ml yang setara dengan 3 mol CO2.

Hasil percobaan pada perlakuan setelah lari 60 langkah didapatkan hasil yaitu
waktu yang dibutuhkan untuk menjernihkan larutan adalah selama 1 menit 47 detik.
Sedangkan volume NaOH 0,1 M yang dibutuhkan untuk mengubah warna larutan sama
dengan warna larutan kontrol yaitu 0,4 ml yang setara dengan 4 mol CO2. Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menjernihkan larutan pada
perlakuan pernafasan normal lebih lama bila dibandingkan pada perlakuan setelah lari 60
langkah. Sehingga dapat dikatakan bahwa setelah melakukan aktivitas, proses
penjernihan lebih cepat. Hal ini diakibatkan oleh adanya pengaruh aktivitas atau gerak
otot terhadap jumlah CO2 yang dihasilkan oleh seseorang. Dan dapat diketahui bahwa
volume NaOH 0,1 M yang dibutuhkan untuk mengubah warna sama dengan larutan
kontrol pada perlakuan pernafasan normal lebih sedikit bila dibandingkan dengan
perlakuan setelah lari 60 langkah. Kandungan CO2 dalam udara ekspirasi setelah
beraktivitas lebih besar bila dibandingkan saat kondisi pernafasan normal.

G. Pembahasan
Pada pengamatan volume tidal dan volume cadangan ekspirasi yang dihirup
menggunakan inspirasi normal mendapatkan volume rata-rata 1500 ml yang sesuai
dengan pernyataan Basoeki (2000) menyatakan bahwa udara yang dihembuskan sekuat
mungkin setelah menghirup udara dengan inspirasi normal merupakan volume tidal dan
volume cadangan ekspirasi. Dari analisis volume cadangan ekspirasi yang diperoleh
volume rata-rata 500 ml termasuk dalam kisaran normal, menurut Guyton dan Hall
(2007) volume udara yang masih bisa dikeluarkan dengan melakukan ekspirasi kuat pada
akhir ekspirasi normal sebesar 1100 ml. Sehingga volume cadangan ekspirasi pelaku
masih berada dalam batas normal sebesar 500 ml.
Hasil dari rata-rata volume tidal pelaku diperoleh dengan mengurangi rata-rata
nilai volume tidal dan volume cadangan ekspirasi dengan rata-rata nilai cadangan
ekspirasi yaitu 1000 ml. Hasil ini tidak sesuai dengan Soewolo, dkk. (1999) yang
menyebutkan bahwa selama proses bernafas normal, kira-kira 500 ml udara bergerak ke
saluran napas dalam setiap inspirasi dan jumlah yang sama bergerak keluar dalam setiap
ekspirasi, dan jumlah tersebut disebut volume tidal. Maka volume tidal dari pelaku
melebihi batas normal, hal ini terjadi disebabkan ketika pelaku melakukan hembusan
ekspirasi normal tidak menghembuskan udara dengan kuat sehingga jarum pada
spirometer menjadi tidak stabil.
Pada pengamatan kapasitas vital dengan menarik nafas dalam-dalam kemudian
dihembuskan sebanyak mungkin diperoleh rata-rata sebanyak 2800 ml, menurut menurut
Guyton dan Hall (2007) jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru setelah
terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-
banyaknya dengan rata-rata 4600 ml. Dari pengamatan menunjukan kapasitas vital
pelaku lebih besar dari volume tidalnya, tetapi kapasitas vital pelaku kurang dari batas
normal. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya ketelitian pengamat dan ketika pelaku
menghembuskan udara yang tidak terlalu banyak sehingga rata-rata dari kapasitas vital
rendah.
Rata-rata volume cadangan inspiratori adalah 3100 ml, menurut Guyton dan Hall
(2007) volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah volume tidal. Volume cadangan
inspiratori dapat diperoleh dengan bernapas sangat kuat, sehingga dapat menghisap lebih
dari 500 ml udara. Kelebihan udara yang dihirup tersebut merupakan volume cadangan
inspiratori (Soewolo, dkk. 1999). Pada hasil pengamatan volume cadangan inspirasi
pelaku diperoleh volume sebesar 1300 ml, dari hasil tersebut menunjukan volume
cadangan inspirasi dari pelaku kurang dari batas normal. Penyebab dari ketidak sesuaian
dari rata-rata volume cadangan inspiratori karena ketika pelaku menghembuskan udara
yang tidak terlalu banyak sehingga rata-rata dari kapasitas vital rendah. Karena untuk
mengetahui volume cadangan inspirasi diperoleh dari rata-rata volume tidal dan volume
cadangan ekspirasi yang dikurangi rata-rata dari volume tidal.
Berdasarkan hasil analisis percobaan mengenai kandungan CO2 dalam udara
pernapasan dapat diketahui bahwa larutan yang dibuat dengan mencampurkan aquades 60
ml, 3 tetes phenoptalin, dan 4 tetes 0,1 M NaOH dihasilkan warna merah delima. Warna
merah delima yang dihasilkan menunjukkan bahwa larutan tersebut bersifat basa. Untuk
mengetahui kadar CO2 dalam udara pernapasan dilakukan dengan cara peniupan yang
dilakukan dengan sedotan. Bersamaan dengan dilakukan peniupan, larutan ditutup rapat
dengan tujuan untuk menjaga volume larutan dengan menghindari penguapan. Peniupan
dihentikan bila larutan telah berubah warna menjadi bening. Terjadinya perubahan warna
dari merah delima menjadi bening, disebabkan akibat perubahan kondisi pada larutan dari
basa menjadi asam. Hal ini karena di dalam udara pernafasan terkandung CO 2 yang akan
bereaksi dengan H2O (akuades) yang membentuk asam karbonat, sehingga larutan
berubah menjadi asam (berwarna bening). Menurut reaksi CO2 + H2O H2CO3.
Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa pada peniupan saat subjek duduk
santai, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya perubahan warna dari merah delima
menjadi bening lebih cepat dibandingkan dengan peniupan setelah perlakuan lari 60
langkah, yaitu 21 detik dibanding dengan 27 detik. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori
yang berhubungan dengan pengaruh aktivitas. Semakin banyak aktivitas maka semakin
tinggi metabolisme sehingga semakin banyak CO2 yang dihasilkan. Pada kenyataannya
akan terjadi peningkatan frekuensi pernafasan saat beraktivitas. Semakin banyak O2 yang
dihirup selama inspirasi maka jumlah CO2 yang diekspirasikan semakin meningkat.
Soewolo (2005), menyatakan bila dalam tubuh terdapat sedikit kenaikan PCO 2 maka
akan merangsang area kemosensitif dalam medulla dan aretehemoreseptor sehingga
menyebabkan area respirastori menjadi sangat aktif dan kecepatan respirasi meningkat.
Pada bernafas normal larutan NaOH yang dibutuhkan untuk mengubah warna
pada titrasi adalah 0,3 ml. Sedangkan pada saat bernafas setelah lari 60 langkah larutan
NaOH yang dibutuhkan juga sama 0,2 ml. Hal tersebut juga tidak sesuai dengan teori di
mana seharusnya volume larutan NaOH yang dibutuhkan untuk mengubah warna titrasi
adalah lebih banyak ketika bernafas setelah berlari, karena setelah berlari kadar CO 2 yang
dikeluarkan oleh subjek ketika meniup larutan lebih banyak daripada yang bernafas
normal. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan sewaktu melakukan praktikum. Tidak
berwarnanya larutan (bening) akibat peniupan yang menghasilkan CO 2 sehingga kondisi
larutan menjadi asam akan kembali menjadi basa setelah ditambah dengan larutan 0,1 M
NaOH dari hasil penitrasian dengan perubahan warna menjadi merah delima kembali.
Sehingga penetrasian dapat menunjukkan terjadinya perubahan kondisi pada larutan dari
asam menuju basa kembali karena terjadi penetralan larutan yang bersifat asam (akibat
pengaruh CO2) oleh larutan basa NaOH 0,1 M.

H. KESIMPULAN
I. Berdasarkan praktikum diketahui volume cadangan ekspirasi adalah 500ml (sumber:
1200ml), volume tidal 1000ml (sumber: 500ml), kapasitas vital 2800ml (sumber:
4800ml), volume cadangan inspiratori 1300ml (sumber: 3100ml).
DAFTAR PUSTAKA
Lyrawati, Diana. 2012. Sistem pernapasan : assessment, patofisiologi, dan terapi
gangguan Pernasafan. Malang : PSF- FK Universitas Brawijaya

Andhi, Tatag Chariesma. 2011. studi aspek fisiologis dan biokimia perkecambahan benih
jagung (Zea Mays L.) pada umur penyimpanan benih yang berbeda. Yogyakarta : fakultas
pertanian UGM

Basuki, Soedjono,dkk. 2000. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia.


Malang: IMSTEP JICA

Guyton, Arthur C & Hall, John E. 2007. Fisiologi Kedokteran, Terjemahan Irawati
Setiawan. Jakarta: EGC.

Soewolo. 1999. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai