Anda di halaman 1dari 11

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN PIAGET

A. Pendahuluan

Dalam konteks psikologi pembelajaran, pengertian tentang belajar sangat beragam,


beragamnya pengertian tersebut dipengaruhi oleh teori yang melandasi rumusan belajar sendiri. Teori
belajar merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa
belajar. Slameto (2010:2) menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya

Pada proses pembelajaran di sekolah, guru seringkali dihadapkan pada dinamika yang
berkaitan dengan perkembangan peserta didik. Perubahan-perubahan dan perkembangan yang terjadi
pada peserta didik ini harus mendapat perhatian dari guru, karena dengan ini guru dapat memilih
strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik yang terlibat dalam proses
pembelajaran

Ada banyak teori-teori belajar serta implementasinya dalam pembelajaran, salah satunya yaitu
teori yang dikemukakan oleh Piaget. Piaget mempunyai nama lengkap Jean Piaget lahir di Swiss
tepatnya di Neuchatel pada tahun 9 Agustus 1896 dan meninggal 16 September 1980 pada umur 84
tahun. Teori perkembangan kognitif Piaget banyak mempengaruhi dunia pendidikan, terutama
pendidikan kognitif pada masa anakanak sampai remaja. Dalam teorinya Piaget mengemukakan
bahwa secara umum semua anak berkembang melalui urutan yang sama, meski jenis dan tingkat
pengalaman mereka berbeda satu sama lainnya. Perkembangan mental anak terjadi secara bertahap
dari tahap yang satu ke tahap yang lebih tinggi. Semua perubahan yang terjadi pada setiap tahap
tersebut merupakan kondisi yang diperlukan untuk mengubah atau meningkatkan tahap
perkembangan moral berikutnya.

Berdasarkan persoalan ini, maka penulis mencoba mengkaji suatu teori belajar yang
dituangkan dalam makalah dengan judul Teori Perkembangan Kognitif dari Jean Peaget.

B. Pembahasan

Para ahli filsafat berabad-abad berdebat tentang bagaimana manusia memperoleh kebenaran
atau pengetahuan. Dua aliran, yaitu empirisme dan rasionalisme berkembang untuk menjawab
pertanyaan itu. Para penganut empirirme (Locke, Berkeley, dan Horne) menyatakan bahwa
sesungguhnya pengetahuan bersumber dari luar individu dan pengetahuan itu diinternalisasi oleh
indra-indra. Sedangkan para rasionalisme seperti Descartes, Spinoza, dan Kant menyatakan bahwa
penalaran lebih penting dari pada pengalaman indra sebab penalaran membuat kita tahu dengan penuh
keyakinan akan banyak kebenaran yang tidak dicapai oleh pengalaman-pengalaman indra. Teori
piaget muncul karena keberatannya terhadap aliran empirisme maupun aliran rasionalisme, dan
menurutnya, teorinya merupakan sistesis keduanya (Dahar, 2006:132), dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
1. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Kognitif berhubungan dengan kemampuan kognisi. Kognisi adalah kepercayaan seseorang


tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu (Wikipedia,
2013). Teori kognitif berhubungan dengan bagaimana kita memperoleh, memproses, dan
menggunakan informasi (Lefrancois, 1997). Sedangkan kemampuan kognisi diartikan dengan
kecerdasan atau intelegensi (Wikipedia, 2013). Aktivitas yang timbul sebagai akibat dari adanya
kemampuan kognisi adalah mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan
dan berbahasa. Hal ini berhubungan dengan kemampuan otak untuk berpikir atau adanya aktivitas
berpikir.

Furth & Wachs (1975) menyatakan bahwa Piaget's theory states clearly that the general
development of intelligence is the basis on which any specific learning rests. Teori Piaget umumnya
merupakan perkembangan intelegensi sebagai dasar dari setiap pembelajaran. Teori perkembangan
piaget memperlihatkan bagaimana interaksi anak dengan lingkungan menyebabkan atau membawa ke
perkembangan kognitif.

Perkembangan kognitif mengacu pada tahapan - tahapan dan proses proses yang terlibat di
dalam pengembangan intelektual anak (Lefrancois, 1997). Djiwandono (2002) menjelaskan bahwa
Piaget mendefinisikan kemampuan atau perkembangan kognitif sebagai hasil dari hubungan
perkembangan otak dan sistem nervous dan pengalaman pengalaman yang membantu individu
untuk beradaptasi dengan lingkungan. Teori perkembangan kognitif disebut teori belajar karena
berkenaan dengan kesiapan anak untuk mampu belajar (Ruseffendi, 2006).

2. Beberapa Konsep Teori Jean Piaget

Berikut ini dijelaskan Konsep Teoritis Utama Jean Piaget (Hergenhahn & Olson, 2008:313-
318), yaitu sebagai berikut:

a. Inteligensi

Intelegensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat
organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman; bagian internal dari setiap
organisme karena semua organisme yang hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk
kelangsungan hidup mereka. (Piaget dalam Hergenhahn & Olson, 2008). Teori piaget ini berusaha
mencari tahu bagaimana perkembangan kemampuan intelektual.

b. Skemata

Skema (Schema; jamak: schemata) merupakan potensi umum yang dimiliki organisme untuk
bertindak dengan cara tertentu. Tindakan tersebut seperti memegang, menatap, menggapai, dan
sebagainya. Misalnya skema memegang adalah kemampuan umum untuk memegang sesuatu. Skema
memegang ini dapat dianggap sebagai struktur kognitif yang membuat tindakan memegang bisa
dimungkinkan. Sedangkan schemata merupakan kumpulan dari skema-skema. Ruseffendi (2006:135)
meyatakan bahwa schemata merupakan kegiatan penyelarasan perbuatan fisik dan perbuatan
mentalnya. Schemata merupakan penyelarasan antara akal dan geraknya.

c. Asimilasi dan Akomodasi

Asimiliasi adalah proses merespon lingkungan sesuai dengan struktur kognitif seseorang, atau
dengan kata lain asimilasi yaitu pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan
lingkungan fisik. Asimilasi merupakan penyerapan informasi baru ke dalam pikiran (Ruseffendi,
2006). Struktur kognitif yang ada pada momen tertentu akan dapat diasimilasikan oleh organisme.
Misalnya, jika skema menggapai, memegang sudah tersedia bagi anak, maka segala sesuatu yang
dialami anak akan diasimilasikan ke schemata. Selanjutnya, akomodasi merupakan proses kedua yang
penting untuk menghasilkan mekanisme untuk perkembangan intelektual. Ruseffendi (2006)
menyatakan bahwa akomodasi merupakan menyusun kembali struktur pikiran karena adanya
informasi baru sehingga informasi tersebut punya tempat.

Setiap pengalaman yang dialami seseorang akan melibatkan asimilasi dan akomodasi. Kita
merespon dunia berdasarkan pengalaman kita sebelumnya (asimilasi), tetapi setiap pengalaman
memuat aspek-aspek yang berbeda dengan pengalaman yang kita alami sebelumnya. Aspek unik dari
pengalaman ini menyebabkan perubahan dalam struktur kognitif (akomodasi).

d. Ekuilibrasi

Menurut Piaget, semua organisme punya tendensi bawaan untuk menciptakan hubungan
harmonis antara dirinya dengan lingkungannya. Ekuilibrasi (penyeimbangan) adalah tendensi bawaan
untuk mengorganisasikan pengalaman agar mendapatkan adaptasi yang maksimal. Ekuilibrasi ini
diartikan juga sebagai dorongan kearah keseimbangan secara terus menerus.

e. Interiorisasi

Interiorisasi merupakan penurunan ketergantungan pada lingkungan fisik dan


meningkatkannya penggunaan struktur kognitif. Pada awalnya anak merespon stumuli lingkungan
secara langsung dengan gerak refleks. Pengalaman awal melibatkan penggunaan dan elaborasi
schemata bawaan seperti memegang, menghisap, menggapai. Hasil pengalaman disimpan dalam
struktur kognitif. Dengan banyaknya pengalaman, anak mengembangkan struktur kognitif dan
memungkinkan untuk beradaptasi dengan mudah. Sehingga pada akhirnya anak mampu merespon
situasi yang lebih kompleks dan tidak berganting pada situasi sekarang. Misalnya mereka mampu
memikirkan objek yang sebelumnya tidak mampu mereka pikirkan.

3. Aspek yang diteliti dalam perkembangan Intelektual

Dahar (2011) mejelaskan bahwa ada tiga aspek yang diteliti oleh Piaget dalam perkembangan
intelektual yaitu struktur, isi (konten), dan fungsi.

a. Struktur

Struktur erat hubungannya dengan struktur yaitu operasi. Piaget berpendapat bahwa ada
hubungan fungsional antara tindakan fisik dan tindakan mental dan perkembangan berpikir logis anak.
Tindakan (action) menuju pada perkembangan operasi dan selanjutnya operasi menuju pada
perkembangan struktur.

Operasi-operasi mempunyai ciri-ciri yaitu sebagai berikut.

Internalisasi

Operasi merupakan tindakan-tindakan yang terinternalisasi (penghayatan). Ini berarti antara tindakan
fisik dan tindakan mental tidak terdapat garis pemisah. Misalnya, bila anak mengumpulkan semua
kelereng kuning dan mera, tindakannnya ialah tindakan mental dan tindakan fisik. Secara fisik ia
memindahkan kelereng- kelereng itu, tetapi tindakannya itu dibimbing oleh hubungan sama dan
berbeda yang diciptakan dalam pikirannya.

Reversibel

Operasi-operasi itu reversibel (dapat dibalik). Misalnya menambah dan mengurang merupakan
operasi yang sama yang dilakukan dengan arah yang berlawanan. 2 + 1 = 3, 3 1 = 2.

Terintergrasi dengan struktur-struktur dan operasi-operasi lainnya.

Tidak ada operasi yang berdiri sendiri. Suatu operasi selalu berhubungan dengan struktur atatu
sekumpulan operasi. Misalnya operasi penambahan-pengurangan berhubungan dengan operasi
klasifikasi, pengurutan, dan konversi bilangan.oprasi itu saling membutuhkan.

b. Isi

Hal yang dimaksud dengan isi ialah pola perilaku anak yang khas yang tercemin pada respons
yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi misalnya perubahan
penalaran anak semenjak kecil hingga dewasa, konsepsi anak tentang alam seperti pohon-pohon,
matahari dan lainnya.

c. Fungsi

Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual.
Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi.

Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mensistematikkan atau


mengorganisasi proses fisik atau psikologis menjadi sistem yang teratur dan berhubungan atau
terstruktur. Misalnya seorang bayi mempunyai struktur-struktur perilaku untuk pemfokusan visual dan
memegang secara terpisah. Pada suatu saat dalam perkembangannya, bayi itu dapat mengorganisasi
kedua struktur perilaku ini menjadi struktur tingkat tinggi dalam memegang suatu benda sambil
melihat benda itu. Dengan organisasi, struktur fisik dan dan psikologi diintegrasi menjadi struktur
tingkat tinggi.

Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk
menghadapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungan. Dalam proses akomodasi, seseorang
memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan
lingkungan.

4. Tahap- Tahap Perkembangan Kognitif

Piaget berpendapat bahwa manusia sama secara genetik dan mempunyai pengalaman yang
hampir sama, sehingga mereka dapat diharapkan untuk sungguh sungguh memperlihatkan
keseragaman dalam perkembangan kognitif mereka.

Piaget (Hergenhahn & Olson, 2008) menjelaskan perkembangan tahap tahap perkembangan
kognitif, yaitu sebagai berikut:

a. Sensorimotor (0- 2 tahun)


(Ciri pokok perkembangannya anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta
mempelajari permanensi obyek)

Periode 1 : Refleks (umur 0 1 bulan)

Periode paling awal tahap sensorimotor adalah periode refleks. Ini berkembang sejak bayi lahir
sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat refleks,
spontan, tidak disengaja, dan tidak

terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi
secara refleks.

Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 4 bulan)

Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan pertama. Kebiasaan
dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan. Refleks-refleks yang dibuat
diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari
refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan benda-
benda di dekatnya. Ia mulai mengaakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya.
Pada periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan
telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan
kepala kesumber suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama. Ini merupakan suatu
tahap penting untuk menumbuhkan konsep benda.

Periode 3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 8 bulan)

Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di
sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969). Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan
kejadian di luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah
(menyentuh dengan jari). Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian
yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang
menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan
pada sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau
memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu pengiaan akan arti benda itu
seakan ia mengetahuinya.

Periode 4 : Koordinasi Skemata (umur 8 12 bulan)

Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah
mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang digunakan untuk
mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai
mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk
mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya
(permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang
tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang ruang.

Periode 5 : Eksperimen (umur 12 18 bulan)

Unsur pokok pada perode ini adalah mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk
mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang
tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai mencoba-coba dengan Trial and Error
untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia
mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda
disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang
baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk
memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan
lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda
secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.

Periode Refresentasi (umur 18 24 bulan)

Periode ini adalah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai
dapat menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetapi juga
dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Secara mental, seorang anak mulai dapat
menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan
gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk
mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai
sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak
kelihatan lagi.

Karakteristik anak yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:

1) Berfikir melalui perbuatan (gerak)

2) Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan
dan bicara.

3) Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya.

Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis

b. Pra-operasional (2 7 tahun)

(Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan symbol/bahasa tanda dan konsep intuitif)

Tahap ini terbagi menjadi dua, yakni:

1) Pemikiran prakonseptual (2 - 4 tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai mengelompokkan benda-benda dalam kelompok tertentu berdasarkan
kemiripannya, tetapi mereka melakukan banyak kesalahan karena konsep mereka. Misalnya: semua
lelaki adalah ayah dan semua perempuan adalah ibu, dan semua mainan adalah milikku. Menurut
Piaget anak pra-operasional bersifat egosentris, misalnya saja ketika mereka berkomunikasi, mereka
akan terus berbicara tanpa mengharapkan saling mendengarkan atau saling menjawab (Dahar,
2011:138).

Selain itu, pada tahap ini anak merepresentasikan sesuatu dengan bahasa, gambar dan permainan
khayalan (Ruseffendi, 2006). Anak biasanya akan mengungkapkan idea atau gagasan melalui bahasa,
gambar agar suatu konsep lebih mudah dipahami atau dipahami.

2) Periode perkembangan intuitif (4-7 tahun)


Pada tahap ini, anak anak memecahkan masalah secara intuitif, bukan berdasarkan kaidah-kaidah
logika. Berikut beberapa ciri yang diungkapkan Ruseffendi (2006) pada tahap ini, yaitu;

Pertimbangan anak didasarkan pada persepsi pengalaman pribadi, bukan pada penalaran.

Anak mengaitkan pengalaman yang ada pada dunia luar dengan pengalaman pribadinya. Anak
mengira bahwa cara berpikirnya dan pengalamannya dimiliki oleh orang lain. Misalnya: bila anak
melihat gambar terbalik dari arah sisi meja satu, maka ia mengira temannya yang berhadapan pada
sisi lain dari meja akan melihat gambar itu terbalik pula.

Anak mengira bahwa benda-benda tiruan memiliki sifat-sifat yang sebenarnya. Misalnya:
perlakuan anak terhadap boneka sama dengan anak yang sebenarnya (diberi makan, diajak berbicara,
ditidurkan, dan sebagainya).

Anak berpikir bahwa benda akan berbeda apabila kelihatannya berbeda. Pemikiran anak pada
tahap ini adalah kegagalan mengembangkan konservasi (Hergenhahn & Olson, 2008). Konservasi
adalah kemampuan untuk menyadari bahwa jumlah, panjang, substansi atau luas akan tetap sama
meski dipresentasikan kepada anak dalam bentuk yang berbeda-beda (Hergenhahn & Olson, 2008)

Misalnya:

Ambil 2 deretan koin yang sama banyak. Pada mulanya anak disuruh menghitung jumlah koin

Pada gambar (a) anak menyatakan bahwa banyaknya koin dari kedua baris sama. Akan tetapi ketika
baris kedua diubah seperti gambar (b), anak menyatakan bahwa koin pada baris kedua lebih banyak
dari baris pertama. Hal ini dikarenakan anak belum memiliki konsep kekekalan banyak.

Contoh lainnya:

Seorang anak ditunjukkan wadah berisi air dengan volume tertentu.

Pada tahap ini, anak cenderung mengatakan bahwa wadah yang lebih tinggi yang lebih banyak airnya.
Anak secara mental tidak bisa membalikkan operasi kognitif, yang berarti dia tidak dapat secara
mental menuangkan air dari wadah yang tinggi ke wadah yang lebih pendek dan tidak dapat melihat
bahwa jumlah cairan itu sebenarnya adalah sama. Hal ini dikarenakan anak belum memiliki konsep
kekekalan materi (zat).

Anak pada tahap ini memiliki kesukaran dan mengulang pemikiran (perbuatan).

Anak mendapat kesukaran untuk memikirkan dua aspek atau lebih secara serempak. Misalnya:
anak merasa sulit jika diminta untuk mengumpulkan kelereng besar dan berwarna hijau.

Anak tidak berpikir induktif maupun deduktif tetapi transitif (khusus ke khusus).

Anak mampu memanipulasi benda kongkrit.


Anak mulai dapat membilang dengan menggunakan benda konkrit, misalnya dengan menggunakan
jari tangan.

Pada akhir tahap ini, anak dapat memberikan alasan atau keyakinannya, dapat mengelompokkan
benda-benda, dan mulai memperoleh konsep yang sebenarnya.

Anak belum memahami korespodensi satu satu untuk memahami banyaknya (kesamaan dan
ketidaksamaan).

a. Operasi Konkret (7 11 tahun)

(Ciri pokok perkembangannya anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret)

Tahap ini umumnya ada pada anak-anak sekolah dasar (Ruseffendi, 2006). Operasi konkrit adalah
dimana anak dapat memahami operasi (logis) dengan bantuan benda-benda konkrit. Pada tahap ini,
anak mulai mengembangkan kemampuan untuk mempertahankan konservasi, kemampuan
mengelompokkan secara memadai, melakukan pengurutan, dan menangani konsep angka. Selama
tahap ini, proses pemikiran anak mengarah pada kejadian nyata yang dapat diamati, anak belum
mampu melakukan problem yang bersifat abstrak.

Anak pada tahap ini sudah mampu melihat sudut pandangan orang lain, disamping itu anak juga
senang membuat bentukan, memanipulasi benda, dan membuat alat mekanis (Ruseffendi, 2006).

Anak dalam periode operasional konkret memilih mengambil keputusan logis bila menghadapi
pertentangan antara pikiran dan persepsi, dan bukan keputusan perseptual seperti anak pra-operasional
(Dahar, 2011). Operasi pada periode ini bersifat konkret, dan belum mencapai hipotesis dan proposisi
verbal.

Adapun operasi pada tahap ini (Dahar, 2011), yaitu sebagai berikut:

Kombinativitas atau klasifikasi

Kombinativitas atau klasifikasi merupakan suatu operasi yang menggabungkan dua atau lebih kelas
menjadi kelompok lebih besar, misalnya: semua anak laki-laki + semua anak perempuan = semua
anak, dan a > b, b > c maka a > c.

Reversibilitas

Setiap operasi logis atau matematis dapat ditiadakan dengan operasi yang berlawanan, misalnya 7 + 3
= 10, maka 10 7 = 3.

Asosiativitas

Operasi yang menggabungkan kelas-kelas dalam urutan apa saja:

(1 + 3) + 5 = 1 + (3 + 5). Dalam penalaran, operasi ini mengizinkan anak sampai pada jawaban
dengan banyak cara.

Identitas
Identitas adalah operasi dimana terdapat suatu unsur nol yang bila digabungkan dengan unsure atau
kelas apapun ,tidak menghasilkan perubahan. Seperti 10 + 0 = 10.

b. Operasi Formal (11 tahun ke atas)

(Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, dan logis)

Anak dapat menangani situasi hipotesis, dan proses berpikir mereka semakin logis dan tidak lagi
tergantung pada hal-hal yang langsung dan nyata. Kemajuan pada tahap ini adalah anak tidak perlu
berpikir dengan pertolongan benda atau kejadian konkret karena pada tahap ini anak sudah mampu
berpikir abstrak. Seperti untuk menjawab pertanyaan berikut: Ani lebih tinggi daripada siti. Ani lebih
pendek daripada lili. Siapakah yang lebih pendek dari ketiga anak ini?

Ruseffendi (2006) menambahkan beberapa ciri yang ada pada tahap operasi formal ini, yaitu sebagai
berikut:

Anak dapat mempertimbangkan banyak pandangan sekaligus, misalnya dapat bermain bridge
dengan baik, dapat menyusun desain percobaan. Dalam diskusi anak dapat membedakan antara
argumentasi dan fakta.

Mulai belajar membuat hipotesis (perkiraan) sebelum berbuat.

Dapat merumuskan dalil atau teori (misalnya teorema Pythagoras), menggeneralisasikan hipotesis.

Dapat menghayati derajat kebaikan dan kesalahan dan dapat memandang definisi, aturan, dalil
dalam konteks yang benar dan objektif.

Dapat berpikir deduktif dan induktif; dapat memberikan alasan-alasan dari kombinasi pernyataan
dengan konjungsi, disjungsi, negasi, implikasi.

Mampu mengerti dan menggunakan kompleks seperti permutasi, kombinasi, perbandingan,


korelasi dan probabilitas.

1. Faktor Faktor yang Menunjang Perkembangan Intelektual

Piaget (Dahar, 2011) menyatakan lima faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan intelektual,
yaitu sebagai berikut:

1. Kedewasaan (maturation)

Perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan manifestasi fisik lainnya
mempengaruhi perkembangan kognitif. Walaupun kedewasaan atau maturasi merupakan faktor
penting dalam perkembangan intelektual, maturasi tidak cukup menerangkan perkembangan
intelektual ini.

2. Pengalaman Fisik (physical experience)

Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan anak untuk mengabstraksi berbagai sifat fisik benda-
benda. Misalnya bila anak menempatkan sebuah benda dalam air, kemudian dia melihat bahwa benda
itu terapung. Pengalaman fisik ini meningkatkan kecepatan perkembangan anak sebab observasi
benda-benda serta sifat-sifat benda tersebut membantu timbulnya pikiran yang lebih kompleks.

3. Pengalaman Logika Matematis (logical-mathematical experience)

Bila anak mengamati benda-benda, selain pengalaman fisik ada pula pengalaman lain yang
diperoleh anak itu, yaitu pada waktu ia mengkonstruksi hubungan-hubungan antara objek-objek.
Misalnya anak yang sedang menghitung beberapa kelereng yang dimilikinya dan ia memiliki
sepuluh kelereng. Konsep sepuluh bukannya sifatnya kelereng kelereng itu, melainkan sifat
konstruksi lain yang serupa, yang disebut pengalaman logika matematika, untuk membedakannya dari
pengalaman fisik. Proses konstruksi biasanya disebut abstraksi reflektif. Abstraksi reflektif berbeda
dengan abstraksi empiris yang dikemukakan oleh Piaget.

Abstraksi empiris, dimana anak memperhatikan sifat fisik tertentu suatu benda dan tidak
mengindahkan hal-hal lain. Misalnya: waktu anak mengabstrak warna maka ia tidak memperdulikan
hal-hal lainnya seperti massa dan bahan dasar benda.

Abstraksi reflektif

Abstraksi reflektif melibatkan pembentukan hubungan-hubungan antara benda-benda, misalnya


konsep sepuluh pada kelereng tidak terdapat pada kelereng. sepuluh hanya terdapat dalam kepala
anak yang sedang menghitung kelereng itu.

4. Transmisi Sosial (social transmission)

Pengetahuan yang diperoleh anak dari pengalaman fisik diabstraksi dari benda-benda fisik. Dalam hal
logika-matematika, pengetahuan dikonstruksi dari tindakan-tindakan anak terhadap benda-benda itu.

5. Proses Keseimbangan (equilibration)

Ekuilibrasi merupakan kemampuan untuk mencapai kembali keseimbangan selama periode


ketidakseimbangan. Ekuilibrasi mendorong adanya pertumbuhan intelektual.

A. Penutup

Kesimpulan

Dalam teori perkembangan kognitif anak, Piaget meyakini bahwa belajar dihasilkan oleh
kemampuan anak untuk menyesuaikan atau membentuk keterhubungan antara pengalaman yang baru
dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Piaget juga percaya bahwa dalam memberikan
pelajaran harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak.

Piaget mendeskripsikan empat tahap perkembangan kognitif, diantaranya: a) sensorimotor,


dimana anak langsung berhadapan dengan lingkungan menggunakan refleks bawaan mereka, b) pra-
operasional yaitu anak mulai menyusun konsep sederhana, c) operasi konkret, dimana anak
menggunakan tindakan yang telah diinteriorisasikan, d) operasi formal, dimana anak memikirkan
situasi hipotesis secara penuh.
Selain itu faktor yang menunjang perkembangan intelektual yaitu kedewasaan, pengalaman fisik,
pengalaman logika-matematika, transmisi sosial, dan pengaturan sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga.

Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.

Hergenhahn, B.R., dan Olson, M.Hg. 2008. Theories Of Learning (Teori Belajar). Jakarta: Kencana.

Lefrancois, Guy R. 1997. Psychology for Teaching. Belmont, CA: Wadwordh.

Ruseffendi. 2006. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam


Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Wikipedia. 2014. Kognisi. Diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Kognisi

Wikipedia. 2014. Kemampuan Kognisi. Diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Kognisi

Anda mungkin juga menyukai