Anda di halaman 1dari 11

Kisah si Kaki Peri

Frances Browne
Pada zaman dahulu kala, sewaktu peri-peri berada di dunia, hiduplah
seorang anak perempuan kecil. Ia begitu jujur dan wajahnya begitu
menyenangkan dipandang sehingga orang-orang memanggilnya
Bunga Salju.

Bunga Salju tidak mempunyai keluarga di dunia ini, kecuali


seorang nenek yang sudah tua sekali bernama Dame Frostyface.
Mereka berdua tinggal di sebuah pondok kecil yang terbuat dari tanah
liat dan dinaunggi daun-daun lalang. Pondok itu terletak di pinggir
sebuah hutan belantara. Di belakang pondok itu terdapatpohon tinggi-
tinggi, yang melindunginya dari angin utara. Dan cahaya metahari di
tengah hari membuat depan pondok itu menjadi hangat lagi
menyenangkan. Burung-burung seriti bertengger di talang, dan bunga-
bunga aster tumbuh dengan lebatnya di depan pintu. Namun, di
seluruh desa itu tidak ada orang yang lebih miskin dari Bunga Salju
serta neneknya. Satu-satunya perabot mereka yang bagus adalah
sebuah kursi tangan besar. Kursi itu kaki-kakinya beroda dan ada
bantalannya yang terbuat dari beludru hitam. Ukiran-ukiran pada kursi
itu berbentuk bunga yang banyak dan unik, dan berbentuk anak rusa
pada bagian sandaran.

Di suatu pagi yang cerah, waktunya burung-burung seriti datang,


nenek Bunga Salju bangkit mengenakan mantel dan kerudungnya yang
biru, lalu berkata, Cucuku, aku akan pergi jauh dan aku tidak bisa
mengajak engkau. Tapi, ayam-ayam akan bertelur untukmu. Di dalm
tong sana ada jawawut. Dan karena engkau telah menjadi seorang
anak yang baik, maka kau akan kuberi tahu apa yang harus kau
lakukan apabila kau merasa kesepian. Rebahkanlah kepalamu dengan
pelan-pelan pada batalan kursi tangan itu, dan berkatalah, Kursi
nenekku, ceritakanlah sebuah dongeng untukku. Kursi itu dibuat oleh
seorang peri cerdik yang tinggal disebuah hutan sewaktu aku masih
muda.

Sehabis mengatakan ini, Dame Frostyface pun berangkat.


Bunga Salju memelihara ayam dan kucing, seperti biasanya. Akan
tetapi, bila malam telah tiba di pondok itu nampak sepi. Maka Bunga
Salju pun ingat akan perkataan nenknya, dan merebahkan kepalanya
dengan pelan-pelan pada bantalan kursi seraya berkata, Kursi
nenekku, ceritakan sebuah dongeng untukku.

Begitu Bunga Salju selesai mengucapkan kata-kata itu, terdengar


suara jelas dari bawah bantal kursi yang terbuat dari beludru,
menceritakan sebuah dongeng yang bagus sekali.

P ada suatu waktu, ada sebuah kota bernama Stumpinghame.


Kota itu dikelilingi oleh hutan yang begitu lebar dan sudah tua hingga
tak ada seorang pun yang mengetahui luasnya. Para cerdik pandai itu
berpendapat bahwa hutan itu sampai ke ujung dunia.

Penduduk Stumpinghame tidak suka berpegian laki-laki,


perempuan, mau pun anak-anak memilikki kaki yang begitu besar dan
berat hingga mereka tidak senang pergi terlampau jauh. Entah apakah
itu sudah merupakan kebudayaan penduduk situ, atau merupakan
pengaruh alam temapat itu. Tetapi kaki besar itu sudah menjadi mode
di sana sejak dahulu kala. Dan makin tinggi derajat suatu keluarga,
makin besar pula kakinya. Maka, orang-orang di atas golongan
penggembala dan orang desa bertujuan memperbesar dan
memperlebar kaki mereka, dengan cara seperti yang dilakukan oleh
kaum bangsawan. Dan mereka begitu sukses dalam usahanya
sehingga, jika perlu, sepatu orang-orang terhormat bisa berfungsi
sebagai keranjang.
Raja Stumpinghame bernama Langkah-kaku. Keluarganya
sangat kolot dan bertelapak kaki besar-besar. Permaisurinya bernama
Tumit-palu adalah wanita yang tercantik di seluruh Stumpinghame.
Sepatu Sri Baginda sebesar peahu penangkap ikan. Keeenam putra-
putrinya semua tampan-tapam dan mereka hidup bahagia sampai
pada saat kelahiran putra raja yang ketujuh.

Sampai lama sekali tak ada seorang pun yang mengetahui apa
yang terjadi - dayang-dayang nampak begitu takjub dan Raja kelihatan
mendongkol sekali. Tapi, akhirnya ada desas-desus bahwa putra raja
yang ketujuh lahir, namun kakinya kecil sekali. Orang-orang
Stumpinghame tak pernah melihat kaki kecil seperti itu. Setahu
mereka, yang kakinya sekecil itu hanyalah peri-peri.

Seluruh sanak famili Raja dan Permaisuri datang di istana untuk


emyatakan ikut berdukacita kepada keluarga Raja. Dan untuk
membesarkan hati Permaisuri, diam-diam pangeran yang berkaki kecil
itu dibuang di padang rumput untuk dipelihara di antara gembala-
gembala. Orang dari mana-mana berdatangan melihat pangeran muda
itu, dan banyak yang menangisi kemalangan yang menimpa pangeran
yang memilikki kaki begitu kecil.

Raja dan Ratu telah memberikan empat belas nama untuknya,


dimulai dengan Agustus; tapi orangporang desa tidak bisa mengingat
nama yang begitu banyaka, hingga akhirnya mereka memanggil
pangeran muda itu si Kaki peri. Di istana, dianggap tidak sopan apabila
memperbincangkan tentang pangeran yang telah dibuang itu. Keluarga
istana tidak pernah meraykan ulang tahunnya, dan tidak pernah pula
ia disuruh datang ke istana pada hari Natal, sebab Ratu dan putri-putri
di istana itu tidak tahan bila melihat si Kaki peri. Satu tahun sekali
seorang pelayan istana mengunjunginya untuk melihat bagaimana
keadaan si Kaki Peri, dengan membawa bungkusan berisi baju bekas
kakak-kakaknya dan setelah Raja semakin tua, beliau murka dan
menyatkan bahwa beliau tidak menganggap si Kaki Peri sebagai
putranya.

Maka putra Raja yang malang itu pun lalu tinggal di pondok
seorang gembala. Barangkali udara pedesaan itulah membuat si Kaki
Peri berwajahtampan lagi kemerahan-kemerahan. Banyak orang
berpendapat, bahwa kelak anak itu akan menjadi seorang tampan dan
rupawan seandainya ia tidak berkaki kecil. Tapi walau pun kakinya
kecil, ia berlajar berjalan dan lambat laun bisa berlari-lari serta
melompat-lompat. Itu membuat setiap orang heran, sebab
perkembangan semacam itu tidak pernah terjadi di antara anak-anak
di Stumpinghame. Tapi bagaimana pun juga, si Kaki peri tetap dianggap
hina oleh para gembala. Para orang tuanya menganggapnya sebagai
anak yang tidak beruntung. Dan anak-anak kecil tidak mau bermain-
main dengannya. Setiap hari si Kaki Peri disuruh mengawasi biri-biri
yang sakit dan lemah, yang merumput di padang rumput di daerah liar
dekat hutan.

Si Kaki Peri sering merasa sedih dan kesepian. Berkali-kali ia


berharap agar kakinya si Kaki Peri bertambah besar. Pada suatu siang
panas, ia berbaring dalam bayangan sebuah batu yang berlumut,
sementara biri-biri merumput di sekitarnya. Ketika itu ada seekor
burung robin dikejar-kejar oleh burung elang, dan masuk ke dalam topi
beludru yang menggeltak di samping si Kaki Peri. Lalu oleh si Kaki Peri
tapi itu pun dibalik dasn karena takut akan jeritan si Kaki Peri, maka
burung elangnya terbang jauh.

Robin yang malang, kau sekarang boleh pergi lagi!, Kata si Kaki
Peri sambil membuka topi. Tapi ternyata yang keluar bukannya burung
robin, melainkan seorang laki-laki cebol. Ia berpakaian warna coklat
kekuning-kuningan, dan umurnya seperti sudah seratus tahun.

Terimakasih atas perlindunganmu, dan percayalah bahwa aku


juga akan membalas kebaikanmu. Panggilah aku bila kau sedang susah.
Namaku Robin Baik Hati. Dan tiba-tiba si Cebol dalam sekejap sudah
tidak terlihat.

Si Kaki Peri tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapa-


siapa, sebab si Cebol itu kakinya juga kecil seperti kakinya sendiri. Dan
sudah barang tentu si Cebol tidak akan disenangi orang-orang
Stumpinghame.

Akhirnya pertengahan musim panas tiba. Sore itu diadakan pesta


pora diantara para gembala. Tapi si Kaki Peri hanya duduk seorang diri
di lapangan dekat tempat penggembalaan biri-biri, sebab semua anak-
anak di desa itu melarang si Kaki Peri berdansa mengelilingi api unggun.
Dan setelah ingat si Cebol, ia pun lalu memberanikan diri berteriak.

Aku kesepian sekali, dan tak ada yang mau bermain denganku
sebab kakiku kecil, Kata si Kaki Peri.

Kalau begitu, ayo bermain dengan kami, Kata laki-laki cebol itu.
Kami tidak memperdulikan kaki seseorang, tapi ada suatu hal yang
harus kau patuhi bila ada diantara kami. Yaitu, kau jangan sekali-kali
mengatakan apa saja yang mungkin kau lihat atau kau dengar, sebb
kami sudah tidak bersahabat lagi dengan orang-orang di negeri ini
semenjak kaki besar menjadi mode.

Orang cebol itu lalu membawa si Kaki Peri ke hutan, berjalan


kaki sepanjang jalan kecil yang berlumut. Mereka berjalan terus sampai
mereka mendengar bunyi musik yang datang dari padang rumput yang
disinari bulan terang sekali bagai siang hari. Segala jenis bunga tumbuh
di padang rumput itu, dan secara serempak mekar di antara rumput-
rumput yang lebat. Di sana ada sekelompok laki-laki dan perempuan
cebol. Beberapa di antara mereka mengenakan pakaian warna coklat
kekuning-kuningan, tapi lebih banyak yang berpakaian hijau. Mereka
menari-nari mengelilingi sumur kecil yang bening, sebening kaca. Dan
dinaungi oleh pohon mawar besar yang tumbuh di sana-sini di padang
itu. Secangkir susu, piring dan berisi madu, dan botol-botol anggur yang
terbuat dari kayu yang diukir-ukir dan berisi anggur mereah dan
bening. Oleh laki-laki cebol tadi, si Kaki Peri diajak dekat meja, lalu ia
memberi satu botol anggur pada si Kaki Peri saraya berkata,

Minumlah, Temanku yang baik!.

Begitu minuman itu diteguknya, si Kaki Peri mulai lupa akan semua
kegelisahannya. Ia amat bahagia bagai seorang putra raja, dan
berdansa bersama orang-orang cebol hingga bulan di langit sudah
rendah. Kemudian si cebol menggandeng Kaki Peri, berjalan terus
hingga si Kaki Peri sampai di tempat tidurnya sendiri, yang terbuat dari
jerami dan letaknya di sudut pondok.

Selama musim panas itu, setiap orang cebol datang dan


membawa si Kaki Peri ke tempat dansa di hutan tersebut. Satu hal yang
mengherankan adalah, mengapa ia tidak merasa lelah atau
mengantuk. Tapi sebelum musim panas berakhir, si Kaki Peri sudah
mengetahui apa gerangan yang menyebabkan itu. Pada suatu malam
bulan purnama, Robin Baikhati datang menjemputnya seperti
biasanya. Dan pergi menuju padang hijau yang penuh bunga beraneka
warna. Suasana di padang itu begitu menggembirakan dan mereka
bergegas untuk berdansa, hingga si Kaki Peri belum pernah merasa
bersusah payah seperti waktu ia berusaha berjalan sama cepatnya
dengan temannya si cebol itu. Ia gembira ketika akhirnya bisa
memisahkan diri dan secara sembunyi-sembunyi duduk di balik sebuah
pohom ek yang berlumut. Dan karena terlalu capai, ia pun tertidur.

Ketika ia bangun, di sampingnya ada dua orang peri berbaju hijau


dan sedang asyik bercakap-cakap.

Betapa tampan anak laki-laki itu!, Kata salah seorang dari


mereka. Anak itu pantas sebagai putra raja. Coba lihat betapa bagus
kakinya!.
Iya, Sahut peri satunya, sambil tertawa dan nampak iri.
Kakinya persis kaki Putri Bunga Mei sebelum dicuci di Mata Air
Pembesar Kaki. Ayahnya sudah berusaha keras mencari dokter yang
bisa mengecilkan kaki putrinya ke seluruh negara, tapi usahanya itu sia-
sia. Tak ada seorang pun di dunia ini yang bisa mengecilkannya, kecuali
air Mata Air Pengecil Kaki. Tempat di mata air itu pun tidak ada yang
tahu, selain aku dan burung bul-bul!.

Tempat yang aneh itu jangan sampai di ketahui orang, Kata peri
yang pertama. Sebab kalau sampai diketahui, tempat itu pasti akan
didatangi banyak orang, akibatnya daerah di sekelilingnya akan
terganggu ketenangannya. Tapi kau pasti akan memberi tahu Putri
Bunga Mei yang manis itu!.

Oh tidak. Aku tidak akan memberitahunya!, Kata Peri yang


berhati iri, sebab ayahnya yang tua dan kikir itu telah menebang
pohon cedar yang paling kusenangi di hutan ini, dan kayunya dibuat
almari untuk menyimpan uangnya.

Ketika Robin Baikhati mengantarnya pulang, Robin tidak diberi


tahu bahwa ia telah mendengarkan sesuatu. Pada hari berikutnya ia
merasa lelah sekali, sehingga siang harinya ia tertidur. Menjelang
petang, si gembala tua mengunjungi padang itu. Begitu dilihatnya si
Kaki Peri tidur, pada hal biri-birinya berlari-lari ke sana ke mari,
langsung ia mencaci maki si Kaki Peri. Terikan gembala itu
membangunkan si Kaki Peri yang lari masuk ke hutan, dan tak pernah
berhenti sampai ia tiba di sebuah sungai kecil.

Si Kaki Peri lalu berjalan menyusuri sungai tersebut selama


berjam-jam. Akhirnya si Kaki Peri tiba di tengah hutan. Ketika itu ia
sudah lelah sekali dan malam telah tiba. Di situ terdapat belukar
pohon-pohon mawar dan beribu-ribu burung bul-bul bertengger pada
ranting-rantingnya. Sedangkan di tengah-tengahnya ada sebuah mata
air jernih pinggirnya ditumbuhi bunga-bunga leli. Si Kaki Peri duduk
beristirahat di dekat mata air itu. Dan burung-burung bulbul pun mulai
berkicau, bercakap-cakap dengan kawan-kawannya.

Siapakah anak laki-laki itu?, Tanya seeekor burung bulbul.


Kalau dilihat dari kakinya yang kecil dan bagus itu, pastilah ia buka
orang Stumpinghame.

Memang bukan, Sahut brung yang lainnya. Ia berasala dari


negara barat, aku heran bagaimana caranya ia bisa menemukan
jalannya?.

Kau bodoh!, Kata bulbul yang ketiga. Apa yang harus


dikerjakan anak itu hanyalah mengikuti ranting mawar menjalar di
akarnya, sampai ke pintu gerbang dapur raja.

Setelah percakapan burung-burung bul-bul itu berakhir, si Kaki


Peri ingin mengikuti ranting mawar tersebut dan menemui Putri Bunga
Mei. Perjalanan yang ditempuh itu jauh, tapi ia tetap berjalan terus dan
tak lepas-lepasnya memandanga ranting mawar yang diikutinya.
Ranting itu membawa si Kaki Peri ke sebuah kota besar, di mana ada
sebuah pintu gerbang kuno dan rendah. Itu adalah pintu taman dapur
Raja yang sudah tujuh tahun lamanya tidak dibuka.

Pintu gerbang itu berlumut dan ditumbuhi rumput yang tinggi.


Dipanjatnya pintugerbang itu, lalu ia masuk. Ia disambut oleh anak rusa
yang berbintik-bintik. Dengan riangnya anak rusa itu mendekati si Kaki
Peri. Si Kaki Peri kemudian mendengar suara pelan bernada sedih.

Kemabalilah oh, rusaku! Aku sekarang tidak bisa berlari-lari


serta bermain-main denganmu seperti dulu lagi. Kakiku sudah berubah
menjadi berat sekali.

Si Kaki Peri melihat seorang putri yang cantik sekali. Putri itu
berpakaian seputih salju, dan memakai karangan bunga pada
rambutnya yang keemasan. Putri itu selebar dan sebagus kaki
Stumpinghame. Langsung si Kaki Peri menduga bahwa itu pasti Putri
Bunga Mei.

Putri, saya mendengar bahwa putri sedih karena kaki Putri


berubah menjadi jadi lebar. Saya tahu mata air tertentu yang bisa
membuat kaki Putri menjadi kecil dan lebih bagus dari sebelumnya.
Tetapi ayah Putri harus memperkenankan wanita yang paling pendiam
dan seorang pegawai istana yang bijaksana, sebab peri-peri dan burung
bulbul akan sakit hati kalau mata air itu diketahui orang.

Putri itu menari-nari karena gembiranya. Si Kaki Peri lalu


diajaknya menghadapa Raja serta Ratu. Mula-mula Raja tidak
mempercayainya tawaran anak muda itu. Beliau menganggap bahwa
itu tidak ada gunanya, mengingat sudah bayak dokter terkenal yang
telah gagal menolong putrinya. Tapi sang Ratu bijaksana, dan
berkatalah ia kepada Raja.

Coba perhatikan betapa bagus kaki anak laki-laki itu. Barangkali


benar apa yang dikatakan anak muda itu.

Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Raja memperkenankan. Lalu


berangkatlah Putri Bunga Mei bersama si Kaki Peri, diiringakn oleh dua
pelayan wanita yang paling pemndiam, serta seorang pengawal istana
yang paling bijaksana. Rusa Putri Bunga Mei pun ikut. Si Kaki Peri
membimbing mereka berjalan mengikuti ranting mawar yang mejalar
sampai ke tengah hutan. Semak belukar serta akar-akar yang besar di
hutan itu mempersukar jalan mereka, namun sang putri berjalan terus
dengan penuh keberanian. Khirnya sampailah mereka di sebuah semak
belukar yang ditumbuhi pohon-pohon mawar. Dan di tengah semak itu
terdapat sebuah mata air yang pinggirnya ditumbuhi bunga-bunga leli.

Setelah kaki sang Putri dicelupkan dalam mata air itu, kaku itu
makin lama menjadi semakin kecil. Dan setelah dicuci dan dikeringkan
tiga kali, kaki sang Putri akhirnya menjadi kecil dan bagus bentuknya
seperti si Kaki Peri.

Oh, Kata Si Kaki Peri. Seandainya di dunia ini ada mata air yang
bisa memperbesar kaki saya, niscaya ayah serta ibu saya tidak akan
mengusir dan membuang saya untuk hidup di tengah-tengah para
gembala.

Jangan bersedih, Kata Putri Bunga Mei. Kalau kau ingin


mempunyai kaki besar, di hutan ii juga ada mata air yang bisa
memperbesar kakimu. Musim Panas yang lalu, aku mencuci kakiku di
sana. Dan begitu kakiku kucelupkan dalam mata air itu, kakiku
bertambah besar dan tak ada seseuatu yang bisa mengecilkannya lagi.
Larena kau telah membawaku ke Mata Air Pengecil Kaki ini, maka kau
akan kuajak ke Mata Air Pembesar Kaki.

Si Kaki Peri dan Putri Bunga Mei berjalan di dalam hutan samapai
menemukan sebuah mata air yang kelihatannya berlumpur, di lembah
sempit yang lebat dengan tumbuhan dan terletak ditengah hutan. Si
Kaki Peri baru duduk akan mencuci kakinya, ketika tiba-tiba ia
mendengar musik. Ia tahu bahwa ituadalah suara peri-peri yang sedang
berangkat ke tempat dansa mereka.

Si Kaki Peri lalu berpikir, Seandainya kakiku menjadi besar,


bagaimana mungkin aku bisa berdansa bersama peri-peri itu. Maka ia
pun cepat-cepat berdiri lagi. Setelah si Kaki Peri bersam dengan Putri
Bunga Mei, diikuti oleh rusa serta kedua pelayan wanita dan pegawai
istana yang bijk sana, mengikuti suara mesik tadi menuju ke pada hijau
yangpenuh dengan bunga beraneka warna. Mereka disambut oleh
Robin Baikhati, dan masing-masing diberi anggur. Di sana mereka
berdansa semalam suntuk. Tapi sebelum burung-burung lark mulai
berkicau, Robin Baikhati sudah mengantar mereka pulang dengan
selamat.
Keluarga istana diliputi kegembiraan yang luarbiasa, karena kaki
Putri Bunga Mei sudah menjadi kecil kembali, Raja memberi si Kaki Peri
segala macam pakaian, serta perhiasan yang indah-indah. Akhirnya si
Kaki Peri dan Putri Bunga Mei kawin dan hidup bahagia. Bila mereka
berkunjung mke Stumpinghame, mereka selalu mencuci kaki di Mata
Air Pembesar Kaki, sebab kalau tidak mereka akan memalukan
keluarga istana. Tapi setelah kembali ke Stumpinghame, mereka cepat-
cepat pergi ke Mata Air Pengecil Kaki. Dan burung-burung bulbul serta
peri-peri menjadi teman karib mereka.

Anda mungkin juga menyukai