PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Sedimentologi dan stratigrafi merupakan gabungan dari dua cabang ilmu
geologi yang saling berkaitan. Sedimentologi adalah cabang ilmu geologi yang
mempelajari batuan/endapan sedimen dengan segala proses pembentukannya, dan
stratigrafi adalah cabang ilmu geologi yang membahas tentang pemerian,
pengurutan, pengelompokan, dan klasifikasi tubuh batuan serta korelasinya antara
satu dengan yang lainnya.
Tiga rangkaian acara praktikum ini (analisa granulometri, analisa bentuk
krakal, dan analisa komposisi butir sedimen) merupakan praktikum yang saling
berkaitan dalam menganalisa endapan yang terbentuk di dalam tubuh aliran
sungai mulai dari hulu hingga ke hilir. Dengan analisa granulometri kita dapat
menganalisa perbandingan presentase ukuran butirnya, dengan analisa bentuk
kerakal kita dapat mengetahui sejauh mana batuan tersebut mengalami erosi, dan
dari analisa komposisi butir sedimen kita dapat menganalisa dari mana asal
endapan sedimen tersebut, dan apa nama batuannya jika endapan tersebut
mengalami lithifikasi, dan kompaksi.
2.1.Lokasi
a. Hulu
Pengambilan sampel hulu terletak di desa Tambakan, Sindumartani,
Ngemplak, Sleman, Yogyakarta
b. Tengah
Lokasi pengambilan sempel berada di desa Tegaltirto, kecamatan Berbah,
kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lebih tepatnya kali
kuning ( dekat dengan Bandara Adisujipto).
c. Hilir
pengambilan sampel sungai opak, desa Seloharjo, kecamatan pundong,
Bantul, Yogyakarta
2.2.Kesampaian
a. Hulu
Lokasi pengambilan sampel hulu berjarak 10 Km kearah timur laut dari
kampus STTNAS Yogykarta. Dapat ditempuh dengan sepeda motor
selama 45 menit dengan kecepatan kurang lebih 60 km/jam. Lokasi dapat
ditempuh dengan kendaraan roda 4 maupun roda 2.
b. Tengah
Lokasi pengambilan sempel bagian tengah jarak tempuh waktu dari
kampus STTNAS yaitu 30 menit.
c. Hilir
Lokasi pengambilan sampel hilir berjarak 36 Km dari kampus STTNAS
Yogyakarta.
BAB III
DASAR TEORI
3.1.Analisa granulometri
Penyebaran ukuran butir sedimen dalam analisa granulometri dapat
digunakan untuk memperkirakan proses pengendapan material sedimen. Analisa
perubahan spasial dalam parameter ukuran butir merupakan salah satu metode
yang digunakan untuk identifikasi jalur transportasi sedimen dengan
menggunakan metode analisa granulometri. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk
menafsirkan sebaran, mekanisme pengangkutan, dan pengendapan sedimen di
suatu kawasan (Korwa et al, 2013). Distribusi ukuran butir dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jenis agen transportasi, gelombang, pasang surut, angin
lokal, dan badai episodik yang masing-masing memiliki karakteristik spasial, dan
temporal sendiri (Lio et al, 2000). Respon butiran terhadap beberapa faktor
tersebut berbeda-beda sesuai dengan besarnya ukuran butir. Pengendapan di
pantai lebih kompleks dengan adanya proses traksi, saltasi, dan suspensi.
Ukuran butir partikel sedimen penting dalam beberapa hal. Ukuran butir
dapat mencerminkan berbagai macam hal dari butiran tersebut, diantaranya
resistensi partikel terhadap pelapukan, erosi, dan abrasi, proses transportasi, dan
deposisi. Material-material yang diangkut oleh media akan terdistribusi menjadi
berbagai macam ukuran butir. Distribusi ukuran butir ini menunjukkan
terdapatnya berbagai macam ukuran butir dari batuan asalnya, dan proses yang
terjadi selama sedimentasi. Untuk memudahkan dalam mempelajari
sedimentologi, dan berbagai ilmu yang berkaitan dengan butiran sedimen, maka
dibuatlah skala ukuran butir sedimen.
Tabel skala dan konversi ukuran butir (modifikasi Wentworth, 1922 dalam
Boggs, 2006)
Dalam praktikum dilakukan pemisahan ukuran butir dari suatu contoh pasir
lepas dengan menggunakan ayakan. Seperti yang diketahui analisis ini untuk
mengetahui koefisien sortasi, skewness, dan kurtosis. Untuk mengetahui harga-
harga tersebut dapat dilakukan secara grafis, dan matematis.
a. Cara Grafis
Pada prinsipnya cara ini adalah menggunakan data hasil pengayakan, dan
penimbangan yang diplot sebagai kurva komulatif untuk mengetahui
parameter-parameter statistiknya. Kemudian melakukan perhitungan
parameter statistik yang berupa rata-rata, standard deviasi, kurtosis,
sortasi, skewness, dll. secara deskriptif dar grafik. Rumus perhitungan
yang sering dipakai adalah yang diusulkan oleh Folk & Ward (1957, lihat
Friedman & Sanders, 1978; Lewis & McConchie, 1994), yaitu :
- Median
Merupakan nilai tengah dari populasi total. Dapat dilihat langsung dari
kurva kumulatif, yaitu nilai phi pada titik dimana kurva kumulatid
memotong nilai 50%
- Modus/mode
Merupakan ukuran butir sedimen dengan frekuensi kemunculan paling
tinggi
- Mean
Merupakan nilai rata-rata ukuran butir, dapat dihitung dengan rumus
- Sortasi
Merupakan nilai standar deviasi yang menunjukkan tingkat
keseragaman butir, dapat dihitung dengan rumus
Klasifikasi sortasi :
- Skewness
Menyatakan derajat ketidaksimetrian suatu kurva. Bila berharga positif
maka sedimen tersebut mempunyai ukuran butir halus lebih dominan
dibanding ukuran butir yang kasar. Sebaliknya jika berharga negatif
maka sedimen tersebut mempunyai ukuran butir kasar lebih dominan
dibanding ukuran butir halus, nilai Skewness dapat dihitung dengan
rumus
Klasifikasi Skewness :
- Kurtosis
Kurtosis menunjukkan harga perbandingan antara pemilihan bagian
tengah terhadap bagian tepi dari suatu kurva. Dalam menentukan harga
Kurtosis dapat menggunakan rumus berikut :
95 5
=
22,44(75 25)
c. Sphericity ()
Sphericity diartikan sebagai ukuran bagaimana suatu butiran memiliki
kenampakan mendekati bentuk bola, sehingga semakin butiran
menyerupai bentuk bola, maka butiran tersebut mempunyai nilai sphericity
yang semakin tinggi. Selain itu, parameter ini juga menunjukkan
perbedaan luas permukaan objek dengan luas permukaan bola ynag
volumenya sama dengan volume objek. Menurut Krambein (1941), nilai
sphericity suatu butiran diukur dengan memperhatikan nilai diameter atau
atau sumbu dari panjang (L), medium (I), dan pendek (S).
3 . .
=
3
3 2
=
.
Skala sphericity menurut Folk (1986)
d. Roundness
Roundness merupakan derajat kebundaran daru ujung-ujung partikel
sedimen klastik. Menurut Wadell (1932), roundness merupakan rata-rata
aritmatik masing-masing sudut butiran pada bidang pengukuran.
a. Ketersediaan
Mineral harus hadir dalam jumlah yang melimpah pada daerah sumber.
b. Daya tahan mekanik
Adalah ketahanan terhadap abrasi
c. Stabilitas kimiawi partikel
Stabilitas terhadap pelarutan dan pelapukan selama proses transportasi,
deposisi maupun diagenesa
d. Iklim
Pelapukan mineral lebih intensif pada daerah dengan iklim yang bersifat
panas dan lembab
e. Relief daerah asal batuan sumber
Mineral yang tidak stabil akan tetap ditemukan di daerah dengan relief
tinggi karena selalu ada sulai mineral dari batuan segar walaupun tingkat
pelapukannya tinggi
f. Proses sedimentasi
Seperti sistem arus yang membawa partikel, adanya benturan saat
transportasi, dan faktor hidrolik misalnya berat jenis mineral.
Diagram Q F L
BAB IV
PEMBAHASAN
b. Tengah
c. Hilir
Gambar. Lokasi pengambilan sample
4.2.Hasil granulometri
a. Hasil
- Hulu
c. Kurtosis (K)
K = __ 95 - 5___
2, 44(75-25)
K = __ 2,55 - 1,5___
22,44 (1,5 0,25)
K = 0,037 (very platykurtic)
d. Mean, Modus, dan Median
Mean: 16 + 84 + 50 = 0,2 + 0,8 + 0,85 = 0,617 (coarse sand, Boggs)
3 3
Modus : 1,25 (mesh 40) medium sand, Boggs 2006
Median : 50 berada pada nilai phi 0,8 (coarse sand, Boggs 2006)
Grafik Frekuensi Komulatif
120
100
80
60 Freq.
40 Komulatif
20
0
20 40 60 80 100 200 >200
- Tengah
- Hulu
Material sedimen pada lokasi pengamatan mempunyai sortasi yang
sangat baik, ukuran butir dominan yaitu pasir sedang.
- Tengah
- Hilir
a. Hasil
- Hulu
Vol Sumbu
No.
2- b/a c/b Bentuk Roundness Sph
Contoh
vol.1 L=a I=b S=C
Sub - Very
1 70ml 6,56 5,98 2,14 0,91 0,36 Oblate rounded elongate
Sub - Very
2 40ml 6,25 4,46 2,38 0,71 0,53 Oblate angular elongate
Sub - Very
3 70ml 5,89 5,15 2,47 0,87 0,47 Oblate angular elongate
Sub - Very
4 60ml 6,33 4,92 1,53 0,87 0,31 Oblate rounded elongate
Sub -
5 50ml 7,21 3,88 3,13 0,54 0,80 prolate angular Elongate
Very
6 70ml 7,23 5,19 1,88 0,72 0,36 Oblate Rounded elongate
Sub- Intermediate
7 40ml 6,49 5,98 2,27 0,92 0,37 Oblate angular shape
Very
8 30ml 7,23 3,77 2,29 0,52 0,60 Triaxial Angular elongate
Sub -
9 40ml 5,63 4,11 1,93 0,73 0,46 Oblate Angular Elongate
Sub -
10 70ml 6,16 4,92 3,54 0,79 0,71 Equiaxial Angular Equent
Sub -
11 50ml 5,75 4,09 2,76 0,71 0,67 Equiaxial Rounded Sub Equent
Sub - Very
12 40ml 5,29 4,98 2,17 0,94 0,43 Oblate Angular Elongate
Sub - Very
13 60ml 6,53 5,22 1,85 0,79 0,35 Oblate Angular elongate
Very
14 50ml 7,17 5,22 1,37 0,72 0,26 Oblate Angular elongate
Very
15 40ml 5,86 5,01 2,16 0,85 0,43 Oblate Angular elongate
Sub - Very
16 50ml 6,59 5,27 1,83 0,79 0,34 Oblate Rounded elongate
Very
17 30ml 5,83 3,41 1,86 0,58 0,54 Triaxial Rounded elongate
Sub - Very
18 60ml 6,59 5,25 1,66 0,79 0,31 Oblate Angular elongate
Sub - Very
19 30ml 6,87 5,08 1,15 0,73 0,22 Oblate Angular elongate
Sub - Very
20 80ml 6,57 6,22 3,76 0,94 0,60 Oblate Angular elongate
- Tengah
Vol Sumbu
No.
2- Roundnes
Conto b/a c/b Bentuk Sph
vol. L=a I=b S=C s
h
1
39,7 1,49 0,97 Very-
50 60,2 38,6
1 5 0 1 Spheroid Rounded Equent
0,49 0,80 Sub- Intermediat
65 87,6 43,2 34,6
2 3 0 Prolite Rounded e shape
68,9 46,5 46,5 0,95 Sub- Very-
70 48,8
3 5 5 5 3 Spheroid Rounded Equent
65,2 38,5 0,84 0,69 Sub-
75 55,1
4 5 0 4 8 Spheroid Rounded Equent
31,2 Spheroic Sub- Very-
25 47,9 0,70 0,93
5 33,6 5 al Rounded Equent
43,4 0,62 0,77
6 70 89,8 56,1 5 4 4 Prolate Rounded Equent
65,2 38,5 0,84 0,69 Sub-
7 60 5 55,1 0 4 8 Spheroid Rounded Equent
56,5 0,90 0,84 Sub- Very-
8 60 0 51,1 43,4 4 9 Spheroid Rounded Equent
9 40 55,0 46,3 33,3 0,84 0,71 Spheroid Rounded Equent
0 3 1 9
0,86 0,80 Sub- Very-
10 60 58,8 50,6 40,6 0 2 Spheroid Rounded Equent
50,5 0,74 0,73 Very-
11 80 68,8 0 40,3 4 4 Spheroid Rounded Equent
68,9 46,5 0,70 0,95 Sub- Very-
12 70 5 48,8 5 7 3 Spheroid Rounded Equent
43,1 0,79 0,88 Very-
13 60 61,1 48,6 5 9 7 Spheroid Rounded Equent
38,7 0,72 0,78 Sub- Very-
14 60 68,4 49,6 5 5 1 Spheroid Angular Equent
69,1 52,7 0,81 0,76 Very-
15 150 84,8 5 5 5 2 Spheroid Angular Elongate
45,0 0,84 Sub- Very-
16 30 53,1 0 35,1 7 0,78 Spheroid Rounded Equent
37,1 32,9 0,85 0,88 Sub- Very-
17 32 43,3 5 5 7 6 Spheroid Rounded Equent
54,7 45,2 35,5 0,82 0,78 Sub- Very-
18 35 5 5 0 6 4 Spheroid Rounded Equent
28,9 0,65 0,85 Sub- Very-
19 10 43,9 5 24,8 9 6 Prolate Rounded Equent
0,75 0,68 Well- Sub-
20 32 45,8 34,4 23,6 1 6 Spheroid rounded Equent
- Hilir
Vol Sumbu
No.
2- b/a c/b Bentuk Roundness Sph
Contoh L=a I=b S=c
vol.1
Sub-
0,81
1 70 6,9 5,6 4 0,71 Equaxial Rounded Equent
Very-
1,15
2 35 4,75 4,95 3,85 0,77 Equaxial Angular Equent
Sub- Very-
1,07
3 45 5,7 5,15 3,55 0,55 Oblate angular Elongate
Sub- Very-
0,98
4 45 5,6 5,5 3,8 0,69 Equaxial rounded Equent
Sub- Very-
0,60
5 40 7,15 4,35 3,85 0,88 Prolate rounded Equent
Very-
0,75
6 50 6,5 4,7 3,9 0,82 Equaxial Angular Equent
Well-
0,85
7 70 7,5 6,5 4,2 0,64 Oblate Angular Elongate
Sub-
0,69
8 30 7,5 5,2 3,7 0,71 Equaxial rounded Elongate
Very- Very-
0,85
9 50 6,8 5,75 8,55 1,49 Equaxial Angular Equent
10 25 5,95 4,25 3,4 0,71 0,8 Equaxial Sub- Very-
Angular Equent
Sub- Sub-
0,78
11 40 5,95 4,65 4,3 0,92 Eqviaxial Angular Equent
Sub- Very-
1,07
12 40 4,95 5,3 4 0,75 Eqviaxial Angular Equent
Sub-
0,71
13 10 4,9 3,5 2,65 0,75 Eqviaxial Equent
Sub- Very-
0,94
14 40 5,85 5,5 4 0,72 Eqviaxial rounded Equent
Sub- Sub-
0,8
15 35 6,1 4,85 3,5 0,72 Eqviaxial rounded Equent
Sub- Very-
0,97
16 35 5,4 5,25 3,7 0,70 Oblate rounded Equent
Sub- Very-
0,85
17 30 5,55 4,75 2,8 0,58 Prolate rounded Elongate
Sub- Very-
1,11
18 20 4,25 4,75 2,45 0,51 Prolate rounded Elongate
Sub- Very-
0,91
19 35 5,2 4,75 3,83 0,81 Oblate rounded Equent
Sub- Very-
0,81
20 10 5,55 4,50 2,8 0,62 Oblate Angular Elongate
Simp. %+Simp.
No Mineral Frekuensi %
Baku Baku
1 Kuarsa 46 18,11 5% 23,11
2 Feldspar 83 32,68 6% 38,68
3 Lithik 125 49,21 6% 55,21
Jumlah 254 100
- Tengah
Mineral Ringan
No. Medan
Kuarsa Feldspar Batuan Roundness
Pandang Jumlah
(Q) (F) Fragmen (L)
1 16 12 40 68 Sub angular
2 12 8 16 36 Sub angular
3 16 9 20 45 Sub angular
4 21 5 22 48 Sub angular
5 17 8 19 44 Sub angular
6 Sub angular
JUMLAH 82 42 117 241
Simp. %+Simp.
No Mineral Frekuensi %
Baku Baku
1 Kuarsa 82 34,02 10,2% 44,22%
2 Feldspar 42 17,42 11,9% 29,32%
3 Lithik 117 48,54 9,8% 58,34%
Jumlah 241 99,98 131,88
- Hilir
Mineral Ringan
No. Medan
Kuarsa Feldspar Batuan Roundness
Pandang Jumlah
(Q) (F) Fragmen (L)
1 41 20 84 145 Angular
2 30 25 62 117 Sub rounded
3 15 11 34 60 Sub rounded
4 15 13 32 60 Angular
5 13 10 20 43 Sub rounded
6 20 15 40 75 Sub rounded
JUMLAH 134 94 272 500
Simp. %+Simp.
No Mineral Frekuensi %
Baku Baku
1 Kuarsa 134 26,8 4% 30,8%
2 Feldspar 94 18,8 3% 21,8%
3 Lithik 272 54,4 4% 58,4%
Jumlah 500 100
- Tengah
Dari tabel data Q F L di atas dapat disimpulkan bahwa, batuan sumber
diinterpretasikan berasal dari Magmatic Arc Provenance, lalu jika
endapan tersebut mengalami kompaksi dan lithifikasi akan menjadi
Arkosic Sandstone . Dengan kamdungan butiran feldspar dan kuarsa
yang lebih besar maka endapan tersebut masih tergolong Immature.
Perhitungan tipe batuan :
Q/F = 90/127 = 0,71
Q/(F+L) = 90/(127+103) = 0,33
- Hilir
Dari tabel data Q F L di atas dapat disimpulkan bahwa, batuan sumber
diinterpretasikan berasal dari Magmatic Arc Provenance, lalu jika
endapan tersebut mengalami kompaksi dan lithifikasi akan menjadi
Arkosic Sandstone . Dengan kamdungan butiran feldspar dan kuarsa
yang lebih besar maka endapan tersebut masih tergolong Immature.
Perhitungan tipe batuan :
Q/F = 99/98 = 1,01
Q/(F+L) = 99/(98+184) = 0,35
Arus traksi sendiri adalah istilah bagian arus fluida yang dapat menyebabakam
proses transportasi memungkinkan sedimen bergerak sebagai bad load.
Peristiwa saltasi pada aliran turbulen juga sebenarnya berhubungan dengan
keberadan arus traksi.
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Penentuan ukuran butir dilakukan dengan pengayakan dan
mengklasifikasikannya berdasarkan skala wenworth
analisa besar butir dalam praktikum ini kita bagi menjadi dua sesi yaitu
pertama sesi pengambilan sampel dilapangan dan yang kedua kita analisa
sampel di laboratorium.
Dalam pengambilan sampel kita menggunakan alat Grab sampel dengan
tiga titik pengambilan sampel dengan menggunakan GPS, kita
menggunakan dua metode yaitu metode ayakan dan analisa pipet, dalam
pengerjaannya metode ayakan pada dasarnya menganalisa besar butir yang
tidak terlalu halus dibandingkan dengan metode analisa pipet metode ini
digunakan untuk mengindentifikasi besar butir yang lebih halus.