Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Sedimentologi dan stratigrafi merupakan gabungan dari dua cabang ilmu
geologi yang saling berkaitan. Sedimentologi adalah cabang ilmu geologi yang
mempelajari batuan/endapan sedimen dengan segala proses pembentukannya, dan
stratigrafi adalah cabang ilmu geologi yang membahas tentang pemerian,
pengurutan, pengelompokan, dan klasifikasi tubuh batuan serta korelasinya antara
satu dengan yang lainnya.
Tiga rangkaian acara praktikum ini (analisa granulometri, analisa bentuk
krakal, dan analisa komposisi butir sedimen) merupakan praktikum yang saling
berkaitan dalam menganalisa endapan yang terbentuk di dalam tubuh aliran
sungai mulai dari hulu hingga ke hilir. Dengan analisa granulometri kita dapat
menganalisa perbandingan presentase ukuran butirnya, dengan analisa bentuk
kerakal kita dapat mengetahui sejauh mana batuan tersebut mengalami erosi, dan
dari analisa komposisi butir sedimen kita dapat menganalisa dari mana asal
endapan sedimen tersebut, dan apa nama batuannya jika endapan tersebut
mengalami lithifikasi, dan kompaksi.

1.2.Maksud dan tujuan


a. Analisa granulometri
- Maksud dari analisa granulometri ini adalah memisahkan fraksi butiran
pasir pada ukuran (diameter) butir tertentu
- Tujuannya adalah menentukan harga-harga median diameter, koefisien
sortasi, dan skewness

b. Analisa bentuk kerakal


- Maksud dari analisa bentuk kerakal ini adalah menentukan, dan
mengukur panjang sumbu (a, b, dan c), menentukan volume dari
fragmen, identifikasi bentuk fragmen, dan menentukan harga
sphericity dan roundness.
- Tujuannya adalah mengetahui tingkat abrasi, mengetahui jarak, dan
lamanya transportasi, mengetahui mekanisme pengangkutan, dan
media pengangkut, dan mengetahui tingkat resistensi dari batuan
c. Analisa komposisi butir sedimen
- Maksud dari analisa komposisi butir sedimen ini adalah, untuk
melakukan identifikasi partike penyusun sedimen silisiklastik
berukuran pasir
- Tujuannya adalah untuk mengetahui tipe batuan (rock type),
interpretasi batuan sumber, tingkat kedewasaan, proses-proses geologi
yang berperan terhadap pembentukan, dan deposisi sedimen
berdasarkan komposisi penyusunnya.
BAB II
LOKASI (LETAK DAN KESAMPAIAN TEMPAT)

2.1.Lokasi
a. Hulu
Pengambilan sampel hulu terletak di desa Tambakan, Sindumartani,
Ngemplak, Sleman, Yogyakarta
b. Tengah
Lokasi pengambilan sempel berada di desa Tegaltirto, kecamatan Berbah,
kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lebih tepatnya kali
kuning ( dekat dengan Bandara Adisujipto).

c. Hilir
pengambilan sampel sungai opak, desa Seloharjo, kecamatan pundong,
Bantul, Yogyakarta

2.2.Kesampaian
a. Hulu
Lokasi pengambilan sampel hulu berjarak 10 Km kearah timur laut dari
kampus STTNAS Yogykarta. Dapat ditempuh dengan sepeda motor
selama 45 menit dengan kecepatan kurang lebih 60 km/jam. Lokasi dapat
ditempuh dengan kendaraan roda 4 maupun roda 2.
b. Tengah
Lokasi pengambilan sempel bagian tengah jarak tempuh waktu dari
kampus STTNAS yaitu 30 menit.
c. Hilir
Lokasi pengambilan sampel hilir berjarak 36 Km dari kampus STTNAS
Yogyakarta.
BAB III
DASAR TEORI

3.1.Analisa granulometri
Penyebaran ukuran butir sedimen dalam analisa granulometri dapat
digunakan untuk memperkirakan proses pengendapan material sedimen. Analisa
perubahan spasial dalam parameter ukuran butir merupakan salah satu metode
yang digunakan untuk identifikasi jalur transportasi sedimen dengan
menggunakan metode analisa granulometri. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk
menafsirkan sebaran, mekanisme pengangkutan, dan pengendapan sedimen di
suatu kawasan (Korwa et al, 2013). Distribusi ukuran butir dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jenis agen transportasi, gelombang, pasang surut, angin
lokal, dan badai episodik yang masing-masing memiliki karakteristik spasial, dan
temporal sendiri (Lio et al, 2000). Respon butiran terhadap beberapa faktor
tersebut berbeda-beda sesuai dengan besarnya ukuran butir. Pengendapan di
pantai lebih kompleks dengan adanya proses traksi, saltasi, dan suspensi.
Ukuran butir partikel sedimen penting dalam beberapa hal. Ukuran butir
dapat mencerminkan berbagai macam hal dari butiran tersebut, diantaranya
resistensi partikel terhadap pelapukan, erosi, dan abrasi, proses transportasi, dan
deposisi. Material-material yang diangkut oleh media akan terdistribusi menjadi
berbagai macam ukuran butir. Distribusi ukuran butir ini menunjukkan
terdapatnya berbagai macam ukuran butir dari batuan asalnya, dan proses yang
terjadi selama sedimentasi. Untuk memudahkan dalam mempelajari
sedimentologi, dan berbagai ilmu yang berkaitan dengan butiran sedimen, maka
dibuatlah skala ukuran butir sedimen.
Tabel skala dan konversi ukuran butir (modifikasi Wentworth, 1922 dalam
Boggs, 2006)

Dalam praktikum dilakukan pemisahan ukuran butir dari suatu contoh pasir
lepas dengan menggunakan ayakan. Seperti yang diketahui analisis ini untuk
mengetahui koefisien sortasi, skewness, dan kurtosis. Untuk mengetahui harga-
harga tersebut dapat dilakukan secara grafis, dan matematis.

a. Cara Grafis
Pada prinsipnya cara ini adalah menggunakan data hasil pengayakan, dan
penimbangan yang diplot sebagai kurva komulatif untuk mengetahui
parameter-parameter statistiknya. Kemudian melakukan perhitungan
parameter statistik yang berupa rata-rata, standard deviasi, kurtosis,
sortasi, skewness, dll. secara deskriptif dar grafik. Rumus perhitungan
yang sering dipakai adalah yang diusulkan oleh Folk & Ward (1957, lihat
Friedman & Sanders, 1978; Lewis & McConchie, 1994), yaitu :
- Median
Merupakan nilai tengah dari populasi total. Dapat dilihat langsung dari
kurva kumulatif, yaitu nilai phi pada titik dimana kurva kumulatid
memotong nilai 50%
- Modus/mode
Merupakan ukuran butir sedimen dengan frekuensi kemunculan paling
tinggi
- Mean
Merupakan nilai rata-rata ukuran butir, dapat dihitung dengan rumus

- Sortasi
Merupakan nilai standar deviasi yang menunjukkan tingkat
keseragaman butir, dapat dihitung dengan rumus

Klasifikasi sortasi :

Tabel klasifikasi sortasi

- Skewness
Menyatakan derajat ketidaksimetrian suatu kurva. Bila berharga positif
maka sedimen tersebut mempunyai ukuran butir halus lebih dominan
dibanding ukuran butir yang kasar. Sebaliknya jika berharga negatif
maka sedimen tersebut mempunyai ukuran butir kasar lebih dominan
dibanding ukuran butir halus, nilai Skewness dapat dihitung dengan
rumus

Klasifikasi Skewness :

Tabel Klasifikasi Skewness

- Kurtosis
Kurtosis menunjukkan harga perbandingan antara pemilihan bagian
tengah terhadap bagian tepi dari suatu kurva. Dalam menentukan harga
Kurtosis dapat menggunakan rumus berikut :

95 5
=
22,44(75 25)

Klasifikasi harga Kurtosis menurut Folk dan Ward (1975) :

Tabel klasifikasi harga Kurtosis menurut Folk dan Ward, 1975


3.2.Analisa bentuk kerakal
Tekstur sedimen mencakup ukuran butir, bentuk morfologi, dan hubungan
antar butirnya. Dari parameter ukuran butir akan diketahui bagaimana koefisien
sortasi, distribusi, dan variasi ukuran butir (kurtosis dan skewness). Berdasarkan
hubungan antar butir diketahui tingkat kompaksi, kemas, kontak antar butir, dan
porositasnya. Sedangkan dari bentuk butir dapat diketahui bagaimana proses yang
telah berlangsung sehingga merubah bentuk morfologi butirnya. Bentuk butir
merupakan fungsi dari lithologi, ukuran partikel mekanisme, dan waktu atau
durasi dari transportasi, energi dari media yang mentransport, sejarah transportasi,
dan deposisi.

a. Pengukuran bentuk butir


Pengukuran kuantitatif dari bentuk butir dapat dilakukan pada proyeksi
dua dimensi atau pada bentuk tiga dimensi dari individual partikel.
Pengukuran partikel dua dimensi dapat diaplikasikan saat individual
partikel tidak dapat diekstrak dari matrik batuan. Analisa secara tiga
dimensi dari bentuk partikel yang tidak beraturan umumnya akan
melibatkan pengukuran sumbu-sumbu elipsoid triaksial untuk
memperkirakan bentuk butir, yakni sumbu terpanjang (a), menengah (b),
dan terpendek dari butiran (c) dari butiran menggunakan jangka sorong.

Gambar ilustrasi bentuk butir


b. Bentuk
Dalam parameter morfologi obyek secara tiga dimensi yang berkaitan
dengan ukuran. Zing (1935) mengembangkan klasifikasi bentuk yang
lebih serbaguna. Partikel diklasifikasikan kedalam empat kategori yakni;
spheroid, discoid, rods atau blades berdasarkan perbandingan rasio b/a,
dan c/b.
Class b/a c/b Shape
I >2/3 <2/3 Oblate (discoidal, tabular)
II >2/3 >2/3 Equiaxial (spherical, equant)
III <2/3 <2/3 Triaxial (bladed)
IV <2/3 >2/3 Prolate (rods)
Tabel kelas bentuk butir berdasarkan ( Zingg, 1935 dalam Pettijohn, 1975 )

c. Sphericity ()
Sphericity diartikan sebagai ukuran bagaimana suatu butiran memiliki
kenampakan mendekati bentuk bola, sehingga semakin butiran
menyerupai bentuk bola, maka butiran tersebut mempunyai nilai sphericity
yang semakin tinggi. Selain itu, parameter ini juga menunjukkan
perbedaan luas permukaan objek dengan luas permukaan bola ynag
volumenya sama dengan volume objek. Menurut Krambein (1941), nilai
sphericity suatu butiran diukur dengan memperhatikan nilai diameter atau
atau sumbu dari panjang (L), medium (I), dan pendek (S).

3 . .
=
3

Dengan L = Long intercept (a)


I = Intermediet intercept (b)
S = Short intercept (c)

Sneed & Folk (1958) menganggap bahwa intercept spherecity tidak


menggambarkan perilaku butiran ketika diendapkan sehingga mereka
mengusulkan maximum projection spherecity yaitu,

3 2
=
.
Skala sphericity menurut Folk (1986)

d. Roundness
Roundness merupakan derajat kebundaran daru ujung-ujung partikel
sedimen klastik. Menurut Wadell (1932), roundness merupakan rata-rata
aritmatik masing-masing sudut butiran pada bidang pengukuran.

Gambar kategori roundness dan sphericity

3.3.Analisa komposisi butir sedimen


Komposisi batuan seperti halnya tekstur dan struktur sedimen merupakan
properti mendasar dari batuan sedimen. Pada umumnya dipergunakan mineralogi
untuk merujuk dan mengidentifikasi seluruh partikel atau butiran dalam batuan.
Batuan atau sedimen silisiklastik adalah batuan yang tersusun oleh detrital yang
berasal dari batuan yang telah ada sebelumnya lalu tertransportasi dan terdeposisi
melalui proses fisik. Jenis partikel rombakan (detrital) berasal dari proses
disintegrasi disika-kimia dari batuan asal. Sebagian besar datrital tersebut adalah
terrigenous silisiklastik yang dihasilkan oleh proses pelapukan yang tersusun oleh
mineral resisten atau fragmen batuan atau mineral sekunder seperti mineral
lempung dan juga hasil vulkanisme yang menghasilkan partikel piroklastik dari
luar cekungan pengendapan. Beberapa detrital dapat pula merupakan partikel non-
klastik, seperti fragmen cangkang atau klastika karbonat yang terbentuk dalam
cekungan akibat adanya gangguan pada masa terumbu oleh gelombang.
Menurut Folk (1968) kelimpahan butiran dalam batuan sedimen dipengaruhi
oleh faktor :

a. Ketersediaan
Mineral harus hadir dalam jumlah yang melimpah pada daerah sumber.
b. Daya tahan mekanik
Adalah ketahanan terhadap abrasi
c. Stabilitas kimiawi partikel
Stabilitas terhadap pelarutan dan pelapukan selama proses transportasi,
deposisi maupun diagenesa
d. Iklim
Pelapukan mineral lebih intensif pada daerah dengan iklim yang bersifat
panas dan lembab
e. Relief daerah asal batuan sumber
Mineral yang tidak stabil akan tetap ditemukan di daerah dengan relief
tinggi karena selalu ada sulai mineral dari batuan segar walaupun tingkat
pelapukannya tinggi
f. Proses sedimentasi
Seperti sistem arus yang membawa partikel, adanya benturan saat
transportasi, dan faktor hidrolik misalnya berat jenis mineral.

Pemanfaatan informasi komposisi partikel sedimen untuk mengetahui dari


faktor-faktor tersebut diatas dikenal sebagai studi provenance. Studi ini adalah
studi mengenai asal-usul atau kemunculan sediemen (Pettijohn et al., 1987).
Untuk studi provenance umumnya digunakan analisa kehadiran mineral berat dan
mineral ringan.
Tipe batuan dan indek kematangan dapat diturunkan dari perbandingan
(rasio) kuarsa/feldspar dan kuarsa/(feldspar+fragmen batuan) seperti yang
diusulkan Pettijohn (1957)
Average
Rock Type
Q/F Q/(F+L)
Arkosic
1,1 1,1
sandstone
Graywacke 2,7 1,2
Lithic sandstone 9,8 2,3
Prthoquartzite >10,0
Sandstone 5,8 9,6
Tabel yang menunjukkan tipe batuan dan indek kematangan
Dalam menggunakan tabel rasio Q/F perlu dicatat bahwa rasio tersebut
tidak terlalu sesuai untuk pasir yang berasal dari daerah dengan batuan yang
miskin feldspar. Kurangnya kandungan feldspar akan mengakibatkan tingginya
rasio Q/F. Batuan dengan tingkat kematangan tinggi memiliki prosentase kuarsa
yang tinggi seperti orthoquartzite (quartz arenit). Kematangan ini juga akan
berkaitan dengan nilai sortasi, dan kebundaran dari partikel (roundness). Semakin
matang maka sortasi semakin baik, dan semakin membundar.

Diagram Q F L
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1.Keadaan lokasi utama dan pendukung


a. Hulu

Gambar. Lokasi pengambilan sampel

Lokasi pengambilan yaitu di desa tambakan, Sindumartani,


Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Dengan arah sungai relatif utara-selatan.
Air cukup dangkal, dan vegetasi banyak ditumbuhi pohon disekitar sungai.
Sedimen dijumpai relative banyak dengan ukuran kerakal pada
permukaannya.

b. Tengah

Gambar lokasi pengambilan sempel

Lokasi pengambilan sempel berada di desa Tegaltirto, kecamatan Berbah,


kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lebih tepatnya kali kuning (
dekat dengan Bandara Adisujipto).

c. Hilir
Gambar. Lokasi pengambilan sample

Lokasi pengambilan yaitu di Sungai Opak, desa Seloharjo, Kecamatan


Pundong, Bantul, Yogyakarta

4.2.Hasil granulometri
a. Hasil
- Hulu

No No mesh mm Ukuran butir


Berat % berat Frekwensi
ayakan tertampung fraksi kumulatif
(gr)
20 20 0,850 >0,850 29 29,14 29,14
40 35 0,425 0,850-0,425 40,5 40,70 69,84
60 60 0,250 0,425-0,250 17,7 17,8 87,64
80 80 0,180 0,250-0,180 7 7,03 94,67
100 100 0,150 0,180-0,150 3 3,01 97,68
200 200 0,075 0,0175-0,075 2.2 2,21 99,89
>200 >200 <0,075 <0,075 0,1 0,01 99,9
Total =99,5
Dari tabel diatas dilakukan pengolahan data meliputi pembuatan grafik,
penghitungan koefisien sortasi, skewness, dan kurtosis secara grafis. Dengan hasil
sebagai berikut:
a. Koefisien sortasi (So)
1 = 84 16 + 95 5
4 6,6
1 = 0,85 0,2 + 2,55 1,5
4 6,6
1 = 0,321 (Very well sorted, Folk dan Ward 1957)
b. Skewness (Sk)
Skg = 16 + 84 2(50) + 5 + 95 2(50)
2 (84 16 ) 2(95 5)
Skg = 0,85 + 0,2 2(0,8) + 2,55 + 1,5 2(0,8)
2 (0,85 0,2 ) 2(2,55 1,5)
Skg = 0,75 (Strongly fine skewed)

c. Kurtosis (K)
K = __ 95 - 5___
2, 44(75-25)
K = __ 2,55 - 1,5___
22,44 (1,5 0,25)
K = 0,037 (very platykurtic)
d. Mean, Modus, dan Median
Mean: 16 + 84 + 50 = 0,2 + 0,8 + 0,85 = 0,617 (coarse sand, Boggs)
3 3
Modus : 1,25 (mesh 40) medium sand, Boggs 2006
Median : 50 berada pada nilai phi 0,8 (coarse sand, Boggs 2006)
Grafik Frekuensi Komulatif
120
100
80
60 Freq.
40 Komulatif

20
0
20 40 60 80 100 200 >200

- Tengah

No mesh Mm Ukuran butir Berat % berat Frekwensi


No tertampung fraksi kumulatif
ayakan (gr)
20 20 0,850 >0,850 10,2 10,2 10,2
40 35 0,425 0,850-0,425 34 34 44,2
60 60 0,250 0,425-0,250 28,9 38,9 83,1
80 80 0,180 0,250-0,180 1,6 1,6 84,7
100 100 0,150 0,180-0,150 8 8 92,7
200 200 0,075 0,0175-0,075 6,8 6,8 99,5
>200 >200 <0,075 <0,075 0,4 0,4 99,9
Total =99,5
- Hilir

No No mesh Mm Ukuran butir Berat % berat Frekwensi


ayakan tertampung fraksi kumulatif
(gr)
20 20 0,850 >0,850 25,3 25,3 25.3
40 35 0,425 0,850-0,425 49,7 49,7 75
60 60 0,250 0,425-0,250 22,9 22,9 97.9
80 80 0,180 0,250-0,180 - -
100 100 0,150 0,180-0,150 1,6 1,6 99.5
200 200 0,075 0,0175-0,075 0,3 0,3 99.8
>200 >200 <0,075 <0,075 0 0 99.8
Total = 99,8
b. Interpetasi data utama dan data pendukung

- Hulu
Material sedimen pada lokasi pengamatan mempunyai sortasi yang
sangat baik, ukuran butir dominan yaitu pasir sedang.
- Tengah

- Hilir

4.3.Hasil analisa bentuk butir kerakal

a. Hasil
- Hulu
Vol Sumbu
No.
2- b/a c/b Bentuk Roundness Sph
Contoh
vol.1 L=a I=b S=C
Sub - Very
1 70ml 6,56 5,98 2,14 0,91 0,36 Oblate rounded elongate
Sub - Very
2 40ml 6,25 4,46 2,38 0,71 0,53 Oblate angular elongate
Sub - Very
3 70ml 5,89 5,15 2,47 0,87 0,47 Oblate angular elongate
Sub - Very
4 60ml 6,33 4,92 1,53 0,87 0,31 Oblate rounded elongate
Sub -
5 50ml 7,21 3,88 3,13 0,54 0,80 prolate angular Elongate
Very
6 70ml 7,23 5,19 1,88 0,72 0,36 Oblate Rounded elongate
Sub- Intermediate
7 40ml 6,49 5,98 2,27 0,92 0,37 Oblate angular shape
Very
8 30ml 7,23 3,77 2,29 0,52 0,60 Triaxial Angular elongate
Sub -
9 40ml 5,63 4,11 1,93 0,73 0,46 Oblate Angular Elongate
Sub -
10 70ml 6,16 4,92 3,54 0,79 0,71 Equiaxial Angular Equent
Sub -
11 50ml 5,75 4,09 2,76 0,71 0,67 Equiaxial Rounded Sub Equent
Sub - Very
12 40ml 5,29 4,98 2,17 0,94 0,43 Oblate Angular Elongate
Sub - Very
13 60ml 6,53 5,22 1,85 0,79 0,35 Oblate Angular elongate
Very
14 50ml 7,17 5,22 1,37 0,72 0,26 Oblate Angular elongate
Very
15 40ml 5,86 5,01 2,16 0,85 0,43 Oblate Angular elongate
Sub - Very
16 50ml 6,59 5,27 1,83 0,79 0,34 Oblate Rounded elongate
Very
17 30ml 5,83 3,41 1,86 0,58 0,54 Triaxial Rounded elongate
Sub - Very
18 60ml 6,59 5,25 1,66 0,79 0,31 Oblate Angular elongate
Sub - Very
19 30ml 6,87 5,08 1,15 0,73 0,22 Oblate Angular elongate
Sub - Very
20 80ml 6,57 6,22 3,76 0,94 0,60 Oblate Angular elongate

- Tengah
Vol Sumbu
No.
2- Roundnes
Conto b/a c/b Bentuk Sph
vol. L=a I=b S=C s
h
1
39,7 1,49 0,97 Very-
50 60,2 38,6
1 5 0 1 Spheroid Rounded Equent
0,49 0,80 Sub- Intermediat
65 87,6 43,2 34,6
2 3 0 Prolite Rounded e shape
68,9 46,5 46,5 0,95 Sub- Very-
70 48,8
3 5 5 5 3 Spheroid Rounded Equent
65,2 38,5 0,84 0,69 Sub-
75 55,1
4 5 0 4 8 Spheroid Rounded Equent
31,2 Spheroic Sub- Very-
25 47,9 0,70 0,93
5 33,6 5 al Rounded Equent
43,4 0,62 0,77
6 70 89,8 56,1 5 4 4 Prolate Rounded Equent
65,2 38,5 0,84 0,69 Sub-
7 60 5 55,1 0 4 8 Spheroid Rounded Equent
56,5 0,90 0,84 Sub- Very-
8 60 0 51,1 43,4 4 9 Spheroid Rounded Equent
9 40 55,0 46,3 33,3 0,84 0,71 Spheroid Rounded Equent
0 3 1 9
0,86 0,80 Sub- Very-
10 60 58,8 50,6 40,6 0 2 Spheroid Rounded Equent
50,5 0,74 0,73 Very-
11 80 68,8 0 40,3 4 4 Spheroid Rounded Equent
68,9 46,5 0,70 0,95 Sub- Very-
12 70 5 48,8 5 7 3 Spheroid Rounded Equent
43,1 0,79 0,88 Very-
13 60 61,1 48,6 5 9 7 Spheroid Rounded Equent
38,7 0,72 0,78 Sub- Very-
14 60 68,4 49,6 5 5 1 Spheroid Angular Equent
69,1 52,7 0,81 0,76 Very-
15 150 84,8 5 5 5 2 Spheroid Angular Elongate
45,0 0,84 Sub- Very-
16 30 53,1 0 35,1 7 0,78 Spheroid Rounded Equent
37,1 32,9 0,85 0,88 Sub- Very-
17 32 43,3 5 5 7 6 Spheroid Rounded Equent
54,7 45,2 35,5 0,82 0,78 Sub- Very-
18 35 5 5 0 6 4 Spheroid Rounded Equent
28,9 0,65 0,85 Sub- Very-
19 10 43,9 5 24,8 9 6 Prolate Rounded Equent
0,75 0,68 Well- Sub-
20 32 45,8 34,4 23,6 1 6 Spheroid rounded Equent

- Hilir
Vol Sumbu
No.
2- b/a c/b Bentuk Roundness Sph
Contoh L=a I=b S=c
vol.1
Sub-
0,81
1 70 6,9 5,6 4 0,71 Equaxial Rounded Equent
Very-
1,15
2 35 4,75 4,95 3,85 0,77 Equaxial Angular Equent
Sub- Very-
1,07
3 45 5,7 5,15 3,55 0,55 Oblate angular Elongate
Sub- Very-
0,98
4 45 5,6 5,5 3,8 0,69 Equaxial rounded Equent
Sub- Very-
0,60
5 40 7,15 4,35 3,85 0,88 Prolate rounded Equent
Very-
0,75
6 50 6,5 4,7 3,9 0,82 Equaxial Angular Equent
Well-
0,85
7 70 7,5 6,5 4,2 0,64 Oblate Angular Elongate
Sub-
0,69
8 30 7,5 5,2 3,7 0,71 Equaxial rounded Elongate
Very- Very-
0,85
9 50 6,8 5,75 8,55 1,49 Equaxial Angular Equent
10 25 5,95 4,25 3,4 0,71 0,8 Equaxial Sub- Very-
Angular Equent
Sub- Sub-
0,78
11 40 5,95 4,65 4,3 0,92 Eqviaxial Angular Equent
Sub- Very-
1,07
12 40 4,95 5,3 4 0,75 Eqviaxial Angular Equent
Sub-
0,71
13 10 4,9 3,5 2,65 0,75 Eqviaxial Equent
Sub- Very-
0,94
14 40 5,85 5,5 4 0,72 Eqviaxial rounded Equent
Sub- Sub-
0,8
15 35 6,1 4,85 3,5 0,72 Eqviaxial rounded Equent
Sub- Very-
0,97
16 35 5,4 5,25 3,7 0,70 Oblate rounded Equent
Sub- Very-
0,85
17 30 5,55 4,75 2,8 0,58 Prolate rounded Elongate
Sub- Very-
1,11
18 20 4,25 4,75 2,45 0,51 Prolate rounded Elongate
Sub- Very-
0,91
19 35 5,2 4,75 3,83 0,81 Oblate rounded Equent
Sub- Very-
0,81
20 10 5,55 4,50 2,8 0,62 Oblate Angular Elongate

b. Interpetasi data utama dan data pendukung

4.4.Hasil analisa komposisi butir sedimen


a. Hasil
- Hulu
Mineral Ringan
No. Medan
Kuarsa Feldspar Batuan Roundness
Pandang Jumlah
(Q) (F) Fragmen (L)
1 11 8 20 39 Sub angular
2 4 15 15 34 Sub rounded
3 5 14 18 37 Sub angular
4 7 11 28 46 Sub angular
5 7 21 26 54 Sub angular
6 12 14 18 44 Sub angular
JUMLAH 46 83 125 254

Simp. %+Simp.
No Mineral Frekuensi %
Baku Baku
1 Kuarsa 46 18,11 5% 23,11
2 Feldspar 83 32,68 6% 38,68
3 Lithik 125 49,21 6% 55,21
Jumlah 254 100

- Tengah

Mineral Ringan
No. Medan
Kuarsa Feldspar Batuan Roundness
Pandang Jumlah
(Q) (F) Fragmen (L)
1 16 12 40 68 Sub angular
2 12 8 16 36 Sub angular
3 16 9 20 45 Sub angular
4 21 5 22 48 Sub angular
5 17 8 19 44 Sub angular
6 Sub angular
JUMLAH 82 42 117 241

Simp. %+Simp.
No Mineral Frekuensi %
Baku Baku
1 Kuarsa 82 34,02 10,2% 44,22%
2 Feldspar 42 17,42 11,9% 29,32%
3 Lithik 117 48,54 9,8% 58,34%
Jumlah 241 99,98 131,88

- Hilir

Mineral Ringan
No. Medan
Kuarsa Feldspar Batuan Roundness
Pandang Jumlah
(Q) (F) Fragmen (L)
1 41 20 84 145 Angular
2 30 25 62 117 Sub rounded
3 15 11 34 60 Sub rounded
4 15 13 32 60 Angular
5 13 10 20 43 Sub rounded
6 20 15 40 75 Sub rounded
JUMLAH 134 94 272 500

Simp. %+Simp.
No Mineral Frekuensi %
Baku Baku
1 Kuarsa 134 26,8 4% 30,8%
2 Feldspar 94 18,8 3% 21,8%
3 Lithik 272 54,4 4% 58,4%
Jumlah 500 100

b. Interpetasi data utama dan pendukung


- Hulu
Dari tabel data Q F L di atas dapat disimpulkan bahwa, batuan sumber
diinterpretasikan berasal dari Magmatic Arc Provenance, lalu jika
endapan tersebut mengalami kompaksi dan lithifikasi akan menjadi
Arkosic Sandstone . Dengan kamdungan butiran feldspar dan kuarsa
yang lebih besar maka endapan tersebut masih tergolong Immature.
Perhitungan tipe batuan :
Q/F = 86/40 = 1,86
Q/(F+L) = 86/(46+118) = 0,52

- Tengah
Dari tabel data Q F L di atas dapat disimpulkan bahwa, batuan sumber
diinterpretasikan berasal dari Magmatic Arc Provenance, lalu jika
endapan tersebut mengalami kompaksi dan lithifikasi akan menjadi
Arkosic Sandstone . Dengan kamdungan butiran feldspar dan kuarsa
yang lebih besar maka endapan tersebut masih tergolong Immature.
Perhitungan tipe batuan :
Q/F = 90/127 = 0,71
Q/(F+L) = 90/(127+103) = 0,33

- Hilir
Dari tabel data Q F L di atas dapat disimpulkan bahwa, batuan sumber
diinterpretasikan berasal dari Magmatic Arc Provenance, lalu jika
endapan tersebut mengalami kompaksi dan lithifikasi akan menjadi
Arkosic Sandstone . Dengan kamdungan butiran feldspar dan kuarsa
yang lebih besar maka endapan tersebut masih tergolong Immature.
Perhitungan tipe batuan :
Q/F = 99/98 = 1,01
Q/(F+L) = 99/(98+184) = 0,35

4.5.Interpretasi mekanisme sedimentasi pada sistem sungai data utama dan


data pendukung
Pada interprentasi ini mekanisme yang terjadi pada sebagian besar system
sungai ialah mekanisme traksi. Berlaku juga pada system data sungai utama
dan data pendukung yang kami laporkan pada lapaoran ini.

Arus traksi sendiri adalah istilah bagian arus fluida yang dapat menyebabakam
proses transportasi memungkinkan sedimen bergerak sebagai bad load.
Peristiwa saltasi pada aliran turbulen juga sebenarnya berhubungan dengan
keberadan arus traksi.

BAB V
PENUTUP

5.1.Kesimpulan
Penentuan ukuran butir dilakukan dengan pengayakan dan
mengklasifikasikannya berdasarkan skala wenworth
analisa besar butir dalam praktikum ini kita bagi menjadi dua sesi yaitu
pertama sesi pengambilan sampel dilapangan dan yang kedua kita analisa
sampel di laboratorium.
Dalam pengambilan sampel kita menggunakan alat Grab sampel dengan
tiga titik pengambilan sampel dengan menggunakan GPS, kita
menggunakan dua metode yaitu metode ayakan dan analisa pipet, dalam
pengerjaannya metode ayakan pada dasarnya menganalisa besar butir yang
tidak terlalu halus dibandingkan dengan metode analisa pipet metode ini
digunakan untuk mengindentifikasi besar butir yang lebih halus.

5.2.Kritik dan saran


saran yang dapat diberikan adalah lebih diberi penjelasan yang lebih rinci
kepada praktikan dalam pemakaian alat dan bahan praktikum serta pengolahan
data untuk menganalisa hasil sampel sedimen yang diambil. Hal ini perlu
diperhatikan dikarenakan praktikan banyak mengalami kesulitan dalam hal
pengolahan data khususnya dalam analisa statistik sedimen.
DAFTAR PUSTAKA
- https://www.scribd.com/doc/24235116/PRAKTIKUM-
SEDIMENTOLOGI-DAN-STRATIGRAFI
- http://www.wikipedia.com/sedimentology
- http://www.google.co.id/sedimentology
- https://www.google.com/search?q=laporan+komposisi+butir+sedi
men&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b
- Boggs Jr, Sam. 2009. Petrology of Sedimentary Rocks 2nded.USA:
ambridgeUniversity Press.
- Boggs Jr., Sam. 2006. Principles of Sedimentology and
Stratigraphy, 4thed.USA:PearsonPrentice Hall.
- Pettijohn, F. J. 1975. Sedimentary Rocks 3rded . New York:
Harper & Row,Publishers.
- Surjono, Sugeng S., Amijaya, D. Hendra, Winardi, Sarju.2010.
AnalisisSedimentologi. Yogyakarta: Pustaka Geo.
- Tucker, M. E. 2001. Sedimentary Petrology: An Introduction to
the Origin of Sedimentary Rocks 3rd ed.USA:Blackwell
ScienceLtd.

Anda mungkin juga menyukai