PENDAHULUAN
1
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengangkat judul studi kasus
ini yaitu ASUHAN KEPERAWATAN PRA BEDAH CORONARY
ARTERI BYPASS GRAFT (CABG) DI RUMAH SAKIT JANTUNG DAN
PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA .
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.2 Tujuan
Tujuan CABG adalah untuk revaskularisasi aliran arteri koroner akibat
adanya penyempitan atau sumbatan ke otot jantung (Arif Muttaqin, 2010).
2.1.3 Indikasi
Menurut Arif Muttaqin (2009), pasien penyakit jantung koroner yang
dianjurkan untuk bedah CABG adalah pasien yang hasil kateterisasi
jantung ditemukan adanya:
1. Penyempitan >50% dari left main disease atau left main equivelant yaitu
penyempitan menyerupai left main arteri misalnya ada penyempitan
bagian proximal dari arteri anterior desenden dan arteri circumflex.
2. Penderita dengan three vessel disease yaitu tiga arteri koroner semuanya
mengalami penyempitan bermakna yang fungsi jantung mulai menurun
(EF<50%).
3. Penderita yang gagal dilakukan balonisasi dan stent.
4. Penyempitan 1 atau 2 pembuluh namun pernah mengalami gagal jantung.
5. Anatomi pembuluh darah yang sesuai untuk CABG.
3
2.1.4 Kontraindikasi
Menurut Arif Muttaqin (2009) kontraindikasi CABG secara mutlak tidak
ada, tetapi secara relatif CABG dikontraindikasikan bila terdapat berbagai
faktor yang akan memperberat atau meningkatkan resiko selama dan
sesudah bedah seperti :
1. Faktor usia yang sudah sangat tua. ( >75 tahun menurut WHO)
2. Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat diabetes
mellitus dan EF yang sangat rendah <50%. Pada pasien dengan EF yang
kurang dari 50% ini operasi akan dilakukan dengan teknik On Pump.
3. Sklerosis aorta yang berat.
4. Struktur arteri koroner yang tidak mungkin untuk disambung.
4
b. Teknik Bedah Off Pump
Pada teknik bedah off pump tidak menggunakan mesin jantung paru
sehingga jantung tetap berdetak secara normal dan paru-paru berfungsi
secara biasa saat bedah dilakukan.
Adapun kriteria pasien Off Pump:
1. Pasien yang direncanakan bedah elektif.
2. Hemodinamik stabil.
3. EF dalam batas normal (lebih dari 60%)
4. Fungsi LV baik.
5. Pembuluh darah distal cukup besar.
6. Usia tua disertai penyakit komorbid seperti penyakit Arteri karotis,
aterosklerosis aorta, disfungsi ginjal atau paru.
7. Mempunyai komplikasi dengan mesin Cardio Pulmonary Bypass
(CPB).
8. 1-2 vessel disease di anterior.
Tetapi bedah dengan teknik Off Pump memiliki kontraindikasi absolut
diantaranya :
1. Hemodinamik tidak stabil
2. Buruknya kualitas target pembuluh darah termasuk pembuluh darah
intra myocard
3. Penyakit pembuluh darah yang menyebar/difus
4. Pembuluh darah yang mengalami kalsifikasi/penebalan.
Menurut Arif Muttaqin (2009) kontraindikasi relatif yaitu :
1. LVEF <35%
2. Cardiomegali/CHF
3. LM kritis
4. Recent/Current MCI
5. Cardiogenic syock
Menurut Benetti & Ballester (2011) keuntungan dari teknik Off Pump
adalah:
1. Meminimalkan efek trauma bedah.
2. Pemulihan/mobilisasi lebih dini.
5
3. Drainase darah pasca bedah minimal.
4. Tersedia akses sternotomi untuk bedah kembali.
5. Menurunkan morbiditas dirumah sakit (termasuk insiden infeksi dada,
pemakaian inotropik, kejadian SVT, transfusi darah, lama rawat ICU)
6. Penelitian : pelepasan CKMB dan trop I lebih rendah kejadian stroke
lebih rendah.
Pada teknik bedah operasi CABG On Pump dan Off pump ini ada 3
pembuluh darah yang sering digunakan sebagai bypass, yaitu :
1. Arteri mamaria interna : arteri mamaria interna biasanya berasal dari
dinding bawah arteri subklavia, melewati bagian atas pleura dan tepat
lateral terhadap sternum. Penggunaan arteri mamaria interna dengan
ujung proksimal masih dihubungkan ke arteri sub klavia, arteri
mamaria interna kiri lebih panjang dan lebih besar sehingga sering di
gunakan sebagai bypass arteri coroner (Shapira et al, 2012). Arteri
mamaria interna sering digunakan karena memiliki kepatenan
pembuluh darah yang baik. Studi menunjukkan bahwa sekitar 96%
kasus CABG yang menggunakan arteri mamaria interna dapat
bertahan lebih dari 10 tahun. Arteri mamaria interna sering di gunakan
untuk bypass arteri Left anterior ascenden. Hal ini disebabkan karena
jarak/lokasi Left Interna Mamaria Arteri (LIMA) dan LAD
berdekatan serta berada pada sisi yang sama (Wood et al, 2005).
2. Arteri radialis: Arteri ini melengkung melintasi sisi radialis tulang
Carpalia dibawah tendon Musculus Abductor Pollicis Longus dan
tendo Musculus extensor Pollicis Longus dan Brevis. Arteri radialis di
insisi lebih kurang 2 cm dari siku dan berakhir satu inchi dari
pergelangan tangan. Biasanya sebelum dilakukan pemeriksaan Allen
Test untuk mengetahui kepatenan arteri ulnaris jika arteri radialis
diambil. Pada pasien yang menggunakan arteri radialis harus
mendapatkan terapi Ca Antagonis selama 6 bulan setelah bedah
menjaga agar arteri radialis tetap terbuka lebar. Dunning et al, (2010)
mengatakan bahwa sebuah studi menunjukkan bahwa arteri radialis
6
memberikan lebih banyak kemampuan revaskularisasi dalam waktu
yang lebih lama dibandingkan vena savena.
3. Vena Savena : Ada dua vena savena yang terdapat pada tungkai
bawah yaitu vena savena magna dan parva. Namun yang sering
dipakai sebagai saluran baru pada CABG adalah vena savena magna.
Arif Muttaqin (2009) mengatakan bahwa Vena savena sering
digunakan pada CABG karena diameter ukurannya mendekati arteri
koroner.
2.1.6 Komplikasi
1. Hipertensi
Hipertensi setelah pasca bedah jantung dapat menyebabkan rupture atau
kebocoran jalur jahitan dan meningkatkan pendarahan. Dapat juga
disebabkan karena riwayat hipertensi, peningkatan kadar katekolamin
atau rennin, hipotermia atau nyeri, terkadang ditemukan tanpa penyebab
yang jelas. Hipertensi ini umumnya bersifat sementara dan dapat
diturunkan dalam 24 jam. Pada klinik sering digunakan gabungan
inotropik dan vasodilator seperti golongan milrinone.
2. Hipotensi
Pada tandur vena savena dapat kolaps jika tekanan perfusi terlalu rendah,
vena tidak memiliki dinding otot seperti yang dimiliki oleh arteri,
sehingga mengakibatkan iskemia miokard. Hipotensi juga dapat
disebabkan oleh penurunan volume intravaskuler, vasodilatasi sebagai
akibat penghangatan kembali kontraktilitas ventrikel yang buruk atau
disritmia.
3. Aritmia
Takiaritmia yang terjadi dapat mempengaruhi curah jantung, dapat
menurunkan waktu pengisian diastolik ventrikel, juga menurunkan
perfusi arteri koroner. Aritmia sering terjadi 24-36 jam pasca bedah.
Bradi aritmia dan blok terjadi karena depresi sel sistem konduksi oleh
kardioplegi atau cedera pada nodus dan jalur konduksi oleh manipulasi
pembedahan, jahitan, edema lokal.
7
4. Hipovolemia
Merupakan penyebab tersering terjadinya penurunan curah jantung
setelah operasi jantung. Prosedur operasi menyebabkan kehilangan darah
meski sudah dilakukan penggantian cairan. Namun, pada saat suhu tubuh
dinaikkan yang awalnya hipotermi mengakibatkan vasodilatasi pembuluh
darah sehingga dibutuhkan lebih banyak cairan untuk memenuhi rongga
pembuluh darah.
5. Tamponade
Terjadi apabila darah terakumulasi disekitar jantung akibat kompresi
jantung kanan oleh darah atau bekuan darah dan menekan miokard. Hal
ini mengancam aliran balik vena, menurunkan curah jantung dan tekanan
darah. Tindakan meliputi pemberian cairan dan vasopressor untuk
mempertahankan curah jantung dan tekanan darah sampai dekompresi
bedah dilakukan.
6. Peri Miokardial Infark (PMI) paska operasi
7. Perdarahan
Ada 2 jenis perdarahan yaitu :
a. Perdarahan arteri
Meskipun jarang, namun hal ini merupakan kedaruratan yang
mengancam hidup yang biasanya diakibatkan oleh ruptur atau
kebocoran jalur jahitan.
b. Perdarahan vena
Menurut Arif Muttaqin (2009) perdarahan vena lebih umum terjadi
dan disebabkan oleh masalah pembedahan atau koagulopati, kesalahan
hemostasis dari satu atau lebih pembuluh darah mengakibatkan
abnormalitas pendarahan. Tindakan ditujukan pada penurunan jumlah
perdarahan dan memperbaiki penyebab dasar.
8
Pra bedah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan
pembedahan, dimulai sejak ditentukannya persiapan pembedahan dan
berakhir sampai pasien di meja bedah (Medica Hospitalia, 2013).
9
yang usianya < 21 tahun, maka yang menandatangani adalah
orangtuanya atau keluarga terdekat.
b) SLIP (Formulir Rencana Tindakan).
Formulir ini merupakan salah satu persyaratan kelengkapan
administrasi yang harus diurus oleh pasien atau keluarganya untuk
memverifikasi mengenai tindakan yang akan dilakukan dengan
pihak yang akan menjamin tindakan tersebut disetujui untuk
dilaksanakan.
2. Persiapan Fisik
a) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan
pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas
klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status
hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi
ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain.
Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat
dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik,
tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita
tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b) Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan
dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein
darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala
bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan
untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien
menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling
10
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya
jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan
penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien
dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian. Pada
pasien dengan DM, kadar glukosa darah harus distabilkan terlebih
dahulu sebelum dilakukan operasi. Nutrisi yang diberikan berupa
DJ III 25-30 cal/kgBB/hari, makanan biasa 300 cal 6-8 jam
sebelum operasi.
c) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan
input dan output cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus
berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya
dilakukan pemeriksaan diantaranya adalah kadar natrium serum
(normal : 135-145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5
mmol/l) dan kadar kreatinin serum (normal : 0,70-1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi
ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa
dan ekskresi metabolik obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik
maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut,
nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan
fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d) Latihan pra bedah
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum
operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam
menghadapi kondisi pasca operasi, seperti: nyeri daerah operasi,
batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan
pada pasien sebelum operasi antara lain :
1) Latihan nafas dalam
Latihan ini sangat bermanfaat bagi pasien untuk
mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien
relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri
11
dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah
anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam
secara efektif dan benar maka pasien dapat segera
mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk
(semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh
tegang.
Letakkan tangan diatas perut.
Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan
hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara
perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit
melalui mulut.
Lakukan hal ini berulang kali (15 kali).
Lakukan latihan dua kali sehari praoperatif
2) Latihan batuk efektif
Latihan ini juga sangat diperlukan bagi klien terutama
klien yang mengalami operasi dengan anastesi general. Karena
pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama
dalam kondisi teranastesi. Sehingga ketika sadar pasien akan
mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif
sangat bermanfaat bagi pasien setelah operasi untuk
mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih
melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan
jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai
bebat ketika batuk.
12
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5
kali).
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan
terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan
tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan.
Hal ini bisa menimbulkan ketidak nyamanan, namun tidak
berbahaya terhadap incisi.
Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa
menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau
gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi
dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan
tubuh saat batuk.
3) Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi
pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan
berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses
penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai
pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah
operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh
karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya
lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru
jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan
lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien
akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah
menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan
terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan
lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis
vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi
ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of
Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada
awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan
13
bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta
melakukan secara mandiri.
3. Persiapan mental
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya
dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak
siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,
yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan
dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal.
Cemas disebabkan oleh hal-hal yang tidak jelas, termasuk di
dalamnya pasien yang akan menjalani operasi karena tidak tahu
konsekuensi operasi dan takut terhadap prosedur operasi itu sendiri.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien
dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti:
meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan
tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah,
menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan
sering berkemih.
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan
ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan
antara lain:
Takut nyeri setelah pembedahan.
Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak
berfungsi normal (body image).
Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti).
Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lan
yang mempunyai penyakit yang sama.
Takut menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan
petugas.
Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
14
Takut operasi gagal.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga
dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat
mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan
dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien
dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat
dilakukan dengan berbagai cara:
Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan
yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi
pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami
oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat
kamar operasi, dll. Dengan mengetahui berbagai informasi
selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap
menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang
tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal
yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap
tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat
perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
Misalnya : jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan
kapan mulai puasa dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa,
dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan
tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan. Diharapkan
dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang
dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan
mempersiapkan mental pasien dengan baik.
Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk
menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi
kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-
sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
15
Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan
pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah
akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pra
medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien
tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur
sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien
dikamar operasi, petugas kesehatan disana akan
memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih
tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga
juga diberikan kesempatan untuk mengantar pasien sampai ke
batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di
ruang tunggu yang terletak didepan kamar operasi.
4. Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil
pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin bisa
menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah sebagai berikut:
o Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti: Foto thoraks,
CT scan (computerized Tomography Scan), MRI (Magnetic
Resonance Imagine), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi),
ECHO, dan lain-lain.
o Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah:
hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah),
jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin),
elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT, ureum
kretinin, BUN, masa perdarahan (bleeding time), masa
pembekuan (clothing time) dan lain-lain.
o Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
16
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar
gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD
biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam
dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
o Pemeriksaan Status Anestesi
Pemeriksaan status fisik untuk dilakukan pembiusan dilakukan
untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan
anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk
menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien.
Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of
Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan
teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi
pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
o Mencari infeksi fokal
Sebelum operasi dilakukan pasien harus berkonsultasi dulu
dengan bagian THT, gigi dan mulut. Biasanya dicari gigi
berlubang atau tonsillitis kronis dan ini dikonsultasikan ke
bagian THT dan gigi. Kelainan kulit seperti dermatitis dan
furonkolisis atau bisul harus diobati dan juga tidak dalam masa
inklubasi atau infeksi penyakit menular.
5. Persiapan medikal
a) Obat-obatan
- Obat-obatan antikoagulan dihentikan satu (1) minggu
sebelum operasi, misalnya: aspirin, sintrom, simarc.
- Obat-obatan diuretik dihentikan tiga (3) hari sebelum
operasi, misalnya furosemide, spironolactone, kecuali bila
ada instruksi lain dari dokter.
17
- Obat-obatan digitalis dihentikan dua belas (12) jam sebelum
operasi, misalnya digoxin, lanoxin dan lain-lain.
- Obat calcium bloker (adalat, herbesser) atau beta bloker
diberikan sampai hari operasi.
- Antibiotika diberikan untuk profilaksis dan diberi waktu
untuk induksi anestesi di kamar operasi, hanya diperlukan
test kulit sebelum alergi, untuk mengetahui adanya alergi
atau tidak.
b) Persiapan darah
Permintaaan darah PMI ada 3 komponen, yaitu:
Packed cell : 1000 cc (15-20 cc/kgBB)
Frash Frozen Plasma : 1000 cc (15-20 cc/kgBB)
Thrombocyte : 5 unit
Permintaan komponen darah tambahan atas instruksi dokter
bedah.
18
Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pra
medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur
untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga
kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
2. Kebersihan lambung dan kolon
Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah
pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan
kolon dengan pemberian yal. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai
8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari
pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari
kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Tindakan puasa pada pasien
yang memiliki riwayat diabetes mellitus harus dipantau kadar gula
darahnya untuk mewaspadai terjadinya hipoglikemia. Khusus pada
pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric
tube).
3. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman
dan juga menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian, ada beberapa kondisi tertentu yang tidak
memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka
insisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan
dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang
dicukur. Pencukuran dilakukan satu jam sebelum dikirim ke kamar
bedah. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis
operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat
kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi
pada daerah sekitar perut dan paha. Selain terkait daerah pembedahan,
19
pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus
sebelum pembedahan. Pada pasien CABG, pencukuran juga harus
dilakukan di daerah lengan dan kaki, karena akan di ambil pembuluh
darahnya yang akan dipakai sebagai graft untuk arteri koroner.
Pencukuran dilakukan 1 jam sebelum operasi.
4. Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya, jika
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara
mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene. Pasien dianjurkan untuk mandi dua kali
sehari pagi dan sore dengan sabun aseptik, menggunakan cairan
Chlorhexidine 4%.
5. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder, tindakan
kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
6. Persiapan akhir
Pada saat persiapan di ruangan telah lengkap, maka perawat
bertugas mengantarkan pasien ke ruangan bedah. Setelah berada di
ruang serah terima pasien di kamar bedah, petugas kesehatan di ruang
bedah dianjurkan untuk memperkenalkan diri sehingga membuat
pasien merasa lebih tenang. Keluarga juga diberikan kesempatan
untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di
depan kamar bedah.
20
Pengkajian fisik
a. Sistem Pernafasan
Gerakan dada, suara nafas, frekuensi nafas.
b. Sistem kardiovaskuler
Frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah, denyut
nadi perifer. Inspeksi dan palpasi jantung, menentukan titik impuls
maksimal (point of maximal impuls, PMI), pulsasi abnormal, thrill.
Auskultasi jantung, catat frekuensi nadi, irama, dan kualitasnya,
snap, klik, murmur, friction rub. Tekanan vena jugularis.
c. Sistem persarafan
Tingkat kesadaran, keadaan umum dan perilaku.
d. Sistem pencernaan
Status nutrisi dan cairan, berat dan tinggi badan.
e. Sistem muskuloskeletal
Tingkat aktivitas klien, kekuatan otot.
f. Sistem integumen
Warna kulit, turgor, suhu, keutuhan.
Ketidak nyamanan
Sifat, jenis, lokasi, durasi (nyeri karena sayatan harus dibedakan dengan
nyeri angina)
Pengkajian psikologis
Observasi klien, tingkat kecemasan klien.
Pemeriksaan Penunjang
a. EKG: Untuk mengetahui disaritmia.
b. Sinar X dada.
c. Hasil laboraturium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, ureum,
kreatinin, BUN, HbsAg.
d. Katerisasi.
e. ECHO.
2.3.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan pra bedah:
21
1. Asietas berhubungan dengan tidak familiar dengan perawatan pasca
bedah
2. Resiko nyeri dada berulang berhubungan dengan ketidak seimbangan
supply dan demand oksigen miokard
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
pembedahan komunikasi
kematian keluarga
22
Tindakan Kolaboratif
7. Jelaskan tujuan dari tubes,
alat monitoring, medication
pump dan peralatan yang
lain dan alat-alat yang
menjadi bagian dari
perawatan postoperasi.
8. Jelaskan setiap prosedur
sebelum melakukan
tindakan.
9. Sediakan pengobatan nyeri
pada saat pertama tanda
tidak kenyamanan.
2. Resiko nyeri dada Setelah dilakukan 1. Observasi
berulang tindakan ketidaknyamanan pada
berhubungan keperawatan selama pasien, khususnya bila
dengan 1 x24 jam status disertai perubahan mental,
ketidakseimbangan kekebalan pasien tanda vital, dan kecepatan
supply dan demand meningkat pernapasan
oksigen pada dengan indikator: 2. Berikan posisi nyaman
jantung Klien tidak pada pasien
menunjukkan nyeri 3. Pantau TTV
dada yang 4. Batasi pasien dalam
berulang melakukan aktivitas dan
Menunjukkan observasi klinis pasien saat
postur tubuh rileks, beraktivitas
kemampuan 5. Ajarkan teknik relaksasi
istirahat/tidur napas dalam atau teknik
cukup distraksi untuk mengurangi
nyeri
6. Kolaborasi pemberian obat
anti angina sesuai indikasi
23
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan Kontrol infeksi
Berhubungan tindakan ke 1. Bersihkan lingkungan
dengan: perawatan selama setelah dipakai pasien lain
prosedur invasif 1x24 jam pasien 2. Pertahankan teknik isolasi
ketidakcukupan mengetahui cara- 3. Instruksikan pengunjung
pengetahuan cara untuk mencuci tangan saat
untuk mengontrol infeksi berkunjung dan setelah
menghindari dengan indikator: berkunjung
paparan patogen Mendeskripsikan 4. Gunakan sabun anti
trauma proses penularan mikroba untuk cuci tangan
24
penekanan respon 13. Istirahat yang adekuat
inflamasi) 14. Kaji warna kulit, turgor
tidak adekuat dan tekstur, cuci kulit
pertahanan tubuh dengan hati-hati
primer (kulit 15. Ganti IV line sesuai aturan
tidak utuh, yang berlaku
trauma jaringan, 16. Pastikan perawatan
penurunan kerja aseptik pada IV line
silia, cairan 17. Pastikan teknik perawatan
tubuh statis, luka yang tepat
perubahan sekresi 18. Berikan antibiotik sesuai
PH, perubahan autran
peristaltik) 19. Ajari pasien dan keluarga
penyakit kronis tanda dan gejala infeksi
dan kalau terjadi
melaporkan pada perawat
20. Ajarkan klien dan anggota
keluarga bagaimana
mencegah infeksi
Proteksi infeksi
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
25
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas pasien
Inisial pasien : Tn. A. S.
26
Tanggal lahir : 24 Juni 1962
Umur : 54 thn
Rekam medik : 2016-41-54-13
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Raya Kamasan 248, Bandung, Jawa Barat
Diagnosa medis : CAD 3VD pro CABG
Tanggal masuk RS : 28 Maret 2017
Tanggal pengkajian : 29 Maret 2017
Tanggal rencana operasi : 29 Maret 2017
27
obat Ramipril 5mg dan Simvastatin 20mg. Pada tanggal 10 April 2016
pasien dirawat di RS Santosa Bandung dengan keluhan nyeri dada
kiri dan di diagnosa dengan UAP. Kemudian pasien menjalani
pemeriksaan coronari angiografi dan didapati adanya penyumbatan
pada 3 pembuluh darah (CAD 3VD). Pasien juga sebelumnya adalah
seorang perokok aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan dalam anggota keluarganya tidak ada yang
mempunyai penyakit yang sama dengan yang dialami pasien.
5. Faktor resiko
a. Hipertensi
b. Perokok
28
Sebelum dan selama sakit, pasien BAB 1x sehari, selama sakit pasien
BAK 6-8x sehari, dengan volume sekali BAK 200mL. Pasien
mengatakan sudah BAB 1x ketika dirumah dengan konsistensi lunak,
warna kuning, dan tidak ada keluhan dalam proses defekasi.
4. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan setiap harinya tidur malam mulai jam 21.00 dan
bangun jam 04.00 dan tidur siang selama 1 jam. Akan tetapi
mendekati hari operasi, pasien sering bangun di malam hari dan susah
untuk tidur kembali.
5. Pola aktivitas
Tabel 3.1 Pola Aktivitas
Faktor ketergantungan Skor Faktor ketergantungan Skor
Personal hygiene 10 Memakai pakaian 10
Mandi 10 BAB 10
Makan 10 BAK 10
Toileting 10 Ambulasi 10
Naik tangga 10 Transfer kursi-TT 10
Ket : - skor 0 : dibantu orang lain
- skor 5 : dibantu sebagian
- skor 10 : mandiri
6. Pola kognitif dan perseptual
a. Penglihatan : pasien menggunakan alat bantu penglihatan berupa
kacamata.
b. Pendengaran : pasien dapat mendengar dengan jelas ketika diajak
bicara.
c. Penciuman : pasien tidak ada gangguan pada indera
penciumannya. Pasien dapat membedakan bau antara yang satu
dengan yang lainnya.
d. Pengecapan : indera pengecapan pasien masih normal dan dapat
membedakan rasa asin, pahit, dan manis dengan baik.
e. Sensasi : pasien mengatakan tidak ada gangguan sensasi taktil,
pasien dapat merasakan panas, dingin, dan hangat pada kulitnya.
29
7. Pola peran dan hubungan
Pasien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga dan saudara.
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik, baik dengan tenaga
kesehatan di ruangan, keluarga, dan dengan sesama pasien di ruang
rawat. Pasien merupakan suami dan ayah bagi keluarganya.
8. Pola manajemen koping stres
Pasien memiliki koping sistem yang kurang baik, setiap ada masalah
pasien sering memikirkan sendiri masalahnya tanpa didiskusikan
dengan anggota keluarga yang lain. Pasien mengatakan suka merasa
sedih apabila sesuatu yang sudah ditargetkan tidak terpenuhi. Saat
dikaji pasien merasa cemas dengan tindakan yang akan dilakukan.
Pasien bertanya-tanya tentang prosedur operasi. Pasien juga
menanyakan berapa lama proses operasinya dan berapa lama akan
dipasang alat-alat medis seperti ventilator dan alat medis lainnya.
Ekspresi wajah pasien tampak tegang.
9. Sistem nilai dan kepercayaan
Pasien beragama Islam. Pasien mengatakan menjalankan ibadahnya
tepat waktu. Saat menjelang operasi pasien meningkatkan intensitas
beribadah demi kelancaran proses operasi.
10. Pengkajian kecemasan
Tabel 3.2 Pengkajian Kecemasan
No. Gejala kecemasan Skor
1. Perasaan cemas 1
2. Ketegangan 1
3. Ketakutan 0
4. Gangguan tidur 1
5. Gangguan kecerdasan 0
6. Perasaan depresi 1
7. Gejala somatik (otot) 0
8. Gejala sensorik 0
9. Gejala kardiovaskuler 0
10. Gejala respiratori 1
30
11. Gejala gastrointestinal 0
12. Gejala urogenital 0
13. Gejala autonom 0
14. Tingkah laku 1
Total 6
Kesimpulan Kecemasan
Ringan
31
Leher simetris, tidak tampak lesi, tidak tampak adanya
peningkatan JVP, trachea letak ditengah.
c. Thorax
- Paru : dada tampak simetris, bentuk dada normochest, tidak
tampak adanya lesi, tidak menggunakan otot bantu pernapasan,
kulit teraba hangat, tidak ada nyeri tekan, stem fremitus kanan
dan kiri sama, sonor, suara nafas vesikuler, tidak ada suara
nafas tambahan.
- Jantung : ictus cordis tidak tampak, bunyi S1 dan S2 normal,
tidak ada bunyi jantung tambahan.
d. Abdomen
Tidak ada lesi, tidak ada asites, tidak ada nyeri tekan, bising usus
(+).
e. Genitalia
Pasien berjenis kelamin laki-laki, tidak terpasang folley catheter.
f. Kulit
Kulit tampak bersih, kulit berwarna sawo matang, tak tampak
sianosis, tak tampak adanya lesi, CRT < 3 detik.
g. Ekstremitas
Pada daerah ekstremitas pasien tidak terpasang IV line, gerakan
ekstremitas bebas, pasien dapat melakukan aktivitas secara
mandiri, tidak ada oedem ekstremitas, akral hangat, ekstremitas
atas kanan terpasang gelang identitas pasien.
32
Hemoglobin 15,2 13,3-16,6 g/dL
Leukosit 7050 3580-8150 /uL
Hematokrit 43,8 41,3-52,1 %
Eritrosit 5,31 4,29-5,7 Juta/uL
Trombosit 257 172-359 X1000/uL
VER (MCV) 82,5 79-92,2 fL
HER (MCH) 28,6 27,5-32,4 pg
KHER (MCHC) 34,7 30,7-33,2 g/dL
Gol.darah/rhesus B/+
RDW (CV) 12,4 12,2-14,6 %
Coagulation
Protrombin time /PT 11,5 9,3-13,3 Second
Kontrol 11,3 Second
INR 1,02 2-4,8
APTT 34,3 26,2-34,2 Second
Kontrol 30,2 Second
Liver pancreas
Protein total 7,0 6,6-8,7 g/dL
Albumin 4,5 3,5-5,2 g/dL
Globulin 2,5 2,3-3,5 g/dL
Bilirubin total 0,64 0-1,4 mg/dL
Bilirubin direk 0,18 0-0,3 mg/dL
Bilirubin indirek 0,46 0-0,75 mg/dL
SGOT (AST) 26 0-40 U/L
SGPT (ALT) 32 0-41 U/L
Cardiac
CK 137 0-190 U/L
CKMB 39 0-25 U/L
Renal prostate
Ureum 26,4 16,6-48,5 mg/dL
BUN 12 6-20 mg/dL
Creatinin 1,06 0,67-1,17 mg/dL
33
Blood gas elect
Analisa gas darah arteri
Hb 15,1 13-16 g/dL
Suhu 37 C
Hct 45 40-48 %
Nilai gas darah
pH 7,402 7,35-7,45
pCO2 30,6 35-45 mmHg
pO2 122,0 80-100 mmHg
Status asam basa
HCO3 19,2 22-36 mmol/l
tCO2 20,2 23-27 mmol/l
actual BE (blood) -3,7 -2,4-2,3 mmol/l
standard BE (ecf) -5,7 -2,4-2,3 mmol/l
SBC 21,4 22-26 mmol/l
Saturasi 02 99,2 95-100 %
Mg Ion 0,59 0,45-0,6 mmol/l
Ca Ion 1,17 1,12-1,332 mmol/l
Gula darah 145 70-99 mg/dL
Asam laktat 1,9 0-2 mmol/L
Natrium 139 136-145 mmol/L
Kalium 3,92 3,5-5,1 mmol/L
Chlorida 103 98-107 mmol/L
Calsium total 2,23 2,15-2,5 mmol/L
Magnesium 2,11 1,6-2,6 mg/dL
Hepatitis B
HBs Ag Non reaktif Non reaktif
Hepatitis C
Anti HCV Non reaktif Non reaktif
2. Echocardiografy
Tanggal pemeriksaan : 14 November 2016
Lokasi : RSJPHK
34
Hasilnya :
- Dimensi ruang jantung dalam batas normal
- LVH (-)
- Fungsi sistolik global LV normal EF 50% (simpson 52%)
- Kontraktilitas RV normal TAPSE 2,1 cm
- Analisa segmental : hipokinetik inferolateral, basal inferior,
segmen lain normokinetik.
- Katup aorta : 3 cuspis, kalsifikasi (-), AR (-)
- Katup mitral : MR mild, pkea E velocity 0,9 m/s
- Katup trikuspid : TR mild TVG 27 mmHg, TR V max 2,6 m/s
- Katup pulmonal : dalam batas normal, PV AccT 135 ms
- Doppler : E/A > 1, DT 171 ms, E/e 12
Ao V max 1,1 m/s
Kesimpulan :
- Fungsi sistolik global LV cukup, EF 52% (simpson)
- Hipokinetik inferolateral, basal inferior, segmen lain normokinetik
35
- MR mild moderate, TR mild
- Kontraktilitas RV normal.
3. Foto thorax
Tanggal pemeriksaan : 16 Maret 2017.
Lokasi : RSJPHK
4. Angiografi
36
Tanggal pemeriksaan : 01 Juni 2016
Lokasi : RS Santosa Bandung.
37
5. Elektrokardiografi
Tanggal pemeriksaan : 29 Maret 2017, Jam 03.34.
Lokasi : IWB RSJPHK
Interpretasi :
- Irama teratur
- HR : 60 x/menit
- Gel. P : positif di semua lead kecuali di aVR, rasio gel. P dengan
QRS 1:1, tinggi 0,1 mV, lebar 0,08 s.
- Int. PR : 0,16 s.
- Komp. QRS : sempit (0,06 s).
- ST Segm. : elevasi di lead V1-V4.
- Gel. T : defleksi positif di semua lead kecuali aVR, tinggi > 10mV
di lead V2.
- Axis : lead I +5, lead aVF +1. Axis normal.
- Tanda hipertrofi : atrium (-), ventrikel (-)
- Tanda block : (-)
Kesan : sinus rhytim dengan STEMI Anteroseptal.
38
6. Persiapan darah
- Pack cell : 500cc
- FFP : 500cc
- Thrombosit : 5 unit
39
operasinya nanti
- Pasien menanyakan berapa lama proses
operasinya dan berapa lama dipasang
alat-alat medis seperti ventilator dan alat
medis lainnya
DO :
- Pasien tampak gelisah, ekspresi wajah
tampak tegang.
- Skala HARS : skor 6 (kecemasan
ringan)
2. DS : Resiko nyeri dada
- Pasien mengatakan merasa nyeri dada berulang
kiri apabila berjalan jauh 500m.
DO :
- EKG (29-03-2017), menunjukkan
adanya infark anteroseptal.
- Echocardiografy (14-11-2016) : Fungsi
sistolik global LV cukup, EF 52%
(simpson), Hipokinetik inferolateral,
basal inferior, segmen lain
normokinetik, MR mild moderate, TR
mild, Kontraktilitas RV normal.
- Angiografy (01-06-2016), hasil CAD
3VD.
3. DS : Resiko infeksi
- Pasien mengatakan tidak mengetahui
persiapan pembedahan.
- Pasien mengatakan belum pernah mandi
dengan menggunakan antiseptik.
DO :
40
- Pasien belum mandi dengan antiseptik
- Riwayat operasi (-)
- Pencukuran daerah operasi belum
dilakukan.
41
3.4. Intervensi keperawatan
Tabel 3.5 Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1. Ansietas berhubungan Setelah Anxiety reduction
dengan kurangnya dilakukan (Penurunan kecemasan)
informasi terkait asuhan - Bina hubungan saling
prosedur tindakan keperawatan percaya
pembedahan dan 1x24 jam, - Kaji tingkat pengetahuan
perubahan status kecemasan dan tingkat cemas klien
kesehatan setelah pasien dapat - Berikan edukasi terkait
tindakan pembedahan diatasi dengan informasi prosedur
yang ditandai dengan : kriteria bedah CABG termasuk
DS : evaluasi kunjungan dokter bedah
- Pasien mengatakan sebagai dan dokter anastesi
cemas karena berikut, pasien: - Berikan pasien
sebelumnya belum - Mampu gambaran tentang
pernah dilakukan mengungkap persiapan sebelum
tindakan operasi kan perasaan operasi dan setelah
- Pasien mengatakan mampu operasi
mendekati hari operasi mengelola - Berikan suport kepada
sering terjaga dimalam kecemasan klien dan libatkan
hari dan susah tidur yang keluarga untuk
kembali. dirasakan memberikan suport
- Pasien bertanya - Terlihat mental dan
bagaimana proses rileks, mendampingi klien
operasinya nanti tenang, dan sebelum dan sesudah
- Pasien menanyakan dapat operasi
berapa lama proses beristirahat - Ajarkan klien teknik
operasinya dan berapa - Mengungkap relaksasi
lama dipasang alat-alat kan bahwa - Kontrol stimulus
42
medis seperti ventilator tingkat eksternal yang dapat
dan alat medis lainnya kecemasan meningkatkan
telah kecemasan klien
DO : menurun - Kolaborasi untuk
- Pasien tampak gelisah, pemberian obat
ekspresi wajah tampak penenang jika diperlukan
tegang. - Kolaborasi untuk
- Skala HARS : skor 6 kunjungan rohaniawan
(kecemasan ringan) sesuai agama klien
sebelum operasi
2. Resiko nyeri dada Setelah Cardiac care
berulang berhubungan dilakukan - Observasi adanya nyeri
dengan asuhan dada
ketidakseimbangan keperawatan - Observasi adanya tanda
suplay dan demand selama 1x24 dan gejala penurunan
oksigen jantung yang jam, tidak curah jantung
ditandai dengan : terjadi - Monitor status
DS : penurunan pernapasan yang
- Pasien mengatakan curah jantung menandakan gagal
merasa nyeri dada kiri dengan kriteria jantung
apabila berjalan jauh evaluasi : - Monitor adanya
500m. - TTV dalam perubahan tekanan darah
batas normal - Monitor toleransi
DO : - Dapat aktivitas pasien
- EKG (29-03-2017), mentoleransi - Monitor vital sign
menunjukkan adanya aktivitas, - Catat adanya fluktuasi
infark anteroseptal. tidak ada tekanan darah
- Echocardiografy (14- kelelahan / - Monitor kualitas dari
11-2016) : Fungsi nyeri dada nadi
sistolik global LV - Tidak ada - Monitor warna dan
cukup, EF 52% penurunan kelembaban kulit.
(simpson), Hipokinetik kesadaran
43
inferolateral, basal
inferior, segmen lain
normokinetik, MR mild
moderate, TR mild,
Kontraktilitas RV
normal.
- Angiografy (01-06-
2016), hasil CAD 3VD.
3. Resiko infeksi Setelah - Pantau tanda-tanda
berhubungan dengan dilakukan infeksi
kurang pengetahuan asuhan - Pantau hasil
tentang pencegahan keperawatan laboratorium untuk
infeksi sebelum tindakan selama 1x24 kemungkinan infeksi
invasif/operasi yang jam, tidak sistemik
ditandai dengan : terjadi infeksi - Pastikan dilakukannya
DS : dengan kriteria kebersihan kulit dengan
- Pasien mengatakan evaluasi : mandi menggunakan
tidak mengetahui - Pasien Chlorhexidine 4% dan
persiapan pembedahan. mampu pencukuran sebelum
- Pasien mengatakan mengidentifi prosedur bedah
belum pernah mandi kasi faktor- - Lakukan pengosongan
dengan menggunakan faktor resiko lambung (puasa 6-8 jam
antiseptik. infeksi sebelum operasi)
DO : - Pasien - Lakukan pengosongan
- Pasien belum mandi mampu rektum dengan terapi
dengan antiseptik mengurangi Laksan atau dengan
- Riwayat operasi (-) potensial Klisma jika belum
- Pencukuran daerah infeksi maksimal
operasi belum - Pasien - Edukasi tentang
dilakukan. mampu pentingnya pencukuran
menjaga sebelum proses
lingkungan pembedahan
44
aseptik yang - Kolaborasi pemberian
aman antibiotik profilaksis
sesuai instruksi.
45
Jam 13.15 cemas karena
sebelumnya
belum pernah
dilakukan
tindakan operasi
O:
- pasien tampak
gelisah, ekspresi
wajah tampak
tegang.
- Skala HARS : 6
(kecemasan
ringan)
Selasa, 1 Membantu pasien untuk S : pasien
28-03-2017 mengungkapkan hal yang menanyakan
Jam 13.30 menimbulkan rasa cemas. berapa lama
proses
operasinya dan
berapa lama
dipasang alat
medis seperti
ventilator dan
alat-alat medis
lainnya.
O:-
Selasa, 2 Mengajarkan pasien dan S:-
28-03-2017 keluarga tentang teknik O : pasien dan
Jam 13.35 perawatan diri yang dapat keluarga
meminimalkan konsumsi kooperatif
oksigen
Selasa, 1,2,3 Mengukur tanda-tanda vital S:-
28-03-2017 O:
46
Jam 14.00 BP : 126/64
mmHg
HR : 58 x/menit
RR : 19 x/menit
S : 36,2 C
Saturasi O2
100%
Selasa, 1 Memberikan edukasi tentang S:-
28-03-2017 informasi prosedur CABG O : pasien
Jam 14.10 termasuk kunjungan dokter menerima
bedah dan dokter anastesi informasi
Selasa, 1 Mengajarkan teknik relaksasi S:
28-03-2017 untuk mengurangi kecemasan O : pasien
Jam 14.15 mampu
melakukan
teknik relaksasi
distraksi
Selasa, 1,2,3 Menganjurkan keluarga untuk S:-
28-03-2017 mendampingi dan membantu O:
Jam 14.18 kebutuhan perawatan diri - Pasien tampak
pasien tenang karena
ada keluarga
yang
mendampingi
- Tampak
keluarga
membantu
dalam
pemenuhan
kebutuhan
pasien
Selasa, 3 Menjelaskan mengenai S : pasien
47
28-03-2017 pentingnya kebersihan kulit mengatakan
Jam 14.20 dengan mandi menggunakan memahami
Chlorhexidine dan pentingnya manfaat dan
pencukuran sebelum prosedur tujuan dari
bedah. mandi
menggunakan
antiseptik serta
pentingnya
manfaat
pencukuran area
yang harus
dicukur sebelum
operasi.
O : pasien
kooperatif
Selasa, 5 Memonitor tanda-tanda infeksi S : pasien
28-03-2017 mengatakan
Jam 14.25 tidak ada batuk,
tidak ada flu, dan
tidak ada
demam.
O : tidak ada
tanda-tanda
infeksi.
Selasa, 1 Edukasi gambaran tentang S : pasien
28-03-2017 persiapan sebelum operasi, mengatakan akan
Jam 14.28 misalnya: diet, persiapan mengikuti
saluran cerna, persiapan kulit, prosedur yang
pemeriksaan laboratorium, ada di rumah
teknik pencegahan komplikasi sakit ini demi
setelah operasi (nafas dalam, kelancaran
batuk efektif, mobilisasi di operasi
48
tempat tidur), ruang tunggu O : pasien
keluarga, transportasi, ruang mampu
operasi dan ruang ICU. melaksanakan
teknik nafas
dalam dan teknik
batuk efektif.
Selasa, 1 Mendampingi pasien saat S:-
28-03-2017 orientasi ruang ICU O:-
Jam 14.30
Selasa, 1 Memberikan obat Alprazolam S:-
28-03-2017 1x0,5 mg O : pasien
Jam 20.00 meminum obat
Rabu, 1 Menghadirkan bimbingan S:
29-03-2017 rohaniawan O : pasien
Jam 10.00 tampak khidmat
mendengarkan
49
- Pasien tampak rileks, keluarga (istri dan anak)
selalu menemani pasien, pasien mampu
melakukan teknik relaksasi yang telah diajarkan
untuk mengurangi cemasnya.
- Pasien mendapatkan terapi obat penenang.
50
Masalah resiko infeksi teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini adalah seorang laki-laki berusia 54 tahun. Hal ini
sesuai dengan jurnal yang ditulis oleh Abdul Majid (2007) yang mengatakan
bahwa jenis kelamin laki-laki menjadi kelompok yang beresiko tinggi mengalami
Coronary Artery Disease (CAD). Pada pasien kelolaan didapatkan bahwa pasien
hipertensi dan memiliki riwayat perokok. Hal ini sesuai dengan jurnal yang
diterbitkan PERKI (2015) tentang sindrom koroner akut. Pada jurnal tersebut
dikatakan faktor resiko pasien dengan CAD antara lain Hipertensi dan Perokok.
Pasien menjalani beberapa pemeriksaan penunjang maupun diagnostik
untuk memastikan diagnosa yang ditegakkan dokter terhadap pasien. Beberapa
diantaranya adalah elektrokardigrafi (EKG), rontgen dada, echokardiografi, dan
angiografi. Pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya gambaran ST elevasi di
lead V1-V4. Pada pemeriksaan rontgen dada didapatkan gambaran normal. Pada
pemeriksaan echokardiografi didapati fungsi sistolik global LV cukup, EF 52%
(simpson), hipokinetik inferolateral, basal inferior, segmen lain normokinetik, MR
mild moderate, TR mild, kontraktilitas RV normal. Pada pemeriksaan angiografi
didapatkan pembuluh LM distal stenosis ringan, pembuluh LAD stenosis 90% di
proksimal dan stenosis 70% di mid dan mid-distal, pembuluh LCx stenosis dan
pembuluh RCA stenosis berat 99% di proksimal, kesimpulan : CAD 3VD. Hal ini
sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Schoenstadt (2008), bahwa gambaran
EKG pada pasien CAD akan menampilkan adanya ST Elevasi, ST depresi atau T
inversi. Pada hasil angiografi akan ditemukan satu atau lebih sumbatan pada arteri
koroner. Pada hasil echokardiografi mungkin didapatkan pelebaran ventrikel kiri.
Dari hasil pengkajian, didapati beberapa masalah keperawatan, antara lain:
51
1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi terkait prosedur tindakan
pembedahan dan perubahan status kesehatan setelah tindakan pembedahan.
2. Resiko nyeri dada berulang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay
dan demand oksigen jantung.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pencegahan
infeksi sebelum tindakan invasif/operasi.
Pada pengkajian subjektif didapatkan bahwa pasien mengatakan cemas
karena sebelumnya belum pernah dilakukan tindakan operasi. Kecemasan pasien
juga timbul pada saat malam hari sehingga membuat pasien sering bangun di
malam hari. Pada pengkajian objektif didapatkan data bahwa pasien tampak
gelisah, ekspresi wajah tampak tegang, saat dilakukan pengkajian dengan
Hamilton Anxiety Rating Score didapatkan nilai 6 atau yang berarti kecemasan
ringan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gallagher dan
McKinley (2007) terkait stres dan kecemasan pasien yang akan menjalani
pembedahan CABG. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebagian besar
pasien yang akan menjalani pembedahan CABG mengalami kecemasan. Terdapat
beberapa alasan terkait kecemasan yang dialami diantaranya adalah: cemas
menghadapi ruangan operasi dan peralatan operasi, cemas menghadapi gangguan
citra tubuh pasca pembedahan, cemas dan takut meninggal saat pembiusan, dan
cemas bila operasi gagal.
Pasien mengaku pada saat satu hari sebelum dilaksanakan operasi,
kecemasan semakin meningkat karena masih banyak hal-hal yang belum diketahui
pasien terkait operasi yang akan dijalani. Namun, ketika sudah di ruang rawat,
pada sore hari perawat memfasilitasi pasien untuk mendapatkan edukasi dari
perawat, dokter bedah dan dokter anastesi terkait pembedahan yang akan dijalani
pasien. Pertanyaan-pertanyaan yang selama ini belum terjawab diakui pasien telah
terjawab saat penjelasan diberikan oleh perawat, dokter bedah ataupun dokter
anastesi. Hal ini membuat kecemsan pasien berkurang. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Martin dan Turkelso (2009) tentang intervensi
keperawatan pada pasien pra bedah CABG. Pada penelitian ini didapatkan
kesimpulan bahwa pendidikan kesehatan pasien sebelum pembedahan dapat
meningkatkan kepuasan pasien dan menurun kecemasan pra bedah. Pada
52
penelitian ini juga disebutkan bahwa penting bagi perawat menilai tingkat
kecemasan pasien dan mengetahui kebutuhan informasi pasien sehingga dapat
memberikan informasi yang tepat untuk meminimalkan kecemasan.
Kami juga mengangkat diagnosa keperawatan resiko nyeri dada berulang
berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay dan demand oksigen jantung.
Diagnosa ini harus ditatalaksana dengan baik karena pasien menderita gangguan
pada pembuluh darah arteri koroner, sehingga dapat menyebabkan adanya
perubahan dari kontraksi otot jantung. Diagnosis ini bukan merupakan diagnosis
utama karena pada saat pengkajian tidak ditemukan tanda-tanda penurunan curah
jantung.
Diagnosa keperawatan yang juga diangkat pada kasus ini adalah resiko
infeksi terhadap rencana pembedahan yang akan pasien hadapi. Pasien mengaku
bahwa sebelum masuk ke ruang perawatan pra bedah, terlebih dahulu pasien
melakukan konsultasi ke dokter gigi dan dokter THT. Selain itu dilakukan
pemeriksaan darah di laboratorium. Pada pagi hari menjelang pembedahan, pasien
disarankan untuk mandi, keramas, dan berkumur dengan sabun antiseptik, serta
dilakukan pencukuran pada daerah pembedahan, Selain itu, pada satu jam sebelum
dilakukan pembedahan, pasien diberikan antibiotik sebagai profilaksis. Tindakan-
tindakan tersebut wajib dilakukan pasien pra bedah sesuai standar rumah sakit
yang bertujuan untuk meminimalkan resiko infeksi yang mungkin terjadi akibat
proses pembedahan. Hal ini sejalan dengan jurnal yang ditulis oleh Martin
Kiernan (2012) tentang tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi resiko
infeksi pembedahan. Pada jurnal ini dijelaskan bahwa mandi dengan sabun
antiseptik bermanfaat untuk mengurangi kontaminasi tubuh dari mikrooragnisme.
Selain itu, disebutkan pula bahwa mencukur rambut pada daerah pembedahan
harus dilakukan segera sebelum pembedahan. Pencukuran dapat dilakukan oleh
pasien dengan terlebih dahulu mendapat penjelasan dari perawat untuk mencegah
kesalahan cara mencukur yang dapat menimbulkan luka pada kulit. Pencukuran
tidak boleh dilakukan dengan pisau cukur manual, namun harus menggunakan
clipper tunggal sekali pakai.
Antibiotik profilaksis yang diberikan pada pasien dalam kasus ini adalah
oxtercide 3x1500 mg diberikan secara intravena. Pemberian antiobiotik pada
53
pasien dalam kasus sejalan dengan pemaparan Walling (2007) dalam buku yang
berjudul Antimicrobial prophylaxis for surgical site infections. Pada buku ini
dijelaskan bahwa antibiotik profilaksis pada pembedahan ialah antibiotik yang
diberikan pada pasien yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi.
Pemberian antibiotik ini bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat
tindakan pembedahan yaitu infeksi luka operasi. Antibiotik profilaksis biasanya
diberikan sebelum pasien di operasi atau 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan
dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik profilaksis harus aman dan efektif
melawan bakteri penyebab infeksi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan pra bedah Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
merupakan hal yang sangat penting karena menentukan keberhasilan dari
tindakan yang akan dilakukan mengingat dari komplikasi dari prosedur
CABG. Ada 2 persiapan untuk pasien pra bedah CABG, persiapan jangka
panjang dan persiapan jangka pendek, meliputi persiapan administrasi, fisik,
mental dan penunjang. Persiapan pasien dengan kasus pra bedah berperan
penting dalam intra bedah dan pasca bedah.
Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Tn. A.S. sebelum
menjalani pembedahan didapatkan beberapa diagnosa keperawatan. Adapun
diagnosa keperawatan pada Tn. A.S. yaitu:
1. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan setelah tindakan
pembedahan.
2. Risiko nyeri dada berulang berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplay dan demand oksigen jantung.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan rencana pelaksanaan prosedur invasive
dan pembedahan.
Pada asuhan keperawatan yang telah di berikan terdapat pencapaian yang
telah dilalui oleh pasien ditandai dengan penurunan tingkat kecemasan pasien
54
setelah mendapatkan edukasi dari Tenaga Medis, nyeri dada dan infeksi pra
bedah tidak terjadi.
5.2 Saran
Dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan pada pasien dengan pra bedah, maka penulis ingin
menyampaikan beberapa pemikiran yang dituangkan dalam bentuk uraian
sebagai berikut:
5.2.1. Pasien dengan pra bedah CABG
Sebaiknya pasien yang akan melakukan pra bedah CABG kooperatif
terhadap persiapan tindakan CABG. Hal ini dimaksudkan agar hasil
operasi optimal serta mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
5.2.2. Untuk keluarga pasien
Keluarga dapat memberikan dukungan baik secara moril maupun
spiritual kepada pasien. Support dari keluarga dapat mengurangi
kecemasan dan menambah kesiapan pasien dalam menghadapi proses
pembedahan.
5.2.3. Untuk teman sejawat perawat
Sebagai perawat yang profesional diharapkan perawat mampu
memahami konsep dan dapat melakukan perawatan pra bedah CABG.
Perawat harus dapat memahami definisi, indikasi, komplikasi yang
mungkin terjadi, persiapan jangka panjang dan pendek, serta perawat
harus berperan sebagai educator yang baik untuk membimbing pasien
dalam melakukan persiapan pra bedah CABG.
55