1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
2
Daftar Isi ..3
BAB II PEMBAHASAN.4
BAB IV PENUTUP10
3
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kerangka teori
A. Ujian Nasional sebagai standar nasional pendidikan
Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistempendidikan
di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4
Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional membuat berbagai macam
standardisasi terhadap berbagai komponen pendidikan yang dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam PP tersebut
terdapat delapan standar yang meliputi: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar
kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan
prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian
pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI)
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi SMP/MTs untuk
mengembangkan kurikulum.
Dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) terdapat penjelasan mengenai kompetensi lulusan dalam standar nasional
pendidikan Indonesia. Hal tersebut lebih diperjelas lagi dalam PP Nomor 19 tahun 2005 Pasal
25 ayat 4 yang menyatakan bahwa kompetensi lulusan seharusnya mencakup tiga aspek yaitu
aspek sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik). Namun
realitanya, ujian nasional dari tahun ke tahun hanya mengukur satu aspek kompetensi
kelulusan yakni aspek kognitif. Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, UN hanya
melakukan evaluasi terhadap peserta didik. Padahal, menurut pasal 57 ayat 2 UU Sisdiknas,
mutu pendidikan seharusnya didasarkan pada evaluasi yang mencakup peserta didik,
lembaga, dan program pendidikan.
Berikut alasan mengapa Ujian Nasional dijadikan sebagai standar nasional
pendidikan:
Pertama, Indonesia sebagai negara berkembang. Sebagai suatu negara berkembang
Indonesia tergolong negara yang masih miskin. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila
tingkat pendidikannya belum mencapai sesuatu yang diinginkan oleh masyarakat modern.
Hal ini dapat dilihat dalam alokasi dana pendidikan nasional maupun daerah yang masih
minim. Tingkat buta huruf masih cukup tinggi demikian pula kualitas pendidikan belum
memuaskan dibandingkan dengan negara-negara tetangga apalagi dengan negara-negara
maju.
Kedua, sebagai negara kesatuan diperlukan suatu penilaian dari kinerja sistem
pendidikan nasional. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 merupakan dasar pemerintah untuk
melakukan tolak ukur penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Atas dasar itu maka
pemerintah menganggap perlunya sebuah patokan, dan untuk evaluasi belajar UN menjadi
tolak ukur bagi penilaian kinerja tersebut. Tanpa adanya suatu sistem lebih-lebih dalam
negara Indonesia yang bhinneka, maka tujuan untuk mempersatukan bangsa Indonesia
menemui kesulitan
Ketiga, anggota masyarakat global. Sebagai anggota masyarakat global, negara
Indonesia berada di dalam pergaulan antar-bangsa, lebih-lebih dalam kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi dewasa ini. Dalam pergaulan global yang terbuka itu dapat saja
terjadi arus pertukaran manusia, arus sumber daya manusia yang tinggi yang dapat bersaing
dengan bangsa-bangsa lain. Manusia Indonesia harus survive dan harus dapat bersaing
5
dengan bangsa lain. Namun persaingan itu tidak mungkin dapat dilakukan bila kualitas
pendidikan Indonesia tidak mampu bersaing secara terbuka dengan negara-negara lain.
Karenanya, Indonesia tidak saja memerlukan standar nasional, tapi juga standar regional
bahkan standar internasional. Tentunya standar-standar ini hanya dapat dicapai secara
bertahap.
Selain ketiga alasan di atas, alasan lain yang kemudian memperkuat pemerintah untuk
tetap menyelenggarakan UN adalah karena alasan, yuridis, teoritis, dan empiris.
Alasan yuridis yang digunakan sebagai dasar adalah UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, Kepmendiknas No. 153/U/2003 tentang UAN, serta Permendiknas No. 20 tahun
2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 meliputi Pasal 11
Ayat (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan,
serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara
tanpa diskriminasi; Pasal 35 Ayat (1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar
isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara
berencana dan berkala; Pasal 57 ayat (1)Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian
mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; Pasal 57 Ayat (2) Evaluasi
dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal
dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan; Pasal 58 Ayat
(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh
lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai
pencapaian standar nasional pendidikan, dan; Pasal 61 ayat (2) Ijazah diberikan kepada
peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu
jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan
yang terakreditasi. Pasal-pasal tersebut menjadi landasan kebijakan Pemerintah untuk
melakukan UN.
Pemerintah juga mengacu pada landasan teoritis yang dilatarbelakangi rasional bahwa
untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik lewat pelaksanaan evaluasi sumatif
(sumative evaluation) pada setiap akhir tingkatan pendidikan. Evaluasi itu berbentuk
evaluasi hasil belajar maupun ujian (examination) yang dilakukan secara benar dan
transparan sehingga meningkatkan motivasi belajar siswa setinggi-tingginya. Dengan
demikian secara tidak langsung akan berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan. Selain
itu, hasilnya dapat dijadikan tolok-ukur keberhasilan dan dapat digunakan sebagai pemetaan
keberhasilan belajar di semua tingkatan dan daerah.
Selain itu pemerintah juga menggunakan argumentasi empiris sebagai landasan
penyelenggaraan UN. Penelitian hasil penyelenggaraan UAN 2003-2004 oleh tim PPs
Universitas Negeri Yogyakarta menunjukkan bahwa UAN memberikan dampak positif
terhadap peserta didik dan guru untuk lebih keras mempersiapkan ujian. Selain itu, studi yang
dilakukan oleh LSPI Yogyakarta di beberapa propinsi juga merekomendasikan tentang
6
perlunya UN dilakukan guna memotivasi belajar siswa dan adanya kompetisi yang sehat
antar sekolah dan daerah.
7
Nizam mengatakan desain UN dilakukan di akhir semester V agar siswa bisa melakukan
perbaikan jika hasil UN-nya kurang dari standar yang ditetapkan, yakni 55. "Konsepnya
diubah, UN bukan akhir atau penutup pelajaran, tetapi sebagai bahan evaluasi di jelang akhir.
Sehingga, kalau kurang (belum memenuhi kompetensi) bisa dilakukan remedy," terang
Nizam. Sementara, menurut Nizam, bagi mereka yang sudah mencapai kompetensi maka di
semester akhir bisa melakukan pengayaan atau persiapan masuk perguruan tinggi.
BAB III
KESIMPULAN
Ujian nasional masih baik bentuk dan tujuannya. Oleh karena itu, penyaji masih mendukung
pemerintah untuk menyelenggarakan ujian nasional dengan syarat berbagai masalah yang
telah disebutkan diatasi satu per satu. Dimulai dari segi nomenklatur ujian nasional yang
jangan dijadikan satu-satunya syarat kelulusan dan juga diberi porsi yang pas bagi guru untuk
menentukan keulusan juga karena guru lah yang setiap hari berinteraksi dengan siswa. Untuk
maslaha yang dijadikan salah satu syarat masuk perguruan tinggi, semoga pemerintah
mengkaji lagi sehingga lebih memeperhatikan segi kesetaraan.
Kebanyakan tujuan ujian nasional yang mulia itu dirusak pada segi implementasinya,
sehingga moral di segala aspek pun harus diperbaiki agar ujian nasional dapat dimanfaatkan
sebagaimana mestinya. Ketegasan hukum juga diperlukan disini terlebih bagi para
pencurangi ujian nasional dari mulai pihak percetakan, maupun oknum yang menjual-
belikan kunci jawaban. Memperbaiki garis koordinasi antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah pun perlu dilakukan agar pengawsan dari pusat dapat sampai ke tingkat
daerah.
Dan hal yang paling ditekankan oleh penyaji adalah adanya tindak lanjut pemerintah setelah
pelaksanaan ujian nasional, baik kepada tenaga pendidiknya, maupun siswanya.
BAB IV
PENUTUP
9
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan
para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang
tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima
di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
10