Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH DISKUSI TENTANG

PELAKSANAAN UJIAN NASIONAL OLEH


KELOMPOK I

GURU PEMBIMBING : Dra. Herlina, S.pd


NAMA : ALDI SEPTEA R.
ANNISA DAMAYANTI
ANNISA INTANIA
DINA INDRIATI
DYAH NAWANG S.
KELAS : XII IPA

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BARITO KUALA


SMAN 1 Anjir Pasar
Tahun Pelajaran 2014/2015
Alamat Jl. Trans Kalimantan Km 27,5 Kode Pos 70565

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Marabahan, September 2015

Penyusun

2
Daftar Isi ..3

BAB I PENDAHULUAN ...4

1.1 Latar belakang..4

1.2 Rumusan Masalah....4

BAB II PEMBAHASAN.4

2.1 Kerangka teori...4


A. Ujian Nasional sebagai standar nasional pendidikan..4

B. Dampak dari Ujian Nasional...7

C. Alasan Ujian Nasional dipercepat...7

2.2 Solusi masalah..8

BAB III KESIMPULAN.9

BAB IV PENUTUP10

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian yang diselenggarakan pemerintah
guna mengukur keberhasilan belajar siswa. Dalam beberapa tahun ini, kehadirannya menjadi
perdebatan dan kontroversi di masyarakat. Disatu pihak ada yang setuju, karena dianggap
dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan
dipacu untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat mengikuti
ujian dan memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Demikian juga siswa didorong untuk
belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang sebaik-baiknya.
Sementara, dipihak lain juga tidak sedikit yang merasa tidak setuju karena menganggap
bahwa Ujian Nasional sebagai sesuatu yang sangat kontradiktif dan kontraproduktif dengan
semangat reformasi pembelajaran yang sedang kita kembangkan. Sebagaimana dimaklumi,
bahwa saat ini ada kecenderungan untuk menggeser paradigma model pembelajaran kita dari
pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian kemampuan kognitif ke arah
pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian kemampuan afektif dan psikomotor,
melalui strategi dan pendekatan pembelajaran yang jauh lebih menyenangkan dan
kontekstual, dengan berangkat dari teori belajar konstruktivisme.
Selain itu, Ujian Nasional sering dimanfaatkan untuk kepentingan diluar pendidikan,
seperti kepentingan politik dari para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan
ekonomi bagi segelintir orang. Oleh karena itu, tidak heran dalam pelaksanaannya banyak
ditemukan kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik dan
disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya.

1.2 Rumusan masalah

1. Mengapa Ujian Nasional dijadikan standar nasional pendidikan ?


2. Apa dampak Ujian Nasional ?
3. Mengapa Ujian Nasional dipercepat bulan Februari 2016 ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kerangka teori
A. Ujian Nasional sebagai standar nasional pendidikan
Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistempendidikan
di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4
Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional membuat berbagai macam
standardisasi terhadap berbagai komponen pendidikan yang dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam PP tersebut
terdapat delapan standar yang meliputi: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar
kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan
prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian
pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI)
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi SMP/MTs untuk
mengembangkan kurikulum.
Dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) terdapat penjelasan mengenai kompetensi lulusan dalam standar nasional
pendidikan Indonesia. Hal tersebut lebih diperjelas lagi dalam PP Nomor 19 tahun 2005 Pasal
25 ayat 4 yang menyatakan bahwa kompetensi lulusan seharusnya mencakup tiga aspek yaitu
aspek sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik). Namun
realitanya, ujian nasional dari tahun ke tahun hanya mengukur satu aspek kompetensi
kelulusan yakni aspek kognitif. Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, UN hanya
melakukan evaluasi terhadap peserta didik. Padahal, menurut pasal 57 ayat 2 UU Sisdiknas,
mutu pendidikan seharusnya didasarkan pada evaluasi yang mencakup peserta didik,
lembaga, dan program pendidikan.
Berikut alasan mengapa Ujian Nasional dijadikan sebagai standar nasional
pendidikan:
Pertama, Indonesia sebagai negara berkembang. Sebagai suatu negara berkembang
Indonesia tergolong negara yang masih miskin. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila
tingkat pendidikannya belum mencapai sesuatu yang diinginkan oleh masyarakat modern.
Hal ini dapat dilihat dalam alokasi dana pendidikan nasional maupun daerah yang masih
minim. Tingkat buta huruf masih cukup tinggi demikian pula kualitas pendidikan belum
memuaskan dibandingkan dengan negara-negara tetangga apalagi dengan negara-negara
maju.
Kedua, sebagai negara kesatuan diperlukan suatu penilaian dari kinerja sistem
pendidikan nasional. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 merupakan dasar pemerintah untuk
melakukan tolak ukur penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Atas dasar itu maka
pemerintah menganggap perlunya sebuah patokan, dan untuk evaluasi belajar UN menjadi
tolak ukur bagi penilaian kinerja tersebut. Tanpa adanya suatu sistem lebih-lebih dalam
negara Indonesia yang bhinneka, maka tujuan untuk mempersatukan bangsa Indonesia
menemui kesulitan
Ketiga, anggota masyarakat global. Sebagai anggota masyarakat global, negara
Indonesia berada di dalam pergaulan antar-bangsa, lebih-lebih dalam kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi dewasa ini. Dalam pergaulan global yang terbuka itu dapat saja
terjadi arus pertukaran manusia, arus sumber daya manusia yang tinggi yang dapat bersaing
dengan bangsa-bangsa lain. Manusia Indonesia harus survive dan harus dapat bersaing

5
dengan bangsa lain. Namun persaingan itu tidak mungkin dapat dilakukan bila kualitas
pendidikan Indonesia tidak mampu bersaing secara terbuka dengan negara-negara lain.
Karenanya, Indonesia tidak saja memerlukan standar nasional, tapi juga standar regional
bahkan standar internasional. Tentunya standar-standar ini hanya dapat dicapai secara
bertahap.
Selain ketiga alasan di atas, alasan lain yang kemudian memperkuat pemerintah untuk
tetap menyelenggarakan UN adalah karena alasan, yuridis, teoritis, dan empiris.
Alasan yuridis yang digunakan sebagai dasar adalah UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, Kepmendiknas No. 153/U/2003 tentang UAN, serta Permendiknas No. 20 tahun
2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 meliputi Pasal 11
Ayat (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan,
serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara
tanpa diskriminasi; Pasal 35 Ayat (1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar
isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara
berencana dan berkala; Pasal 57 ayat (1)Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian
mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; Pasal 57 Ayat (2) Evaluasi
dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal
dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan; Pasal 58 Ayat
(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh
lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai
pencapaian standar nasional pendidikan, dan; Pasal 61 ayat (2) Ijazah diberikan kepada
peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu
jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan
yang terakreditasi. Pasal-pasal tersebut menjadi landasan kebijakan Pemerintah untuk
melakukan UN.
Pemerintah juga mengacu pada landasan teoritis yang dilatarbelakangi rasional bahwa
untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik lewat pelaksanaan evaluasi sumatif
(sumative evaluation) pada setiap akhir tingkatan pendidikan. Evaluasi itu berbentuk
evaluasi hasil belajar maupun ujian (examination) yang dilakukan secara benar dan
transparan sehingga meningkatkan motivasi belajar siswa setinggi-tingginya. Dengan
demikian secara tidak langsung akan berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan. Selain
itu, hasilnya dapat dijadikan tolok-ukur keberhasilan dan dapat digunakan sebagai pemetaan
keberhasilan belajar di semua tingkatan dan daerah.
Selain itu pemerintah juga menggunakan argumentasi empiris sebagai landasan
penyelenggaraan UN. Penelitian hasil penyelenggaraan UAN 2003-2004 oleh tim PPs
Universitas Negeri Yogyakarta menunjukkan bahwa UAN memberikan dampak positif
terhadap peserta didik dan guru untuk lebih keras mempersiapkan ujian. Selain itu, studi yang
dilakukan oleh LSPI Yogyakarta di beberapa propinsi juga merekomendasikan tentang

6
perlunya UN dilakukan guna memotivasi belajar siswa dan adanya kompetisi yang sehat
antar sekolah dan daerah.

B. Dampak dari Ujian Nasional


Dengan hadirnya hajat terbesar yakni bentuk evaluasi hasil belajar tingkat nasional
(ujian nasional), memberikan dampak begitu beragam bagi semua kalangan mulai dari siswa,
guru, orang tua, dan bahkan masyarakat.
Dampak-dampak ujian nasional antara lain adanya psikologis siswa terganggu karena
siswa terlalu dituntut menyelesaikan soal bukan memahami soal sehingga muncul persaingan
tidak sehat antarsiswa. Agar siswa mampu menyelesaikan semua beban ujian nasional
tersebut, siswa haru merelakan waktu bermain mereka harus dikurangi, alhasil kejenuhan
belajar pun terjadi. Dari segi orang tua, pada sebagian mereka juga akan menekan anak-
anaknya agar lulus ujian nasional tanpa mengetahui keadaan psikologis anaknya, Sedangkan
dari segi sekolah, maka anatar sekolah akan berlomba-lomba untuk mendapatkan pencitraan
yang baik. Karena hasil kelulusan ujian nasional dari masing-masing sekolah akan
mencerminkan nama baik sekolah tersebut dalam pandangan masyarakat.
Sebenarnya dengan dilaksanakan ujian nasional ini tidak hanya membawa dampak
negatif. Ujian nasional hadir dengan tujuan mulia, sistem evaluasi ini juga membawa dampak
positif seperti menjadikan tolak ukur pencapaian target pembelajaran yang datanya dapat
digunakan oleh sekolah untuk memperbaiki model pembelajaran yang selama ini dilakukan.
Selain itu bagi pemerintah, data hasil ujian nasional dapat dijadikan alat diagonosis
pemerintah, dan guru dapat meningkatkan kompetensi keguruannya.
Berikut juga akan dipaparkan mengenai dampak sistem ujian nasional baru dari
pemerintah yang dikenal dengan CBT. Computer Based Test ini menggunakan perangkat
komputer unutuk menjawab soal-soal ujian sehingga meningkatkan go green. Karena soal
disajikan dalam perangkat computer, maka system ini diharapkan mampu meminimalisasi
keterlamabatan soal dibandingkan dengan ujian nasional manual. Mengingat Negara
Indonesia yang begitu luas. Namun ternyata, CBT ini tidak hadir dengan kesempurnaan.
Masih banyak dampak negatif yang menyertainya seperti masih banyak daerah yang
kesulitan akan koneksi jaringan internet dan juga biaya yang dikeluarkan lebih besar.

C. Alasan Ujian Nasional dipercepat


Adapun biasanya, UN diselenggarakan sebagai penutup dari kegiatan belajar
mengajar dan ujian sekolah. Pelaksanaan UN biasanya dilakukan bulan April. Mendikbud
Anies Baswedan menyebutkan pelajaran tetap berlangsung seperti biasanya dan tidak ada
pemadatan. "Materi yang diujikan dalam ujian nasional adalah mata pelajaran yang sudah
diajarkan. Tidak boleh berisi materi yang belum belum pernah diajarkan. Jadi, bahannya
hanya sampai semester V," kata Anies di Kantor Kemendikbud, Jumat (29/5/2015) siang.

Anies menambahkan, dimajukannya jadwal UN dilakukan agar siswa dapat


mempersiapkan para siswa ke jenjang pendidikan selanjutnya. Menurutnya, ia mengatakan,
untuk sekolah yang menggunakan kurikulum 2013, pihaknya sedang melakukan pembahasan
apakah akan ada materi berbeda atau sama dengan yang tidak menggunakan kurikulum 2013.

Sementara, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Balitbang Kemendikbud

7
Nizam mengatakan desain UN dilakukan di akhir semester V agar siswa bisa melakukan
perbaikan jika hasil UN-nya kurang dari standar yang ditetapkan, yakni 55. "Konsepnya
diubah, UN bukan akhir atau penutup pelajaran, tetapi sebagai bahan evaluasi di jelang akhir.
Sehingga, kalau kurang (belum memenuhi kompetensi) bisa dilakukan remedy," terang
Nizam. Sementara, menurut Nizam, bagi mereka yang sudah mencapai kompetensi maka di
semester akhir bisa melakukan pengayaan atau persiapan masuk perguruan tinggi.

Tidak sependapat, Pemerhati Pendidikan, Doni Koesoema, mengatakan, sebaiknya UN tetap


dilakukan seperti jadwal sebelumnya. Ia menyebutkan, jika UN dipercepat akan membuat
siswa memiliki banyak waktu luang usai ujian. Ia berpendapat, UN lebih baik dilakukan
bulan April seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Apalagi, tambahnya, dengan pemberlakuan
dua kurikulum maka pemerintah harusnya fokus pada pembenahan kurikulum sebelum
beralih ke UN.

2.2 Solusi masalah


pemerintah tidak bisa begitu saja menuntut siswa untuk semakin pintar tanpa adanya
dukungan apapun. Hal pertama yang harus dilakukan adalah pemerataan infrastruktur dan
kualitas pendidikan. Kita telah mengetahui bahwa terjadi gap yang sangat mengkhawatirkan
tentang fasilitas pendidikan antara daerah desa dan perkotaan. Hal ini pun pasti berdampak
pada kualitas pendidikan yang dihasilkan. Melihat kenyataan ini sejatinya pemerintah harus
berfikir keras untuk menghilangkan gap tersebut, bukan lantas membuat pihak sekolah
pontang-panting dengan kebijakan yang amat gegabah.
Melihat kenyataan dengan lebih jelas, besarnya kecurangan dalam pelaksaan ujian
nasional tiap tahunnya tak lagi dapat dihindari. Hasil ujian nasional menjadi ajang pertaruhan
gengsi dan reputasi sebuah institusi pendidikan sehingga cara-cara licik akan dilakukan demi
mengkatrol nilai-nilai siswa didik. Sistem pengawasan yang bertujuan untuk meniadakan
kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional justru dijadikan boomerang bagi guru. Sistem
pengawasan silang ini justru dimanfaatkan guru untuk bekerja sama dengan peserta ujian
nasional. Mereka mempermudah bahkan memberi peluang kepada siswa untuk menyontek.
Bukan hanya guru saja, penyelenggara pendidikan daerah seperti dinas pendidikan
juga ikut-ikutan berusaha untuk menggelembungkan (mark-up) hasil ujian nasional tersebut.
Selang lima tahun pun tidak menghapuskan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam
pelaksanaan ujian nasional. Bahkan pelaksanaan teknis pun tak kunjung membaik, toh, pada
ujian nasional April lalu saja, masih banyak peserta yang tidak kebagian soal ujian.
Layaknya hasil ujian berdurasi dua jam yang menjawab keberhasilan proses
pembelajaran tiga tahun, telah tereduksi sedemikian rupa dari sekadar bahan evaluasi
kekurangan-kelebihan menjadi momok tunggal penentu masa depan siswa. Pelanggaran-
pelanggaran serius yang terjadi di dalam pelaksanaan ujian nasional merupakan potret sistem
pendidikan nasional yang sedang bermasalah. Kegagalan siswa didik ini seyogianya bukan
tanggung jawab guru dan perangkat sekolah saja namun menjadi tanggungan pemerintah.
Disamping itu, pemerintah harus mau mendengar saran dan keluhan rakyatnya, bahwa
kebijakan pemerintah itu tidak selamanya benar. Barangkali maksud pemerintah
melaksanakan UN itu tujuannya untuk mengontrol dan dalam rangka peningkatan mutu
8
pendidikan. Tapi masalahnya, yang diujikan adalah tiga mata pelajaran, lalu pelajaran yang
lainnya berfungsi sebagai apa? jalan terbaik adalah, berilah kebebasan kepada masing-masing
daerah untuk melaksanakan ujian mandiri. Tapi kontrol tetap dilaksanakan oleh pemerintah
dengan cara mengawasi jalannya program pendidikan. Adapun bentuk pengawasan itu tidak
selalu harus berupa Ujian Nasional. Tapi bisa berupa pemeriksaan kontinyu pada intansi-
instansi pendidikan. Dan pengawasan tidak pula harus melibatkan banyak orang, cukup
memanggil kepala dinasnya yang bertanggung jawab pada maju mundurnya pendidikan di
daerahnya.
Oleh karenanya, demi menciptakan pendidikan nasional yang bermutu dan
berkualitas, semua pihak harus mau koreksi diri, berbenah dan berubah. Bila semua
komponen bangsa mau ikut bertanggung jawab untuk membenahi dunia pendidikan, niscaya
kejujuran dalam pendidikan untuk kemajuan seluruh anak negeri, akan dapat terwujud.

BAB III
KESIMPULAN
Ujian nasional masih baik bentuk dan tujuannya. Oleh karena itu, penyaji masih mendukung
pemerintah untuk menyelenggarakan ujian nasional dengan syarat berbagai masalah yang
telah disebutkan diatasi satu per satu. Dimulai dari segi nomenklatur ujian nasional yang
jangan dijadikan satu-satunya syarat kelulusan dan juga diberi porsi yang pas bagi guru untuk
menentukan keulusan juga karena guru lah yang setiap hari berinteraksi dengan siswa. Untuk
maslaha yang dijadikan salah satu syarat masuk perguruan tinggi, semoga pemerintah
mengkaji lagi sehingga lebih memeperhatikan segi kesetaraan.
Kebanyakan tujuan ujian nasional yang mulia itu dirusak pada segi implementasinya,
sehingga moral di segala aspek pun harus diperbaiki agar ujian nasional dapat dimanfaatkan
sebagaimana mestinya. Ketegasan hukum juga diperlukan disini terlebih bagi para
pencurangi ujian nasional dari mulai pihak percetakan, maupun oknum yang menjual-
belikan kunci jawaban. Memperbaiki garis koordinasi antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah pun perlu dilakukan agar pengawsan dari pusat dapat sampai ke tingkat
daerah.
Dan hal yang paling ditekankan oleh penyaji adalah adanya tindak lanjut pemerintah setelah
pelaksanaan ujian nasional, baik kepada tenaga pendidiknya, maupun siswanya.

BAB IV
PENUTUP

9
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan
para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang
tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima
di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

10

Anda mungkin juga menyukai