Referat Farmakologi Kolinergik Dan Antikolinergik
Referat Farmakologi Kolinergik Dan Antikolinergik
FARMAKOLOGI KOLINERGIK
DAN ANTIKOLINERGIK
Oleh:
HAFIDHOTUSSADIAH
NPM. 11310150
DISUSUN OLEH:
Hafidhotussadiah, S.Ked
PEMBIMBING:
dr. H. Imam Ghozali, Sp.An., M.kes
Halaman
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu system saraf pusat (SSP) dan system saraf
tepi (SST). SSP terdiri dari otak, dan medulla spinalis. SST mempunyai 2
cabang, system saraf somatik (SSS) dan system saraf otonom (SSO). S S S
m e r u p a k a n s a r a f v o l u n t e r k a r e n a m e n s a r a f i o t o t r a n gk a ya n g d a p a t
dikendalikan. Sedangkan SSO bekerja pada otot polos dan kelenjar yang tidak dapat
dikendalikan. Fungsi SSO adalah mengendalikan dan mengatur organ-organ otonom,
seperti jantung, saluran gastrointestinal (GI), mata, kandung kemih, pembuluh darah,
kelenjar, paru-paru, dan bronkus. S S O m e m p u n ya i 2 n e u r o n , ya i t u a f e r e n
(sensorik) dan eferen ( m o t o r i k ) . Neuron aferen mengirimkan inpuls
(informasi) ke SSP, untuk diinterprestasikan. Neuron eferen menerima impuls dari
otak dan diteruskan melalui medulla spinalis kesel-sel organ efektor, seperti jantung,
paru-paru, dan saluran pencernaan. Jalur eferen dari SSO dibagi menjadi 2, saraf
simpatik dan saraf parasimpatik. System saraf simpatik dan parasimpatik jika
bekerja pada organ yang sama akan menghasilkan efek yang berlawanan untuk
tujuan keseimbangan, kecuali padaorgan tetentu. System saraf simpatik bersifat
katabolik artinya menghabiskan energy,misalnya saat flight or fight. System
saraf parasimpatik bersifat anabolik berarti berusaha menyimpan energy, yaitu
berlangsung rest and digest. Kerja obat pada kedua system saraf ini
menyebabkan perangsangan atau penghambatan.Istilah untuk obat perangsang
simpatik adalah adrenergik, simpatomimetik a t a u agonis adrenergik,
dan penghambat simpatik disebut simpatolitik atau
antiadrenergik. Istilah untuk perangsang parasimpatik
adalah k o l i n e r g i k , parasimpatomimetik atau agonis kolinergik dan
penghambat parasimpatik disebut parasimpatolitik atau antikolinergik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Susunan saraf otonom adalah susunan saraf yang bekerja tanpa
mengikutikehendak kita. Misalnya detak jantung, mata berkedip,
kesadaran, pernafasan maupun pencernaan makanan. Menurut
fungsinya, susunan saraf otonom dibagi menjadi 2 bagian, antara lain:
3
Obat-obat otonom bekerja mempengaruhi pengaruhi penerusan inpuls
dalamsusunan saraf otonom dengan jalan mengganggu sintes a,
penimbunan, pembebasanatau penguraian hormon tersebut dan
khasiatnya atas reseptor spesifik.
-Meningkatkan kontraksi GI
4
3. Hubungan (signaling) Kimiawi Antar Sel
5
dan efineprin.Inaktivasi NE terjadi karena diambil kembali ke sel saraf dari sinap
ataudiinaktivasi oleh enzim catecol-o-methyl-transferase (COMT) dan
monoamineoxidase (MAO) terutama di hati dan otak.Obat adrenergik bekerja
dengan memperbanyak jumlah NE disinap melalui penghambatan kerja COMT/
MAO atau menghambat pengambilan kembali. Atauefek adrenergik dapat dicapai
dengan menambahkan zat yang bekerja seperti NE dariluar. Selain itu, dapat juga
dengan cara mendorong pengeluaran NE dari tempat penyimpanannya di ujung
saraf.Obat kolinergik bekerja meningkatkan junlah Ach dengan cara
mengikatenzim asetilkolinesterase atau pemberian obat yang dapat bekerja
sebagaimana Ach,seperti bethanecol dan methanekolin darim luar tubuh.
Sebaliknya pengurangan Achakan menimbulkan efek antikolinergik.
5. Reseptor
Pada bab selanjutnya kita telah membahas apa yang disebut dengan
reseptor,yaitu tempat kerja obat. Yang dimaksud disini adalah reseptor untuk NT
simpatik atau parasimpatik atau obat-obat yang bekerja seperti NT tersebut. Ada 2
jenis reseptor Ach, yaitu muskarinik dan nikotinik yang masing-masing
mempunyai sub tipe,muskarinik tipe I (M1), dan tipe 2 (M2). Semua serabut saraf
post ganglion parasimpatik melepaskan Ach yangreseptornya adalah muskarinik.
Reseptor muskarinik terutama terdapat pada saluran pencernaan. Reseptor
nikotinik terutama pada ujung saraf motor and plate padasemua ganglion
otonom dan medulla adrenal.
6
1. Perangsangan muskarinik menghasilkan efek berikut:-miosis (kontraksi
pupil),-denyut jantung berkurang,-kontriksi bronkus dan peningkatan sekresi,-
peningkatan motilitas GI dan relaksasi sphincter,-kontraksi kandung kemih,
dan-peningkatan sekresi kelenjar.
2. Perangsangan nikotinik meningkatkan kontraksi otot.Efek utama
perangsangan NE adalah sebagai berikut:
a.Reseptor 1
-vasokontriksi
-midriasis.
b.Reseptor 2
-penghambatan pelepasan NE
c.Reseptor 1
-takikardi
d.Reseptor 2
-vasodilatasi
-relaksasi uterus.
7
A. Penggolongan
Namun yang akan dibahas dalam makalah ini hanya tentang saraf
parasimpatolitik.
a. Antikolinergik
8
i. Farmakologi Klinik
1. Kardiovaskular
2. Respirasi
3. Cerebral
9
4. Gastrointestinal
5. Mata
6. Genitourinary
7. Termoregulasi
8. Immune-mediated hypersensitivity
10
menghambat ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit
parkinson.
ATROPIN
Struktur fisik
Atropin merupakan amin tertier terdiri dari asam tropis ( asam
aromatik) dan tropin (basa organik). Secara murni berbentuk levorotari
aktif, tapi secara komersial adalah rasemik
Dasar klinis
Atropin berefek khusus pada jantung dan otot polos dan sebagai
antikolinergik yang paling baik untuk mengatasi bradiaritmia. Pasien
penyakit arteri koroner tidak dapat mentoleransi peningkatan kebutuhan
oksigen dan berkurangnya suplai oksigen karena takikardia disebabkan
atropin. Derivatif atropin (iprapropium bromida) tersedia dalam inhaler
dosis terukur untuk pengobatan bronkospasme. Larutan ipratropium
(0,5mg dalam 2,5 cc) sangat efektif dalam mengobati penyakit akut kronis
paru obstruksi dikombinasikan dengan obat beta agonis ( albuterol) .Efek
saraf pusat akibat atropin minimal dengan dosis biasa,walaupun amin
tertier dapat melewati sawar darah otak. Atropin mengakibatkan defisit
memori pasca operasi, dan reaksi eksitatori bila dosis toksik. Dosis
intramuskular 0,01 0,02 mg/kg sebagai antisialagogue. Atropin harus
dipakai secara hati-hati pada pasien galukoma sudut sempit,hipertropi
prostat atau obstruksi bladder neck.
SKOPOLAMIN
Struktur fisik
Skopolamin berbeda dengan atropin oleh jembatan oksigen ke basa
organik membentuk skopin.
11
Dosis dan Kemasan
Dosis premedikasi skopolamin sama dengan atropin dan selalu
diberikan intramuskular. Skopolamin hidrobromida tersedia dalam larutan
0,3,0,4 dan 1 mg/cc.
Dasar klinik
Skopolamin lebih poten sebagai antisialagogue dibanding atropin
dan berefek lebih besar pada susunan saraf pusat. Dosis klinis selalu
menyebabkan ngantuk dan amnesia,walaupun gelisah dan delirium juga
terjadi. Efek sedatif dapat dicapai sebagai premedikasi tapi dapat
memperlama bangun bila prosedur pendek. Skopolamin dapat mencegah
motion sickness. Kelarutannya dalam lemak dapat terjadi absorpsi
transdermal. Karena efeknya pada mata, skopolamin dihindari pada pasien
glaukoma sudut tertutup.
GLIKOPIROLAT
Struktur fisik
Glikopirolat merupakan sintesis amonium quaternary mengandung
asam mandelik dalam asam tropik
Dasar klinik
Karena struktur quaternary,glikopirolat tidak dapat menembus
sawar darah otak dan hampir tidak mempengaruhi saraf pusat dan aktivitas
mata. Inhibisi kuat kelenjar liur dan sekresi saluran pernafasan sebagai
alasan utama memakai glikopirolat sebagai premedikasi. Denyut jsntung
selalu meningkat setelah intravena-tapi tidak secara intramuskular.
Glikopirolat berefek lebih lama dibanding atropin (2-4 jam dibanding 30
menit setelah pemberian intravena.
TRIHEKSIFENIDIL
Triheksifenidil adalah antikolinergik yang mempunyai efek sentral
lebih kuat daripada perifer, sehingga banyak digunakan untuk terapi
penyakit parkinson. Senyawa ini bekerja dengan menghambat pelepasan
asetil kolin endogen dan eksogen. Efek sentral terhadap susunan saraf
pusat akan merangsang pada dosis rendah dan mendepresi pada dosis
toksik.
Pada pemberian oral triheksifenidil diabsorbsi cukup baik dan tidak
terakumulasi dalam jaringan. Ekskresi terutama bersama urin dalam
bentuk metabolitnya.
12
Komposisi:
Tiap tablet mengandung triheksifenidil hidroklorida 2 mg.
Indikasi:
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensefalitis dan idiopatik,
sindroma parkinson akibat obat, misalnya reserpina dan fenotiazin.
Dosis:
13
e. Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar
pengeluaran urin.
f. Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
g. Menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya.
14
muskarin setelah di aktivasi oleh neurotransmmiter asetilkolin atau kolinergika
dapat menimbulkan semua efek fisiologis yang tertera di atas.
Reseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula
muskarin, yaitu suatu alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu.
Sebaliknya, reseptor muskarinik ini menunjukkan afinitas lemah terhadap
nikotin. Dengan menggunakan study ikatan dan panghambat tertentu, maka
telah ditemukan beberapa subklas reseptor muskarinik seperti M1, M2, M3,
M4, M5. Reseptor muskarinik dijumpai dalam ganglia sistem saraf tepi dan
organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar eksokrin.
Secara khusus walaupun kelima subtipe reseptor muskarinik terdapat dalam
neuron, namun reseptor M1ditemukan pula dalam sel parietal lambung, dan
reseptor M2 terdapat dalam otot polos dan jantung, dan reseptor M3 dalam
kelenjar eksokrin dan otot polos. Obat-obat yang bekerja muskarinik lebih peka
dalam memacu reseptor muskarinik dalam jaringan tadi, tetapi dalam kadar
tinggi mungkin memacu reseptor nikotinik pula.
2. Reseptor nikotin (N)
Terutama terdapat dipelat-pelat ujung myoneural dari otot kerangka dan di
ganglia otonom (simpatis dan parasimpatis). Stimulasi reseptor ini oleh
kolinergika (neostigmin dan piridostigmin) menimbulkan efek yang
mempunyai efek adrenika, jika bersifat berlawanan sama sekali. Misalnya
vasokonstriksi dengan naiknya tensi ringan, penguatan kegiatan jantung, juga
stimulasi SPP ringan. Pada dosis rendah timbul konstarksi otot lurik,
sedangkan pada dosis tinggi terjadi depolarisasi dan blokade neoromuskuler.
Mekanisme kerjanya berdasarkan stimulasi penerusan impuls di ganglia
simpatis dan stimulasi anak ginjal dengan sekresi noradrenalin. Di samping itu
juga terjadi stimulasi ganglia kolinergis (terutama di saluran lambung-usus
dengan peningkatan peristaltik) dan pelat-pelat ujung motoris otot lurik, di
mana terdapat banyak reseptor nikotin.
Efek nikotin dari Ach juga terjadi pada perokok, yang disebabkan oleh
sejumlah kecil nikotin yang diserap ke dalam darah melalui mukosa mulut.
15
Berdasarkan mekanisme kerja:
Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengankerja
langsung dan zat-zat dengan kerja tak-langsung.
1. Bekerja langsung:
Karbachol, pilokarpin, muskarin dan arekolin (alkaloid dari pinang, Areca
catechu). Zat-zat ini bekerja langsung terhadap organ-ujung dengan kerja
utama yang mirip dengan efek-muskarin dari Ach. Semuanya adalah zat-zat
amonium kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar memasuki SSP, kecuali
arekolin.
2. Bekerja tak-langsung:
Zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin dan piridostigmin.
Obat-obat ini menghambat penguraian ACh secara reversibel yakni hanya
untuk sementara. Setelah zat-zat tersebut habis diuraikan oleh kolinesterase,
ACh segera akan dirombak lagi.
Disamping itu ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara irreversibel,
misalnya parathion dan organofosfat lain. Kerjanya panjang karena bertahan
sampao enzim terbentuk baru lagi. Zat ini banyak digunakan sebagai
insektisid beracun kuat di bidang pertanian dan sebagai otot kutu rambut
(malathion). Gas saraf yang digunakan sebagai senjata perang termasukpula
kelompok organofosfat ini, misalnya sari dan soman.
1. Glaukoma
Star hijau (glaukoma) adalah penyakit mata yang bercirikan
peningkatan tekanan cairan mata intraokuler (TIO) di atas 21 mm Hg, yang
bisa menjepit saraf mata. Saraf ini berangsur-angsur dirusak secara progresif,
sehingga penglihatan memburuk dan akhirnya dapat menimbulkan kebutaan.
Akan tetapi hanya presentase kecil pasien dengan TIO menigkat dihinggapi
glukoma. Nilai tekanan intraokuler normal adalah antara 10-21 mm Hg.
Gejalanya tidak begitu nyata dan berlangsung secara sangat berangsur-
angsur, terutama penyempitan pandangan perspektif dengan timbulnya blind
16
spots. Oleh karena itu umunya glaukom baru menjadi manifes pada stadium
lanjut dengan sudah adanya kerusakan irrwversibel. Maka itu orang-orang di
atas 50 tahun sebaiknya memeriksakan matanya setiap 1-2 tahun untuk
mengukur TIO-nya (tonometri).
3. Demensia Alzheimer
Berdasarkan penemuan bahwa kadar ACh di otak berkurang pada
demensia, maka digunakan penghambat kolinesterase untuk mencegah
perombakan dan peningkatan kadar ACh di otak. Contoh obat yang tersedia
adalah Takrin.
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Kolinergik adalah zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan
stimulasi sususnan saraf parasimpatis (SP), karena melepaskan ACh
(asetikolin) di ujung sarafnya.
Penggolongan kolinergika dibagi atas berdasarkan:
Berdasarkan efek kolinergis
Berdasarkan reseptor
Dan berdasarkan mekanisme kerjanya.
Sebagian besar obat penggunaan kolinergika adalah untuk penyakit
Glaukoma, Myastenia gravis, Demensia alzheimer dan Atonia.
18
DAFTAR PUSTAKA
19