Pembiasaan Sebagai Cermin Pendidikan Karakter Bangsa
Pembiasaan Sebagai Cermin Pendidikan Karakter Bangsa
Oleh
Romel Noverino
Abstrak
Ala bisa karena biasa dan Practise makes perfect merupakan dua ungkapan dari dua bahasa
yang berbeda tetapi memiliki nuansa makna yang mirip. Keduanya memiliki paradigma bahwa
suatu tindakan akan teraplikasi dengan baik ketika tindakan itu dijadikan suatu kebiasaan.
Kebiasaan akan menjadi hal yang baik ketika dipandu dan diarahkan dengan benar. Sekolah
saat ini mengemban tugas mulia yaitu tidak hanya mendidik para muridnya hardskill tetapi
juga softkill. Paradigma pembelajaran yang sebelumnya lebih menekankan pada apa yang perlu
dipelajari murid telah beralih pada bagaimana belajar. Dalam kaitannya dengan pembelajaran
karakter, khususnya karakter bangsa, pembiasaan merupakan cara yang dinilai efektif dan
efisien bagi para murid. Dengan menerapkan pembiasaan yang dilihat dan ditiru dari sekolah,
terutama para guru, murid akan langsung memahami dan menilai karakter yang baik dan benar.
Guru merupakan agen perubahan dan dalam hal pembelajran karakter, guru terletak pada garis
depan dan oleh karenanya guru diharapkan dapat menjadi role model bagi para muridnya.
pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik
sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu
merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain,
pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik
(moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling),
dan perilaku yang baik (moral action).
1
bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran
terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya
kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-
2025, dalam Puskurbuk, Januari 2011).
Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana
diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan
kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu
program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana
pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan
nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan falsafah Pancasila (Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa:
Puskurbuk, Januari 2011).
Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada krisis karakter yang cukup memprihatikan.
Demoralisasi mulai merambah ke dunia pendidikan yang tidak pernah memberikan
mainstream untuk berperilaku jujur, karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan
pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang dipersiapkan pada murid untuk
menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Bahkan, fenomena lahirnya praktek
korupsi juga berawal dari kegagalan 2 dunia pendidikan dalam menjalannya fungsinya ,
ditandai dengan gejala tereduksinya moralitas dan nurani sebagian dari kalangan akademisi.
Banyak bukti menunjukkan masih tingginya angka kebocoran di institusi terkait, pengkatrolan
nilai oleh guru, plagiatisme naskah-naskah skripsi dan tesis, menjamurnya budaya nyontek para
murid, korupsi waktu mengajar, dan sebagainya. Di sisi lain, praktek pendidikan Indonesia
cenderung terfokus pada pengembangan aspek kognitif sedangkan aspek soft skils atau
nonakademik sebagai unsur utama pendidikan karakter belum diperhatikan secara optimal
bahkan cenderung diabaikan. (Raka, 2006 dalam Astuti, 2010)
Memudarnya karakter manusia di Indonesia ditunjukkan oleh meningkatnya
kesenangan dari sebagian warganya terlibat dalam kegiatan atau aksi-aksi yang berdampak
merusak atau menghancurkan diri bangsa kita sendiri (act of self distruction). Ketika bangsa-
bangsa lain bekerja keras mengerahkan potensi masyarakatnya untuk meningkatkan daya saing
negaranya, sebagian dari warga di Indonesia malah dengan bersemangat memakai energi
masyarakat untuk mencabik-cabik dirinya sendiri, dan sebagian besar yang lain terkesan
membiarkannya. Memecahkan perbedaan pendapat atau pandangan dengan menggunakan
kekerasan, yang secara sistematik mengobarkan kebencian untuk memicu konflik horizontal
atas dasar SARA, dan menteror bangsa sendiri adalah dua bentuk dari kegiatan merusak diri
sendiri, seperti halnya ; kasus Trisakti , kasus Koja Priok. Hal ini terjadi karena makin
memudarnya nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup semangat dan kesediaan untuk
bertumbuh kembang bersama, secara damai dalam kebhinekaan (Raka, 2007:2 dalam Astuti
2010).
Fenomena lain yang menunjukkan krisis karakter adalah sikap mental yang
memandang bahwa kemajuan bisa diperoleh secara mudah, tanpa kerja keras, bisa dicapai
dengan menadahkan tangan dan dengan menuntut ke kiri dan ke kanan. Lebih lanjut, dijelaskan
oleh Gede Raka , bahwa kebiasaan menimpakan kesalahan kepada orang lain, merupakan salah
satu karakter yang menghambat kemajuan. Hal ini bukan kekuatan, namun kelemahan.
(Raka,2007:2 dalam Astuti, 2010).
Haruslah diyakini bahwa tidak perlu ada keraguan dari seluruh komponen bangsa
tentang perlunya pembangunan bangsa dan karakter yang oleh Ir Soekarno, Presiden RI
Pertama ditemakan dengan nation and character building karena secara konstitusional
komitmen berbangsa dan bernegara Indonesia telah dengan tegas dinyatakan dalam keempat
alinea Pembukaan UUD 1945. Komitmen tersebut merupakan kristalisasi dari semangat
2
kebangsaan yang secara historis mengkristal dalam wujud gerakan Kebangkitan Nasional
1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang berpuncak dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945. Karena itu kegalauan seluruh komponen bangsa tentang kondisi
bangsa yang dirasakan menghawatirkan saat ini, dan prospek bangsa dan negara Indonesia di
masa depan, sangatlah beralasan. Pelbagai diskusi, seminar, sarasehan, simposium dan
sejenisnya yang saat ini marak di seluruh wilayah Indonesia, merupakan indikator yang kuat
bahwa seluruh komponen bangsa memiliki komitmen kebangsaan yang sangat kuat. Namun
demikian diperlukan adanya kebijakan nasional yang komprehensif, koheren, dan
berkelanjutan. (Winataputra, 2010)
Seperti dinyatakan dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa
(Republik Indonesia,2010:1), situasi dan kondisi kondisi karakter bangsa yang
memprihatinkan tersebut, mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk
memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa dijadikan arus
utama pembangunan nasional.
Hal itu mengandung arti bahwa setiap upaya pembangunan harus selalu diarahkan
untuk memberi dampak positif terhadap pengembangan karaker. Mengenai hal tersebut secara
konstitusional sesungguhnya sudah tercermin dari misi pembangunan nasional yang
memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan
visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2007), yaitu ...terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan
bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan prilaku manusia dan
masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi luhur, bertoleran, bergotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan
berorientasi ipteks.
Oleh karena itu pembangunan karakter bangsa memiliki cakupan dan tingkat urgensi
yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Ditegaskan dalam Kebijakan tersebut sangat
luas karena memang secara substantif dan operasional terkait dengan ...pengembangan
seluruh aspek potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat multidimensional karena
mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat ini sedang dalam proses menjadi.
Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa (1) karakter merupakan hal sangat esensial
dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi
penerus bangsa; (2) karakter berperan sebagai kemudi dan kekuatan sehingga bangsa ini
tidak terombang-ambing; (3) karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dibangun
dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat. Selanjutnya, ditegaskan bahwa
pembangunan karakter bangsa harus difokuskan pada ...tiga tataran besar, yaitu (1) untuk
menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa, (2) untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan (3) untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia
yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat.
Di dalam Kebijakan Nasional tersebut (2010;4) pembangunan karakter bangsa secara
fungsional memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut:
a. Fungsi Pembentukan dan Pengembangan Potensi
Pembangunan karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia
atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai
dengan falsafah hidup Pancasila.
b. Fungsi Perbaikan dan Penguatan
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga,
satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung
jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa
yang maju, mandiri, dan sejahtera.
3
c. Fungsi Penyaring
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring
budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
bermartabat.
Demikian ditegaskan bahwa ...ketiga fungsi tersebut dilakukan melalui (1) Pengukuhan
Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, (2) Pengukuhan nilai dan norma konstitusional
UUD 45, (3) Penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
(4) Penguatan nilai-nilai keberagaman sesuai dengan konsepsi Bhinneka Tunggal Ika, serta (5)
Penguatan keunggulan dan daya saing bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara Indonesia dalam konteks global.
Sedangkan yang menjadi tujuan (Kebijakan Nasional,2010:5) dari pembangunan
karakter bangsa adaalah ...untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara
sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu maka Pembangunan Karakter Bangsa disikapi
dan diperlakukan sebagai suatu gerakan nasional yang harus menjadi komitmen seluruh
komponen bangsa dengan tema ...membangun generasi Indonesia yang jujur, cerdas, tangguh,
dan peduli.
Agar tujuan ini dapat tercapai, diperlukan cara dan sepertinya pembiasaan dapat menjadi salah
satu cara yang baik dan efektif dalam mewujudkan tujuan ini. Permasalahannya adalah
bagaimana menerapkan kebiasaan sebagai metode pendidikan karakter bangsa dalam ruang
lingkup pendidikan?
PEMBAHASAN
Pernyataan Umum
Tujuan akhir dari semua pendidikan adalah karakter. Sekolah berkontribusi, baik atau
buruk, terhadap karakter dan kepribadian tiap murid. Karena perkembangan karakter
merupakan bagian integral dari pendidikan, maka pendidikan karakter harus menjadi
pertimbangan dari guru. Pendidikan moral tidak dapat sepenuhnya berhasil jika dianggap
sebagai mata pelajaran saja yang diajarkan dalam periode tertentu. Meski bukan menjadi
penekanan yang melingkupi seluruh kehidupan dan pekerjaan sekolah tetapi mendidik karakter
murid harus selalu hadir dalam pikiran guru.
Pendidikan karakter memiliki dua tujuan realisasi cita-cita besar yaitu, kesejahteraan
sosial dan pengembangan kepribadian individu. Keduanya saling melengkapi. Perilaku yang
berkontribusi pada kebaikan orang lain akan memberi cara nyata dalam pengembangan
kepribadian, dan, sebaliknya, realisasi kapasitas individu berkontribusi, dalam jangka panjang,
pada kualitas total dari kehidupan kelompok. Untuk menjadi pemandu dan panutan yang efektif
dalam pengembangan karakter murid, guru tidak hanya harus memiliki pandangan dan
kemampuan interaksi sosial yang luas dan amanah, tetapi juaga sensitif terhadap kemungkinan
potensi laten murid.
4
2. Sikap dan Keinginan yang benar, apresiasi terhadap kualitas karakter yang baik dalam
diri sendiri dan orang lain. Dalam hal ini emosi memainkan peran besar.
3. Kebiasaan berperilaku yang benar.
Karakter ini tercermin dalam tindakan kebiasaan. Apa yang yang ditunjukkan oleh apa
yang dilakukan seseorang. Sikap dan kebiasaan yang benar memberikan motif untuk tindakan
yang benar dan kebiasaan hidup yang terpadu. Pengetahuan saja tidak cukup, begitu pula niat,
jika tidak disertai dengan tindakan yang benar. Murid harus memiliki kesempatan untuk
memahami mengapa beberapa tindakan terkategori baik dan buruk, mereka harus dibantu
untuk mengembangkan sikap-sikap emosional untuk melakukan hal-hal yang baik dalam
pelbagai kesempatan yang beragam.
Setiap pendidikan karakter harus mendapat perhatian. Studi di bidang ini
mengungkapkan bahwa sebagian besar masalah perilaku disebabkan karena murid tidak
mengerti mengapa hal-hal tertentu harus dilakukan dan yang lain tidak. Ada kebutuhan besar
untuk berdiskusi tentang masalah perilaku yang timbul dalam pengalaman murid yang akan
membantu ke pemahaman yang jelas tentang isu-isu moral. Diskusi panjang menyiratkan
bahwa guru tidak akan mendikte opini, tetapi akan berusaha untuk merangsang pemikiran dan
mengapresiasi murid terkait keputusan yang rasional. Refleksi lanjutan pada masalah etik
berfungsi untuk mempercepat penilaian moral serta untuk memperbaiki gagasan/pemahaman
tertentu yang salah dan sikap yang tidak benar. Murid, pada kenyataannya, sangat tertarik pada
masalah mereka sendiri, dan pemahaman sosial serta kemampuan interaksi sosial guru ke
murid akan sangat mempengaruhi diskusi ini.
Sikap dan Perilaku yang benar merupakan perpaduan antara pemahaman moral yang
benar dan sebagai akibat dari kepuasan yang menyertai tindakan yang benar. Tugas guru dalam
hubungan ini adalah untuk memastikan bahwa kepuasan terjadi. Kepuasan yang muncul secara
alami dari tindakan itu adalah nilai yang jauh lebih besar daripada kepuasan yang berasal dari
suatu imbalan. Guru harus menyadari bahwa insentif seperti tanda bintang dan hadiah hanyalah
bersifat sementara sebagai perangsang agar mereka bersikap benar. Akan tetapi jika keinginan
untuk hadiah tetap mendominasi sebagai motif, itu justru akan menjadi penghalang daripada
membantu ke sikap dan karakter yang benar. Apresiasi karakter yang baik, dulu dan sekarang,
sangat diperlukan dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang benar.
Setiap sekolah memberikan kesempatan untuk melaksanakan karakter baik yang
dididik. Ini adalah tugas guru untuk mengatur standar perilaku di sekolah dan tidak akan puas
sampai kebiasaan yang diinginkan menjadi mapan. Dalam bekerja menuju akhir ini, guru harus
melakukan penilaian yang baik kapan menggunakan tekanan otoritas dan kapan menggunakan
pendekatan personal. Biasanya, dengan menunjukkan sikap yang benar dan mengukur sampai
standar yang diinginkan, lebih baik puas dengan hasil kecil tetapi mewakili pertumbuhan
karakter yang benar daripada mencapai hasil lebih besar dengan cara sewenang-
wenang. Dalam kasus apapun kebijakan yang konsisten sangat diperlukan. Seiring tercapainya
kebiasaan benar yang diharapkan, prinsip yang terlibat harus sesuai dengan perkembangan usia
murid. Pada saat yang sama murid harus dipimpin untuk melihat penerapan prinsip ini dalam
situasi terkait. Dengan cara ini jumlah terbesar kemungkinan transfer akan tercapai.
Tujuan pendidikan karakter di bawah ini bukanlah merupakan tujuan yang bersifat final
atau bahwa setiap tujuan yang diusulkan bersifat inklusif. Tujuan yang dipaparkan di bawah
ini, setidaknya, dimaksudkan untuk menunjukkan sudut pandang dan untuk menekankan tujuan
tertentu dalam kepentingan khusus. Meski dinyatakan dalam istilah umum, diharapkan
5
sasaran-sasaran ini cukup untuk membimbing guru, dan membentuk dasar untuk menilai hasil
aktual pendidikan.
6
1. Memandu pola sikap dan perilaku murid dengan secara bertahap mengurangi
pengawasan dan meningkatkan kesadaran diri akan pentingnya sikap dan perilaku yang
benar dan cerdas.
2. Membiasakan untuk bekerja dengan baik dan menanamkan rasa bangga ketika
pekerjaannya tercapai.
3. Perasaan bersedia kerjasama dengan orang lain.
4. Membiasakan bertindak adil, sportif, jujur, benar, dll, yang diukur sesuai dengan standar
moral tinggi.
5. Membiasakan bertindak dengan sopan santun dan dengan tata krama yang baik, ceria
kepada orang lain; dan mengapresiasi layanan yang diterima dari orang lain.
6. Kebiasaan bertindak berani dalam membela yang benar, dan bertindak rendahhati
terhadap yang lebih muda dan lemah.
7. Kebiasaan hidup sehat.
8. Kebebasan dari konflik emosional dan gangguan yang tidak perlu.
9. Kebiasaan menolak godaan yang tidak benar dengan tegas, mengarahkan energi ke cara
yang sehat dan menekan sikap dan perilaku yang buruk.
2. Guru
Pengaruh guru terhadap karakter murid-muridnya sangatlah jauh jangkauannya. Hal ini
diberikan tidak hanya melalui instruksi yang diberikan di kelas dan hal-hal yang murid lakukan
di bawah arahannya, tetapi guru merupakan sosok baik yang dianggap teladan. Minat, hobi,
dan apresiasi guru dapat menjadi sarana membangkitkan minat, hobi dan apresiasi yang sama
pada murid yang berpotensi menjadi kekuatan dalam kehidupan mereka nantinya. Sepertinya
guru harus berpose untuk murid-muridnya sebagai model, yaitu bahwa guru menerapkan
karakter yang dia harapkan akan diterapkan oleh para muridnya nanti. Selanjutnya, guru harus
memiliki pandangan sosial, sikap hormat terhadap kepribadian anak, dan keinginan tulus untuk
membentuk karakter murid-muridnya dengan benar.
7
potensi terbaik yang mereka miliki. Jadwal kelas, tugas guru, dan peraturan sekolah harus
dikelola sedemikian rupa untuk menjamin adanya interaksi terbaik antara guru dan murid dan
menghindari gesekan dari rutinitas yang ada. Sekolah besar atau kecil harus mampu
mengembangkan sebuah program yang bervariasi, menarik, dan mamandu tindakan yang
bertanggung jawab. Sekolah harus memastikan bahwa guru memiliki kesempatan dan
tanggung jawab kepada murid mereka baik di dalam ruang kelas dan di luar.
Sistem ujian dan nilai harus mendorong pencapaian terbaik dari setiap murid tanpa memberi
penekanan pada aspek-aspek yang tidak diinginkan seperti seakan-akan sekolah adalah tempat
berkompetisi. Hal ini dapat dicapai dengan menafsirkan hasil kinerja murid tanpa membebani
murid dengan sistem standar nilai dan peringkat.
Organisasi dan manajemen sekolah dan kelas harus membuat ketentuan dengan memberikan
porsi pengelolaan kepada murid. Ini merupakan bentuk kepercayaan dengan secara bertahap
menyerahkan tanggung jawab kepada murid agar murid dapat membuktikan bahwa mereka
siap dan mampu untuk memikul tanggung jawab. Tiap kelas memilih pemimpinnya sendiri
sehingga terbiasa dengan dasar-dasar prosedur demokratis.
4. Kurikulum
Mata pelajaran pada kurikulum dapat mempengaruhi karakter murid setidaknya dalam
tiga cara:
1. Dengan berkontribusi langsung ke pengetahuan, sikap, dan perilaku, seperti pada
bidang kesehatan, kewarganegaraan, dan apresiasi sastra dan seni.
2. Dengan membangkitkan minat baru yang mungkin berpengaruh di kemudian hari.
3. Dengan menghasilkan kualitas seperti ketelitian, ketekunan dalam menghadapi
kesulitan, dan kepuasanketika menguasai/berhasil.
Untuk mewujudkan cara ini, kurikulum secara bijaksana harus memilih mata pelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan peradaban sekarang dan masa depan.
Karena pendidikan karakter harus masuk dalam mata pelajaran yang diberikan kepada murid,
berikut akan disajikan gambaran bagaimana beberapa mata pelajaran dapat membentuk
karakter murid.
- Pendidikan Kesehatan
Karakter dan perilaku berhubungan erat dengan kesehatan fisik dan mental. Dalam banyak
kasus, masalah perilaku dapat ditelusuri ke kondisi mental yang terganggu, yang pada
gilirannya mungkin disebabkan karena gangguan fisik serta akumulasi pengalaman yang tidak
menyenangkan. Kesehatan mental sulit untuk dibangun secara sehat dalam tubuh yang tidak
sehat. Setiap anak memiliki hak untuk tumbuh secara normal dengan kesehatan dari tubuh dan
pikiran yang kuat dan baik. Pendidikan kesehatan dapat berperan, dengan bekerjasama dengan
rumah dan lembaga kesehatan masyarakat, dalam menjamin lingkungan sekolah yang sehat,
menumbuhkan kebiasaan yang baik dan membangun pengetahuan dan sikap yang baik. Ini
adalah tugas bagi setiap guru dan pihak sekolah pada umumnya.
- Bahasa dan Sastra
Sastra dan bahasa membuka potensi murid dan memberikan wadah untuk ekspresi diri. Sastra
memberikan cerita yang mewakili kehidupan manusia dan dari mempelajari sastra, muird dapat
mempelajari hikmah dan menambah pemahaman mereka dalam membedakan sikap dan
perilaku yang benar atau salah. Diarahkan dengan benar, mempelajari bahasa dan Sastra akan
memberikan kontribusi pada karakter murid karena murid mengembangkan kemampuan
imajinasi mereka dari juga mereka belajar mengapresiasi pengalaman orang lain sebagai dasar
untuk belajar moral.
8
- Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial, seperti namanya, dimaksudkan untuk memberikan murid pemahaman
tentang kehidupan yang beradab dan sikap sosial yang diinginkan. Agar murid memahami
konsepsi sosial yang lebih luas, murid perlu dipandu memadukan kehidupan sosial pribadi
dengan pengetahuan yang diberikan guru. Sejarah, terutama pada sisi biografi, sangat penting
dalam menanamkan sikap pribadi. Semua studi sosial menekankan pada saling hubungan antar
kelompok sosial dan hubungan antar bangsa.
- Pendidikan Hitung
Kita cenderung berpikir matematika sebagai ilmu yang sangat praktis dengan sedikit hubungan
ke sikap dan perilaku dalam pengertian umum. Tidak ada yang bisa jauh dari
kebenaran. Belajar berhitung memberikan murid konsepsi pertama tentang ketepatan dan
keniscayaan. Ini adalah perkenalan pertama murid ke pandangan alam semesta yang akan
dibangun nanti melalui studi matematika lebih maju dan ilmu lainnya.
- Pendidikan Ilmu Dasar
Pemahaman dasar ilmu ilmiah dan sikap menghormati kualitas benda yang ada di alam, baik
hidup maupun mati, adalah salah satu pendidikan karakter terbesar. Ilmu pengetahuan alam
mengajarkan pelajaran tentang saling ketergantungan antar benda hidup dan mati.
- Seni dan Ketrampilan
Pengaruh seni pada hasil karakter murid merupakan perpaduan dari respon emosi dan hasrat
kegiatan yang dapat mengarah pada kepuasan tanpa batas yang lebih besar dan lebih
besar. Dalam seni ada kesempatan untuk beraktivitas secara kreatif, yang diakui memiliki
landasan penting pada pengembangan karakter.
5. Metode Pengajaran
Metode mengajar terikat dengan bagaimana kelas dikelola. Metode yang mengedepankan
banyak inisiatif dari murid sebagai respon dari arahan guru dan berlimpahnya aktivitas yang
bervariasi tidak hanya menghasilkan hasil belajar yang terbaik, tetapi juga pembentukan
karakter yang diinginkan. Metode seperti sosialisasi, perencanaan dan penerapan diri, tugas
projek kelas, harus dipertimbangkan dengan cermat oleh guru dalam kaitannya dengan efek
moral pada murid baik secara kolektif dan individual.
6. Kegiatan Murid
Kegiatan murid, selain dari instruksi yang diberikan di ruang kelas, memiliki tempat yang
sangat penting di sekolah dasar, terutama dari sudut pandang pendidikan karakter. Sekolah
harus memiliki perayaan untuk menandai peristiwa khusus dan perayaan ini melibatkan murid
untuk berpartisipasi, seperti Hari Peringatan Nasional, Hari Raya Keagamaan dan lainnya.
Peristiwa ini melibatkan seluruh sekolah dan masyarakat juga. Dengan pemikiran dan
pertimbangan matang, guru dapat memberikan beberapa tanggung jawab untuk setiap murid.
Kegiatan rekreasi sekolah, permainan, dan olahraga, memberi guru interaksi yang diperlukan
dengan murid dalam keadaan alami dan membantu untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan
yang diinginkan. Sekolah dapat menjadi "rumah" dan memasukkan setiap murid dalam
permainan untuk memupuk rasa kesetiaan kepada kelompok.
Dalam merencanakan semua kegiatan ini, guru harus mencerminkan karakter yang baik dan
benar. Guru akan menentukan bagaimana kegiatan akan dilakukan dan bagaimana
mengapresiasi apa yang telah dilakukan murid.
7. Disiplin
9
Cara disiplin ditangani memiliki pengaruh yang sangat besar pada karakter murid. Tujuan
pertama adalah untuk mencegah timbulnya kasus-kasus disiplin. Ketika kondisi sekolah dan
kelas baik dan disesuaikan dengan kemampuan murid, dan ketika suasana sosial ruangan kelas
menyenangkan, kasus disiplin tidak sering terjadi. Disiplin yang baik tergantung juga pada
sikap mendorong dan simpatik dan juga pada humor yang baik dan kontrol diri dari guru.
Ketika kasus disiplin muncul, kontribusi ke pembentukan karakter akan lebih fokus pada
menemukan penyebab kasus disiplin itu, menempatkan tanggung jawab pada anak untuk
menemukan solusi dari kasus itu, dan upaya untuk meningkatkan kesadaran murid untuk
membedakan mana yang baikdan buruk serta mana yang benar dan salah. Guru yang bijaksana
akan menangani murid secara personal dan akan berpikir dalam upaya menanamkan kesadaran
disiplin pada murid dibandingkan memberi hukuman ke murid.
8. Bimbingan ke Murid.
Setiap guru bertanggung jawab membimbing murid secara individual dalam semua hal penting
pendidikan, dengan penekanan khusus dalam pengembangan karakter. Bimbingan adalah
fungsi kontinu dan sangat penting ketika segalanya berjalan lancar dan ketika adanya kesulitan
pribadi pada murid. Murid yang sikap dan perilakunya normal tetap membutuhkan bimbingan
dari segi peningkatan pemahaman kecerdasan sesuai dengan arah pertumbuhan maksimal
karakter sifat yang diinginkan. Bagi murid yang sikap dan kelakuannya tidak wajar, bimbingan
tidak harus dianggap sebagai sinonim dengan disiplin. Kecenderungannya adalah untuk murid
yang agresif yang menarik perhatian besar dan menyerap sebagian besar upaya
guru. Dibandingkan dengan murid tipe agresif, murid dengan sifat resesif perlu mendapat
perhatian juga karena meskipun tidak mengganggu rutinitas sekolah, biasanya mereka
memiliki permasalahan lebih karena ketidakmampuan sosial dan emosional mereka dan oleh
karenanya lebih membutuhkan bimbingan. Meskipun guru rata-rata tidak memiliki
kemampuan psikologis untuk menangani kasus-kasus dengan masalah yang lebih sulit,
setidaknya guru dapat memberi perhatiannya kepada murid yang sedang mengalami masalah
dan terutama untuk murid yang introversive.
Guru harus selalu melihat fakta bahwa pendidikan berhubungan dengan individu. Hal ini
diperlukan untuk mempelajari setiap murid secara terus-menerus dan secara hati-hati dan
menerapkan langkah-langkah kalkulatif untuk menghasilkan pengembangan keseluruhan
karakter yang terbaik. Guru yang baik selalu memperlakukan murid mereka dengan
pendekatan personal secara langsung.
Dalam cara yang sama, pihak sekolah juga perlu menjalin hubungan dengan lembaga lain di
masyarakat, seperti, Pramuka, Palang Merah Indonesia, Sekolah Sepak Bola, dll, yang
10
memiliki pengaruh penting terhadap murid. Di sini juga biasanya mungkin untuk mengajarkan
pemahaman dan bekerjasama secara harmoni.
Terlepas dari pentingnya pendidikan karakter dan jumlah studi yang telah dikhususkan untuk
itu, hanya ada beberapa metode terbaik untuk digunakan.Secara umum ada dua mode
pendekatan:
1. Dengan dimulai dengan memberi pemahaman sikap, keutamaan dan kebajikan yang
baik dan benar dan sifat yang perlu dikembangkan kemudian masuk ke
penerapannya. (Teori ke Praktek)
2. Dengan dimulai dari penerapan dengan pengaturan bahwa sifat itu seharusnya
muncul kemudian diberi pemahaman sikap, keutamaan dan kebajikan yang baik
dan benar. (Praktek ke Teori)
Dua metode ini saling terkait erat dan guru yang bijaksana mungkin akan menggunakan
kombinasi dari mereka. Dari manapun titik awalnya, terdapat dua hal penting: (1) bahwa
instruksi berhubungan secara langsung ke tindakan murid ', dan (2) pembentukan karakter
melibatkan kesadaran umum prinsip dan cita-cita.
Kelemahan dari metode pertama adalah bahwa hal itu akan menjadi tidak berarti karena
berhubungan dengan pengalaman anak. Metode ini cocok untuk "berkhotbah" daripada aksi
dan dapat dengan mudah berubah menjadi serangkaian pelajaran formal. Ini, jika diibaratkan,
adalah rumus lisan yang penerapannya samar-samar dipahami.
Metode kedua memiliki keuntungan tertentu. Metode ini memastikan pemahaman yang jelas
dan praktis dari kasus aktual dan cocok untuk tindakan langsung. Kelemahan metode ini
terletak pada meninggalkan contoh-contoh tertentu dalam isolasi, dengan akibat bahwa mereka
tidak pernah dikonsolidasikan ke dalam skema nilai-nilai dalam pikiran murid. Tindakan akan
meningkatkan kecerdasan jika pengalaman turut serta dalam proses memahami suatu
tindakan. Pendekatan yang bersifat insidental tergantung pada kemungkinan terjadinya situasi
yang membutuhkan penanganan tertentu. Hanya dengan memperkenalkan kasus imajiner guru
dapat memberikan pelbagai contoh yang cocok untuk membangun sebuah konsepsi
11
umum. Jika hal ini dilakukan tanpa mengaburkan realita yang ada, maka metode ini mungkin
akan berhasil.
Pada semua kejadian sebagian besar pelatihan karakter akan terjadi secara kebetulan sebagai
reaksi dari masalah yang timbul sehubungan dengan kehidupan dan pekerjaan sekolah.
Dari pelbagai pembahasan di atas, maka dapat dicatat beberapa pembiasaan yang bermanfaat
untuk pembentukan karakter murid. Pembiasaan ini tidak hanya difokuskan dari guru ke murid
tapi juga antar murid. Dalam kaitannya dengan Pendidikan karakter bangsa, pembelajaran
12
karakter ini dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada murid dan
membiasakan mereka dengan kebiasaan (habit) yang sesuai dengan karakter kebangsaan.
Berikut adalah 18 Indikator Pendidikan Karakter bangsa sebagai bahan untuk menerapkan
pendidikan karakter bangsa dan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran karakter dalam
proses belajar mengajar di kelas dan di sekolah:
1. Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Merayakan hari-hari besar keagamaan.
B. Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah.
C. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
INDIKATOR KELAS
A. Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran.
B. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
4. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada pelbagai ketentuan dan
peraturan.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Memiliki catatan kehadiran.
13
B. Memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang disiplin.
C. Memiliki tata tertib sekolah.
D. Membiasakan warga sekolah untuk berdisiplin.
E. Menegakkan aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi pelanggar tata tertib
sekolah.
F. Menyediakan peralatan praktik sesuai program studi keahlian (SMK).
INDIKATOR KELAS
A. Membiasakan hadir tepat waktu.
B. Membiasakan mematuhi aturan.
C. Menggunakan pakaian praktik sesuai dengan program studi keahliannya (SMK).
D. Penyimpanan dan pengeluaran alat dan bahan (sesuai program studi keahlian) (SMK).
5. Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi pelbagai
hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Menciptakan suasana kompetisi yang sehat.
B. Menciptakan suasana sekolah yang menantang dan memacu untuk bekerja keras.
C. Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang kerja.
INDIKATOR KELAS
A. Menciptakan suasana kompetisi yang sehat.
B. Menciptakan kondisi etos kerja, pantang menyerah, dan daya tahan belajar.
C. Mencipatakan suasana belajar yang memacu daya tahan kerja.
D. Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang giat bekerja dan belajar.
6. Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru
dari sesuatu yang telah dimiliki.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Menciptakan situasi yang menumbuhkan daya berpikir dan bertindak kreatif.
INDIKATOR KELAS
A. Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif.
B. Pemberian tugas yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang autentik
maupun modifikasi.
7. Mandiri: Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
INDIKATOR SEKOLAH
Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik.
INDIKATOR KELAS
Menciptakan suasana kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja
mandiri.
8. Demokratis: Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Melibatkan warga sekolah dalam setiap pengambilan keputusan.
B. Menciptakan suasana sekolah yang menerima perbedaan.
C. Pemilihan kepengurusan OSIS secara terbuka.
INDIKATOR KELAS
A. Mengambil keputusan kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufakat.
B. Pemilihan kepengurusan kelas secara terbuka.
14
C. Seluruh produk kebijakan melalui musyawarah dan mufakat.
D. Mengimplementasikan model-model pembelajaran yang dialogis dan interaktif.
9. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Menyediakan media komunikasi atau informasi (media cetak atau media
elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah.
B. Memfasilitasi warga sekolah untuk bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu pengetahuan,
teknologi, dan budaya.
INDIKATOR KELAS
A. Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu.
B. Eksplorasi lingkungan secara terprogram.
C. Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik).
10. Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Melakukan upacara rutin sekolah.
B. Melakukan upacara hari-hari besar nasional.
C. Menyelenggarakan peringatan hari kepahlawanan nasional.
D. Memiliki program melakukan kunjungan ke tempat bersejarah.
E. Mengikuti lomba pada hari besar nasional.
INDIKATOR KELAS
A. Bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi.
B. Mendiskusikan hari-hari besar nasional.
11. Cinta Tanah Air: Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Menggunakan produk buatan dalam negeri.
B. Menyediakan informasi (dari sumber cetak, elektronik) tentang kekayaan alam dan
budaya Indonesia.
C. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
INDIKATOR KELAS
A. Memajangkan foto presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara, peta
Indonesia, gambar kehidupan masyarakat Indonesia
B. Menggunakan produk buatan dalam negeri.
12. Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Memberikan penghargaan atas hasil prestasi kepada warga sekolah.
B. Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.
INDIKATOR KELAS
A. Memberikan penghargaan atas hasil karya peserta didik.
B. Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.
C. Menciptakan suasana pembelajaran untuk memotivasi peserta didik berprestasi.
15
13. Bersahabat/Komunikatif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul,
dan bekerja sama dengan orang lain.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Suasana sekolah yang memudahkan terjadinya interaksi antarwarga sekolah.
B. Berkomunikasi dengan bahasa yang santun.
C. Saling menghargai dan menjaga kehormatan.
D. Pergaulan dengan cinta kasih dan rela berkorban.
INDIKATOR KELAS
A. Pengaturan kelas yang memudahkan terjadinya interaksi peserta didik.
B. Pembelajaran yang dialogis.
C. Guru mendengarkan keluhan-keluhan peserta didik.
D. Dalam berkomunikasi, guru tidak menjaga jarak dengan peserta didik.
14. Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang
dan aman atas kehadiran dirinya
INDIKATOR SEKOLAH
A. Menciptakan suasana sekolah dan bekerja yang nyaman, tenteram, dan harmonis.
B. Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
C. Membiasakan perilaku warga sekolah yang tidak bias gender.
D. Perilaku seluruh warga sekolah yang penuh kasih sayang.
INDIKATOR KELAS
A. Menciptakan suasana kelas yang damai.
B. Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
C. Pembelajaran yang tidak bias gender.
D. Kekerabatan di kelas yang penuh kasih sayang.
15. Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca pelbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Program wajib baca.
B. Frekuensi kunjungan perpustakaan.
C. Menyediakan fasilitas dan suasana menyenangkan untuk membaca.
INDIKATOR KELAS
A. Daftar buku atau tulisan yang dibaca peserta didik.
B. Frekuensi kunjungan perpustakaan.
C. Saling tukar bacaan.
D. Pembelajaran yang memotivasi anak menggunakan referensi.
16. Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah.
B. Tersedia tempat pembuangan sampah dan tempat cuci tangan.
C. Menyediakan kamar mandi dan air bersih.
D. Pembiasaan hemat energi.
E. Membuat biopori di area sekolah.
F. Membangun saluran pembuangan air limbah dengan baik.
G. Melakukan pembiasaan memisahkan jenis sampah organik dan anorganik.
16
H. Penugasan pembuatan kompos dari sampah organik.
I. Penanganan limbah hasil praktik (SMK).
J. Menyediakan peralatan kebersihan.
K. Membuat tandon penyimpanan air.
L. Memrogramkan cinta bersih lingkungan.
INDIKATOR KELAS
A. Memelihara lingkungan kelas.
B. Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam kelas.
C. Pembiasaan hemat energi.
D. Memasang stiker perintah mematikan lampu dan menutup kran air pada setiap ruangan
apabila selesai digunakan (SMK).
17. Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Memfasilitasi kegiatan bersifat sosial.
B. Melakukan aksi sosial.
C. Menyediakan fasilitas untuk menyumbang.
INDIKATOR KELAS
A. Berempati kepada sesama teman kelas.
B. Melakukan aksi sosial.
C. Membangun kerukunan warga kelas.
18. Tanggung jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
INDIKATOR SEKOLAH
A. Membuat laporan setiap kegiatan yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis.
B. Melakukan tugas tanpa disuruh.
C. Menunjukkan prakarsa untuk mengatasi masalah dalam lingkup terdekat.
D. Menghindarkan kecurangan dalam pelaksanaan tugas.
INDIKATOR KELAS
A. Pelaksanaan tugas piket secara teratur.
B. Peran serta aktif dalam kegiatan sekolah.
C. Mengajukan usul pemecahan masalah.
KESIMPULAN
Pembelajaran karakter merupakan hal yang perlu dalam kehidupan manusia demi terbentuknya
kulaitas manusia yang berguna dan sesuai dengan harapan yang dikehendaki oleh agama,
masyarakat dan negara. Pembelajaran karakter di Indonesia telah mendapat perhatian khusus
dari pemerintah dengan menerapkannya pada mata pelajaran yang diterima murid dan dengan
mengampanyekannya kepada tiap sekolah untuk memberikan pendidikan karakter, khususnya
pendidikan karakter bangsa.
Pembelajaran karakter yang dilakukan dengan cara pembiasaan karakter akan memberi
kesempatan kepada para pembelajar tidak hanya bagaimana memahami karakter secara teoritis
tetapi juga bagaimana secara praktek pembelajar dapat meniru dan mencontoh karakter yang
baik dan benar sehingga dapat menerapkannya sesuai dengan kepribadian masing-masing
pembelajar.
17
Dalam tatanan sekolah, murid adalah target pembelajaran karakter dan dengan model
pembiasaan, maka murid diharapkan melakukan pembiasaan karakter yang baik dan benar.
Pembiasaan karakter pada murid sangat tergantung pada faktor-faktor yang ada pada sekolah
dan terutama pada guru sebagai faktor yang berhubungan secara langsung dalam proses belajar
mengajar dengan murid.
Pada akhirnya, pembentukan karakter, khususnya karakter bangsa, akan tumbuh, berkembang
dan menyatu dalam kehidupan tiap murid ketika pihak sekolah, rumah dan masyarakat
bekerjasama dalam menentukan dan membiasakan standar moral yang mengarah pada
pembentukan karakter yang baik dan benar.
Bibliografi
Brewer, John M., and Glidden, Charles H.: Newspaper Stories for Group Guidance
(New York: Inor Publishing Co., 1935).
Cabot, E. L., and Eyles, E.: Stories for Character Training (Harrap, 1919).
Jones, Vernon: What Would You Have Done? and Teachers Manual (Ginn, 1931).
McKown, Harry C.: Character Education (McGraw Hill Book Co., 1935).
National Education Association, Research Bulletin: Education for Character, Part I., The Social
and Psychological Background, Vol. XII., No. 2, March, 1934; Part II., Improving the
School Program, Vol. XII., No. 3, May, 1934.
18
Raka, Gede (2006).Guru Tranformasional Dalam Pembangunan Karakter dan Pembangunan
Bangsa, Makalah, Orasi Dosen Berpretasi Tingkat Poltekes dan Tingkat Nasional,
Jakarta: 10 Nopember 2006.
----------- (2006), Pendidikan Untuk Kehidupan Bermakna. Makalah, Orasi Ilmiah pada Hari
Wisuda Universitas Kristen Maranatha Bandung, 25 Maret 2006
--------- (2007), Pendidikan Membangun Karakter, Makalah, Orasi Perguruan Taman Siswa,
Bandung 10 Februari 2007
Republik Indonesia (2003) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta: Depdiknas
19