Anda di halaman 1dari 12

Klasifikasi Gangguan Mental Organik (GMO)

Menurut Arif Mansjoer (2003; 18), GMO dapat dibagi menjadi menjadi 4, yaitu;
1. Delirium
a) Delirium yang berhubungan dengan suatu kondisi medis lain
b) Delirium yang di indiuksi oleh zat
c) Delirium yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi
d) Delirium yang tidak diklasifikasikan di tempat lain.
2. Demensia
a) Demensia tipe Alzheimer
b) Demensia tipe vascular
c) Demensia yang berhubungan dengan suatu kondisi medis lain (HIV, Parkinson, trauma
kepala, penyakit Huntington, penyakit Pick, penyakit Creatzfeldt-Jacob, kondisi medis
lain)
d) Demensia yang di induksi oleh zat
e) Demensia yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi
f) Demensia yang tidak diklasifikasikan di tempat lain.
3. Gangguan Amnesia
a) Gangguan Amnesia yang berhubungan dengan kondisi medis lain
b) Gangguan Amnesia yang di induksi oleh zat.
4. Gangguan kognitif yang tidak diklasifikasikan di tempat lain.

A. DELIRIUM
a. Definisi
Suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang biasanya
tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif (Arif Mansjoer, 2001; 189).
Status kebingungan akut yang ditandai dengan kewaspadaan, perhatian, dan konsentrasi
dengan awitan akut dan berlangsung singkat (berjam-jam hingga berhari-hari) (Barry.
Guze, MD, 1997; 165).

b. Etiologi (faktor penyebab)


Menurut Arif Mansjoer (2001; 190), delirium memunyai berbagai macam
penyebab, semuanya mempunyai pola gejala serupa putus obat maupun zat toksik,
penyebab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan
hati. Neurotransmitter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta
glutamat. Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis. Faktor predisposisi
terjadinya delirium, antara lain;
1) Usia
2) Kerusakan otak
3) Riwayat delirium
4) ketergantungan alkohol
5) Diabetes
6) Kanker
7) Gangguan panca indera
8) Malnutrisi
Sementara itu menurut Barry Gue (1997; 167), menyatakan penyebab lain terjadinya
Delirium yaitu;
1) Gangguan sistemik
2) Disfungsi endokrinologis
3) Proses infeksi
4) Defisiensi nutrisional
5) Proses intrakranial
Perdarahan subaraknoid dan subdural, trauma, infeksi (meningitis dan ensefalitis), stroke,
sakit kepala, migrain, tumor, epilepsi (delirium dan pascaiktal) dan ensefalopati
hipertensif.
6) Intoksikasi
Obat-obatan dan medikasi (khususnya antikolinergik), alkohol, racun (logam, bahan
industri dan karbon monoksida).
7) Penarikan diri karena obat
8) Masalah psikiatrik
9) Penyebab lainnya.

c. Manifestasi Klinis
Gejala utama pada penyakit delirium adalah kesadaran yang menurun. Gejala-
gejala lain adalah penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan
baik, ada yang bingung atau cemas, gelisah dan panik, ada pasien yang terutama
berhalusinasi dan ada yang hanya berbicara komat-kamit dan inkoherent. Pasien delirium
yang berhubungan dengan sindrom putus obat merupakan jenis hiperaktif yang dapat
dikaitkan dengan tanda-tanda otonom, seperti flushing, berkeringat, takikardi, dilatasi
pupil, nausca, mundan dan hipertermi. Orientasi waktu seringkali hilang, sedangkan
orientasi tempat dan orang mungkin terganggu pada kasus yang berat. Pasien seringh
mengalami Abromalitas dalam berbahasa, seperti pembicaraan yang bertele-tele, tidak
relevan dan inkoheren (Arif Mansjoer, 2001; 190).
Fungsi kognitif lain yang mungkin terganggu adalah daya ingat dan fungsi
kognitif umum. Pasien mungkin tidak mampu membedakan rangsang sensorik dan
mengintegrasikannya sehingga sering merasa terganggu dengan rangsang yang tidak
sesuai atau timbul agitasi, gejala yang sering tampak adalah marah, mengamuk dan
ketakutan yang tidak beralasan, pasien selalu mengalami gangguan tidur sehingga tampak
mengamuk sepanjang hari dan tertidur dimana saja (Arif Mansjoer, 2001; 190).
Delirium biasanya hilang bila penyakit badaniah yang menyebabkannya sudah
sembuh, mungkin sampai kira-kira 1 bulan sesudahnya. Jika disebabkan oleh proses
langsung menyerang otak, bila proses itu sembuh, maka gejala-gejalanya tergantung pada
besarnya kerusakan yang ditinggalkan (gejala neurologik/gangguan mental dengan gejala
utama gangguan intelegensi). Biasanya delirium muncul tiba-tiba (dalam beberapa jam
atau hari) faktor penyebabnya telah dapat diketahui dan dihilangkan, walaupun delirium
biasanya terjadi mendadak, gejala-gejala prodnormal mungkin telah terjadi beberapa hari
sebelumnya. Prognosa tergantung pada dapat atau tidak dapat kembalinya penyakit yang
menyebabkannya dan kemampuan otak untuk menahan pengaruh penyakit itu (WF.
Maramis, 1995; 182).
d. Penalaksanaan
Menurut Maramis (1995; 182), pengobatan etiologik harus sedini-dininya dan
disamping ini faal otak dibantu agar tidak terjadi kerusakan otak yang tetap. Peredaran
darah harus diperhatikan (nadi, jantung, tekanan darah), bila perlu diberi stimulansia.
Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi.
a) Penderita harus dijaga terus, lebih-lebih ia sangat gelisah, sebab ia berbahaya untuk
diri sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun untuk
orang lain.
b) Dicoba menenangkan penderita dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun)
atau dengan kompres es, penderita mungkin menjadi lebih tenang bila ia melihat
orang tua, barang yang ia kenal dari rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap,
penderita tidak tahan terlalu di isolasi. Terhadap gejala-gejala psikiatrik, bila sangat
mengganggu dapat diberi neroleptika, terutama yang mempunyai dosis efektif tinggi.
c) Bila kondisi ini merupakan foksisitas antikolinergik digunakan fisostigmin salisilat 1-
2 mg IV atau im. (dosis 15-30 menit)
d) Dilakukannya terapi untuk memberi dorongan perbaikan fisik sensorik dan
lingkungan
e) Untuk gejala-gejala psikosis digunakan haloperidol 2-10 ms
f) Insomnia diobati dengan benzodiazepin.
Sementara itu menurut Arif Mansjoer (2000; 191), bila kondisi ini merupakan
toksisitas anti kolinergik, digunakan fisostigmin salisilat 1-2 mg, iv atau im dengan
pengulangan dosis setiap 15-30 menit. Selain itu, perlu dilakukan terapi untuk
memberi dorongan perbaikan pada fisik, sensorik, dan lingkungan. Untuk mengatasi
gejala psikosis digunakan haloperidol 2-10 mg im, yang dapat diulang setiap 1 jam.
Insomnia sebaiknya diobati dengan benzodiazepin yang mempunyai waktu terapi
pendek.
Pengobatan tergantung pada penyakitnya:
1. Infeksi diatasi dengan antibiotik.
2. Demam diatasi dengan obat penurun panas.
3. Kelainan kadar garam dan mineral dalam darah diatasi dengan pengaturan kadar
ciran dan garam dalam darah.

B. Demensia
a) Definisi
Suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya bersifat kronik-
progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikel yang multiple (Rusdi Maslim,
2003; 22).
Sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan
kesadaran, gangguan fungsi kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat,
bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian
dan kemampuan bersosialisasi (Arif Mansjoer, 2001; 191).
b) Etiologi
Sebagian besar disebabkan oleh penyakit alzheimer dan vaskular. Penyebab lain
adalah penyakit pick, creutzfeldt-jacob, huntington, parkinson, HIV dan trauma kepala
(Arif Mansjoer. 2000; 191).Penyebab kedua tersering dari demensia adalah serangan
stroke yang berturut-turut. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami
cedera otak atau cardiac arrest
(http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=698).
Sementara itu menurut Barry Guze (1997; 195-196), beberapa penyebab terjadinya
Demensia diantaranya adalah;
1. Demensia karena Al-zheimer (AD)
Merupakan penyebab tunggal paling lazim untuk demensia, mencakup hampir 55% dari
semua kasus
1) Temuan histopatologik umum
(1) Mikroskopik, otak atropik dengan pelebaran sulkus, konvules kortikel yang menciut
dan ventrikel yang membesar.
(2) Temuan histopatologik termasuk kekacauan neuro psikologik, plaksenilis, degenerasi
granulovakuoler dan kehilangan neural.
2) Faktor etiologik
(1) Faktor genetik
Pada 20% kasus, penyakit ini diwariskan sebagai dominan autosomal pada 50% sisanya,
tampaknya terdapatnya peningkatan insidens familial.
(2) Aluminium
Pada model hewan, aluminium ditemukan menyebabkan demensia degenarif
neurofibriler, juga pada pasien yang terkena AD, telah dideteksi adanya peningkatan
konsentrasi aluminium otak.
(3) Faktor lain
Walaupun data masih langka telah diperkirakan adanya etiologi virus dan auto imun.
2. Demensia infark majemuk
Keadaan ini mencakup 10% hingga 15% demensia, karena intervensi yang pada
waktunya dapat mempunyai dampak terhadap perjalanan penyakit ini, maka penting
dikenali manifestasi klinisnya.
3. Sindrom ekstrapiramidal
1) Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson timbul sebagai akibat kehilangan sel pengandung dopamin dalam
lintasan nigrostriatal dan tegmentum ventral. Secara klinis ditandai dengan bradikinesia
tremor, rigiditas, ekspresi wajah yang berkurang dan berjalan dengan kaki diseret.
Demensia berkorelasi buruk dengan tremor pada gangguan ini tetapi tampaknya
bervariasi menurut beratnya bradikinesia yang ada.
2) Penyakit Huntington
Penyakit Hungtinton diwariskan sebagai suatu gangguan dominan autosomal. Demensia
subkortikal merupakan manifestasi lazim dari penyakit ini yang ditandai dengan
gangguan gerakan koreiform dan perjalan penyakit yang progresif lambat. Biasanya
diikuti dengan demensia Huntington, tetapi dapat mendahului timbulnya gangguan
gerakan atau terdapat sendiri sebagai satu-satunya manifestasi dari penyakit ini.
3) Kelumpuhan Supranuklear Progresif
Kelumpuhan supranuklear progresi ditandai dengan demensia subkortikal ringan,
kelumpuhan tatapan supranuklear, kekakuan aksial dan kelumpuhan pseudobulber (afek
yang tak semestinya dalam derajat dan atau arah, disfagia dan disartria). Pada fase awal
dan pertengahan kadang-kadang ditemukan depresi.
4) Penyebab Infeksi
(1) Penyakit Jacob-Creutzfeldt
Keadaan ini merupakan suatu infeksi virus progresif cepat dari susunan saraf pusat yang
biasanya berpuncak dengan kematian dalam 6 bulan sejak mulai terinfeksi.
(2) Kompleks Demensia Sindrom Imunodefisiensi didapat (AID)
Menurut Artno, Demensia terkait HIV. http//spiritia.or.id.1999. Istilah demensia terkait
HIV ( HIV Associated Dementia-HAD) mencakup spektrum luas perwujudan psikiatri
dan neurologi dari infeksi HIV pada SSP, HAD mencakup berbagai derajat gejala
kognitif, motor dan perilaku.

5) Defisiensi nutrisional
Defisiensi vitamin yang paling lazim menimbulkan demensia B12, folat dan niasin,
defisiensi tianin menimbulkan amnesia dalam konteks sindrom wernicke, korsakoff
dengan sedikit gangguan intelektual.
6) Kelainan endokrinologik
Keadaan endokrinologik berikut dapat meliputi demensia dalam gambaran klinisnya,
hipotroidisme, hipertiroidisme, hipopara tiroidisme, hiperpara tiroidisme, penyakit
addison dan penyakit custing.
7) Gangguan elektrolit
8) Hipoksia
Anoreksia, gangguan jantung dan fungsi pernapasan.
9) Demensia dialisis dan uremia
10) Ensefalopati uremik kronik
11) Obat-obatan, logam dan paparan kimiawi industri
12) Ensefalopatii hepatik
13) Porikiria
14) Demensia pseudo
15) Demensia hidrosefalik
16) Demensia traumatik dan neoplastik
17) Demensia terkait penyakit mielin
18) Penyusunan diagnostik demensia
Dalam salah satu website dengan alamat http://www.idijakbar.com mengklasifikasikan
beberapa penyebab terjadinya demensia diantaranya:
1) Menurut umur
(1) Demensia senilis (> 65 tahun)
(2) Demensia prasenalis (< 65 tahun)
2) Menurut perjalanan penyakit
(1) Reversibel
(2) Ireversibel

3) Menurut kerusakan struktur otak


(1) Tipe Al-Zheimer
(2) Tipe non Alzheimer
(3) Demensia vaskular
(4) Demensia jisim lewy
(5) Demensia lobus frontal-temporal
(6) Demensia terkait HIV
(7) Morbus parkinson
(8) Morbus huntington
(9) Morbus pick
(10) Morbus jacob creutzfeldt
(11) Sindrom gerstmann
(12) Priondisease
(13) Priondisease
(14) Palsi supranuklear progresif
(15) Multiple sklerosis
(16) Neurosifilis
(17) Tipe campuiran
4) Menurut sifat-klinis
(1) Demensia proprius
(2) Pseudo-demensia

2.4.2.3 Manifestasi Klinis


Demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah, sehingga
keadaan ini pada mulanya tidak disadari. Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan
untuk mengenali orang, tempat dan benda. Penderita memiliki kesulitan dalam
menemukan dan menggunakan kata yang tepat dan dalam pemikiran abstrak dan sering
terjadi perubahan kepribadian.
(http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=698)
Menurut Arif Mansjoer (2001; 191) tanda dan gejala dari Demensia yaitu:
1. Pada stadium awal, pasien menunjukkan kesulitan untuk mempertahankan kinerja
mental fatig dan cenderung gagal bila diberi suatu tugas baru atau kompleks.
2. Orientasi, daya ingat, persepsi dan fungsi intelektual pasien memburuk
3. Pasien tampak introvert dan kurang peduli terhadap akibat tingkah lakunya
4. Diperkirakan 20-30% pasien tipe Alzheimer mengalami halusinasi dan 30-40%
mempunyai gejala waham, terutama waham curiga dan tidak sistematik
5. Terdapat depresi dan ansietas pada sebagian besar pasien. Pasien dapat mengalami
afasia, apraksia dan agnosia
6. Kejang.

2.4.2.4 Penatalaksanaan
Demensia dapat disembuhkan bila tidak terlambat. Secara umum, terapi pada demensia
adalah perawatan medis yang mendukung, memberi dukungan emosional pada pasien
dan keluarganya, serta farmakoterapi untuk gejala yang spesifik. Terapi simtomatik
meliputi diet, latihan fisik yang sesuai, terapi rekreasional dan aktivitas, serta penanganan
terhadap masalah-masalah lain.
Sebagai farmakoterapi, benzodiazepin diberikan untuk ansietas dan insomnia, anti
depresan untuk depresi, serta anpsikotik untuk gejala waham dan halusinasi (Arif
Mansjoer, 2001; 192).
Sementara itu takrin telah digantikan oleh donepezil, yang menyebabkan lebih sedikit
efek samping dan memperlambat perkembangan penyakit alzheimer selama 1 tahun atau
lebih. Ibuprofen juga bisa memperlambat perjalanan penyakit ini. Obat ini paling baik
jika diberikan pada stadiun dini.
(http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=698)
2.4.2.5 Klasifikasi Demensia
Menurut WF. Maramis (1997; 192) Demensia terbagi menjadi:
1. Demensia senilis
Adalah perubahan fisik akan mental yang terjadi pada orang lanjut usia disertai dengan
energi yang berkurang, reaksi terhadap kejadian sekitarnya menjadi lambat, daya kreatif
dan inisiatif berangsur-angsur menyempit dan pelan-pelan menarik diri, seakan-akan
kepribadiannya terbungkus.
1) Gejala
Biasanya sesudah umur 60 tahun baru timbul gejala-gejala yang jelas untuk membuat
diagnosis demensia klinis. Penyakit jasmaniah atau gangguan emosi yang hebat
mempercepat kemunduran mental.
2) Gejala jasmaniah
Kulit menjadi tipis, atrofis dan keriput, berat badan mengurang, atrofi pada otot-otot,
jalannya menjadi tidak stabil, suara kasar dan bicaranya menjadi pelan, tremor pada
tangan dan kepala.
3) Gejala psikologik
Sering hanya terdapat tanda kemunduran mental umum (demensia simplek).
4) Pencegahan
Pertahankan perasaan aman dan harga diri, perhatikanlah dan cobalah memuaskan
kebutuhan rasa kasih sayang, rasa masuk hitungan, rasa tercapainya sesuatu dan rasa
perlu dibenarkan serta dihargai.

2. Demensia prasenilis
Seperti namanya telah menjelaskan maka pada gangguan ini gejala utamanya ialah
demensia sebelum masa senil, akan dibicarakan dua macam demensia prasenilis, yaitu
penyakit Alzheimer dan penyakit pick.
1) Morbus Alzheimer
Penyakit alzheimer ini biasanya timbul antara umur 50-60 tahun. Terdapat degeneratif
korteks yang difus pada otak dilapisan-lapisan luar, terutama di daerah frontal dan
temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat pada pnemo-ensefalogram: sistema ventrikel
membesar serta banyak hawa diruang subarakhroidal (giri mengecil dan sulkus-sulkus
melebar).
Penyakit ini mulai pelan-pelan sekali, tidak ada ciri-ciri yang khas pada gangguan
inteligensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat disorientasi, gangguan ingatan, emosi
yang labil, kekeliruann mengenai hitungan dan mengenai pembicaraan sehari-hari.
Terjadi afasi sering juga terdapat perseverasi, pembicaraan logoklonia dan bila sudah
berat maka penderita tidak dapat dimengerti lagi, ada yang menjadi gelisah dan
hiperaktif.
2) Morbus Pick
Pick dari prahara pertama kali mengumumkan hal-hal tentang penyakit yang jarang ini
pada tahun 1892. secara patologis ciri khas ialah atrofi dan gliosis di daerah-daerah
asosiatif. Daerah motorik, sensorik dan daerah proyeksi secara relatif tidak banyak
berubah yang terganggu ialah daerah korteks yang secara filogenptik lebih muda yang
penting buat fungsi asosiasi yang lebih tinggi, sebab itu yang terutama terganggu ialah
pembicaraan dan proses berpikir.
Penyakit ini mungkin herediter diperkirakan bahwa terdapat faktor menjadi tua dari sel-
sel ganglion yang tertentu, yaitu yang genetis paling muda. Lobus frontalis menjadi
demikian atrofis sehingga kadang-kadang kelihatan seperti ditekan oleh suatu lingkaran.
Biasanya terjadi pada umur 45-60 tahun yang termuda pernah diberikan ialah 31 tahun.
Dalam waktu satu tahun terjadi demensia yang jelas. Ada yang eforia, ada yang menjadi
susah dan curiga, sering terdapat gejala-gejala fokal seperti afasia, apraxia, alexia,
agrafia, tetapi gejala-gejala ini sering diselubungi oleh demensia umum. Ciri afasia yang
penting pada penyakit ini ialah terjadinya secara pelan-pelan (tidak mendadak seperti
pada gangguan pembuluh darah otak).

2.4.3 Amnesia
2.4.3.1 Definisi
Amnesia (dari bahasa Yunani) adalah kondisi harganya daya ingat.
(http://Wikipedia.org/wiki/Amnesia/2008).
Amnesia adalah suatu gangguan daya ingat yang ditandai adanya gangguan kemampuan
mempelajari hal-hal baru atau mengingat hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya serta
menimbulkan hambatan pada fungsi sosial dan pekerjaan (Arif Mansjoer, 2001; 192).

2.4.3.2 Etiologi
Gangguan ini sangat sering terjadi pada orang dewasa muda, lebih sering terjadi pada
orang yang telah terlibat didalam peperangan, kecelakaan atau bencana alam .
(http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=698).
Penyebab amnesia bervariasi mulai dari fisiologis sampai kerusakan otak. Kerusakan
otak disebabkan karena trauma atau kecelakaan, tumor, stroke, maupun pembengkakan
otak.
(http://www.emedicine.com/neuro/tropic380.html).
Penyebab amnesia dapat berupa organik dan fungsional. Penyebab organik dapat berupa
kerusakan otak akibat trauma, penyakit atau penggunaan obat-obatan (biasanya yang
bersifat sedatif). Penyebab fungsional adalah faktor psikologis, seperti halnya mekanisme
pertahanan ego.
(http://www.emedicine.com/neuro/tropic380.html).
Sementara itu menurut Arif Mansjoer (2001; 192), gangguan pada daya ingat umumnya
diakibatkan kerusakan struktur neuroanatomi tertentu, pada satu atau dua lebih hemister,
namun lebih mudah timbul bila yang terkena hemister kiri. Gangguan amnesia dapat
disebabkan banyak hal, antara lain;
1. Gangguan sistemik
1) Defisiensi tramin (sindrom korsakoff)
2) Hipoglikemia.
2. Gangguan otak primer
1) Kejang, trauma kepala, tumor otak
2) Penyakit serebrovaskular, ensevolitis karena virus herpes simpleks
3) Hipoksia, sklerosis multipel
4) Amnesia transien global
5) Tindakan bedah otak, terapi syok listrik.
3. Obat-obatan: alkohol, neurotoksin, benzodiazepin dan sejenisnya
2.4.3.3 Klasifikasi Amnesia
Menurut website dengan alamat http://www.emidicine.com/neuro /topic 380.htmi,
amnesia terbagi menjadi:
1. Anterograde
Ketidakmampuan untuk mengingat kejadian-kejadian setelah terjadinya trauma atau
penyakit setelah terjadinya trauma atau penyakit yang menyebabkan amnesia.
2. Retrograde
Ketidakmampuan untuk mengingat kejadian-kejadian sebelum terjadinya trauma.

3. Amnesia lakunar
Ketidakmampuan mengingat kejadian tertentu.
4. Amnesia emosional
Hilangnya ingatan karena trauma psikologis. Biasanya bersifat sementara.
5. Sindrom korsakoff
Hilangnya ingatan karena alkoholisme kronik.
6. Amnesia posthipnotik
Hilangnya ingatan setelah keadaan hipnotik atau informasi yang disimpan pada memori
jangka panjang.
7. Transient global amnesia
Merupakan kehilangan sementara seluruh memori secara khusus disertai anterograde
amnesia dan juga retrograde amnesia ringan.

2.4.3.4 Manifestasi Klinis


Gambaran yang sangat umum pada amnesia dissociative adalah kehilangan ingatan.
Segera setelah terjadi amnesia, seseorang bisa kelihatan bingung. Kebanyakan orang
dengan amnesia dissociative setidaknya depresi atau sangat menderita karena amnesia
mereka.
(http://www.emedicine.com/neuro/tropic380.html)
Gejala utamanya adalah ketidak mampuan mempelajari ha-hal baru (amnesia
anterograde) atau mengingat hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya (amnesia
retrograde). Daya ingat jangka pendek biasanya terganggu, bahkan pada kasus yang
berat, orientasi tempat dan waktu juga terganggu. Namun, orientasi orang jarang
terganggu. Daya ingat jangka panjang yang meliputi pengalaman masa kecil tidak
terganggu. Daya ingat segera masih baik. Gejala penyerta lainnya antara lain perubahan
kepribadian, apatis, kurang inisitif, agitasi dan kebingungan. Pasien tidak mempunyai
tilikan diri yang baik terhadap penyakitnya (Arif Mansjoer, 2001; 192-193).

2.4.3.5 Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Dapat timbul secara segera seperti pada trauma dan penyakit cerebrovaskular dapat juga
timbul secara bertahap pada kekurangan nutrisi dan tumor otak. Durasinya dapat singkat,
kurang dari sebulan (amnesia transien) atau lebih dari sebulan (amnesia peristen) (Arif
Mansjoer, 2001; 193).

2.4.3.6 Penatalaksanaan
Terutama ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, pendekatan bersifat suportif
yang berkaitan dengan waktu dan tempat akan sangat membantu pasien dan mengurangi
rasa cemasnya, setelah episode amnesia teratasi, beberapa jenis psikoterapi (kognitif,
psikodinamika atau suporatif) mungkin dapat membantu pasien (Arif Mansjoer, 2001;
193).
Untuk mempercepat pemulihan amnesia biasanya diberikan terapi atau obat-obatan yang
meningkatkan fungsi otak. Diluar terapi dan obat-obatan, cara yang paling ampuh adalah
menyediakan kondisi yang memberi rasa aman bagi penderita. Kebanyakan penderita
amnesia justru sembuh bukan diruang praktek, namun ketika menjalani kehidupan secara
normal (http://id.wikipedia.org/wiki.amnesia).
Dokter memulai pengobatan dengan membantu orang tersebut untuk merasa aman dan
terjamin. Jika ingatan yang hilang tidak secara spontan teringat, atau jika kebutuhan
untuk mengingat ingatan tersebut mendesak, teknik mengingat kembali sering kali
berhasil. Menggunakan hipnotis atau wawancara yang diawali dengan obat (wawancara
dilakukan setelah orang tersebut tenang dengan obat secara infus seperti amobarbital atau
midazolam), dokter menanyakan orang yang amnesia mengenai masa lalunya
(http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=3095)

2.4.4 Gangguan Akibat Alkohol dan Obat/Zat


Konsep ketergantungan obat meliputi ketergantungan perilaku dan ketergantungan fisik.
Ketergantungan perilaku menekankan pada aktifitas mencari-cari zat sedangkan
ketergantungan fisik menekankan efek fisiologis dari penggunaan zat berulang.
Kekurangan zat ditandai oleh sekurangnya satu gejala spesifik yang menyatakan bahwa
penggunaan zat telah mempengaruhi kehidupan seseorang (Arif Mensjoer, 2001; 193)
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah
terjadi masalah (stuart &s udden, 1995, diunduh dari
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/11/07/asuahan-keperawatan-klien-dengan-
sindrom-putus-zat-napza)

2.4.4.1 Etiologi
Ketergantungan zat disebabkan oleh pemakaian zat dalam pola yang berlebihan secara
umum, perilaku mencari obat dapat dilihat pada gambar:

Gambar 2.1 Alur ketergantungan zat

Dalam website dengan alamat


http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/11/07/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
sindrom-putus-zat-napza, menyebutkan proses terjadinya masalah penyalahgunaan dan
ketergantungan zat memfokuskan pada zat yang sering disalahgunakan individu : opiat,
amfetamin,canabis dan alkohol.
1. Rentang respon kimiawi
Perlu diingat bahwa pada rentang respon tidak semua individu yang menggunakan zat
akan menjadi penyalahgunaan dan ketergantungan zat. Hanya individu yang
menggunakan zat berlebihan dapat mengakibatkan penyalahgunaan dan ketergantungan
zat.
Penyalahgunaan zat merujuk pada penggunaan zat secara terus-menerus bahkan sampai
setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering
dianggap sebagai penyakit. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap
obat. Toleransi berarti bahwa memerlukan peningkatan jumlah zat untuk memperoleh
efek yang diharapkan (Stuart & sundeen, 1995, Stuart & laraia, 1998, diunduh dari
http://kuliah bidan.wordpress.com/2008/11/07/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
sindrom-putus-zat-napza).
2. Perilaku
3. Faktor penyebab
Faktor penyebab pada klien penyalahgunaan dan ketergantungan napza meliputi :
1) Faktor biologic
(1) Kecenderungan keluarga, terutama penyalahgunaan narkoba.
(2) Perubahan metabolisme alkohol yang mengakibatkan respon fisiologik yang tidak
nyaman.
2) Faktor psikologic
(1) Tipe kepribadian ketergantungan.
(2) Harga diri rendah biasanya sering berhybyngan dengan penganiayaan waktu masa
kanak-kanak.
(3) Perilaku maladaptif yang dipelajari secara berlebihan.
(4) Mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit.
(5) Sifat keluarga, termasuk tidak stabil, tidak ada contoh peran yang positif, kurang
percaya diri, tidak mampu memperlakukan anak sebagai individu, dan orang tua yang
adiksi.
3) Faktor sosiokultural
(1) Ketersediaan dan penerimaan sosial terhadap pengguna obat.
(2) Ambivalens sosial tentang penggunaan dan penyalahgunaan berbagai zat seperti
tembakau, alkohol dan mariyuana.
(3) Sikap, nilai, norma dan sanksi cultur.
(4) Kemiskinan dengan keluarga yang tidak stabil.

2.4.4.2 Manifestasi Klinis


Pada dasarnya terdapat dua konsep ketergantungan zat, yaitu ketergantungan perilaku dan
ketergantungan fisik. Ketergantungan perilaku diperlihatkan dengan aktifitas mencari zat.
Ketergantungan fisik diperlihatkan dari efek fisik dari episode multipel penggunaan zat
(Arif Mansjoer, 2001; 195).

2.4.4.3 Penatalaksanaan
Pendekatan pengobatan untuk penyalahgunaan zat bervariasi menurut zat, pola
penyalahgunaan, tersedianya sistem pendukung dan ciri individual pasien. Tujuan utama
pengobatan adalah abstinensi zat serta mencapai kesehatan fisik psikiatrik dan
psikososial.
Pendekatan pengobatan awal dapat dilakukan dengan rawat inap atau rawat jalan.
Pengiobatan rawat inap diindikasikan pada adanya gejala medis atau psikiatrik yang
parah, suatu riwayat gagalnya pengobatan rawat jalan, tidak adanya dukungan
psikosoasial atau riwayat penggunaan zat yang parah atau berlangsung lama.
Pada beberapa kasus penggunaan obat psikotropik mungkin diindikasikan untuk
menghalangi pasien menggunakan zat yang disalahgunakan, untuk menurunkan efek
putus zat, atau untuk mengobati suatu perkiraan gangguan psikiatrik dasar. Kadang-
kadang psikoterapi diperlukan. (Arif Mansjoer, 2000; 195).
DAFTAR PUSTAKA

Amnesia disosiatif diunduh dari


http;//medicastore.com/indeks.php?mod=penyakit&id=3095

Arif Mansjoer (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, EGC

Arif Mansjoer (2000), Kapita selekta kedokteran Ed III, Jilid 2. FKUI: Media
Aesculapius

Demensia. diunduh dari


http://medicastore.com/index.php/mod=penyakit&id=698

Guze, Barry, M. D. (1997), Buku Psikiatri, Jakarta, EGC

Maramis (1995), Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya, Airlangga University Press

http://www.idijakbar.com/prosiding/delirium.htm-4.

http://www.idijakbar.com/prosiding/gangguan-mental.htm.

http://wikipedia.org/wiki/amnesia/2008.

http://spiritia.or.id/est/delirium.

Rusdi Maslim, (1993), Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III, Jakarta, FK Unika Atmaya

Stuart dan sudeen,stuart dan laraia.1995 dan 1998.Pengertian penyalahgunaan zat


diunduh dari http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/11/07/asuhan-keperawatan-klien-
dengan-sindrom-putus-zat-napza

___.2003.Asuhan keperawatan pada pasien gangguan kognitif dan mental


organik.diunduh dari http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-
siti%20saidah2.pdf

Anda mungkin juga menyukai