Anda di halaman 1dari 11

TUGAS I

(KELOMPOK)
MATA KULIAH EKONOMI KESEHATAN

ANALISIS COST EFFECTIVENESS FARMAKOTERAPI IVABRADINE


PADA KASUS GAGAL JANTUNG KRONIS

Oleh:

KELOMPOK

1. RUNNI KURNIA HARMUKO NIM.16 / 403355 / PKU / 16173


2. NOVY NUR KUSUMAWARDHANI NIM. 16 / 403319 / PKU/ 16137
3. GRACE SICILIA NIM. 16 / 403243 / PKU / 16061

MINAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN


PROGRAM PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2016
ANALISIS COST EFFECTIVENESS FARMAKOTERAPI IVABRADINE
PADA KASUS GAGAL JANTUNG KRONIS

A. Landasan Teori
A.1 Analisis Farmakoekonomi
Kesehatan adalah hak asasi manusia. UUD 1945 menjamin bahwa setiap penduduk
Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan
kebutuhan, tanpa memandang kemampuan membayar. Sebagai anggota dari komunitas
peradaban dunia, Indonesia juga memiliki tanggung jawab untuk mencapai target
Millennium Development Goals (MDGs) 20002015. Komitmen pencapaian MDGs ini
telah dituangkan dalam berbagai target Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode
20102014. Dengan pencapaian target MDGs, diharapkan terjadi peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Tetapi, sampai saat ini Indonesia masih
terbelit berbagai masalah di bidang yang strategis tersebut. Jumlah penduduk miskin
dengan status kesehatan yang rendah masih sangat besar dan tekanan beban ganda
penyakit semakin berat dengan meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif di tengah
insidensi penyakit infeksi yang masih tinggi. Dengan masuknya berbagai teknologi baru
yang umumnya lebih mahal, membuat biaya pelayanan kesehatan terus meningkat. Di sisi
lain, anggaran kesehatan yang tersedia masih terbatas dan belum memadai (Kemenkes,
2013).
Oleh karena itu untuk menyiasati isu keterbatasan anggaran tersebut sangat
diperlukan kajian mengenai analisis farmakoekonomi. Analisis farmakoekonomi tersebut
antara lain:
1. Analisis efektivitas-biaya (AEB cost-effectiveness analysis, CEA) adalah teknik
analisis ekonomi untuk membandingkan biaya dan hasil (outcomes) relatif dari dua atau
lebih intervensi kesehatan. Pada AEB, hasil diukur dalam unit non-moneter, seperti
jumlah kematian yang dapat dicegah atau penurunan mm Hg tekanan darah diastolik.
2. Analisis manfaat-biaya (AMB cost-benefit analysis, CBA) adalah teknik untuk
menghitung rasio antara biaya intervensi kesehatan dan manfaat (benefit) yang
diperoleh, dimana outcome (manfaat) diukur dengan unit moneter (rupiah).
3. Analisis minimalisasi-biaya (AMiB cost-minimization analysis , CMA ) adalah
teknik analisis ekonomi untuk membandingkan dua pilihan (opsi, option ) intervensi
atau lebih yang memberikan hasil (outcomes) kesehatan setara untuk mengidentifikasi
pilihan yang menawarkan biaya lebih rendah.
4. Analisis utilitas-biaya (AUB cost-utility analysis, CUA) adalah teknik analisis
ekonomi untuk menilai utilitas (daya guna) atau kepuasan atas kualitas hidup yang
diperoleh dari suatu intervensi kesehatan. Kegunaan diukur dalam jumlah tahun dalam
keadaan sehat sempurna, bebas dari kecacatan, yang dapat dinikmati umumnya
diekspresikan dalam qualityadjusted life years (QALY) , atau jumlah tahun berkualitas
yang disesuaikan (Kemenkes, 2013).

A.2 Gagal Jantung (heart failure)


Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding
Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat (Perki, 2015).

Definisi gagal jantung


Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien
harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat
istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan
(kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan
struktur atau fungsi jantung saat istrahat (Tabel 1 dan 2) (Perki, 2015).
CHF merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient
dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald).

Klasifikasi
Tabel 3. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional New york heart
association (NYHA).
Gagal jantung sering juga diklasifikasikan sebagai gagal jantung dengan
penurunan fungsi sistolik (fraksi ejeksi) atau dengan gangguan fungsi diastolik (fungsi
sistolik atau fraksi ejeksi normal), yang selanjutnya akan disebut sebagai Heart Failure
with Preserved Ejection Fraction (HFPEF). Selain itu, myocardial remodeling juga akan
berlanjut dan menimbulkan sindroma klinis gagal jantung (Perki, 2015).

Tatalaksana Farmakologi (Farmakoterapi) (Berdasarkan buku Pedoman Tata Laksana


Gagal Jantung Perki 2015)
Tujuan Tatalaksana Farmakologi (Farmakoterapi) gagal jantung
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas
dan mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap
merupakan bagian penting dalam tata laksana penyakit jantung.
Tabel 4. Tujuan pengobatan gagal jantung kronik

ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)


Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal jantung,
dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A).
ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEIhanya diberikan pada
pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.

Indikasi pemberian ACEI


Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI


Riwayat angioedema
Stenosis renal bilateral
Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
Stenosis aorta berat

PENYEKAT
Kecuali kontraindikasi, penyekat harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. Penyekat memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat
Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan
inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)

Kontraindikasi pemberian penyekat


Asma
Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung
permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)

ANTAGONIS ALDOSTERON/Mineralocorticoid receptor antagonist (MRA)


Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus
dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan gagal jantung
simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan
fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.

Indikasi pemberian antagonis aldosteron


Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %
Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
Dosis optimal penyekat dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)

Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron


Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
Kombinasi ACEI dan ARB

ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)


Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan
penyekat dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan
ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif
pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena
penyebab kardiovaskular.

Indikasi pemberian ARB


Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %
Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi
simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama
ACEI

HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)


Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %, kombinasi H-ISDN
digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB (kelas
rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak dapat
ditoleransi
Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI, penyekat dan
ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
Hipotensi simtomatik
Sindroma lupus
Gagal ginjal berat
DIGOKSIN
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %
dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, tetapi tidak mempunyai
efek terhadap angka kelangsungan hidup.

Tabel 5. Rekomendasi terapi farmakologis untuk semua pasien gagal jantung sistolik simtomatik
(NYHA fc II-IV)

Tabel 6. Rekomendasi terapi farmakologis lain dengan keuntungan yang kurang pasti
pada pasien gagal jantung dengan NYHA fc II IV
B. Kasus
Jurnal yang dianalisis berjudul The cost effectiveness of ivabradine in the treatment
of chronic heart failure from the UK National Health Service perspective. Analisis
farmakoekonomi yang dilakukan ini membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan
yang memberikan besaran efek berbeda, dapat digunakan analisis efektivitas biaya (CEA).
Jurnal ini membandingkan efektivitas terapi antara pemberian kombinasi ivabradine dan
terapi standar dengan efektivitas terapi standar tanpa ivabradine.

C. Pembahasan

Dalam analisis cost effectiveness pada jurnal ini menunjukkan farmakoterapi


kombinasi ivabradine plus terapi standar memiliki probabilitis yang tinggi cost-effective
dibandingkan dengan hanya farmakoterapi standar tanpa ivabradine pada pasien gagal
jantung (kelainan irama sinus dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri) dan memiliki standar
denyut nadi 75 kali per menit dan 70 kali per menit. Cost effectiveness ivabradine dapat
mengendalikan jumlah kematian pada kasus gagal jantung dan biaya rawat inap di rumah
sakit serta memperbaiki kualitas hidup pasien.
Analisis cost effectiveness dilakukan dengan menggunakan Incremental Cost
Effectiveness Ratio (ICER) dan nilai ICER ini diperoleh dari perbandingan antara selisih
biaya total terapi dengan selisih efektivitas terapi. Incremental cost per penambahan
QALY (ICER) pada farmakoterapi kombinasi ivabradine dengan terapi standar
dibandingkan terapi standar diperkirakan sebesar 8498 untuk standar denyut nadi 75
kali per menit dan 13 764 untuk standar denyut nadi 70 kali per menit.
Untuk mengadopsi farmakoterapi kombinasi ivabradine dengan terapi standar untuk
menjadi guideline terapi gagal jantung yang memiliki nilai plus yaitu efektif terhadap
angka kelangsungan hidup ini, perlu ditinjau kapasitas kemampuan anggaran. Jika
kapasitas anggaran masih mampu memenuhi pertambahan biaya Incremental cost per
penambahan QALY (ICER) tersebut maka terapi kombinasi ivabradine dengan terapi
standar dimungkinkan bisa diadopsi.

D. Referensi
Kementerian Kesehatan RI, 2013. Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi, Kemenkes
RI, Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal
Jantung, Perki, Jakarta.
Griffiths, A. et al., 2014. The cost effectiveness of ivabradine in the treatment of chronic heart
failure from the UK National Health Service perspective. Heart (British Cardiac Society),
pp.16. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24634022.

Anda mungkin juga menyukai