Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN ANTARA PENCEMARAN UDARA DALAM RUANG DENGAN

KEJADIAN PNEUMONIA BALITA


The Correlation Between Indoor Air Pollution with the Incident of Toddlers Pneumonia

Ni Nyoman Dayu Mahalastri


FKM UA, ninyomandayu@yahoo.com
Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga,
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Pneumonia merupakan masalah kesehatan yang cukup serius di dunia, termasuk juga di Indonesia. Berdasarkan hasil
Riskesdas 2007, pneumonia berada dalam peringkat kedua pada proporsi penyebab kematian pada anak umur 14 tahun
dan berada di bawah diare yang menempati urutan pertama. Faktor lingkungan atau kondisi rumah khususnya kualitas
udara dalam rumah dikatakan merupakan salah satu faktor yang dapat memicu penyakit pneumonia pada balita. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor kualitas udara dalam rumah dengan kejadian pneumonia balita. Jenis
penelitian yang dilakukan adalah observasional analitik dan menggunakan desain penelitian case control. Populasi kasus
adalah semua balita yang menjadi pengunjung Puskesmas Mojo pada Januari 2014 hingga Maret 2014 serta didiagnosis
menderita penyakit pneumonia. Sedangkan populasi kontrol adalah semua balita yang menjadi pengunjung Puskesmas
Mojo pada Januari 2014 hingga Maret 2014 serta didiagnosis menderita penyakit lain selain pneumonia. Jumlah responden
dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 responden. Pemilihan sampel dengan simple random sampling. Variabel yang
diteliti yaitu paparan asap rokok dalam rumah, luas ventilasi, serta kepadatan hunian. Hasil analisis dengan menggunakan
StatCalc pada program Epi Info menunjukkan bahwa paparan asap rokok dalam rumah (OR = 4,00), luas ventilasi (OR
= 4,03), serta kepadatan hunian (OR = 4,38) mempunyai hubungan terhadap kejadian pneumonia balita. Diharapkan
masyarakat dapat menghindari polusi udara dalam rumah agar dapat menghindarkan balita dari pneumonia.

Kata kunci: asap rokok, luas ventilasi, kepadatan hunian, kualitas udara, Pneumonia balita

ABSTRACT
Pneumonia is a serious health problem in the world, including in Indonesia. Based on the results of Riskesdas 2007,
pneumonia was the second ranking cause of death in the proportion of children aged 14 years and is under the diarrhea
which ranks first. Environmental factors or conditions of the house, especially the air quality in the house is said to be
one of the factors that can trigger pneumonia in infants. This study was conducted to determine the correlation of indoor
air quality factors with the incidence of toddlers pneumonia. Type of this study is observational analytic and use case
control design. The population of case group was all toddlers who become visitors Mojo Health Center in January 2014
until March 2014 and was diagnosed with pneumonia. While population of control group was all toddlers who become
visitors Mojo Health Center in January 2014 until March 2014 and was diagnosed with diseases other than pneumonia.
The number of respondents in this study were 60 respondents. The selection of the sample with simple random sampling
method. The variables studied were cigarette smoke exposure in the house, size of ventilation and residential density. The
results of the analysis using Epi Info StatCalc indicate that exposure to cigarette smoke in the house (OR = 4.00), size of
ventilation (OR = 4.03), and residential density (OR = 4.38) has an correlation with incidence of toddlers pneumonia. It
is expected that the public can avoid air pollution in the house in order to prevent toddlers from pneumonia.

Keywords: cigarette smoke, size of ventilation, residential density, air quality, toddlers Pneumonia

PENDAHULUAN negara miskin. Sedangkan di negara berkembang,


Penyakit ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan diketahui bahwa 1 dari 5 balita meninggal karena
Akut khususnya pneumonia tiap tahunnya penyakit tersebut. Walaupun demikian, perhatian
menyebabkan kematian lebih dari 2 juta anak di yang diberikan untuk mengatasi masalah kesehatan
dunia. Kasus kematian tersebut umumnya terjadi di tersebut dirasa masih kurang (Kemenkes RI, 2014).

392
393 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 3 September 2014: 392403

Penyakit pneumonia merupakan salah satu Puskesmas Mojo menduduki peringkat pertama di
penyakit yang dianggap serius di Indonesia. Sebab, Kabupaten/Kota Surabaya (Dinkes Kota Surabaya,
dari tahun ke tahun penyakit pneumonia selalu 2008; Dinkes Kota Surabaya, 2009; Dinkes Kota
berada di peringkat atas dalam daftar penyakit Surabaya, 2010; Dinkes Kota Surabaya, 2011;
penyebab kematian bayi dan balita. Bahkan Dinkes Kota Surabaya, 2012).
berdasarkan hasil Riskesdas 2007, pneumonia Menurut Erlien (2008), pneumonia dapat
menduduki peringkat kedua pada proporsi penyebab diartikan sebagai infeksi akut pada jaringan paru.
kematian anak umur 1-4 tahun dan berada di bawah Namun secara umum, pneumonia lebih dikenal
penyakit diare yang menempati peringkat pertama. sebagai radang paru. Sedangkan faktor risiko yang
Oleh karena itu terlihat bahwa penyakit pneumonia diketahui dapat meningkatkan insiden pneumonia
menjadi masalah kesehatan yang utama di Indonesia antara lain; berumur < 2 bulan, berjenis kelamin laki-
(Kemenkes RI, 2014). laki, berstatus gizi kurang, berat badan lahir rendah,
Diketahui bahwa jumlah kasus pneumonia tidak memperoleh ASI yang cukup, polusi udara,
pada balita (< 5 tahun) lebih tinggi dibandingkan kepadatan hunian tempat tinggal, imunisasi yang
dengan usia 5 tahun. Pada tahun 2007 dan 2008, tidak memadai, menyelimuti anak secara berlebihan,
perbandingan kasus pneumonia pada dua kelompok kekurangan vitamin A, dan penyapihan dini. Selain
umur tersebut yaitu 7:3. Artinya bila terdapat faktor risiko yang meningkatkan angka kesakitan,
7 kasus pneumonia pada anak umur < 5 tahun, juga terdapat faktor risiko yang meningkatkan angka
maka akan terdapat 3 kasus pneumonia pada anak kematian karena pneumonia. Faktor risiko tersebut
5 tahun. Pada tahun 2009 perbandingan tersebut yaitu berumur < 2 bulan, tingkat sosial ekonomi
berubah menjadi 6:4. Walaupun demikian tetap rendah, berstatus gizi kurang, berat badan lahir
dapat disimpulkan bahwa proporsi kasus pneumonia rendah, tingkat pendidikan ibu yang rendah, akses
pada kelompok umur balita menjadi yang terbesar pelayanan kesehatan yang rendah, kepadatan hunian
(Kemenkes RI, 2014). rumah, imunisasi tidak memadai, praktik pengobatan
Kasus pneumonia di Jawa Timur juga bukan yang salah, serta menderita penyakit kronis (Depkes
merupakan masalah kesehatan yang ringan. Mulai RI, 2002).
tahun 2008 hingga 2010, pneumonia selalu berada Bakteri penyebab pneumonia yaitu
pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit Streptococcus pneumonia sebenarnya merupakan
dan puskesmas sentinel di Jawa Timur. Bahkan flora normal pada kerongkongan manusia yang
berdasarkan laporan kabupaten/kota di Jawa Timur, sehat. Namun ketika daya tahan tubuh mengalami
pada tahun 2010 jumlah kasus pneumonia mencapai penurunan yang dapat disebabkan karena usia tua,
76.745 kasus (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2010). masalah gizi, maupun gangguan kesehatan, bakteri
Besarnya masalah pneumonia tersebut juga terlihat tersebut akan segera memperbanyak diri setelah
dari jumlah kasus pneumonia yang ditemukan menginfeksi. Infeksi dapat dengan cepat menyebar
di RSU Dr. Soetomo. Diketahui bahwa jumlah ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Infeksi yang
kasus pneumonia di RSU Dr. Soetomo mengalami terjadi pada individu umumnya menimbulkan gejala
peningkatan dari tahun ke tahun, mulai dari tahun yaitu panas tinggi, napas terengah, berkeringat, dan
2003 hingga 2005 (Asih dkk, 2013). denyut jantung meningkat cepat. Akibatnya bibir
Berdasarkan data Profil Kesehatan selama dan kuku dapat membiru karena tubuh kekurangan
5 tahun terakhir, terlihat bahwa terjadi peningkatan asupan oksigen. Bahkan pada kasus yang parah,
penemuan kasus pneumonia di Kabupaten/Kota pasien akan menunjukkan gejala menggigil,
Surabaya terutama pada tahun 2012. Jumlah mengeluarkan lendir hijau saat batuk, serta nyeri
penemuan kasus pneumonia pada tahun 2011 dada (Misnadiarly, 2008).
adalah sebanyak 3777 kasus dan tahun 2012 Kondisi tempat tinggal yang tidak sehat dapat
sebanyak 6453 kasus. Sedangkan kasus pneumonia menjadi salah satu pemicu terjadinya pneumonia.
di Puskesmas Mojo, Kecamatan Gubeng juga Rumah yang dapat dikatakan memenuhi syarat
cenderung mengalami peningkatan, terutama pada kesehatan harus memenuhi tiga aspek yaitu
tahun 2011 dan 2012. Pada tahun 2008 dan 2009 pencahayaan, penghawaan dan suhu udara,
kasus pneumonia di Puskesmas Mojo juga sempat serta kelembapan dalam ruangan (Kementerian
mengalami peningkatan, namun tidak setinggi Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2013).
peningkatan kasus di tahun 2011 dan 2012. Bahkan Sedangkan berdasarkan pada data yang diperoleh
pada tahun 2012, jumlah kasus pneumonia di dari Profil Kesehatan, terlihat bahwa persentase
Ni Nyoman Dayu Mahalastri, Hubungan Antara Pencemaran Udara 394

rumah sehat yang ada di wilayah kerja Puskesmas minimal selama satu jam. Kualitas udara dalam
Mojo mengalami penurunan, terutama pada tahun rumah berpengaruh terhadap kondisi kesehatan
2011 dan 2012 (Dinkes Kota Surabaya, 2008; Dinkes penghuninya. Risiko gangguan kesehatan dapat
Kota Surabaya, 2009; Dinkes Kota Surabaya, 2010; diperparah oleh asap rokok, bahan kimia pada
Dinkes Kota Surabaya, 2011; Dinkes Kota Surabaya, furniture, bahan pembersih ruangan, serta bahan
2012). pencemar dari luar ruangan.
Menurut Safitri dan Keman (2005), rumah Pencemaran udara dalam ruangan dikatakan
sehat adalah bangunan yang berfungsi sebagai lebih berbahaya karena sumbernya berada dekat
tempat berlindung dan beristirahat sehingga tercipta dengan manusia yang terpapar. Pada negara
kehidupan yang sehat secara sik, mental dan sosial. berkembang, masalah pencemaran udara dalam
Denisi lain dari rumah sehat yaitu tempat tinggal ruangan umumnya terjadi karena aktivitas manusia
yang memenuhi berbagai syarat teknis kesehatan tersebut dalam ruangan tanpa didukung oleh
sehingga penghuninya terlindung dari berbagai ventilasi atau lubang angin yang memadai. WHO
gangguan kesehatan dan dapat mencapai derajat memperkirakan setiap tahunnya terdapat tiga juta
kesehatan yang optimal. Kriteria rumah agar dapat kasus akibat pencemaran udara dalam ruangan dan
dikatakan sebagai rumah sehat mencakup aspek 0,2 juta kasus yang disebabkan karena pencemaran di
kebutuhan minimal masa dan ruang, kebutuhan luar ruangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
minimal keamanan dan keselamatan, serta kebutuhan oleh American College of Allergies memperkirakan
kesehatan dan kenyamanan. Kebutuhan kesehatan bahwa 50% penyakit disebabkan oleh pencemaran
dan kenyamanan juga meliputi beberapa aspek di udara di dalam ruangan. Sedangkan US EPA atau
dalamnya, yaitu pencahayaan, penghawaan, suhu United States Environmental Protection Agency
udara dan kelembapan (Kementerian Pemukiman menyatakan bahwa udara di dalam ruangan dua
dan Prasarana Wilayah, 2013). hingga sepuluh kali lebih berbahaya dibandingkan
Penghawaan terutama terkait dengan kualitas dengan udara di luar ruangan (Haris dkk, 2012).
udara dalam ruang rumah. Kualitas udara tersebut Kualitas udara yang baik dalam ruangan
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, bahan didefinisikan sebagai udara yang bebas dari
bangunan seperti asbes, struktur bangunan seperti pencemaran, bahan yang menyebabkan iritasi,
ventilasi ruangan, bahan kimia pada interior maupun ketidaknyamanan atau terganggunya kesehatan
furniture, kualitas udara di luar rumah, kepadatan penghuni. Menurut EPA atau Environmental
hunian rumah, kelembapan yang berlebihan, maupun Protection Agency pada tahun 1991, terdapat empat
juga debu yang terdapat di dalam rumah. Selain elemen yang mempengaruhi kualitas udara di
itu, kualitas udara dalam rumah juga dipengaruhi dalam ruangan yaitu sumber pencemar, heating
oleh kegiatan penghuninya. Berbagai kegiatan ventilation and air conditioning system (HVAC),
dapat menyebabkan polusi dalam rumah karena media yang berupa udara, dan penghuni yang berada
dapat menghasilkan debu maupun gas. Kegiatan dalam ruangan tersebut terutama mengenai riwayat
atau aktivitas tersebut seperti merokok, penggunaan penyakit pernapasan atau alergi (Haris dkk, 2012).
bahan kosmetik, maupun penggunaan pestisida di Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
dalam rumah. Kualitas udara yang rendah dalam menganalisis risiko berbagai faktor kualitas udara
rumah dapat menimbulkan berbagai gangguan dalam rumah dengan kejadian pneumonia pada
kesehatan bagi penghuninya. balita di wilayah kerja Puskesmas Mojo.
Melihat pada data yang telah dijelaskan
sebelumnya, penulis tertarik untuk meneliti faktor
METODE
risiko pneumonia. Faktor risiko yang diteliti
terutama yang berhubungan dengan kondisi rumah, Rancang bangun penelitian adalah case control.
khususnya penghawaan. Oleh karena itu dipilih Menurut Budiarto (2004), ciri penelitian case control
beberapa variabel yang berkaitan dengan kualitas yaitu merupakan penelitian observasional dan
udara dalam rumah yaitu meliputi ada tidaknya memiliki sifat retrospektif atau berangkat dari akibat
paparan asap rokok dalam rumah, luas ventilasi, ke sebab. Dapat pula dikatakan bahwa penelitian
serta kepadatan hunian rumah. kasus kontrol mengikuti perjalanan penyakit ke arah
Kualitas udara dalam ruang rumah adalah udara belakang berdasarkan urutan waktu.
dalam suatu bangunan tempat tinggal yang dihuni Penelitian diawali dengan membagi kelompok
oleh orang dengan kondisi kesehatan yang berbeda kasus dan kelompok kontrol. Kelompok kasus adalah
395 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 3 September 2014: 392403

kelompok yang sakit. Sedangkan kelompok kontrol Analisis dilakukan dengan menggunakan
merupakan kelompok yang bukan penderita. Epi Info untuk mengetahui distribusi responden.
Tujuan dari pembentukan kelompok kontrol Sedangkan untuk menghitung odds ratio dilakukan
adalah untuk memperkuat ada tidaknya hubungan dengan menggunakan StatCalc yang juga terdapat
sebab akibat. Terdapat hipotesis statistik yang akan dalam program Epi Info.
diuji dengan analisis tertentu pada penelitian kasus
kontrol. Risiko terpajan pada kelompok kasus dan
HASIL
kelompok kontrol sama besar. Sedangkan riwayat
terpajan oleh faktor risiko antara kelompok kasus Berdasarkan data mengenai jumlah penduduk
dan kelompok kontrol juga dibandingkan dalam riil di wilayah Puskesmas Mojo tahun 2013 adalah
penelitian kasus kontrol. Hasil perhitungan odds sebagai berikut:
ratio pada penelitian kasus kontrol digunakan untuk
menggambarkan besarnya risiko relatif. Tabel 1. Jumlah Penduduk Riil Puskesmas Mojo
Populasi kasus dalam penelitian ini adalah Tahun 2013
seluruh balita yang menjadi pengunjung Puskesmas
Kel. <1 14 59 1014 15 Total
Mojo pada Januari 2014 hingga Maret 2014
Mojo 574 2378 4777 8075 28843 44645
dan didiagnosis menderita penyakit pneumonia. Gubeng 179 737 1485 2477 9636 14514
Sedangkan polulasi kontrol dalam penelitian ini Airlangga 250 1037 2085 3336 13003 19720
adalah seluruh balita yang menjadi pengunjung Total 1003 4152 8347 13888 51491 78879
Puskesmas Mojo pada Januari 2014 hingga Maret
Sumber: Pendataan Jumlah Penduduk Riil Puskesmas
2014 dan didiagnosis menderita penyakit lain Mojo
selain pneumonia. Sehingga sampel kasus dalam
penelitian ini adalah balita yang menjadi pengunjung
Puskesmas Mojo pada Januari 2014 hingga Data mengenai paparan asap rokok dalam rumah
Maret 2014 serta didiagnosis menderita penyakit diperoleh dengan jalan wawancara. Pertanyaan
pneumonia. Sedangkan sampel kontrol dalam yang diajukan terkait dengan ada tidaknya anggota
penelitian ini adalah balita yang menjadi pengunjung keluarga yang merokok. Selain itu ditanyakan juga
Puskesmas Mojo pada Januari 2014 hingga Maret mengenai kebiasaan merokok anggota keluarga
2014 dan didiagnosis menderita penyakit lain selain tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui ada
pneumonia. Sampel dalam penelitian ini sebanyak tidaknya gas dan debu yang dihasilkan oleh rokok
60 responden. Jumlah tersebut terdiri dari 30 sampel di dalam ruang rumah.
kasus dan 30 sampel kontrol. Penelitian dilakukan salah satunya untuk
Penentuan dan pengambilan sampel didasarkan mengetahui ada tidaknya kebiasaan anggota
pada usia balita terutama yang berusia 1259 bulan, keluarga merokok di dalam rumah. Berdasarkan
bersedia menjadi responden dan bertempat tinggal di hasil penelitian pada 60 rumah, 83,33% diantaranya
wilayah kerja Puskesmas Mojo. Cara pengambilan atau sebanyak 50 rumah terdapat anggota keluarga
sampel dilakukan dengan simple random sampling yang merokok. Sisanya yaitu sebesar 16,67% atau
dan dilakukan dengan bantuan program Microsoft sebanyak 10 rumah tidak terdapat anggota keluarga
Excel. Sedangkan kriteria eksklusi untuk sampel yang merokok.
kasus yaitu balita umur 1259 bulan yang Pada rumah dengan anggota keluarga yang
didiagnosis menderita pneumonia disertai dengan merokok, sebanyak 20 responden hanya merokok
penyakit lain seperti batuk rejan atau TBC. di luar rumah. Sehingga diketahui bahwa dari
Variabel terdiri dari variabel bebas dan variabel 60 rumah yang telah disurvei, 50% diantaranya atau
terikat. Variabel terikat yaitu kejadian pneumonia. sebanyak 30 rumah disimpulkan terdapat paparan
Sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini asap rokok dalam rumah. Sisanya yaitu 50% atau
adalah ada tidaknya paparan asap rokok dalam 30 rumah diketahui tidak terdapat paparan asap
rumah, luas ventilasi, serta kepadatan hunian rumah. rokok dalam rumah.
Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan Berdasarkan paparan asap rokok dalam rumah,
menggunakan kuesioner. dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu ada paparan
asap rokok dalam rumah dan tidak ada paparan asap
rokok dalam rumah.
Ni Nyoman Dayu Mahalastri, Hubungan Antara Pencemaran Udara 396

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Paparan Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Luas
Asap Rokok dalam Rumah Ventilasi Ruangan
Paparan Asap Rokok Kasus Kontrol Luas Ventilasi Kasus Kontrol
dalam Rumah n % n % Ruangan n % n %
Ada 20 66,7% 10 33,3% Kurang 21 70% 11 36,7%
Tidak Ada 10 33,3% 20 66,7% Standar 9 30% 19 63,3%
Total 30 100% 30 100% Total 30 100% 30 100%
Keterangan: OR = 4,00 95%CI = 1,2113,64 Keterangan: OR = 4,03 95%CI = 1,2113,81

Diketahui bahwa paparan asap rokok dalam Variabel lain dalam penelitian ini yaitu
rumah berhubungan dengan kejadian pneumonia kepadatan hunian. Kepadatan hunian dapat diketahui
balita. Selain itu juga diketahui bahwa balita yang dengan membandingkan jumlah penghuni rumah
tinggal di rumah yang terdapat paparan asap rokok dengan luas bangunan rumah. Standar yang
dalam rumah mempunyai risiko 4,00 kali lebih digunakan adalah 9 m2/orang, standar ini sesuai
besar untuk terkena pneumonia balita dibandingkan dengan Keputusan Menteri Pemukiman dan
dengan balita yang tinggal di rumah tanpa paparan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M2002
asap rokok. tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah
Variabel lain dalam penelitian ini yaitu luas Sederhana Sehat.
ventilasi ruangan. Luas ventilasi yang dimaksud Kepadatan hunian dalam rumah dikategorikan
adalah ventilasi pada ruangan di mana balita menjadi dua kategori yaitu padat dan standar.
menghabiskan sebagian besar waktunya. Data Dikategorikan padat bila jumlah penghuni
mengenai luas ventilasi ruangan diperoleh dengan dibandingkan dengan luas bangunan rumah < 9 m2/
menggunakan lembar pengukuran. Ventilasi atau orang. Dikategorikan standar bila jumlah penghuni
lubang angin yang diukur luasnya hanya lubang dibandingkan luas bangunan rumah 9 m2/orang.
angin yang lebih sering dibuka daripada ditutup, Berdasarkan survey yang dilakukan pada
terutama dibuka pada pagi dan siang hari. 60 rumah, diketahui bahwa pada kelompok kasus
Luas ventilasi ruangan dikelompokkan menjadi mayoritas responden atau sebanyak 80% diantaranya
dua kategori yaitu kurang dan standar. Luas ventilasi termasuk memiliki tempat tinggal dengan kepadatan
dikatakan kurang bila luasnya < 20% luas lantai. hunian tinggi. Begitu pula pada kelompok
Sedangkan dikatakan standar bila luasnya telah kontrol, mayoritas responden atau sebanyak
memenuhi standar minimal menurut Permenkes RI 53,3% diantaranya juga memiliki rumah dengan
Nomor 1077/Menkes/PER/V/2011 yaitu sebesar kepadatan hunian yang tergolong tinggi. Namun bila
20% luas lantai. Tentunya persentase luas ventilasi dibandingkan antara kelompok kasus dan kontrol,
tersebut dapat diketahui dengan membandingkannya persentase responden yang memiliki tempat tinggal
terhadap luas lantai ruangan. dengan kepadatan hunian yang tergolong padat
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan pada kelompok kasus lebih tinggi bila dibandingkan
pada 60 rumah, diketahui bahwa pada kelompok dengan kelompok kontrol.
kasus, mayoritas atau sebanyak 70% diantaranya
memiliki tempat tinggal dengan luas ventilasi Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan
yang tergolong kurang. Sedangkan pada kelompok Kepadatan Hunian dalam Rumah
kontrol, mayoritas responden atau 63,3% diantaranya Kepadatan Hunian Kasus Kontrol
memiliki tempat tinggal dengan luas ventilasi yang dalam Rumah n % n %
tergolong standar atau telah memenuhi syarat Padat 25 80% 16 53,3%
minimal. Standar 5 20% 14 46,7%
Luas ventilasi ruangan bermakna atau Total 30 100% 30 100%
mempunyai hubungan dengan kejadian pneumonia Keterangan: OR = 4,38 95%CI = 1,1618,22
pada balita. Selain itu dapat diketahui bahwa
rumah responden yang tergolong memiliki ventilasi Kepadatan hunian dalam rumah bermakna atau
ruangan yang kurang dari syarat minimal berisiko mempunyai hubungan dengan kejadian pneumonia
4,03 kali lebih besar dibandingkan dengan balita pada balita. Selain itu diketahui bahwa rumah
yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi ruangan responden yang tergolong dalam hunian padat
yang memenuhi standar. mempunyai risiko 4,38 kali lebih besar untuk
397 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 3 September 2014: 392403

terjadinya pneumonia balita bila dibandingkan bersifat toksik, karsinogenik, selain beberapa
dengan rumah yang tergolong dalam kepadatan bahan yang memiliki sifat radioaktif dan adiktif.
hunian yang telah memenuhi standar. Komponen dalam rokok dapat dibedakan dalam
dua bentuk yaitu fase gas dan fase tar atau fase
partikulat. Fase gas adalah berbagai macam gas
PEMBAHASAN
berbahaya yang dihasilkan oleh asap rokok, terdiri
Paparan Asap Rokok dalam Rumah dari nitrosamine, nitrosopilolidin, hidrasin, vinil
Menurut Haris dkk (2012), setiap tahunnya klorida, uretan, formaldehid, hidrogensianida,
Indonesia mengonsumsi lebih dari 200 miliar akrolein, asetaldehida, nitrogen oksida, ammonia
batang rokok. Jumlah tersebut membuat Indonesia piridin, serta karbon monoksida. Fase tar adalah
menempati peringkat ke lima negara pengonsumsi bahan yang terserap dari penyaringan asap rokok
rokok terbanyak dan berada di bawah peringkat menggunakan filter cartride dengan ukuran pori-
China, Amerika Serikat, Jepang, dan Rusia. Terjadi pori 0,1 mikrometer. Fase ini terdiri dari bensopirin,
peningkatan konsumsi rokok sejak tahun 1970. dibensakridin, dibensokarbasol, piren, uoranten,
Selain itu terjadi peningkatan prevalensi perokok hidrokarbon aromatik, polinuklear, naftalen,
berusia 15 tahun ke atas dari 26,9% pada tahun 1970 nitrosamin yang tidak mudah menguap, nikel, arsen,
meningkat menjadi 31,5% pada 2001. Pada kurun nikotin, alkaloid tembakau, fenol dan kresol (Haris
waktu tersebut prevalensi perokok laki-laki juga dkk, 2012).
mengalami peningkatan dari 53,4% menjadi 62,2% Pada daerah perkotaan, sekitar 80% kegiatan
sedangkan pada perempuan tidak terdapat perubahan individu dilakukan di dalam ruangan (indoor).
jumlah yang berarti. Bahkan WHO menyebutkan Sebagian besar seperti bayi, anak, orang tua,
bahwa di Indonesia sebanyak 59% laki-laki dan maupun penderita penyakit kronis akan lebih lama
3,7% perempuan merupakan perokok. Sehingga menghabiskan waktu di dalam ruangan. Bahan
diketahui pada tahun 2001, sebanyak 31,5% polutan yang terdapat di dalam rumah, gedung,
penduduk Indonesia atau sekitar 60 juta penduduk kantor, maupun tempat-tempat umum jumlahnya
Indonesia merupakan perokok. Oleh karena itu berbeda dengan di luar ruangan. Terjadinya
asap rokok dikatakan sebagai penyebab terbanyak peningkatan kadar polutan di dalam ruangan
pencemaran udara di dalam ruangan. dapat disebabkan karena penetrasi polutan dari
Terdapat banyak jenis dan macam dari rokok luar ruangan maupun dapat berasal dari sumber
yang dapat dibedakan dari isi rokok tersebut, polutan di dalam ruangan. Polutan di dalam ruangan
pembungkus rokok, proses pembuatan, serta ada dapat dihasilkan dari kegiatan memasak yaitu asap
tidaknya filter pada rokok. Berdasarkan isinya, dari dapur, pemakaian obat anti nyamuk, maupun
rokok dibedakan menjadi rokok putih, rokok berasal dari kegiatan merokok. Sumber lain dari
kretek, dan rokok klembak. Sedangkan berdasarkan polutan dalam ruangan dapat berasal dari peralatan
pembungkusnya, rokok dibedakan menjadi klobot, atau perlengkapan kerja seperti sepatu, pakaian,
kawung, sigaret dan cerutu. Bahan pembungkus maupun perlengkapan kerja lainnya yang berasal
tersebut dapat berasal dari daun jagung, daun aren, dari tempat kerja namun dibawa masuk ke dalam
kertas maupun daun tembakau. Berdasarkan proses rumah (Mukono, 2008).
pembuatannya, rokok dibedakan menjadi sigaret Polutan primer merupakan polutan yang
kretek tangan dan mesin. Sedangkan berdasarkan dikeluarkan secara langsung dari sumber tertentu.
ada tidaknya lter, rokok dapat dibedakan menjadi Polutan primer dapat berupa gas maupun
rokok lter dan rokok non lter. Rokok lter adalah partikel, polutan primer berupa gas terdiri dari
rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus. senyawa karbon seperti hidrokarbon, hidrokarbon
Sedangkan rokok non lter adalah rokok yang pada teroksigenasi, dan karbon oksida (CO maupun CO2);
bagian pangkalnya tidak terdapat gabus (Haris dkk, senyawa sulfur seperti sulfur dioksida; senyawa
2012). nitrogen seperti nitrogen oksida dan amoniak; dan
Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan senyawa halogen yaitu our, klorin, maupun bromin.
zat organik baik berupa gas maupun partikel yang Sedangkan polutan primer berupa partikel dalam
telah diidentifikasi dari bahan baku rokok yaitu atmosfer mempunyai karakteristik spesifik yang
daun tembakau maupun asap yang dihasilkan dari dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair.
pembakaran rokok. Bahan tersebut umumnya Bahan partikel tersebut dapat berasal dari proses
Ni Nyoman Dayu Mahalastri, Hubungan Antara Pencemaran Udara 398

kondensasi, dispersi misalnya proses menyemprot penampilan misalnya pada aktivitas atlet, iritasi
atau spraying, maupun berasal dari proses erosi dari sensorik, penimbunan bahan berbahaya dalam tubuh,
bahan tertentu. serta rasa tidak nyaman yang disebabkan karena
Asap atau smoke merupakan campuran dari bau.
bahan partikulat, uap, gas, dan kabut atau mist. Selain itu rokok juga dapat menimbulkan
Sedangkan pengertian dari asap adalah merupakan gangguan kesehatan bukan hanya bagi perokok aktif,
partikel karbon yang sangat halus dan berasal dari namun juga menimbulkan gangguan kesehatan bagi
hasil pembakaran yang tidak sempurna. Debu adalah perokok pasif. Karena perokok pasif dikatakan tidak
suatu bahan yang tidak hanya dapat dihasilkan oleh memiliki kekebalan yang cukup terhadap bahan
manusia, namun juga dapat dihasilkan oleh alam berbahaya yang dihasilkan oleh rokok. Bahkan
dan berasal dari pemecahan suatu bahan tertentu. beberapa penelitian mengatakan bahwa perempuan
Uap merupakan partikel padat yang merupakan dengan suami perokok mempunyai risiko lebih
hasil dari proses distilasi, sublimasi, atau reaksi besar untuk terkena penyakit kanker paru, bila
kimia. Kabut adalah partikel cair dari kondensasi dibandingkan dengan perempuan yang memiliki
uap air atau reaksi kimia. Sedangkan ditinjau dari suami bukan perokok.
ukurannya, secara garis besar partikel digolongkan Asap rokok merupakan penyebab paling
dalam tiga kelompok. Partikel debu kasar, apabila dominan terhadap polusi dalam ruangan. Beberapa
diameternya > 10 mikron. Partikel debu, asap, gas yang dihasilkan dari perilaku merokok
uap, bila diameternya antara 1-10 mikron. Disebut seperti SO2, NO2, CO dan CO2. Selain itu juga
aerosol, apabila diameternya < 1 mikron (Mukono, dihasilkan partikel debu PM2,5 dan PM10 yang dapat
2008). menyebabkan gangguan pernapasan, salah satunya
Berdasarkan hasil penelitian yang telah adalah pneumonia (Kemenkes RI, 2013). Selain
dilakukan, diketahui bahwa paparan asap rokok itu rokok juga diketahui menghasilkan beberapa
dalam rumah mempunyai hubungan dengan kejadian logam berat. Hal lain yang dikeluhkan dari rokok
pneumonia pada balita. Hasil yang diperoleh ini adalah bau kurang menyenangkan yang dihasilkan
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan dan dapat menimbulkan iritasi. Bahkan asap rokok
oleh Yuwono (2008). Namun beberapa penelitian dapat menyebabkan kambuhnya penyakit asma bagi
lain tidak menunjukkan hasil yang serupa dengan penderitanya.
penelitian ini. Salah satunya adalah penelitian yang Salah satu gas yang dihasilkan oleh rokok
dilakukan oleh Mokoginta (2014) yang memperoleh adalah CO. Menurut Mukono (2008), mekanisme
hasil bahwa tidak ada hubungan yang bermakna CO masuk ke dalam tubuh manusia yaitu saat
antara paparan rokok dalam rumah dengan kejadian manusia bernapas dan menghirup udara, maka
pneumonia pada balita. udara yang kemungkinan mengandung oksigen,
Asap rokok menjadi salah satu parameter nitrogen, maupun karbon monoksida akan tertarik
kualitas kimia pada udara dalam rumah. Sebab asap ke dalam paru dan terus masuk ke alveoli. Alveoli
rokok dapat menghasilkan gas dan debu yang dapat yang menyerupai kantung kecil sebenarnya
bertahan dalam rumah dalam jangka waktu yang terbentuk dari lapisan sel tipis dan diperkuat
cukup lama. Karena alasan tersebut, rokok menjadi oleh jaringan yang lembut. Pada alveoli gas akan
salah satu parameter kualitas kimia udara dalam berpindah dari udara ke sistim peredaran darah.
rumah (Kemenkes RI, 2013). Perpindahan tersebut dipengaruhi oleh hukum sika
Menurut Masters dalam Mukono (2008), baik yang menyatakan bahwa gas akan berpindah dari
partikel maupun gas yang terdapat di udara dapat tempat yang bertekanan tinggi ke tempat bertekanan
menyebabkan keluhan pada tubuh manusia. Secara rendah. Dalam kondisi normal, tekanan oksigen
umum efek pencemaran udara terhadap individu di alveoli akan lebih tinggi dibandingkan dengan
atau masyarakat dapat berupa sakit baik akut tekanan oksigen di saluran pembuluh darah. Karena
maupun kronis, penyakit yang tidak menimbulkan perbedaan tekanan tersebut oksigen dapat menembus
gejala namun dapat memperpendek umur, maupun dinding jaringan dan diikat oleh hemoglobin pada
menghambat pertumbuhan dan perkembangan. sel darah merah. Namun tidak semua gas memiliki
Selain itu partikel maupun gas polutan dapat tekanan yang lebih tinggi di alveoli. Gas karbon
mengganggu fungsi fisiologis dari paru, saraf, dioksida memiliki tekanan yang lebih tinggi di
kemampuan sensorik, maupun transport oksigen oleh peredaran darah. Hal tersebut yang membuat karbon
hemoglobin. Dapat pula menyebabkan kemunduran
399 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 3 September 2014: 392403

dioksida berpindah dari aliran darah ke paru dan (2008), untuk menentukan tercemar atau tidaknya
kemudian dilepaskan kembali ke atmosfer. udara di suatu daerah dapat diketahui berdasarkan
Saat udara mengandung CO sebesar 30 ppm, parameter yang meliputi bahan partikel, kadar
maka kadar CO dalam darah sekitar 5% dan akan SO2, kadar CO, kadar NO2, kadar CO2, dan kadar
terus dipertahankan pada kadar tersebut jika hidrokarbon.
frekuensi pernapasan dan kadar CO di atmosfer Kadar bahan partikel pada udara bersih
tidak berubah. Jadi kadar HbCO tergantung pada dua umumnya adalah 0,010,02 mg/m3. Sedangkan pada
keadaan yaitu frekuensi pernapasan dan kadar CO di udara tercemar, kadar bahan partikel dalam udara
atmosfer. Jika kadar HbCO meningkat, maka kadar mencapai 0,070,7 mg/m3. Sedangkan kadar SO2
CO akan menurun karena CO mengikat hemoglobin pada udara bersih adalah berkisar antara 0,0030,02
lebih kuat dibanding dengan oksigen. Berkurangnya ppm. Kadarnya pada udara tercemar berkisar antara
kadar oksigen dalam darah akan menimbulkan 0,022 ppm. Sedangkan kriteria untuk CO pada
berbagai gejala seperti pusing, rasa kurang nyaman udara bersih yaitu < 1 ppm. Pada udara tercemar,
pada mata, mual, muntah, telinga berdengung, kadar CO dalam udara adalah 5200 ppm. Kriteria
detak jantung meningkat, kesukaran bernapas, rasa NO2 pada udara bersih yaitu 0,0030,02 ppm dan
tertekan di dada, kelemahan otot, hilang kesadaran pada udara tercemar yaitu 0,020,1 ppm. Kriteria
dan bahkan dapat menyebabkan meninggal dunia. CO2 pada udara bersih berkisar antara 310330
Menurut Master dalam Mukono (2008), pada ppm dan pada udara tercemar adalah 350700 ppm.
keadaan normal, konsentrasi CO di dalam darah Sedangkan kriteria hidrokarbon pada udara bersih
berkisar antara 0,2% hingga 1,0% dengan rata-rata < 1 ppm dan pada udara tercemar kriterianya adalah
konsentrasi CO sekitar 0,5%. Kadar CO dalam darah sebesar 120 ppm.
dapat seimbang dengan syarat kadar CO di atmosfer Menurut Mukono (2008), bahan partikel yang
tidak meningkat dan kecepatan bernapas konstan. terdapat di dalam ruangan dapat sama dengan jenis
Selain gas CO, rokok juga menghasilkan gas NO2. bahan partikel yang terdapat di luar ruangan. Namun
Diketahui bahwa gas NO 2 dapat menimbulkan kadarnya berbeda antara bahan partikel di dalam dan
kelainan antara lain terbentuknya meth hemoglobin, luar ruangan. Partikel di dalam ruangan dapat berasal
terjadinya peningkatan inspiratory resistance, dari partikel debu rumah, partikel yang berasal dari
peningkatan ekspiratory resistance, terjadinya asap rokok, aero allergen, dan bahan-bahan alat
sembab paru maupun brosis paru. kecantikan yang ada dalam rumah. Perbedaan antara
Selain menghasilkan berbagai gas, rokok bahan polutan di dalam dan luar ruangan dapat
juga menghasilkan partikel debu. Partikel debu tergantung dari beberapa faktor yaitu Life style atau
tersebut dapat terhirup dan masuk ke dalam paru- gaya hidup individu, keadaan ekonomi, struktur
paru. Bahan partikel yang berukuran kecil dapat bangunan rumah, kondisi bahan polutan di dalam
mempengaruhi saluran pernapasan dari hidung dan di luar rumah, ventilasi dan sistem pendingin
hingga alveoli. Partikel yang berukuran besar ruangan (air conditioner), geogra dan meteorologi,
dapat dikeluarkan kembali melalui mekanisme lokasi dari sumber polutan di luar ruangan.
hidung dan tenggorokan. Sedangkan partikel yang Menurut NIOSH dalam Haris dkk (2012),
berukuran sedang sukar untuk dikeluarkan dan dapat rokok menjadi salah satu sumber pencemar dalam
mengalami sedimentasi. Partikel yang berukuran ruangan. Secara umum terdapat lima sumber
sangat kecil yaitu sekitar 0,1 mikron dapat masuk pencemar di dalam ruangan yaitu yang pertama
ke dalam alveoli dan terdifusi ke dinding alveoli adalah pencemaran dari dalam bangunan seperti
(Mukono, 2008). adanya asap rokok, pestisida serta bahan-bahan
Pencemaran udara dalam rumah juga tergantung pembersih ruangan. Kedua, pencemaran dari luar
dari kadar pencemaran udara di luar rumah. Menurut bangunan yang dapat masuk ke dalam ruangan
Chamber dan Masters dalam Mukono (2008), seperti gas cerobong asap, gas buangan kendaraan
pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau bermotor, maupun cerobong asap dapur yang
substrat sik atau kimia tertentu yang masuk ke terkadang penempatannya kurang tepat dan terlalu
dalam lingkungan udara normal hingga mencapai dekat dengan bangunan rumah. Sedangkan yang
jumlah atau kadar tertentu, sehingga dapat dideteksi ketiga adalah pencemaran akibat bahan bangunan,
serta dapat memberikan efek pada manusia, hewan, seperti lem, asbes, formaldehid, berglass, serta
maupun tumbuhan. Berdasarkan Buletin WHO yang komponen pembentuk bangunan rumah tersebut.
dikutip dari Holzworth dan Cormick dalam Mukono Penyebab pencemaran dalam ruangan yang keempat
Ni Nyoman Dayu Mahalastri, Hubungan Antara Pencemaran Udara 400

yaitu pencemaran yang disebabkan oleh mikroba terkena gangguan saluran napas dengan gejala sesak
berupa bakteri, jamur, protozoa, dan berbagai napas, batuk, dan lendir berlebihan.
produk mikroba lainnya yang terkadang ditemukan Menurut Kemenkes RI (2013), upaya
di saluran udara serta alat pendingin ruangan dan penyehatan yang dapat dilakukan untuk menghindari
sistemnya. Sedangkan sumber pencemaran yang dampak buruk dari asap rokok yaitu dengan
terakhir adalah gangguan ventilasi udara berupa merokok di luar rumah yang asapnya dipastikan
kurangnya udara segar yang masuk ke dalam tidak akan masuk kembali ke dalam ruang rumah.
ruangan serta buruknya distribusi udara dan Selain itu juga sebaiknya merokok pada tempat
kurangnya perawatan pada sistim ventilasi udara yang telah disediakan saat berada di fasilitas atau
yang ada. tempat umum. Upaya lain yaitu dengan edukasi
Asap rokok tentunya dapat menimbulkan atau melakukan penyuluhan kepada para perokok
berbagai keluhan pada saluran pernapasan. dan kepada masyarakat umum mengenai bahaya
Sedangkan menurut Haris dkk (2012), pengaruh asap menghirup asap rokok.
rokok pada saluran pernapasan yaitu menyebabkan
penyakit paru obstruktif kronik. Iritasi pada saluran Luas Ventilasi
napas yang disebabkan karena paparan asap rokok Kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh
dan bahan toksik lain akan menimbulkan reaksi kualitas udara dalam ruangan. Sehingga kualitas
peradangan pada saluran napas sehingga terjadi udara dalam ruangan perlu mendapat perhatian
deposit sel radang neutrol maupun makrofag pada karena dampaknya yang cukup berat pada kesehatan.
bagian tersebut. Neutrol akan mengeluarkan elastase Menurut National Institute of Occupational Safety
secara berlebihan yang akhirnya mengakibatkan and Health (NIOSH) tahun 1997, masalah kualitas
metaplasia sel epitelsekretori dan hipertro kelenjar udara dalam ruangan secara umum disebabkan
mukus. Elastase neutrol akan merangsang produksi oleh beberapa hal yaitu kurangnya ventilasi udara
mukus secara berlebihan akibat hipertro kelenjar (52%), sumber pencemar udara di dalam ruangan
dan metaplasia sel sekretori. Selain itu elastase (16%), sumber pencemar dari luar ruangan (10%),
netrol juga menghambat mucociliary clearance. mikroba (5%), bahan material bangunan (4%), dan
Sebelumnya juga telah diketahui bahwa lain-lain (13%) (Haris dkk, 2012). Luas ventilasi
merokok merupakan faktor risiko terjadinya kanker menentukan lancar atau tidaknya laju ventilasi
paru. Asap rokok diketahui mengandung bahan pada ruangan tersebut. Laju ventilasi berdampak
toksik dan iritan, karsinogenik dan mutagenik pada pertukaran udara yang akan menentukan
termasuk reactiveorganic radicals (RORs) yang pertumbuhan mikroorganisme penyebab berbagai
dapat memicu proliferasi sel, kerusakan kromosom, gangguan kesehatan pada manusia (Kemenkes RI,
serta perubahan formasi DNA dan aktivasi onkogen. 2013).
Selain itu, pengaruh lain dari paparan asap rokok Berdasarkan hasil penelitian yang telah
adalah Interstitial lung disease (ILD). Dikenal dilakukan, diketahui bahwa luas ventilasi
sebagai penyakit heterogen paru yang umumnya mempunyai hubungan yang signifikan terhadap
ditandai dengan sesak napas, diffuse interstitial kejadian pneumonia pada balita. Hal ini tidak sesuai
infiltrate yang membatasi fungsi paru dan gangguan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fahimah dkk
pertukaran gas, serta batuk kering. Interstitial lung (2012). Namun hasil penelitian ini sesuai dengan
disease dapat berupa sarkoidosis, fibrosis paru hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugihartono
isiopatik (IPF), pneumokoniosis dan penyakit yang dan Nurjazuli (2012).
berhubungan dengan jaringan ikat. Rumah sehat merupakan tempat tinggal
Menurut Kemenkes RI (2013), asap rokok atau yang memenuhi syarat kesehatan, salah satunya
Environmental Tobacco Smoke (ETS) menyebabkan adalah ventilasi rumah yang baik. Sebab ventilasi
berbagai dampak negatif. Dampak negatif tersebut berperan dalam menjaga keseimbangan kadar
yaitu dapat memperparah gejala pada anak-anak oksigen dan sekaligus mengendalikan kadar CO2
yang menderita asma. Selain itu senyawa dalam dalam ruangan. Selain itu ventilasi juga berperan
asap rokok dapat menyebabkan kanker paru pada menjaga kelembapan udara dalam ruangan (Farida,
manusia, impoten, serangan jantung, gangguan 2014). Menurut Dinas PU (2014), peran ventilasi
kehamilan dan janin, serta bersifat iritan yang kuat. ruangan antara lain adalah menghilangkan gas
Pada bayi dan anak-anak yang memiliki orang tua yang tidak dikehendaki. Selain itu ventilasi juga
perokok akan memiliki risiko yang lebih besar berperan menghilangkan gas yang ditimbulkan oleh
401 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 3 September 2014: 392403

proses pembakaran, menghilangkan uap air dalam udara yang baik dalam ruangan. Perilaku baik
ruangan, menghilangkan panas yang berlebihan, dan yang dapat dilakukan penghuni rumah agar rumah
menciptakan suhu ruangan yang nyaman. atau tempat tinggalnya menjadi sehat, antara lain
Sedangkan menurut Farida (2014), ventilasi membersihkan kamar mandi dan jamban, menyapu
rumah dikatakan memiliki banyak fungsi. Fungsi lantai dan halaman rumah, menguras dan menyikat
pertama dari ventilasi rumah, yaitu untuk menjaga kamar mandi agar bersih dan tidak menjadi
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap tempat berkembangbiaknya nyamuk, menyapu
segar. Dengan lancarnya aliran udara dalam rumah, lantai rumah agar bebas dari kotoran dan debu,
berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh membuang sampah pada wadah yang tertutup untuk
penghuni rumah tetap terjaga. Ventilasi rumah yang menghindari hinggapnya lalat, kecoa, maupun tikus
kurang menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang dapat membawa berbagai penyakit.
sehingga secara otomatis terjadi peningkatan kadar Perilaku baik lain yang dapat dilakukan untuk
CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya. Selain membuat tempat tinggal menjadi sehat adalah
itu ventilasi yang tidak cukup akan menyebabkan menyapu halaman agar bebas dari sampah sehingga
kelembapan udara di dalam ruangan meningkat terhindar dari sumber penyakit, tidur dengan
karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit dan menggunakan kelambu sehingga terhindar dari
proses penyerapan. Kelembapan akan menciptakan gigitan nyamuk serta penyakit yang ditularkannya,
media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen membuka jendela terutama di pagi hari agar udara
atau bakteri-bakteri penyebab penyakit. bersih dan segar dapat masuk sehingga memperkecil
Sedangkan fungsi kedua ventilasi rumah yaitu kemungkinan untuk terkena penyakit pernapasan,
untuk membebaskan udara ruangan dari berbagai menjemur kasus untuk membunuh kuman yang
bakteri terutama bakteri patogen. Sebab di tempat menempel di kasur dan mencegah atau mengusir
tersebut selalu terjadi aliran udara secara terus- kutu busuk yang bersarang, memasang kawat kasa
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan nyamuk pada lubang angin maupun ventilasi untuk
selalu mengalir, sesuai dengan aliran udara dalam mencegah masuknya nyamuk ke dalam rumah,
ruang. Fungsi ventilasi rumah lainnya yaitu untuk buang air besar dan kecil di jamban sehingga
menjaga agar ruangan rumah selalu berada pada titik dapat mengurangi bau dan menghindari penularan
kelembapan yang optimum. penyakit seperti diare dan mencret, menyimpan
Menurut Farida (2014), ventilasi terbagi makanan dan minuman pada tempat yang tertutup
menjadi dua jenis, yaitu ventilasi alamiah dan untuk menghindarkan makanan dan minuman
ventilasi buatan. Disebut sebagai ventilasi alamiah tersebut dari debu maupun serangga seperti kecoa
karena udara di dalam ruangan tersebut terjadi dan lalat serta tikus untuk hinggap pada makanan
secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, yang disimpan, serta tidak merokok di dalam rumah
lubang-lubang pada dinding dan lain sebagainya. (Anonim, 2014). Di antara beberapa perilaku baik
Namun kekurangan dari ventilasi alamiah yaitu yang dapat dilakukan penghuni rumah tersebut,
dapat menjadi jalan masuknya nyamuk dan diketahui bahwa kebiasaan membuka jendela pada
serangga lainnya ke dalam rumah. Karena itulah, pagi hari juga perlu dilakukan di samping keharusan
penghuni rumah harus melakukan upaya lain untuk untuk memiliki luas ventilasi rumah yang memenuhi
menghindari gigitan nyamuk tersebut. standar.
Ventilasi buatan memanfaatkan alat-alat khusus
untuk mengalirkan udara dalam rumah, misalnya Kepadatan Hunian Rumah
seperti kipas angin dan mesin penghisap udara. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
Namun alat ini tidak sesuai dengan kondisi rumah diketahui bahwa kepadatan hunian mempunyai
di pedesaan. Perlu diperhatikan juga bahwa sistim hubungan dengan kejadian pneumonia pada balita.
pembuatan ventilasi harus diperhatikan agar udara Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
tidak berbalik lagi atau berhenti, sehingga udara yang dilakukan oleh Pamungkas (2012). Namun
harus terus mengalir. Artinya di dalam ruang rumah hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian
tetap harus ada jalan masuk dan keluarnya udara. yang dilakukan oleh Fahimah dkk (2012) yang
Perilaku atau kebiasaan penghuninya juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
berpengaruh terhadap baik atau tidaknya kualitas signikan antara kepadatan hunian rumah dengan
udara dalam rumah. Sehingga luas ventilasi yang kejadian pneumonia balita.
cukup sesungguhnya belum menjamin aliran
Ni Nyoman Dayu Mahalastri, Hubungan Antara Pencemaran Udara 402

Kebutuhan ruang per orang dapat dihitung melaksanakan program perbaikan rumah terutama
berdasarkan aktivitas dasar yang dilakukan manusia di perkotaan. Sebab masalah rumah yang tidak layak
dalam kegiatannya di rumah. Aktivitas dasar ternyata bukan hanya ditemukan di pedesaan, namun
tersebut meliputi aktivitas tidur, aktivitas makan, juga di daerah perkotaan. Selain itu, pemerintah juga
aktivitas kerja, aktivitas duduk, mandi, cuci, kakus sebaiknya melakukan sosialisasi kepada masyarakat
dan masak termasuk ruang gerak di dalamnya. dan petugas kesehatan mengenai rumah sehat
Kebutuhan ruang per orang yang tidak terpenuhi beserta persyaratannya. Sedangkan bagi masyarakat
untuk melaksanakan aktivitas dasar menyebabkan sebaiknya meminimalisir pencemaran udara yang
terjadinya kepadatan hunian rumah. Kepadatan terjadi di dalam rumah dengan cara menghindari
hunian juga dapat mempengaruhi kualitas udara perilaku merokok. Namun bagi masyarakat yang
dalam ruangan. Kepadatan hunian dikatakan menjadi merokok, sebaiknya tidak merokok di dalam rumah.
penyebab pencemaran sik dalam ruangan karena Terutama bagi mereka yang salah satu anggota
kepadatan hunian mempengaruhi suhu ruangan. keluarganya adalah balita. Sebab dalam penelitian
Selain itu kepadatan hunian dapat menyebabkan ini, asap rokok dalam rumah terbukti dapat
tingginya kadar CO2 dalam ruangan. Sedangkan meningkatkan risiko terjadinya pneumonia balita.
diketahui sebelumnya bahwa CO2 merupakan salah Selain itu masyarakat juga diharapkan bersedia
satu sumber pencemar kimia udara (Kemenkes RI, memperbaiki kondisi rumahnya terutama ventilasi
2013). ruangan hingga memenuhi syarat minimal yang telah
Luas lantai bangunan rumah harus cukup untuk ditentukan yaitu sebesar 20% luas lantai. Sedangkan
penghuni di dalamnya. Maksudnya, luas lantai bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan
bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah sebagai acuan untuk melakukan penelitian yang
penghuninya. Luas bangunan yang tidak sesuai lebih lanjut mengenai pneumonia balita.
dengan jumlah penghuni yang tinggal di dalamnya
akan menyebabkan terjadinya overcrowded. Hal ini
REFERENSI
akan memberi dampak yang kurang baik terhadap
kesehatan penghuni. Sebab selain menyebabkan Anonim/ Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan
kurangnya konsumsi O2 juga akan memudahkan Penyakit Berbasis Lingkungan. http://www.
penularan penyakit infeksi bila ada salah satu google.co.id/url?sa = t&rct = j&q = &esrc =
anggota keluarga yang sakit (Farida, 2014). s&source = web&cd = ...bv.70138588,d.c2E
(sitasi 30 Juni 2014).
Asih, R., Landia dan Makmuri/Continuing Education
KESIMPULAN DAN SARAN
Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta
Kesimpulan Ilmu Kesehatan Anak VI: Pneumonia. http://old.
pediatrik.com/pkb/061022023132-f6vo140.pdf
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
(sitasi 12 September 2013).
disimpulkan bahwa terdapat tiga variabel yang
Budiarto, Eko (2004) Metodologi Penelitian
diteliti menunjukkan adanya hubungan dengan
Kedokteran: Sebuah Pengantar, Yogyakarta: EGC.
kejadian pneumonia pada balita. Variabel yang
[Accessed 12 September 2013]. http://books.
mempunyai hubungan yang signifikan yaitu
google.co.id/books?id = 4SAJ3gSX9kYC&pg =
paparan asap rokok dalam rumah, luas ventilasi dan
PR4&dq = Metodologi+Penelitian+Kedokteran.
kepadatan hunian. Selain itu disimpulkan juga bahwa
...Metodologi...%20Budiarto&f = false
faktor yang mempunyai hubungan bermakna dan
Depkes RI., 2002. Pedoman Pemberantasan
berisiko paling besar terhadap kejadian pneumonia
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut untuk
balita adalah kepadatan hunian rumah.
Penanggulangan Pneumonia pada Balita, Jakarta;
Saran Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 20.
Dinas PU/ SNI 03-6572-2001: Tata Cara Perancangan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada
diharapkan bagi pemerintah untuk memberikan Bangunan Gedung. http://ciptakarya.pu.go.id/pbl/
perhatian lebih pada tata kota sehingga dapat doc/sni/SNI_VENTI.PDF (sitasi 20 Mei 2014).
meminimalisir berbagai masalah yang timbul Dinkes Kota Surabaya, 2008. Profil Kesehatan Kota
karena terjadinya kepadatan penduduk. Selain itu Surabaya tahun 2008. Surabaya; Dinas Kesehatan
pemerintah juga diharapkan dapat membuat dan Kota Surabaya: 28-63.
403 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 3 September 2014: 392403

Dinkes Kota Surabaya, 2009. Profil Kesehatan Kota M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan
Surabaya tahun 2009. Surabaya; Dinas Kesehatan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat). http://
Kota Surabaya: 20-52. sesmen.kemenpera.go.id/regulasi/upload/11_
Dinkes Kota Surabaya, 2010. Profil Kesehatan Kota KepmenKimpraswilNo403Tahun2002.pdf (sitasi
Surabaya tahun 2010. Surabaya; Dinas Kesehatan 20 Oktober 2013).
Kota Surabaya: 23-67. Misnadiarly, 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas
Dinkes Kota Surabaya, 2011. Profil Kesehatan Kota Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia
Surabaya tahun 2011. Surabaya; Dinas Kesehatan Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik
Kota Surabaya: 19-62. Mycobacterium. 1 st edition. Pustaka Obor
Dinkes Kota Surabaya, 2012. Profil Kesehatan Kota Populer. Jakarta: 15-44.
Surabaya tahun 2012. Surabaya; Dinas Kesehatan Mokoginta, D., Arsunan A. dan Dian S./ Faktor Risiko
Kota Surabaya: BAB III/6-BAB IV/32. Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah
Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2010. Profil Kesehatan Kerja Puskesmas Sudiang Kota Makassar. http://
Provinsi Jawa Timur. Surabaya; Dinas Kesehatan repository.unhas.ac.id...MOKOGINTA%20
Provinsi Jawa Timur: 12-19. K11110265.pdf?sequence = 1 (sitasi 9 Juni
Erlien, T., 2008. Penyakit Saluran Pernapasan. 2014).
Sunda Kelapa Pustaka. Jakarta: 33. Mukono, H. J., 2008. Pencemaran Udara dan
Fahimah, Rilla, Endah K., dan Dewi S., 2012. Kualitas Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran
Udara Rumah dengan Kejadian Pneumonia Anak Pernapasan. 3rd edition. Airlangga University
Bawah Lima Tahun (di Puskesmas Cimahi Press. Surabaya: 6-32.
Selatan dan Leuwi Gajah Kota Cimahi). Makara Pamungkas, D.R., 2012. Analisis Faktor Risiko
Seri Kesehatan, 18, 1: 32. Pneumonia pada Balita di 4 Provinsi di Wilayah
Farida, Ratna/ Rumah Sehat. http://scele.ui.ac. Indonesia Timur (Analisis Data Riset Kesehatan
id/berkas_kolaborasi/...086.pdf (sitasi 12 Juni Dasar Tahun 2007). Skripsi. Depok, Universitas
2014). Indonesia: 50.
Haris, A., Muchtar I., Rita R., 2012. Asap Rokok Satri A.D. dan S. Keman, 2005. Hubungan Tingkat
sebagai Bahan Pencemar dalam Ruangan. CDK- Kesehatan Rumah dengan Kejadian ISPA pada
189, 39, 1: 17-19. Anak Balita di Desa Labuhan Kecamatan
Kemenkes RI/ Peraturan Menteri Kesehatan Republik Labuhan Badas Kabupaten Sumbawa. Jurnal
Indonesia Nomor 1077/Menkes/PER/V/2011 Kesehatan Lingkungan, 3, 3: 1.
tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Sugihartono dan Nurjazuli, 2012. Analisis Faktor
Ruang Rumah. http://www.hukor.depkes.go.id/... Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di
Ruang%20Rumah.pdf (sitasi 2 Oktober 2013). Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar
Kemenkes RI/ Pneumonia Balita, Buletin Jendela Alam. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia,
Epidemiologi, S epte mber. http : / / www. 11, 1: 84-85.
depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/ Yuwono, T.A., 2008. Faktor-Faktor Lingkungan
BULETIN%20PNEUMONIA.pdf (sitasi 30 Fisik Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian
Agustus 2014). Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Kementerian Pemukiman dan Prasarana Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap.
Wilayah/ Keputusan Menteri Pemukiman Tesis. Semarang, Universitas Diponegoro:
dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/ 68-89.

Anda mungkin juga menyukai