Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN HASIL PENELITIAN

REMAJA DAN PERMASALAHANNYA


Studi Eksploratif Perkembangan Psikososial Remaja dan Persepsi terhadap Delapan
Fungsi Keluarga, di Desa Suka Hati dan Desa Pondok Rajeg Cibinong Jawa Barat

Hasil Kerja Sama Lembaga Psikologi Terapan,


Kantor Negara Kependudukan dan BKKBN

Jakarta, 20 Agustus 1998


Kantor Menteri Negara Kependudukan/ BKKBN

"Dan orang-orang yang berdoa: 'Wahai Tuhan kami, karuniakan kepada kami dari istri dan
keturunan kami anak yang nwnyejukkan mata, dan jadikardah kami pemimpin bagi orang-
orang yang bertakwa" QS. Al-Furqaan (25) ayat 74
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG PENELITIAN I
TUJUAN PENELITLAN 2
3

LANDASAN TEORITIS
KARAKTERISTIK REMAJA 3
HUBUNGAN DENGAN ORANG TUA 4
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEBAYA (PEERS) 6
MASALAH RFMAJA 7
10

METODE PENELITIAN
SUBYEK PENELITIAN 10
METODE PENGAMBILAN DATA DAN INSTRUMENNYA 10
METODE ANALISIS 11
12

ANALISIS HASIL
KARAKTERISTIK SUBYEK 12
PENEMUAN HASIL OBSERVASI DISKUSI KELOMPOK 12
Faktor Usia 13
Faktor Jenis Kelamin 13
PERKEMBANGAN EMOSI REMAJA 14
Orang Tua 15
Sekolah 15
Teman Sebaya 15
Cita-cita 16
Diri Sendiri 16
Saudara 16
Materi dan Kepemilikan 16
MASALAH-MASALAH REMAJA 17
Masalah Orang Tua-Anak 18
Masalah Dalam Keluarga 18
Masalah Sekolah 19
Masalah Pribadi 19
Masalah DalaM Lingkungan Masyarakat 20
PERSEPSI MENGENAI ORANG TUA 20
Peran Orang Tua 20
Sikap dan Perilaku Orang Tua terhadap Anak 21
Tugas Pengasuhan 21
Komunikasi 21
Waktu Bersama 21
PERSEPSI MENGENAI 8 FUNGSI KELUARGA 22
Fungsi Agama 22
Fungsi Perlindungan 23
Ancaman Dari Luar 23
Ancaman Bila Berada Di Rumah 23
Ancaman yang Bersifat Pribadi 23
Perlindungan Orang tua 24
Fungsi Sosial Budaya 24
Fungsi Cinta Kasih 25
Afeksi Orang Tua 25
Afeksi Terhadap Saudara 25
Afeksi Terhadap Orang lain 25
Konsep Tentang Cinta Kasih 25
Fungsi Pendidikan dan Sosialisasi 26
Fungsi Reproduksi 27
Persepsi tentang Lawan Jenis dan Hubungan Lawan Jenis 27
Tanggapan Orang Tua atas Hubungan Lawan Jenis 27
Persepsi Mengenai Pemikahan 28
Fungsi Ekonomi 28
Fungsi Lingkungan 28

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


KESIMPULAN 29
REKOMENDASI 31
DAFTAR PUSTAKA 32
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG PENELITIAN


Salah satu program dari Asisten III Menteri Negara Kependudukan mencakup kebijaksanaan
kualitas penduduk mulai penduduk tersebut lahir hingga usia lanjut. Membuat Buku Pedoman
Pola Asuh Anak adalah salah satu bentuk dari kebijaksanaan, yang diteruskan dengan
penanganan langsung oleh BKKBN melalui PLKB ataupun kader-kadernya kepada penduduk
yang bersangkutan. Sasaran akhir dari buku ini adalah orang tua - khususnya para ibu dari
segala lapisan masyarakat, terutama di pedesaan - yang paling banyak membutuhkan
bimbingan dan arahan mengenai pengasuhan anak. Buku ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu
untuk anak
0-5 tahun, anak 6-13 tahun, serta anak 14-20 tahun. Menyusul dua buku pertama yang sudah
diterbitkan beberapa tahun yang lalu, buku untuk anak usia remaja, 14-20 tahun, segera akan
dibuat.

Dalam rangka menyusun Pedoman Pola Asuh Anak Usia 14-20 Tahun, Asisten III Menteri
Negara Kependudukan, BKKBN, serta Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia
(LPIT-UI), diperlukan informasi-informasi yang mendukung kelengkapan materi serta
ketepatan penyampaian kepada sasaran penedmanya. Selain orang tua anak, buku ini juga akan
ditujukan pada Rader, yaitu para guru.

Materi buku yang dianggap penting, adalah yang sesuai dengan kondisi (persepsi, pendapat,
aspirasi, dan hal-hal lain) yang dialami remaja itu sendiri. Hal ini perlu mendapat tekanan
karena pola asuh yang efektif harus memperhatikan kebutuhan anak yang bersangkutan. Untuk
itu dilakukan penelitian eksploratif mengenai remaja dan permasalahannya.
Permasalahan remaja berkisar dari masalah pertumbuhan biologis, perkembangan intelektual,
perkembangan kepribadian serta perkembangan psikososialnya. Perkembangan biologis dan
intelektual tidak akan dibahas secara khusus di sini, karena tidak berkaitan langsung dengan
kebutuhan informasi kita. Perkembangan kepribadian dan perkembangan psikososial relatif
cukup dekat dalam pembahasannya, bahkan dalam beberapa textbook mengenai perkembangan
remaja, kedua topik ini fidak dipisahkan.

Remaja yang sehat, tidak mencari sendiri pemecahan masalah-masalahnya, tetapi dengan
berbagi atau berinteraksi, baik dengan orang tuanya atau orang lain yang signifikan bagi
dirinya seperi teman sebaya, orang dewasa lain, atau saudara dan anggota keluarga besar
lainnya. Untuk itu, penelitian ini akan lebih menitik beratkan pada perkembangan
psikososiainya karena masalah perkembangan intelektual dan pertumbuhan biologisnya juga
perkembangan kepribadiannya akan terefleksikan pada perkembangan psikososialnya.
TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah mencari informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai
perkembangan psikososial: masalah yang dihadapi, hubungannya dengan orang tuanya,
persepsinya mengenai peran orang tua, dan perkembangan emosi beserta penyebab gejolak
emosinya. Penelitian ini juga akan mencari informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai
persepsi remaja tentang kehidupan beragama, perkembangan sosial budaya, konsep cinta kasih,
pendidikan dan bersosialisasi, reproduksi, pemenuhan kebutuhan ekonomi, dan masalah
lingkungan. Aspek-aspek tersebut adalah delapan fungsi keluarga yang dicanangkan dalam
kebijaksanaan yang berkaitan dengan Pola Asuh Anak.

Informasi yang sebanyak-banyaknya diharapkan dapat memberi kita wawasan yang lebih luas,
dan dengan tetap memperhatikan hal-hal yang utama dari hal-hal yang menunjang, tanpa
kehilangan detail yang penting.

Karena yang dicari adalah materi untuk buku, maka arah penelitian ini ditujukan untuk mencari
isi dari semua jawaban yang masuk, untuk dikategorisasikan secara sistematis.
LANDASAN TEORITIS
Sebelum kita sampai pada metode, diperlukan beberapa informasi dari literatur yang dapat
memberi arahan penelitian. Informasi literatur juga berguna untuk memperkuat dan
menjelaskan temuan penelitian. Selain itu, kita juga dapat membandingkan hal-hal yang unik
dari hasil penelitian ini.

KARAKTERISTIK REMAJA

Masa remaja ditandai dengan kematangan fungsi reproduksi atau disebut masa pubertas.
Periode ini dilihat sebagai transisi masa kanak-kanak memasuki masa dewasa. Pada masa ini
mereka mulai meninggalkan perilaku yang dianggap kekanak-kanakan dan mulai mengadopsi
perilaku yang diharapkan sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab. G. Stanley Hall
percaya bahwa masa ini adalah masa penyesuaian atas perubahan yang tedadi pada tubuhnya
sehingga mengalami periode ""storm and stress". Namun tidak semua ahli berpendapat bahwa
""badai dan tekanan" ini tidak dapat dielakkan, Margareth Mead beranggapan bahwa semakin
besar seorang remaja diperkenankan terlibat dengan orang dewasa lain, masa transisi ini akan
bedalan dengan mulus (Papalia & Olds, 1995).

Erikson (dalam Berge, 1983) yang lebih menekankan pada perkembangan psikososial, percaya
bahwa tugas perkembangan remaja adalah untuk memecahkan konflik identitas diri untuk
menjadi orang dewasa yang unik dan untuk mencari peran penting dalam kehidupannya. Untuk
membentuk identitas seseorang, ego mengorganisir kemampuan, kebutuhan dan hasrat
pribadinya, dan mengadaptasi aspek-aspek tersebut sesuai dengan tuntutan masyarakat. Untuk
membentuk identitas diri, yaitu "mau jadi apa saya?" perlu tedadi:
Krisis, yaitu periode pengambilan keputusan secara disadari
Komitmen, yaitu investasi pribadi pada suatu profesi atau pekedaan dan sistem
kepercayaan (ideologi) tertentu.

Havighurst (dalam Newman & Newman, 1979) yang percaya bahwa perkembangan manusia
adalah proses di mana setiap orang mencoba belajar tugas-tugas yang diberikan oleh
masyarakat, membuat beberapa hal yang penting bagi tugas perkembangan masa remaja:
TUGAS TUJUAN
Mencapai hubungan baru yang lebih matang Belajar melihat anak perempuan sebagai
dengan teman-teman sebaya baik teman perempuan dewasa dan anak laki-laki sebagai
laki-laki maupun perempuan laki-laki dewasa
Mencapai peran sosial yang maskulin atau Menerima dan belajar peran sosial
feminin maskulin/feminin yang diterima masyarakat
Menerima fisiknya apa adanya dan dapat Menjadi bangga, atau paling tidak menjadi
menggunakan anggota tubuhnya secara efektif teloran terhadap tubuhnya sendiri
Mencapai kemandirian emosi dari orang tua Bebas dari ketergantungan uang kekanak-
dan orang dewaas lainnya kanakan kepada orang tua; mengembangkan
afeksi untuk orang tuannya tabpa terus
tergantung kepada mereka
Mempersiapkan kehidupan perkawinan dan Mengembangkan sikap positif dalam
kehidupan berkeluarga berkehidupan berkeluarga dan kehidupan
dengan akan
Mempersiapkan karir ekonimi Mengorganisasi renacana-rencana dan
tenaganya sedemikian rupa sehingga bisa
memulai karirnya dengan teratur; merasa
mampu mencari nafkah
Menyerap satu system nilai dan system etika Membentuk ideologi etika sosial politik
sebagai arah perilakunya mengembangkan
tugas ideologi
Berkeinginan dan mencapai perilaku yang Mengembangkan ideologi sosial;
bertanggung jawab secara sosial berpartisipasi sebagai orang dewasa yang
bertanggung jawab dalam kehidupan yang
bermasyarakat; memperhatikan nilai-nilai
masyarakat dalam perilaku pribadinya

Bila dikaitkan dengan Delapan fungsi keluarga fungsi yang dominan di atas adalah fungsi
reproduksi, fungsi ekonomi, fungsi cinta kasih, dan fungsi pendidikan dan sosialisasi.

HUBUNGAN DENGAN ORANG TUA

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa masa remaja adalah masa "badai dan tekanan",,
maka asumsi pendapat tersebut adalah remaja sukar untuk dapat akur dengan orang tuanya.
Hal tersebut tidak sepenuhnya benar, karena kebanyakan remaja merasa dekat dan memiliki
perasaan yang positif dengan orang tuanya. Mereka bahkan memiliki nilai-nilai dan topik
pembicaraan yang sama dengan orang tuanya. Mereka juga sangat menilai tinggi persetujuan
orang tua. Namun memang waktu bertemu mereka sangat sedikit.

Baik orang tua maupun remaja sama-sama memiliki perasaan yang ambivalen mengenai
hubungan mereka. Remaja merasa tekanan yang konstan antara kebutuhan untuk melepaskan
diri dari orang tuanya, ternyata menemukan bahwa dirinya masih tergantung pada orang
tuanya. Orang tua ingin anaknya mandiri, tetapi masih sukar untuk melepaskan mereka.
Sering kali, orang tua memberi "pesan ganda" kepada anak remaja mereka, di mana bicaranya
tidak sesuai dengan tindakannya.

Konflik yang terlihat, lebih sering tedadi dengan ibunya dari pada dengan ayahnya. Sebagian
karena ibunya lebih terlibat sehingga sukar untuk membiarkan begitu saja; sebagian karena
ayah cenderung menarik diri.

Umumnya konflik orang tua-anak bukan mengenai hal-hal yang mendalam seperti masalah
ekonomi, agama, sosial atau nilai politik, tetapi hal yang sepele seperti tugas-tugas di rumah
tangga, teman-teman, pakaian dan penampilan. Pertengkaran bisa saja tedadi, tetapi pada
umumnya mereka dapat menyelesaikan masalah tanpa konflik berat. Masing-masing dapat
merasa puas dan orang tua meneruskan pengaruhnya yang sangat besar mengenai nilai-nilai
dasar. Namun bila konflik yang tedadi begitu berat dan tidak mudah diatasi, remajalah yang
paling berisiko menghadapi masalah serius. Untuk itu diperlukan intervensi dan konseling dari
luar keluarga.

Bila remaja dipaksa berpisah atau diharuskan mandiri secara emosional tedalu dini, akan
berakibat buruk seperti merasa terasing, rentan terhadap pengaruh negatif teman sebaya, atau
muncul perilaku tidak sehat lainnya seperti penyalahgunaan obat dan kegiatan seksual
premature. Namun demikian orang tua seharusnya tidak berusaha menahan anak mengambil
risiko sama sekali. Eksplorasi yang positif seperti mencoba kegiatan yang baru, berteman
dengan orang-orang baru, mempelajari keterampilan yang sukar atau mencoba tantangan baru,
dan menolak tekanan teman sebaya, serta yang lain-lainnya, bisa membantu remaja tumbuh
dewasa.

Pola asuh yang tampaknya dapat memberi keseimbangan adalah yang bersifat otoritatif, yaitu
memberi kehangatan dan penerimaan, asertif dengan tetap berpegang pada aturan, norma dan
nilai-nilai luhur; bersedia mendengar, menjelaskan dan bernegosiasi, serta menghargai otonomi
psikologis, dan mendukung anak berpendapat. Orang tua yang otoritatif mengendalikan
perilaku anak, tetapi tidak sense of selfnya. Kehangatan akan menumbuhkan rasa percaya
diri dan menumbuhkan keterampilan sosial Kendaii perilaku membantu remaja mengendalikan
dorongan-dorongannya; dan menghargai otonomi psikologis membantu perkembangan
tanggung jawab dan kompetensi atau kecakapan.

Salah satu alasan pendekatan ini tepat untuk remaja adalah karena melibatkan perkembangan
kognitif anak. Dengan sering menjelaskan alasan-alasan, orang tua memberi pengetahuan pada
remaja bahwa mereka dapat mengevaluasi situasi-situasi yang ditemui sehari-hari dengan cara
yang baik. Pendekatan ini terbukti meningkatkan prestasi sekolah. Ditemukan pula bahwa
semakin besar perhatian orang tua terhadap kegiatan sekolah anaknya, nilai-nilai di sekolahnya
semakin tinggi (Papalia, 1995).
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEBAYA (PEERS)

Teman sebaya adalah pengaruh yang penting bagi remaja; mereka jugalah yang merupakan
sumber informasi mengenai seks dan yang menganjurkan penggunaan obatobatan (Berge,
1983).

Teman sebaya adalah sumber afeksi, simpati, dan pengertian; tempat untuk bereksperimen; dan
suasana yang mendukung untuk mencapai otonomi dan kemandirian dari orang tua mereka.
Teman sebaya juga adalah tempat untuk membentuk hubungan yang mendalam dengan orang
lain, memberi dasar untuk keintiman orang dewasa. Maka tak heran remaja lebih suka
menghabiskan waktu dengan teman sebayanya.

Remaja yang sedang melewati masa perubahan fisik merasa lebih nyaman bersama-sama
teman-teman yang mengalami hal yang sama. Remaja mempertanyakan standar yang diberikan
orang dewasa, dan memilih nasihat dari teman-temannya yang dianggap dapat memahami dan
bersimpati karena berada dalam posisi yang sama.

Bersahabat kadang-kadang penting bagi remaja untuk menemukan identitas diri. Intensitas
persahabatan di masa remaja adalah yang terdnggi dalam sepanjang kehidupan seseorang.
Dibandingkan persahabatan di masa sebelum remaja, masa remaja lebih sedikit persaingannya
dan ini berlangsung hingga dewasa.

Jenis kelamin mempengaruhi bentuk persahabatan. Dukungan emosi dan berbagai rahasia
sangat penting pada persahabatan antar remaja perempuan, sampai kapanpun. Anak laki-laki
dan laki-laki dewasa cenderung lebih menekankan jumlah teman. Namun demikian kedekatan
persahabatannya relatif sama.

Remaja perempuan yang punya sahabat, biasanya juga dekat dengan ibunya, dan melihat
ibunya tidak otoriter, justru mereka ingin seperti ibunya. Hal ini membantu remaja putri
membangun rasa percaya pada orang lain dan merasa siap untuk membangun hubungan yang
dekat dengan orang lain.

Punya sahabat menunjukkan bahwa mereka punya kemampuan untuk berteman dan membina
hubungan. Mereka biasanya lebih tinggi rasa percaya dirinya dan merasa dirinya kompeten,
serta menunjukkan prestasi di sekolahnya dibandingkan mereka yang sering konflik dengan
temannya.

Teman sebaya mempengaruhi tidak hanya pakaian dan model rambut, tetapi juga kegiatan
sosial, perilaku seksual ataupun menggunakan atau tidak menggunakan obat. Walaupun
demikian, kebanyakan remaja memiliki ikatan yang positif dengan orang tuanya. Mereka
mempertahankan dua kelompok acuan: orang tua dan teman sebaya (Papalia 1995).
MASALAH REMAJA

Di setiap tahapan kehidupan, kita tidak terlepas dari masalah-masalah. Masalah yang biasa kita
temui pada masa remaja, berdasarkan penelitian Winarini (skripsi tahun 1978) antara lain:
1. Masalah kesehatan dan pertumbuhan. Contohnya badan gampang letih
2. Masalah kepribadian. Contohnya kurang percaya diri, mudah tersinggung
3. Masalah pemilihan karir. Contohnya tidak tahu macam pekedaan yang sesuai
4. Masalah di rumah dan keluarga. Contohnya tidak dapat membicarakan masalah pribadi
dengan orang tua; merasa tidak diberi kebebasan; orang tua berharap terlalu tinggi
5. Masalah dalam situasi sosial. Contohnya aktivitas terlalu sedikit; kurang terlibat dengan
perkumpulan-perkumpulan
6. Masalah seks dan hubungan heteroseksual. Contohnya ingin mencari perhatian pria dan
wanita; tidak punya pacar
7. Masalah dalam agama dan moral. Contohnya bagaimana mengubah kebiasaan buruk
(tidak menunaikan ibadah); risau bila ada ketidakadilan sosial
8. Masalah dalam sekolah dan belajar. Contohnya tidak dapat mengatur waktu belajar;
risau terhadap prestasi sekolah yang rendah

Selain masalah ini, ada beberapa masalah khusus yang pedu diwaspadai antara lain: perilaku
seksual remaja dan kehamilan remaja, kenakalan remaja, penyakit yang psikosomatis, dan
bunuh diri (Papalia 1995; Berge 1983). Walaupun jumlah remaja yang bermasalah ini sedikit
dibandingkan populasinya, tetapi masalah ini sangat erat hubungannya dengan orang tua atau
keluarga yang inadekuat.

Ada tiga cara mencegah kehamilan remaja, yaitu kontrasepsi, pendidikan seks, dan menunda
kegiatan seksual. Pencegahan cara ketiga adalah yang paling efektif. Hal ini bisa dilakukan
bila orang tua membicarakan seks dari usia yang cukup dini, mengomunikasikan sikap yang
sehat dan ber-sedia menjawab pertanyaan, maka anak-anak cenderung menunda kegiatan seks.
Program di masyarakat juga dapat membantu remaja dari tekanan teman sebayanya bila ia
belum ingin al(rif secara seksual. Teman sebaya juga berperan untuk menunda kegiatan
seksual, di mana konseling dilakukan oleh dan untuk sesama remaja perempuan. Baik remaja
laki-laki maupun remaja perempuan beranggapan bahwa melakukan hubungan tanpa
kontrasepsi adalah tolol, bukan romantis, kalau mereka mau mendengarkan saran orang yang
lebih dewasa. Selain karena takut terkena penyakit hubungan seksual, mereka juga percaya
bahwa kehamilan dapat merusak kehidupan seseorang. Jadi jelasnya, orang tua sendiri tidak
cukup untuk mencegah kehamilan remaja, tetapi mereka membutuhkan bantuan dari
masyarakat (Papalia, 1995).

Pada kenakalan remaja, predictor yang paling kuat adalah pengawasan keluarga dan disiplin
remaja itu sendiri. Perilaku antisosial pada remaja dekat hubungannya dengan
ketidakmampuan orang tua mengetahui apa yang dilakukan anak remajanya dan dengan siapa
mereka melakukannya. Orang tua anak yang delinkuen jarang menghukum perilaku yang
melanggar aturan dengan apapun yang lebih berat dari pada ceramah atau ancaman. Pengaruh
dari pengasuhan yang tidak efektif dimulai dari awal masa anak-anak. Orang tua dari anak
delinkuen gagal mereinforce perilaku yang baik dan sangat ceroboh atau tidak konsisten, atau
keduanya, dalam menghukum perilaku yang salah. Dan sepanjang tahun mereka tidak terlibat
dekat dengan kehidupan anaknya (Patterson dkk, dalam Papalia, 1992).

Salvador Minuchin (dalam Berge, 1983) mengemukakan bahwa orang tua atau orang dewasa
dari dalam keluarga yang anak remajanya punya penyakit psikosomatis (penyakit yang
disebabkan masalah organik, tetapi erat hubungannya dengan keadaan psikologis, seperti asma,
eksim, anorexia nervosa, gangguan pencernaan, bahkan jantung), memiliki ciri-ciri: (1)
enmeshment, setiap anggota keluarga terkait dengan kehidupan dan masalah satu dengan
lainnya sehingga tidak memungkinkan adanya individualitas (2) overprotecvveness, anggota
keluarga menunjukkan respon nurturing (dengan menangis,
sakit, tidak makan) dan anggota keluarga yang lain berespon bedebihan untuk proteksi (3)
kekakuan, perubahan sangat sukar untuk keluarga ini. Pada remaja, orang tua dan remaja
punya masalah penyesuaian diri pada perkembangan anak (4) Keterlibatan anak pada konflik
orang tua, Anak-anak jadi sakit untuk mencari perhatian orang tuanya dari masalah hubungan
perkawinan, atau seperti memanggil salah satu atau kedua orang tua agar terus berada di
sisinya.

Umumnya anak yang berusaha untuk bunuh diri datang dari keluarga yang terpecah atau
keluarga yang bermasalah. Biasanya mereka sudah lama merasa tidak diinginkan, dan tidak
dibutuhkan oleh orang lain. Berdasarkan penelitian, kebanyakan dari mereka menunjukkan
sejarah keluarga yang bermasalah sejak lama, dan menjadi lebih buruk ketika ia menginjak
masa pubertas. Studi lain menemukan remaja ini sangat sedikit berkomunikasi atau tidak sama
sekali dengan ayah mereka, baik karena memang tidak ada orangnya, atau karena berperan
seperti militer - bukan teman. Masalah yang panjang dan melelahkan, ini pernah melalui masa
memberontak, kemudian menarik diri, melarikan diri, dan respon yang paling dramatis adalah
bunuh diri sebagai cara untuk "'meminta tolong". jika ia tidak menemukan adanya tindakan
nyata untuk memecahkan masalahnya (dalam Berge 1983).
METODE PENELITIAN

SUBYEK PENELITIAN
Remaja dari suatu desa tertentu. Dibagi menjadi remaja dari desa yang dekat perkotaan (Desa
Sukahati) dan desa yang jauh dengan perkotaan (Desa Pondok Rajeg) di daerah Cibinong Jawa
Barat.

METODE PENGAMBILAN DATA DAN INSTRUMENNYA

Data diperoleh dengan dua cara, pertama dengan pertanyaan terbuka melalui kuesioner yang
terdiri dari 60 item:
4 item mengenai masalah yang dihadapi: nomor 4, 10, 14, dan 20
12 item mengenai orang tua: nomor 1, 2, 5, 6, 8, 11, 12, 15, 17, 19, 21, 23
8 item mengenai perkembangan emosi dan penyebabnya: nomor 3, 7, 9, 13, 16, 18, 22, 24
5 item mengenai fungsi agama: 25, 32, 39, 45, 56
3 item fungsi perlindungan: 26, 33, 40
5 item fungsi sosial budaya: 27, 34, 46, 51, 57
8 item fungsi cinta kasih: 28, 35, 41, 47, 50, 53, 54, 58
5 item fungsi pendidikan dan sosialisasi: 29, 36, 42, 48, 59
6 item fungsi reproduksi: 30, 37, 43, 49, 52, 55
3 item fungsi ekonomi: 31, 38, 60
1 item fungsi lingkungan: 44

Cara kedua adalah dengan diskusi kelompok yang terdiri dari 4 orang dengan 1 pemandu.
Untuk masing-masing desa dibagi dalam 5 kelompok:
1. Remaja laki-laki usia SLTA
2. Remaja perempuan usia SLTA
3. Remaja laki-laki usia SLTP
4. Remaja perempuan usia SLTP
5. Remaja putus sekolah, umumnya berhenti saat SLTP

Masing-masing kelompok membahas kasus yang sama, yaitu mengenai Ani yang mengalami
masalah ekonomi sehingga tidak dapat meneruskan sekolah. Sementara ia juga mulai mendapat
tekanan untuk segera menikah.

METODE ANALISIS

Data yang masuk akan dianalisa secara kualitatif. Tujuan analisa ini adalah mencari content
dari penetian. Hasil analisa akan dideskripsikan dalam kelompok aspek tertentu.
ANALISIS HASIL

KARAKTERISTIK SUBYEK
Subyek yang terkumpul adalah 40 orang dengan rincian, 20 orang dari desa Sukahati dan 20
orang dad desa Pondok Rajeg, masing-masing terdiri dari lawi-laki 10 orang dan perempuan 10
orang.

Dari usianya, terbanyak berusaha 16 tahun (37,5%), kemudian 14 tahun (22,5%), 17 tahun
(17,5%); 15 tahun (15%); dan usia 13 tahun, 18 tahun, dan 19 tahun masingmasing 2,5%.

Hobi yang terbanyak adalah musik, baik hanya mendengar maupun yang 'ngeband' (30%),
membaca dan menonton (27,5%), olah raga (20%, macam-macam (7,5%), meluwis dan
menggambar (5%), remi/gaple/catur (2,5%) dan tidak punya hobi (2,5%)

Kegiatan yang dilakukan di luar sekolah: pengajian remaja (27,5%), tidak ada (25%), OSIS
(15%), Pramuka (12,5%), kursus, PMR, Karang taruna (masing-masing 5%), dan olah raga
serta karawitan (masing-masing 2,5%).

Pekerjaan ayah: tani atau buruh (30%), PNS (25%, wirausaha atau dagang (22,5%), PHK atau
tidak bekeda (10%), karyawan dan pensiun (masing-masing 5%), dan BUMN (2,5%).
Pekerjaan ibu adalah IRT (85%). wirausaha atau dagang (7,5%), dan PNS (7,5%).

Suku bangsa terbanyak adalah Sunda, (ayah 47,5%, dan ibu 52,5%), Betawi (ayah 25% dan
ibu 22,5%), kemudian Jawa (ayah 12,5% dan ibu 10%), baru suku lain sepert Padang
Palembang, Medan Campuran, Melayu, Dayak dan Sumbawa.

PENEMUAN HASIL OBSERVASI DISKUSI KELOMPOK

Secara umum, lokasi yang lebih dekat dengan pedesaan dan yang lebih dekat dengan
perkotaan, tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok, tetapi faktor usia dan jenis kelamin
menunjukkan beberapa kekhasan.

Faktor Usia
Anak usia SMP melihat peran orang tua masih dalam kerangka normatif, orang tua
bertanggung jawab atas pendidikan anak dan anak berhak memperoleh pendidikan yang
mereka inginkan. Mereka juga menempatkan posisi orang tua di atas kedudukan mereka.
Dalam memandang kasus Ani, anak usia SMP lebih banyak menuntut orang tua dari pada
berusaha memahami kesulitan yang dihadapi orang tuanya.

Anak usia SMA, tampaknya memiliwi lebih banyak pengalaman, mereka fidak hanya
menuntut, tetapi bisa menahan diri dan mencari pemecahannya sendiri.

Hubungan orang tua - anak bagi anak usia SMP adalah hal yang mutlak, sehingga dalam
memecahkan masalah, peran teman-teman mereka tidak ada, sedangkan anak usia SMA, telah
memasukkan unsur teman-teman mereka dalam memecahkan masalah dengan orang tua.
Dalam kasus Ani, anak SMP juga belum punya konsep kawin setelah menyelesaikan sekolah
SMPnya.

Hal di atas menunjukkan bahwa semakin dewasa seorang remaja, ia semakin dapat
menggunakan logikanya secara lebih mandiri. Hal ini sejalan dengan perkembangan
intelektual kognitifnya (dari Piaget dalam Pikunas, 1976)), di mana pada masa ini secara
bertahap remaja mulai memasuwi tahap operasi formal yang menggunakan logika berpiwirnya
untuk memecahkan masalah sehari-had. Salah satu tugas perkembangan remaja (berdasarkan
Havighurst) juga semakin matangnya kesadaran (conscience), moralitas, dan nilai-nilai luhur,
sehingga dapat menganalisa masalahnya, juga dengan melihat sudut pandang orang tuanya.

Faktor Jenis Kelamin

Dari observasi juga ditemukan bahwa anak perempuan tidak memiliki masalah yang berarti
dalam berkomunikasi dengan orang tuanya, sedangkan anak laki-laki cenderung melihat orang
tua sebagai oposisi, dan teman-teman sebagai dukungan (reference group) menghadapi orang
tuanya.

Dalam membicarakan kasus Ani, anak perempuan menunjukkan perhatian yang lebih dari pada
anak laki-laki. Diduga karena kasusnya adalah tokoh perempuan sehingga lebih nyata bagi
mereka.

Khusus bagi anak perempuan, tertangkap sedikit perbedaan, di mana anak perempuan SMP
menganggap bahwa komunikasi harus datang dari orang tuanya walaupun anak juga harus tetap
berbicara. Anak perempuan SMA menganggap bahwa komunikasi harus datang dari inisiatif
anak.

Khusus bagi anak laki-laki SMA, mereka yang berasal dari lokasi yang dekat dengan
perkotaan lebih cenderung membicarakan proses pemecahan masalah, sedangkan mereka dari
pedesaan lebih cenderung membicarakan substansi pemecahan masalah.

Ada beberapa perbedaan gender baik dalam kematangan sosial maupun dalam hubungan
dengan orang tuanya. Dari penelitian mengenai perkembangan kepribadian, pada usia 13 tahun
mulai tampak perbedaan di mana remaj'a perempuan lebih cepat matang dibandingkan remaja
laki-laki. Pada saat anak laki-laki masih egosentris, anak perempuan sudah mulai
mengembangkan konformitas sosial; ketika anak laki-laki mulai konformis, anak perempuan
mulai masuk pada tahap kesadaran diri (Cohn, dari Papalia, 1995). Penelitian Gilligan (dari
Papalia, 1995) juga menunjukkan bahwa, remaja atau orang dewasa perempuan dalam
membentuk konsep diri lebih cenderung mencapai sesuatu dihubungkan dengan orang lain.
Mereka menilai diri mereka sendiri sebagai bertanggung jawab atau memiliki kemampuan
dengan melihat diri sendiri dan menghubungkannya dengan orang lain. Bahkan mereka yang
paling berorientasi prestasipun membentuk identitas dirinya lebih pada keda sama dari pada
persaingan. Penelitian Marcia (dalam Papalia, 1995) juga mendukung bahwa kedekatan lebih
penting bagi anak perempuan dari pada anak lak@i-laki. Dikatakan juga bahwa anak
perempuan yang bisa membina persahabatan dengan teman sebaya justru lebih dekat dengan
ibunya.

PERKEMBANGAN EMOSI REMAJA

Emosi remaja mencakup emosi positif, yaitu perasaan-perasaan yang diinginkan dan membawa
rasa nyaman, serta emosi negatif, yaitu perasaan yang tidak diinginkan dan menjadikan kondisi
psikologis yang tidak nyaman. Baik emosi positif maupun emosi negatif, dari penelitian ini,
ditemukan bahwa penyebabnya atau obyeknya adalah hal-hal yang sama, yaitu orang tua,
sekolah, teman sebaya, cita-cita, saudara, dan materi atau kepemilikan.

Orang tua

Orang tua dapat memberi rasa kebanggaan dan rasa senang bila orang tua dapat memberi
perhalian dan kasih sayang pada remaja, serta memberi pujian untuk anaknya, apalagi bila
orang tua berperan sebagai tokoh panutan yang baik seperti adil dan bijaksana, serta rajin
menjalankan ibadah. Emosi positif juga tercapai bila orang tua mau berusaha mengerd anak
mereka dan memenuhi permintaan mereka. Sebaliknya, pertengkaran, kemarahan, paksaan
orang tua menimbulkan rasa malu, tak berdaya, dan sedih. Orang tua yang sakit menimbulkan
perasaan cemas akan akibatnya terhadap keluarga dan dirinya. Ketakutan remaja, selain
terhadap Tuhan, justru yang terbanyak adalah takut pada orang tuanya. Mereka juga cemas
tidak dapat membuat bangga orang tuanya. Kesedihan timbul bila orang tua juga sedih,
dicemoohkan orang lain atau mempermalukan dirinya dengan memarahi di depan umum atau
menceritakan keburukan anaknya. Bila remaja menyadari bahwa orang tuanya bekeda keras
hanya untuk dirinya, atau orang tuanya kesusahan mencari uang, iapun merasa kasihan.

Sekolah

Dari penelitian ini, sekolah lebih banyak dikaitkan dengan emosi negatif seperti takut, terutama
putus sekolah, kemudian baru, tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah, tidak berhasil dalam
kegiatan di sekolah. Rasa senang akan dicapai bila dapat sekolah lagi, dan berprestasi di
sekolah.

Teman Sebaya

Teman memberi rasa malu bila temannya egois, atau sedang diputusin cewek/ ditinggal pacar,
temannya menceritakan kejelekannya, atau mengatain di depan umum, temanteman
memusuhinya, dan bila teman-teman tidak acuh bila ia berbicara. Berkumpul dengan teman-
teman, atau diperlakukan dengan baik/ tidak kasar adalah hal yang menyenangkan. Remaja
juga merasa bangga bisa bernyali besar/ berani di hadapan teman-temannya.

Jawaban di atas menunjukkan bahwa teman sebaya lebih berperan sebagai tekanan untuk
bersikap conform dari pada memperoleh kesenangan yang ingin dicapai.
Cita-cita
Remaja belum dapat menuliskan dengan jelas jenis karir atau pekedaan yang diinginkan,
karena kecemasan akan putus sekolah dan kebahagiaan bila dapat meneruskan sekolah lebih
dominan. Mereka hanya dapat mengkhawatirkan masa depan, dan berharap citacitanya
tercapai, seperti menjadi orang yang berguna.

Diri sendiri

Berhasil memperoleh keinginannya, band-nya dapat masuk tivi, sukses dalam kegiatan belajar,
melakukan pekedaan yang direstui, dan bisa menolong orang lain. Ada masalah yang dihadapi
dapat membuat remaja merasa tidak berdaya.

Saudara

Tidak berdaya bila kakak perempuan berada di rumah, adik dimarahi.

Materi dan Kepemilikan

Remaja merasa senang bila dapat memiliwi barang yang sangat ia inginkan seperti sepeda
motor. Sedangkan bila di rumah tidak ada orang lain kecuali dirinya, membuat perasaan tidak
aman.

Menurut Pikunas (1978), seorang anak lahir dengan kapasitas untuk berpengalaman dan
berperilaku secara emosional. Hidup dengan orang tua dan saudara serta orang lain relasinya
adalah sumber utama menanamkan pola emosi dini. Jika hubungannya menyenangkan dan
rewarding, mereka akan mulai membentuk emosi-emosi yang diinginkan. Sejak bayi seorang
anak harus melihat dan merasakan afeksi, simpati dan cinta yang diekspresikan orang lain
sebelum ia mampu menirukannya.

Emosi yang diinginkan secara sosial membutuhkan stimulasi manusia dalam


perkembangannya. Luas pengalaman emosi dapat digambarkan sebagai prisma: satu warna
berpendar menjadi banyak warna. Kebanyakan orang pendarannya berwarnawarni. Anak yang
bdak dapat mengembangkan emosinya tidak punya spektrum yang cukup luas untuk berespon
pada stimulus tertentu.

Pada awal masa remaja, diferensiasi emosi bertambah banyak. Sebelum periode ini berakhir,
seluruh keadaan afeksi orang dewasa mungkin sudah pernah dirasakan. Mood yang pada masa
anak-anak dapat diamati dengan jelas, pada masa ini menjadi lebih tidak terkendali. Satu saat
ia sangat gembira, dan di saat lain tampak tidak ada yang dapat membuatnya tersenyum. Pada
masa remaja akhir, reaksi emosi lebih surut, tetapi juga lebih matang dan lebih dewasa.
Kerumitan emosi pada remaja adalah akibat intensifikasi dorongan seksual dan pengalaman
kedekatan dan cinta heteroseksual. Di awal remaja, biasanya ada gagasan tidak realistik dari
obyek cinta, yang membantu menunda bersatunya obyek seksual dan obyek cinta.
Dari penelitian ini, tampak ada perbedaan mengenai obyek dari munculnya berbagai emosi.
Pada teori yang ada, perkembangan seksual banyak berpengaruh pada perkembangan emosi.
Tetapi tidak, dari penelitian ini, bahwa obyek emosinya, paling banyak adalah terhadap orang
tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan antara orang tua dan anak menjadi lebih
dominan karena orang tua belum dapat melepaskan anak, dan anak masih banyak tergantung
pada orang tua, terutama dalam masalah ekonomi yang meluas sampai masalah sekolah, dan
masalah keluarga pada umumnya.

MASALAH-MASALAH REMAJA

Beberapa permasalahan yang berhasil ditangkap dari penelitian ini, dibagi dalam 5 kategori,
mulai dari yang paling banyak ditemui: masalah orang tua anak, masalah dalam keluarga,
masalah sekolah, masalah pribadi, dan masalah dalam lingkungan masyarakat.

Masalah Orang tua - Anak

Masalah yang sering disebutkan adalah masalah kebutuhan remaja untuk memperoleh
perhatian yang lebih besar dari orang tuanya. Selama ini mereka menganggap perhatian orang
tua sangat kurang seperb dalam menanggapi keinginan mereka, atau dalam menunjukkan kasih
sayang mereka. Komunikasi antara orang tua dengan anak, adalah masalah yang lain. Anak
remaja berharap dapat berkonsultasi dengan orang tuanya, namun sering kali mereka tidak
dapat berdiskusi dan mencapai pengertian bersama karena ayahnya dianggap keras kepala,
ibunya lebih banyak marah-marah, dan waktu bertemu mereka sangat sedikit atau terlibat
kesibukan rutin sehari-hari. Ada pula masalah orang tua yang dianggap diskriminatif, seperti
pilih kasih kepada anak-anaknya.

Sementara itu, ada pula yang merasakan orang tua yang otoriter, yaitu yang memaksakan
kehendaknya tanpa mau mendengar ucapan anaknya, bersikap seolah-olah remaja itu masih
anak kecil, melarang, dan memberi aturan-aturan yang dianggap memberatkan. Situasi antara
orang tua - anak yang juga sangat tidak disukai anak, adalah orang tua yang cerewet -
umumnya para ibunya -- marah-marah, egois-- atau menakutkan -- ayahnya. Namun ada pula
anak yang merasa tedalu dimanjakan. Kadangkala masalah dengan orang tua tidak dapat
diekspresikan oleh si anak. Anak hanya dapat mengharapkan orang tua bisa sesuai dengan
figur yang diinginkan, seperti berharap orang tuanya lebih bertanggung jawab,
memperhatikan masa depan anaknya, dan mau bertindak yang baik - menjadi panutan yang
baik dalam lingkungannya.

Beberapa masalah yang muncul tersebut lebih banyak berkaitan dengan sikap orang tua dalam
menghadapi anak-anaknya, yaitu mampu menunjukkan perhatian yang adekuat, mampu
berkomunikasi dua arah, menyadari adanya sibling livalfy (persaingan saudara), bersikap
bijaksana dalam menghadapi masalah sehari-hari, dan menjadi panutan baik bagi keluarga
maupun dalam lingkungan.

Hal ini menunjukkan bahwa sikap dasar keterampilan interpersonal juga perlu diperkenalkan
dan dicontohkan caranya dalam pengasuhan anak. Menurut Stephen Robbins (1989)
keterampilan interpersonal dapat dipelajari tidak pada tingkat universitas, tetapi dalam
kehidupan sehari-hari atau sambil melakukan pekedaan atau kegiatan sehadhari. Keterampilan
interpersonal ini dapat berupa kemampuan mendengar, kemampuan membuat tujuan
(berorientasi pada tujuan), memberi umpan balik, disiplin, membed nasihat atau memberi tahu
atau memerintahkan sesuatu, membujuk dengan pembicaraan, juga berpolitik (artinya
berkomunikasi dengan takak agar keinginannya dapat tercapai), bercakap-cakap dalam
kelompok, dan memecahkan konflik. Bagi orang tua remaja, keterampilan interpersonal ini
tidak perlu terlalu tinggi, cukup mendengar, memberi umpan balik, dan bersikap konsisten
dengan apa yang diucapkan, dengan perkataan lain adalah keterampilan komunikasi dua arah.

Masalah dalam Keluarga

Masalah dalam keluarga dapat berupa pertengkaran ayah-ibu sering kali membuat anak
merasa kurang tenang dan tenteram di dalam rumahnya sendiri. Kemampuan ekonomi
keluarga juga dapat menjadi sumber masalah bagi remaja karena mereka sudah mulai mengerd
akibatnya bagi dirinya, dan ikut merasa bertanggung jawab.

Masalah pertengkaran dengan saudara juga dapat membuat remaja tidak nyaman berada di
rumah. Suasana rumah yang kurang mendukung, dapat membuat remaja merasa 'sumpek'
dan tidak betah berada di rumah.

Masalah yang muncul di atas berkaitan dengan suasana psikologis dan suasana fisik pengaturan
rumah. Suasana yang membawa emosi sedih, takut, cemas, marah di rumah dapat berakibat
masalah remaja yang lebih serius bila tidak segera ditangani, misalnya melarikan diri,
terpengaruh hal-hal buruk dari teman sebaya, dan perkembangan emosi yang tidak baik.
Suasana ini juga tidak memungkinkan remaja untuk dapat belajar dengan optimal.

Masalah Sekolah

Pada umumnya remaja berkeinginan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Beberapa faktor yang menghambat antara lain adalah masalah ekonomi keluarga yang tidak
memungwinkan mereka melanjutkan sekolah atau mengalami masalah SPP. Anak itu sendiri,
walaupun merasa ingin melanjutkan sekolah, bisa juga memang merasa kurang bersemangat
belajar. Masalah lain, seperti masalah pelajaran yang tedalu banyak atau terialu sukar juga
membuat remaja resah.

Bagi remaja, sekolah adalah cara penting dalam mencari identitas diri. Sekolah berkaitan
dengan karir di masa depan, dengan pembentukan peran diri yang penting dalam hidupnya, dan
berimplikasi status sosial dalam masyarakat (Erikson, dalam Papalia)

Masalah Pribadi

Masalah pribadi yang dihadapi remaja, dapat dikategorikan dalam 2 hal, yaitu cenderung
bersifat internal atau karena pengaruh eksternal. Masalah akibat hal yang internal antara lain
merasa kurang pandai (tampaknya memang tingkat kecerdasannya kurang), konsep diri yang
kurang, serta merasa kesepian, kurang mampu bergaul, dan tidak berdaya menghadapi lawan
jenis. Masalah pribadi yang lebih dial(ibatkan oleh pengaruh eksternal antara lain masalah
dengan teman-temannya, sering diejek, dan merasa minder bergaul dengan teman-temannya.

Hal-hal di atas, sangat erat kaitannya dengan pembentukan kepercayaan diri (self-esteem) yang
baik. Self-esteem pada anak sekolah tumbuh dari reaksi orang tua, guru, saudara kandun , dan
teman sebaya (Pikunas, 1976). Ideainya, orang tua dapat memberi reaksi

secara seimbang baik positif dan negatif. Bila lebih banyak menampilkan sisi negatif dalam
berinteraksi dengan anaknya, konsep diri anak menjadi kurang obyektif. Anak kurang dapat
menerima diri mereka sendiri atau kurang asertif pada diri sendiri; kemudian muncul
kecenderungan agresif akibat konflik internal yang tak terpecahkan. Situasi ini juga muncul
dalam interaksinya dengan orang lain. Anak yang dapat membuat aturan untuk diri sendiri
(self-reguladon) adalah tanda dari kekuatan egonya, dapat juga tanda dari adanya konflik
internal dan emosi yang direpres. Kontrol diri (self-control) dimulai dari luar dirinya. Orang
tua dan guru berperan penting pada masa anak-anak.

Masalah dalam Lingkungan Masyarakat

Remaja melihat lingkungan sebagai sumber masalah yang mengganggu pikirannya. Remaja
sudah dapat menilai dan mengetahui adanya pengaruh buruk lingkungan, yaitu kegiatan yang
secara normatif salah, dan dapat merugikan dirinya atau orang lain. Ia juga sudah dapat
mempersepsikan bahwa ada kemungkinan ia dapat terpengaruh oleh kegiatan yang terlarang
tersebut. Selain pengaruh buruk, remaja melihat bahwa kerukunan bertetangga memiliki arti
penting dalam masyarakat.

Hal di atas menunjukkan bahwa mereka juga telah mengembangkan penilaian etika dan nilai
moralitas dalam satu sistem nilai yang normatif. Ini sesuai dengan tugas perkembangan yang
diuraikan Havighurst.

PERSEPSI MENGENAI ORANG TUA

Hubungan dengan orang tua pada remaja, seperti yang banyak diperoleh dari penelitian ini,
menggambarkan pola sosialisasi nilai-nilai dari orang tua kepada anaknya. Beberapa yang
panting bagi remaja adalah peran orang tua, sikap dan perilaku orang tua terhariap anak, tugas
pengasuhan, komunikasi, dan waktu bersama (mulai dari yang terbanyak).

Peran Orang Tua

Beberapa peran ayah dan ibu yang disebutkan, antara lain: Ayah adalah tulang punggung
pencari nafkah dan kepala keluarga, harus bertanggung jawab, dapat menjadi figur panutan
bagi sebagai pribadi, terhariap istri, anak, keluarga, dan sosial masyarakat. Dari penelitian ini,
ditemukan bahwa kebanyakan remaja di desa yang dekat dengan kota menggambarkan ayah
lebih positif (baik/terbaik, bertanggung jawab, kepala rumah tangga, pengertian dan
memperhatikan). Konsep yang kurang baik lebih banyak muncul di desa yang jauh dari
perkotaan, seperti bepergian, kurang perhatian, ingin menang sendiri, kampungan, kolot,
kurang bertanggung jawab dan kurang fisiknya.

Peran ibu yang utama adalah ibu rumah tangga. Ibu lebih banyak dilihat sebagai orang yang
menyayangi dan pengerban. Para ibu lebih menunjukkan kesediaannya dalam berkomunikasi,
akur, akrab, bersahabat, dan punya beberapa kesamaan dengan anaknya. Namun ibu juga yang
paling tidak disukai kecerewetannya. Remaja juga sudah dapat melihat bahwa ibunya kurang
bahkan tidak berpendidikan.
Orang tua juga dipandang sebagai sumber yang dapat memuaskan materi yang khas untuk
remaja.

Sikap dan Perilaku Orang Tua terhariap Anak

Sikap positif yang diharapkan anak dari orang tuanya adalah kasih sayang, pengertian. Ibu
adalah orang yang banyak bekeda keras, justru ayah diharapkan sudi membantu beberapa
pekerjaan rumah. Beberapa dari mereka juga berharap ayahnya dapat bekeda. Sikap dan
perilaku yang tidak diinginkan anak adalah marah, ngomel, mukul, terlalu mengatur, otoriter
dan egois, pilih kasih, tidak adil, rewel, masa bodoh, pelit dan menceritakan keburukan kepada
orang lain.

Tugas Pengasuhan

Remaja melihat bahwa bimbingan orang tua masih sangat dibutuhkan, dalam bentuk nasihat,
konsultasi, dan mendiskusikan masalah-masalah anaknya. Remaja juga berharap orang tuanya
punya pemikiran yang mementingkan pendidikan anaknya.

Komunikasi

Masalah-masalah yang ingin dikomunikasikan dengan orang tuanya, atau yang menjadi topik
pertengkaran di rumah antara lain adalah masalah sekolah, di mana remaja takut orang tuanya
tidak mengizinkan sekolah lagi, masalah ekonomi, dan masalah tugas sehari-hari di rumah.

Waktu Bersama

Kebanyakan remaja berharap orang tuanya sering di rumah dan berkomunikasi, kecuali bila
orang tuanya punya sikap yang buruk. Mereka umumnya cemas bila salah satu atau kedua
orang tuanya belum pulang bekeda hingga larut malam. Mereka mengeluh bila orang tuanya
sering bepergian dan jarang/tidak pernah di rumah.

Menurut Pikunas (1976), Sosialisasi adalah proses belajar untuk mengenali nilai-nilai dan
ekspektansi kelompok, dan meningkatkan kemampuan untuk mengikutinya (confofm).
Tingkatan anak atau remaja sampai pada standar teman sebaya (peer group) tergantung pada
kegiatan sosial mereka. Orang tua dan teman sebaya mempengaruhi perubahan dari anak
egosentris menjadi orang dewasa yang cakap sosial.
Dalam situasi sosial seorang anak harus berperan tertentu pada posisi tertentu. Keterampilan
komunikasi dan berinteraksi adalah bagian penting dalam proses sosialisasi. Mau tidak mau,
disadari atau tidak, orang tua berperan dan bertindak sebagai wakil masyarakat dan budaya. Ini
berarti mereka meneruskan etos-etos dan sifat-sifat budaya, dan sekaligus membangun tabu dan
mengekang kecenderungan yang tidak sesuai dengan budaya.

Melalui kondisioning verbal dan teknik-teknik pengelolaan lainnya, mayoritas orang tua
memperkuat kendaii terhariap impuls-impuls, tanggung jawab, self-direcvon, dan atribut positif
lainnya yang akan membantu anak berhubungan secara efektif dengan orang lain. Orang tua
yang terlalu permisif biasanya merusak kemampuan penyesuaian diri anak bila mereka terlalu
sering mengizinkan anak melakukan kegiatan dengan caranya sendiri. Di kemudian hari, bila
anak menghadapi frustrasi kehidupan yang tidak dapat dihindari, ia tidak akan siap untuk
menghadapinya. Seperti halnya fungsi lain, perubahan dari egosentris ke arah kemampuan
sosialisasi, tidak ada yang kontinu dan tidak ada yang tanpa rasa sakit. Bila tidak dipersiapkan
akan terjadi langkah regresi, yang bisa terjadi pada anak, remaja ataupun orang dewasa.

PERSEPSI MENGENAI 8 FUNGSI KELUARGA

Fungsi Agama

Remaja masih mengharapkan perhatian dan bimbingan dari orang tua dalam menuntut mereka
untuk beribadah, bahkan orang tua diharapkan secara langsung mengajari anakanaknya. Figur
orang tua yang taat beribadah, sholeh juga sangat diharapkan oleh remaja, artinya orang tua
jangan hanya bisa menyuruh, tetapi hendaknya memberikan

contoh yang baik bagi remaja agar dapat ditiru oleh remaja tersebut. Ibadah dapat dilakukan
baik di rumah maupun di luar rumah. Bagi remaja ibadah di luar rumah selain mengaji dan
sembahyang di mesjid, juga termasuk menolong sesama manusia, dan membantu yang
kesusahan. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa remaja menganggap kegiatan
sholat, puasa adalah sangat berat untuk dilakukan kendatipun mereka menyadari bahwa itu
adalah kewajiban ibadah.

Dari hasil ini, orang tua masih dituntut peran yang tinggi dalam fungsi agama, yaitu memberi
contoh, menuntun, bahkan menjadi panutan bagi masyarakat (imam atau kiai)

Fungsi Perlindungan

Diperoleh beberapa hal yang ditakuti atau dikhawatirkan terdiri dari ancaman dari luar,
ancaman bila berada di rumah, dan ancaman yang bersifat pribadi.

Ancaman dari Luar


Yang paling ditakuti adalah pengaruh negatif lingkungan seperti teman berandal, minuman
keras, merokok, perkelahian remaja, dan pergaulan bebas, juga bila tederumus ke perbuatan
kriminal. Kejahatan di luar (perampokan, pencuri, orang jahat) dan kerusuhan masyarakat
dapat membuat remaja merasa lidak aman. Ancaman dari luar juga bisa merupakan hal lebih
ringan, seperti mendapat ejekan dari teman.

Ancaman Bila Berada di Rumah

Rasa tak aman terjadi bila remaja sendiri di rumah, bila keluarga terpisah, bila adik tidak ada
yang menjaga, bila dimarahi orang tua, bila orang tua tidak mengizinkan pergi, dan bila
menghadapi ulangan.

Ancaman yang Bersifat Pribadi

Terutama ketakutan bila dirinya sakit, bila menyimpan barang sembarangan, menyembunyikan
sesuatu, berbuat salah, dan punya utang. Masalah kepribadian seperti rasa ragu-ragu dan
merasa serba kekurangan, serta merasa tidak diperhatikan juga merupakan apa yang ditakuti.
Dalam hal ini, mereka berharap orang tuanyalah yang melindungi mereka dari perasaan tak
nyaman.

Perlindungan orang tua

Perlindungan orang tua terutama diharapkan dari ancaman pengaruh negatif lingkungan.
Orang tua diharapkan juga melindungi dari masalah-masalahnya atau dalam menghadapi
ketakutan. Masalah kehormatan diri, masalah pendidikan, masalah keuangan, dan kesehatan,
serta pekerjaan yang berat juga diharapkan dari orang tuanya.

Penelitian ini juga menangkap bahwa apa yang menjadi ancaman ada sedikit perbedaannya
antara remaja di desa yang dekat dengan perkotaan dengan remaja yang jauh dari perkotaan.
Remaja di dekat perkotaan lebih banyak takut kehilangan sesuatu yang sudah menjadi
miliknya seperti dirampok dan kehilangan. Mereka di desa merasa terancam, justru karena
kekurangannya, seperti adik tidak dapat menjaga, punya hutang, dan melanggar perintah orang
tua.

Secara hukum, orang tua wajib melindungi anak mereka dari ancaman fisik, ancaman mental
dari orang lain. Mereka juga harus menyadari bila anak mengalami deprivasi.

Fungsi Sosial Budaya

Remaja tampaknya sudah menyadari pentingnya kesenian daerah untuk membendung pengaruh
kesenian yang kurang cocok. Mereka bersikap positif dengan mengatakan bahwa kesenian
daerah itu baik dan pedu di lestarikan. lenis keseniannyapun tampak bervariasi, selain musik
sebagai yang terbanyak, juga ada karawitan, tari, wayang golek, melukis, kaligrafl, kasidah,
bela diri, degungan, jaipongan, lagu lama, dangdut dan orkes.

Dalam hal toleransi beragama dan suku bangsa, secara normatif mereka juga telah memahami
perlunya saling menghormati. Namun dalam berkeluarga (dalam berpacaran), toleransi suku
bangsa lebih besar dari pada toleransi agama, di mana umumnya remaja dan orang tua mereka
tidak keberatan bila remaja berpacaran dengan orang dari suku lain selama mereka dapat saling
mencari kesamaan, tetapi menolak dengan jelas bila berbeda agama. Hal ini juga diperkuat
dengan undang-undang perkawinan di Indonesia yang tidak memungkinkan perbedaan agama
dalam berumah tangga.

Fungsi Cinta Kasih

Dati penelitian ini, fungsi cinta kasih yang diperoleh adalah afeksi remaja dari dan pada orang
tua, saudara, dan orang lain. Juga ditemukan konsep cinta kasih menurut remaja.

Afeksi Orang tua

Remaja menilai intensitas kasih sayang orang tua ada yang sangat tinggi (tidak ternilai, sangat
besar, sangat mendalam, tidak terbatas, sangat penting, tulus dan sepanjang masa), sedang
(cukup, tidak beriebihan, biasa-biasa saja), dan rendah - terutama kasih sayang dari ayah.

"Mengobrol dalam keluarga" dianggap sangat menyenangkan pada umumnya. Namun toh ada
juga yang mengatakan membosankan atau jarang dilakukan.

Afeksi Terhariap Saudara

Persaudaraan adik dan kakak menurut para remaja umumnya positif, seperti harus erat, sangat
baik, harus dijalani dan saling mengalah, saling menyayangi dan menghormati. Namun ada
juga yang mengatakan kurang akrab, sering berantem, tidak pernah akur, kadang akur/ribut. Ini
menandakan orang tua harus berhati-hati ada persaingan saudara

Afeksi Terhariap Orang lain

Termasuk teman, anak kecil, orang jompo, dan orang yang cacat mental. Umumnya mereka
sudah tahu bahwa dalam pergaulan dengan teman atau orang yang lemah dan kurang
beruntung, mereka harus bersikap melindungi, berusaha memahami bukan justru menyakiti
atau mengejek. Mencela teman umumnya dianggap perilaku yang buruk, tetapi ada juga yang
mengatakan boleh saja bila terpaksa. Sebagian remaja juga menyukai anak kecil (karena
gemas, terhibur dll), tetapi juga tidak ingin mengalami kerepotan, kesal atau jengkel, marah dan
terganggu karena keributannya. Berperan di panti jompo juga dianggap sebagai perbuatan
terpuji, tetapi mereka tidak pernah melakukannya. Terhariap orang yang cacat mental,
umumnya menganggap mereka perlu diberi perhatian khusus dan dibantu, serta tidak dijauhi.

Konsep Tentang Cinta Kasih


Kasih sayang merupakan perbuatan saling menyayangi yang tulus bagi sesamanya, yang tidak
bisa diukur dengan harta karena datang dari dalam hati. Kasih sayang juga mengandung arti
suka tolong menolong, saling memberi, saling mengerti dan saling memberi pengertian. Kasih
sayang merupakan pancaran hati untuk memberi perhatian dan membimbing. Juga perasaan
tanpa saling membenci, tanpa rasa khawatir atau takut kehilangan seseorang.

Proses mencintai adalah proses yang panjang, di mana anak belajar mulai dari mencintai diri
sendiri, menerima dirinya dan bangga atas dirinya, kemudian mengubah arahnya ke dunia luar,
orang tuanya, saudaranya dan orang lain di sekitarnya. Bila ia tidak berhasil mencintai dirinya,
maka akan sulit baginya untuk belajar mencintai orang lain. Peran orang tua sangat penting
bagi seorang anak untuk dapat menerima dirinya sendiri.

Fungsi Pendidikan dan Sosialisasi

Karena fungsi sosialisasi dalam arli mengajarkan nilai-nilai yang baik pada anak, telah masuk
dalam fungsi lainnya, maka fungsi ini lebih memfokuskan pada pendidikan, dan sosialisasi
dalam arti pergaulan dengan masyarakat yang luas.

Belajar bagi mereka umumnya adalah belajar pada pendidikan formal, selain belajar materi
khusus (bahasa, pendidikan agama, musik, dan biologi), juga belajar untuk menjadi profesi
tertentu, seperti perawat dan seniman. Remaja melihat ada orang tuanya yang menginginkan
pendidikan anak remajanya yang setinggi-tingginya, ada yang inginnya tinggi kalau ada biaya
(kondisional), dan ada yang ingin menghentikan sekolah anaknya walaupun anaknya masih
sangat ingin sekolah. Umumnya remaja melihat sekolah itu penting, selain itu juga dilihat
sebagai sarana bergaul, kewajiban semata, sesuatu yang menyenangkan, atau yang tidak
menyenangkan.

Bersosialisasi dengan kerabat yang jarang bertemu, membuat mereka senang, biasa saja, asing
dan malu, atau walaupun tidak mudah, orang tua mendorong anak untuk berusaha.

Acara di lingkungan rumah seperti karang taruna, pengajian, dan perkumpulan olah raga/
kesenian, biasanya disukai remaja karena membuat bersemangat, menjadi banyak teman, bisa
mengisi waktu luang, agar kreatif, bertambah ilmu, bangga, dan merasa lebih berguna.

Fungsi Reproduksi

Penelitian ini memperoleh masukan mengenai persepsi tentang lawan jenis dan hubungan
lawan jenis, tanggapan orang tua atas hubungan lawan jenis, serta persepsi mengenai
pernikahan.

Persepsi tentang Lawan Jenis dan Hubungan Lawan Jenis


Remaja melihat lawan jenis dari daya tarik temperamennya (tidak emosional, simpatik), sikap
sosial (setia kawan, tidak sombong, saling pengertian dan saling bantu), sikap religius (sholeh),
penampilan fisik (cakep), dan perilaku (tidak merokok, tidak suka mabuk). Mereka
beranggapan hubungan lawan jenis dapat berfungsi sebagai teman selain sebagai pacar.
Hubungan tersebut diperlukan karena diharapkan dapat membantu mengatasi masalah.

Hubungan pria dan wanita sering dipersepsikan sebagai hubungan lawan jenis dari pada
sebagai sahabat. Umumnya remaja telah mengenal konsep pacaran, walaupun sudut
pandangnya beragam. Secara dominan, pacaran dipersepsikan sebagai hubungan yang
mengandung unsur kasih sayang dan daya tarik seksual. Pacaran bukan sesuatu yang dihindari,
tetapi mereka justru dilihat manfaatnya. Hanya sedikit yang menilai pacaran sebagai sesuatu
yang membawa keburukan, seperti menghabiskan uang. Penelitian ini juga menangkap bahwa
konsep pacaran lebih dapat diterima oleh remaja di desa yang dekat dengan kota, dari pada
yang jauh dari kota. Norma kalangan remaja pedesaan tampak lebih ketat, mereka lebih
banyak melihat dampak negatif dari pada remaja di dekat kota.

Tanggapan Orang Tua atas Hubungan Lawan Jenis

Orang tua pada umumnya memberi perhatian terhariap hubungan anaknya dengan teman lawan
jenisnya. Orang tua cukup berhati-hati dalam masalah ini, mereka melihat hubungan ini
sebagai sesuatu yang istimewa, karena itu mereka memberi peringatan dan nasihat. Mereka
menganggap orang tua selalu melihat hubungan lawan jenis sebagai pacaran.

Sebagian orang tua menyetujui anaknya berpacaran, Namun sebagian besar orang tua di desa
yang jauh dari kota tidak menyetujuinya. Alasan tidak setuju adalah belum cukup umum atau
belum dewasa, sedangkan alasan setuju adalah bila anak selalu diberi nasihat agar tidak
melampaui batas-batas kesusilaan.

Persepsi mengenai Pernikahan

Pernikahan dianggap sebagai peristiwa yang wajar pada saatnya, yaitu ketika sekolahnya telah
selesai, telah mendapat pekerjaan tetap, telah mempunyai rumah, telah mampu berpikir dewasa,
sudah cukup umur, sudah sukses, dan sudah mendapat titel.

Mereka pada umumnya telah menginginkan keluarga yang bahagia, keluarga sakinah, dan
punya dua anak. Mereka juga ingin mendapat jodoh dari agama yang sama, direstui orang tua,
dapat membahagiakan istri, berbakti pada suami, menjadi atau mendapat suami bertanggung
jawab, baik dan pengertian, tidak menyeleweng, dan merupakan pilihan sendiri.

Fungsi Ekonomi

Baik remaja ataupun orang tuanya sangat setuju apabila remaja mendapat uang dari kegiatan
sendiri; hanya saja remaja beranggapan bahwa orang tua mereka juga tak ingin kegiatannya
mengganggu kegiatan belajar. Uang yang diperoleh tersebut oleh remaja rencananya akan
ditabung untuk keperluan di masa depan. Namun umumnya mereka tidak memiliki tabungan.
Hal ini dapat dimengerti bahwa mereka umumnya sedang mengalami masalah ekonomi.
Penelitian di Jakarta (dalam Soekanto, 1996) menunjukkan bahwa bila remaja memiliki uang,
pertama yang mereka lakukan adalah membelanjakannya untuk keperluannya, baru bila ada
sisanya akan ditabung. Tabungan itu juga dipersiapkan untuk membeli keperluan lain. Selain
itu, perlu diperhatikan macam pekerjaan yang cocok untuk remaja dan tidak melanggar hukum
ketenagakerjaan di Indonesia. Bekeda di masa remaja dapat berefek positif yaitu membangun
nilai-nilai keda keras dan kewirausahaan, juga memberi wawasan yang lebih luas dalam
memecahkan masalah yang berkaitan dengan keuangan.

Fungsi Lingkungan

Penelitian ini hanya dapat menangkap bahwa secara normatif mereka tahu bahwa kebersihan
lingkungan adalah tanggung jawab bersama, bukan pada orang tertentu. Secara implisit,
ditemukan bahwa remaja juga telah memiliki pekerjaan rutin di rumah, yang dapat menjadi
pemicu pertengkaran antara remaja dengan ibunya.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN

1. Remaja memandang dunia dengan caranya sendiri, dan dengan masalah khas yang
dihadapinya. Berdasarkan temuan dari isi jawaban atas aspek-aspek masalah dan
perkembangan emosi remaja, disimpulkan beberapa hal yang penting dalam dunia
orang tua, sekolah, teman, cita-cita, saudara, kepemilikan. Penelitian ini menunjukkan
bahwa orang tua berperan penting dalam emosi remaja, baik yang memberi efek positif
maupun negatif. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua masih merupakan lingkungan
yang sangat penting bagi remaja. Selain orang tua, sekolah juga merupakan hal yang
banyak menyita pikiran remaja, karena banyak dari responden berpotensi menghadapi
masalah putus sekolah. Putus sekolah adalah topik penting karena berkaitan dengan
identitas diri saat ini maupun di saat yang akan datang. Masalah identitas bagi
remaja,menurut Erikson adalah konflik utama masa remaja. Teman lebih berperan
sebagai tekanan dari pada sesuatu yang ingin dicapai. Mereka harus bersosialisasi sesuai
dengan tuntutan peran (konformitas) agar dapat diterima oleh kelompok sebayanya, dan
awibatnya bisa membahayakan konsep diri remaja, seperti minder, diejek dan dikucilkan.
Walaupun sudah tidak terlalu dominan, saudara masih merupakan dunia yang penting
bagi kehidupan berkeluarganya. Pada saat remaja, terkadang mereka ingin memiliki
barang-barang tertentu yang dapat menunjukkan jati dirinya - yang harganya cukup
mahal, seperti alat musik atau motor.
2. Selain hal-hal yang bersifat umum, ada juga kekhasan karena perbedaan usia dan jenis
kelamin. Dalam memecahkan masalah, kerangka berpikir pemecahan masalah anak usia
SMP berbeda dengan anak usia SMA, di mana anak usia SMA sudah mampu
menempatkan diri pribadi dalam posisi orang tua, sedangkan anak usia SMP relatif masih
lebih banyak menuntut orang tuanya. Penelitian ini juga menangkap bahwa anak
perempuan lebih sedikit mengalami masalah komunikasi dengan orang tua dari pada anak
laki-laki. Hal ini juga didukung oleh teori.
3. Orang tua membentuk perilaku anak melalui proses sosialisasi nilai-nilai, budaya, aturan,
peran sosial dan budi pekerti dari orang tuanya kepada anaknya. Sosialisasi terjadi tidak
secara disadari, tetapi terjadi terus menerus dalam proses kehidupan sehari-hari. Orang
tua, mau tidak mau, berperan sebagai wakil masyarakat yang harus
mengajari anak bagaimana berperilaku yang sesuai dan pantas dalam segala situasi
kehidupan sehari-hari. Untuk itu orang tua harus menyadari bagaimana sikap dan
perilakunya kepada anaknya, karena semua itu akan ditiru dan menjadi kerangka acuan
bagi anak dalam menghadapi masalah sehari-hari. Pesan dalam mensosialisasikan norma-
norma di sampaikan secara verbal. Oleh sebab itu, perlu ditimbulkan self-awareness pada
orang tua dan komunikasi dua arah antara orang tua - anak, karena kedua hal ini
merupakan fungsi yang sangat vital dalam pengasuhan anak. Self-awareness ini pehu
untuk proses sosialisasi, karena dengan demikian orang tua menyadari bagaimana pola
perilakunya dalam berinteraksi dengan anak remajanya. Dengan pengetahuan ini,
diharapkan orang tua dapat lebih mengendalikan sikap dan perilakunya agar ke arah yang
ideal - otoritatif. Juga, harus ada komunikasi dua arah: dari orang tua ke anak dan dari
anak ke orang tua. Komunikasi yang baik akan memfasilitas suasana yang lebih
memuaskan dari kedua belah pihak sehingga hubungan orang tua-anak menjadi lebih
harmonis. Selain itu komunikasi adalah media yang penting dalam untuk memecahkan
masalah.
4. Dalam menanamkan fungsi agama, orang tua penting sekali menjadi panutan keluarga dan
kalau bisa meniadi tokoh masyarakat.
5. Dalam menghadapi pengaruh buruk lingkungan, remaja masih mengandalkan orang tua
untuk melindunginya.
6. Toleransi antar suku lebih besar dari pada toleransi antar agama bila remaja ingin
berkeluarga.
7. Remaja umumnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai fungsi cinta kasih,
baik dalam keluarga maupun terhariap orang lain yang membutuhkan kasih sayang.
8. Remaja menyadari betapa pentingnya sekolah atau pendidikan formal untuk masa
depannya, dan sangat khawatir bila ia harus putus sekolah. Namun demikian proses
belajar di sekolah tidak selalu mudah.
9. Hubungan lawan jenis seringkali dikaitkan dengan kasih sayang dan daya tarik seksual.
Namun untuk menikah umumnya mereka berencana untuk menunda sampai mereka benar-
benar siap.
10. Baik orang tua maupun anak remaja akan senang bila remaja sudah dapat memperoleh
penghasilan sendiri.

REKOMENDASI

1. Untuk membangkitkan self-awareness, buku dapat diawali dengan semacam kuis/angket


untuk mengetahui bagaimana sikap dan komunikasi yang selama ini berlangsung.
Pengetahuan orang tua mengenai kondisi awal ini dapat dijadikan litik awal untuk lebih
memahami apa yang seharusnya untuk kemudian secara bertahap dilakukan pembenahan
dalam bersikap dan berperilaku terhariap anak dan meningkatkan komunikasi dua arah
antara orang tua dan anak. Bagian kedua akan lebih mendalami bagaimana
berkomunikasi yang efektif dengan cara dan contoh yang sederhana. Bagian ini juga
akan berisi beberapa hal yang dapat membangkitkan kepercayaan diri orang tua, bahwa
mereka mampu menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak mereka. Bagian ketiga baru
secara lebih rinci masuk pada delapan fungsi keluarga.
2. Secara tertulis, ditekankan bahwa orang tua harus bersikap adil baik antar saudara,
maupun dalam mempedakukan anak laki-laki dan anak perempuan karena tidak ada
seorang pun yang rela diperlakukan tidak adil oleh orang tuanya. Ketidakadilan akan
membuahkan masalah yang lain. Namun juga perlu diperhatikan beberapa kekhasan bagi
anak laki-laki dan anak perempuan dalam menangani beberapa hal yang sensitif, seperti
komunikasi dengan orang tua lawan jenis, serta masalah pacaran dan reproduksi.
3. Pesan-pesan dalam buku harus tetap berpegangan pada prinsip: disampaikan dalam
bahasa yang sederhana, dan dengan ilustrasi visual yang menarik.
DAFTAR PUSTAKA

Newman, Barbara M & Philip R. Newman. 1979. An Introduction To 7he Psychology of


Adolescence. Illinois: The Dorsey Press.

Pikunas, Justin. Human Development An Emergent Science. Tokyo: McGraw-Hill


Kogakusha, Ltd.

Robbins, Stephen P. 1989. Training In Interpersonal SHIls. Tlps for Managing People at
Work. USA: Prentice-Hall International Inc.

Soekanto, Soedono. 1996. Remaja dan Masalah-masalahnya. .Sebab Musabab dan


Pemecahannya. Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulya.

Thalib. Muhammad. 1997. Memahami20.5ifatFltrah Orang Tua. Bandung: Penerbit Irsyad


Baitus Salam (IBS).
PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada adik-adik yang telah bersedia datang dalam
acara hari ini

Kami adalah tim peneliti dari Lembaga Psikologi Terapan Ul. Tujuan penelitian kami adalah
mencad gambaran kehidupan remaja. Untuk itu kami meminta bantuan adikadik di sini, juga
adik-adik di tempat lain, untuk menjadi nara sumber bagi kami.

Kami akan bertanya kepada adik-adik mengenai pendapat pribadi, dan untuk menjaga
kerahasiaan, Adik-adik tidak perlu mencantumkan nama pada kertas yang akan kami bagikan.
Namun kami membutuhkan beberapa data pdbadi lainnya yang penting dalam menganalisa
hasil penelitian ini. Kami berharap Adik-adik mengisi setiap pertanyaan dengan sejujur-
jujurnya agar hasilnya benar-benar dapat menggambarkan kehidupan remaja saat ini. Untuk
kelengkapan analisa hasil, diharapkan adik-adik mengisi semua prrtanyaan yang kami berikan.

Ada dua acara utama dalam pertemuan kita hari ini. Pertama kita akan bersama-sama mengisi
pertanyaan-pertanyaan yang tertulis di lembaran ini, kemudian acara kita teruskan dengan
diskusi kelompok, membicarakan contoh masalah seorang remaja.

Waalaikumsalam wr wb

Tim Peneliti
DATA PRIBADI
Usia: tahun
Jenis kelamin: : Laki-laki / perempuan*
Pendidikan terakhir: Kelas SD/SLTP/SLTA* Jurusan
Berhenti bulan tahun
Agama:__________________
Hobi:____________
Suku bangsa Ayah:_________________________Suku bangsa Ibu:___________
Pekerjaan Ayah:____________________ Pekerjaan lbu:____________
Kegiatan/ Organisasi yang diikuti:___________________

Di bawah ini terdapat 60 kalimat yang belum sempurna, dan tiap kalimat merupakan
permulaan dari suatu kalimat yang masih harus diselesaikan.
Bacalah tiap-tiap kalimat dan selesaikan dengan cara menuilskan pikiran yang segera
timbul setelah membaca permulaan kalimat pada setiap nomor tersebut
Tidak ada jawaban yang salah dalam mengisi setiap pertanyaan, yang terpenting adalah
menuliskan apa yang langsung terlintas di pikiran Anda setelah membaca awal kalimat
Kita akan bersama-sama menjawab setiap pertanyaan satu demi satu.
1. Saya merasa bahwa Ayah saya jarang__________________________________

2. Masalah yang saya hadapi dengan orang tua saya_________________________

3. Saya bangga kalau_________________________________________________

4. Masalah yang saya hadapi di rumah___________________________________

5. Adalah kewajiban orang tua_________________________________________

6. Sekiranya ayah saya sudi____________________________________________

7. Yang paling membuat saya malu adalah________________________________

8. Saya kira kebanyakan ibu___________________________________________

9. Saya merasa tidak berdaya bila_______________________________________

10. Masalah yang saya hadapi di sekolah__________________________________

11. Saya merasa bahwa ayah saya adalah_____________________________________

12. Saya suka kepada lbu saya tetapi_______________________________________

13. Saya kasihan kalau___________________________________________________

14. Masalah yang saya hadapi dengan teman-teman_____________________________

15. Saya tidak setuju bila orang tua___________________________________________

16. Yang saya cemaskan____________________________________________________

17. lbu saya______________________________________________________________

18. Perasaan saya senang bila________________________________________________

19. Saya ingin ayah saya_____________________________________________________

20. Masalah dalam lingkungan masyarakat______________________________________

21. lbu saya dan saya________________________________________________________

22. Saya sedih kalau_________________________________________________________

23. Seharusnya orang tua______________________________________________________


24. Saya paling takut pada____________________________________________________
25. Kegiatan ibadah yang paling menarik bagi saya_________________________________

26. Pengaruh buruk lingkungan yang paling saya takuti______________________________

27. Kesenian yang paling menarik_______________________________________________

28. Kasih sayang artinya_______________________________________________________

29. Saya ingin belajar_________________________________________________________

30. Tanggapan orang tua saya bila saya bercerita mengenai lawan jenis yang
menarik________________________________________________________________

31. Tanggapan orang tua kalau saya bisa dapat uang dari kegiatan saya
sendiri_________________________________________________________________

32. Dalam kaitannya dengan ibadah, saya ingin orang tua saya_________________________

33. Saya berharap orang tua saya melindungi saya dalam_____________________________

34. Pendapat saya mengenai kesenian daerah______________________________________

35. Orang yang cacat mental____________________________________________________

36. Orang tua saya ingin pendidikan


saya__________________________________________

37. Reaksi orang tua saya bila tahu saya punya


pacar_________________________________

38. Tabungan
saya____________________________________________________________

39. Ibadah di luar rumah_______________________________________________________

40. Perasaan saya tidak aman kalau______________________________________________

41. Anak kecil membuat saya___________________________________________________

42. Bila harus bertemu dengan saudara-saudara orang tua saya yang jarang
ketemu_________

43. Saya ingin teman peremuan/teman laki-laki (lawan jenis)


saya____________________________________________________________________
44. Kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab__________________________________

45. Kegiatan ibadah yang paling berat saya lakukan_________________________________

46. Kesenian yang disukai orang tua saya_________________________________________

47. Kasih sayang orang tua terhadap saya_________________________________________

48. Acara di lingkungan rumah (seperti karang taruna, remaja mesjid/sekolah minggu/
perkumpulan olah raga atau musik) membuat saya______________________________

49. Berpacaran menurut saya__________________________________________________

50. Persaudaraan adik dan kakak_______________________________________________

51. Perasaan orang tua saya bila saya punya pacar berbeda agama______________________

52. Laki-laki dan perempuan bila berduaan_______________________________________

53. Ngobrol bersama dalam keluarga saya________________________________________

54. Berpartisipasi di tempat-tempat sosial seperti panti jompo_________________________

55. Kalau saya menikah_______________________________________________________

56. Orang yang taat beragama adalah orang yang___________________________________

57. Perasaan orang tua saya bila saya punya pacara berbeda suku bangsa________________

58. Mencela teman adalah____________________________________________________

59. Bagi saya sekolah________________________________________________________

60. Kalau mendapat uang dari hasil keringat sendiri, saya___________________________


INSTRUKSI DISKUSI KELOMPOK
Berikut ini adalah salah satu gambaran kehidupan remaja beserta permasalahan yang
dihadapinya. Anggaplah ia sebagai teman kita yang pedu mendepat bantuan dari Adik-adik di
sini.

Bersama-sama kita akan membaca uraian ini untuk lebih mengenai teman kita ini, kemudian
Adik-adik diminta untuk menjawab satu-persatu pertanyaan yang ada di bawahnya, dengan
menuliskan pada lembar data pribadi yang ada di hariapan Adik-adik.

Setelah itu kita akan mendiskusikan setiap pertanyaan tersebut satu-persatu.

Anda mungkin juga menyukai