Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK OPTIKP3

DESAIN OPTIK

PRAKTIKAN:
Karina Anggraeni (2414105021)
Nufiqurakhmah (2414105026)
Angkik Pandu Rizky (2414105052)
Devic Oktora (2413106007)
Sirojulaili (2413106009)

ASISTEN:
Nur Ika Puji Ayu (2411100017)

Program Studi S-1 Teknik Fisika


Jurusan Teknik Fisika
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2014

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK OPTIKP3

DESAIN OPTIK

PRAKTIKAN:
Karina Anggraeni (2414105021)
Nufiqurakhmah (2414105026)
Angkik Pandu Rizky (2414105052)
Devic Oktora (2413106007)
Sirojulaili (2413106009)

ASISTEN:
Nur Ika Puji Ayu (2411100017)

Program Studi S-1 Teknik Fisika


Jurusan Teknik Fisika
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2014
ABSTRAK

Dewasa ini alat optik merupakan kemajuan bagi


peradaban manusia. Alat optik dapat berupa teleskop, kamera,
teropong, mikroskop dan lain lain. dalam perancangan alat
optik ini harus memperhatikan komponen komponen yang
terkandung dalam desain alat optik tersebut. Hal ini untuk
menghindari adanya aberasi. Beam expander adalah komponen
pada optik yang digunakan untuk memperbesar beam. Beam
expander merupakan konsep dasar yang digunakan pada
teleskop.
Desain optik pada beam expander yang telah dirancang
dengan menggunakan software OSLO, dimana hasil perancangan
dari software tersebut akan dibandingkan dengan percobaan
beam expander secara langsung. Analisa data dilakukan setelah
diperoleh hasil desain beam expander menggunakan OSLO dan
eksperimen langsung.

Katakunci: desain optik, aberasi, beam expander, OSLO

i
ABSTRACT

Nowadays, optical instrument is the progress of human


civilization. Optical devices such as telescopes, cameras,
binoculars, microscopes, etc. In the design of optical devices
should pay attention to the contained in the optical instrument
design. This is to avoid any aberration. Beam expander is on the
optical components that are used to enlarge the beam. Beam
expander is the basic concepts used in telescopes.
The optical design of beam expander which has been
designed using the software OSLO, where the results of the
design of the software will be compared with experimental beam
expander directly. Data analysis was done after the obtained
results beam expander design using OSLO and direct
experimentation.

Keywords: optical design, aberration, beam expander, OSLO.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan praktikum
Teknik Optik yang berjudul Desain Optik dapat
diselesaikan. Penyusunan laporan praktikum ini tidak
terlepas dari bimbingan berbagai pihak. Penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Agus M. Hatta, Ph.D., selaku dosen mata kuliah
Teknik Optik.
2. Detak Yan Pratama, S.T., M. Sc., selaku dosen
mata kuliah Teknik Optik.
3. Nur Ika Puji Ayu, selaku asisten praktikum.
4. Seluruh civitas akademik Teknik Fisika ITS

Penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih


terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima
saran dan kritik sebagai perbaikan.

Surabaya, November 2014

Penulis

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Masalah 1
1.4 Sistematika Laporan 2
BAB II DASAR TEORI 3
2.1 Desain optik 3
2.2 Beam expander 3
2.3 Aberasi 6
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 8
3.1 Alat-alat Percobaan 8
3.2 Prosedur Percobaan 8
BAB IVANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 10
4.1 Analisa Data 10
4.2 Pembahasan 13
BAB V PENUTUP 20
5.1 Kesimpulan 20
5.2 Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 22

1v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Galilean Beam Expander 3


Gambar 2.2 Keplerian Beam Expander 4
Gambar 2.3 Jarak input beam dengan output beam 4
Gambar 2.4 Galilean Beam Expander 5
Gambar 2.5 Keplerian Beam Expander 5
Gambar 2.6 Lensa cekung 6
Gambar 2.7 Lensa cembung 6
Gambar 4.1 Perancangan Beam Expander dengan
Mengatur Bentuk Lensa 10
Gambar 4.2 Tampilan Perubahan Lensa 11
Gambar 4.3 Ray Interccept Curvers Analysi s 11
Gambar 4.4 Analysis Data pada OSLO 12

v
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan OSLO dengan Eksperimen 12

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penglihatan merupakan indera yang penting bagi
manusia. Dimana dengan penglihatan kita dapat mengenal
dunia. Namun tidak semua dapat dilihat dengan mata

vi
telanjang manusia. Terkadang ada objek-objek dengan
jarak yang jauh ataupun benda kecil yang harus kita lihat
untuk mendapatkan informasi darinya. Oleh karena itu
manusia merancang divais optik, yang biasanya berupa
lensa. Pemanfaatan lensa sendiri dewasa ini kita rasakan
sangat besar, mulai dari hanya mengabadikan momen
dengan kamera, melakukan percobaan dengan mikroskop,
hingga penemuan bintang dan planet baru menggunakan
teleskop, semua tidak lepas dari pemanfaatan lensa.
Pada percobaan modul 3 ini praktikan mempelajari
bagaimana cara mendesain divais optik yang nantinya
dapat dimanfaatkan dalam kegiatan manusia.

1.2 Perumusan Masalah


Permasalahan yang mucul pada percobaan modul 3
mengenai desain optik, yaitu:
Apa dasar-dasar teori untuk dapat mendesain divais optik?
Bagaimana cara menggunakan perangkat lunak OSLO
untuk mendesain divais optik beam expander?
Bagaimana nalisis hasil simulasi dan eksperimen
penyusunan sistem beam expander?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam percobaan modul 3
mengenai desain optik, yaitu :
Praktikan mampu mendesain divais optik berbasis optika
geometri.
Mampu melakukan optimasi untuk menurunkan aberasi
pada divais optik


1.4 Sistematika Laporan

vi
Dalam laporan ini terdiri dari beberapa bab,
sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan sistematika laporan.
BAB II : Dasar Teori
Bab ini menjelaskan tentang teori penunjang yang
digunakan dalam percobaan ini.
BAB III : Metodologi
Bab ini menjelaskan secara detail mengenai
langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai
tujuan dan untuk mendapatkan data keluaran yang
dibutuhkan.
BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan
Pada bab ini merupakan tindak lanjut dari bab
III, setelah melakukan percobaan dan mendapatkan
data maka dilakukan analisa dan pembahasan.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran
dalam percobaan ini.







BAB II
DASAR TEORI
2.1 Desain Optik

vi
Desain optik adalah membuat rancangan
alat optik. Alat optik dapat berupa teleskop,
kamera,teropong,mikroskop dan lain lain. Dalam
perancangan alat optik ini harus memperhatikan komponen
komponen yang terkandung dalam desain alat optik
tersebut. Hal ini untuk menghindari adanya aberasi.

2.2 Beam Expander
Beam expander adalah komponen pada optik yang
digunakan untuk memperbesar beam. Beam
expander merupakan konsep dasar yang digunakan
pada teleskop. Jenis beam expander ada 2 yaitu :
1. Galilean Beam Expander
Galilean beam expander terdiri dari lensa
negatif dan lensa positif.

Gambar 2.1 Galilean Beam Expander


2. Keplerian Beam Expander

vi
Keplerian beam expander terdiri dari 2 lensa
positif.

Gambar 2.2 Keplerian Beam Expander


Beam divergence tergantung pada diameter beam
seperti pada persamaan berikut :

InputBeamDivergence ( 1) OutputBeamDiameter ( D0 )
=
OutputBeamDivergence ( 0 ) InputBeamDiameter ( D1 )

Perbesaran dapat dihitung dengan cara sebagai


berikut :

vi
1 D0
Mp = 0 atau Mp = D1

Selain itu, untuk mengetahui output diameter beam


dapat dihitung dari panjang sinar keluaran dari
input diameter beam.


Gambar 2.3 Jarak input beam dengan output beam
Laser beam divergence menggunakan sudut penuh
1
sehingga yang digunakan
1 bukan
2 .
1
L tan
D 0=D 1 +

( Mpx 0 )
Dari persamaan di atas maka L tan
D0=D1 +

vi
Persamaan di atas bisa digunakan jika
D0 tidak
besar pengaruhi aberasi sferis. Jika
dipengaruhi aberasi sferis maka seperti ini hasilnya:

Gambar 2.4 Galilean beam expander



Gambar 2.5 Keplerian beam expander



Dalam mendesain alat optik berdasarkan
pada prinsip optika geometri. Prinsip optika geometri yang
digunakan adalah optika geometri pada lensa cekung dan

vi
cembung. Pembentukan bayangan pada lensa mematuhi
aturan berikut :
1. Sinar datang pada lensa cembung sejajar dengan
sumbu lensa akan dibiaskan menuju titik fokus
lensa. Sebaliknya jika sinar datang melewati titik
fokus akan dibiaskan sejajar sumbu lensa.
2. Sinar datang pada lensa cekung sejajar
dengansumbu lensa akan dibiaskan seolah-olah
berasal dari titik fokus lensa.Sebaliknya jika sinar
datang menuju titik fokus akan dibiaskan sejajar
sumbu lensa.
3. Sinar yang datang melalui pusat lensa akan
diteruskan.

Pembentukan bayangan pada lensa sebagai
berikut :


Gambar 2.6 Lensa cekung

vi

Gambar 2.7 Lensa cembung
2.3 Aberasi
Aberasi disebut juga kesesatan atau
kecacatan lensa. Aberasi adalah kelainan bentuk
bayangan yang dihasilkan oleh lensa atau cermin.
(Tippler, 2001). Aberasi optik adalah degradasi
kinerja suatu sistem optik dari standar pendekatan
paraksialoptika geometri. Degradasi yang terjadi
dapat disebabkan sifat-sifat optik dari cahaya
maupun dari sifat-sifat optik sebagai medium
terakhir yang dilalui sinar sebelum mencapai mata
pengamatnya.

1. Aberasi Sferis
Aberasi sferis adalah gejala kesalahan
terbentuknya bayangan yang diakibatkan pengaruh
kelengkungan lensa atau cermin. Aberasi semacam ini akan
menghasilkan bayangan yang tidak memenuhi hukum-
hukum pemantulan atau pembiasan.
2. Aberasi Kromatik
Aberasi kromatik adalah pembiasan cahaya
yang berbeda panjang gelombang pada titik fokus yang
berbeda. Prinsip dasar terjadinya aberasi kromatis oleh
karena fokus lensa berbeda-beda untuk tiap-tiap warna.
Ada dua macam aberasi kromatik :
3. Aberasi Monokromatik

vi
Aberasi monokromatik sering juga disebut
aberasi tingkat ketiga adalah aberasi yang terjadi walaupun
sistem optik mempunyai lensa dengan bidang sferis yang
telah sempurna dan tidak terjadi dispersi cahaya.
4. Koma
Koma adalah gejala dimana bayangan
sebuah titik sinar yang terletak diluar sumbu lensa tidak
berbetuk titik pula. Dapat dihindari dengan diafragma.
5. Distorsi
Distorsi adalah gejala bayangan benda
yang berbentuk bujur sangkar tidak berbentuk bujur
sangkar lagi. Dapat dihindari dengan lensa ganda dengan
difragma ditengahnya.
6. Astigmatisme
Astigmatisme adalah gejala dimana
bayangan benda titik tidak berupa titik tapi berupa ellips
atau lingkaran. Astigmatisme itu sama dengan koma namun
koma terbentuk akibat penyebaran gambar dari suatu titik
pada suatu bidang yang tegak lurus pada sumbu lensa
sedangkan astigmatisme terbentuk sebagai penyebaran
gambar dalam suatu arah sepanjang sumbu lensa.



BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat-alat Percobaan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam melakukan
percobaan antara lain:
1. Laptop
2. Perangkat lunak OSLO

vi
3. Laser He-Ne
4. Lensa dengan focus 105 mm
5. Lensa dengan focus 330 mm
6. Layar

3.2. Prosedur Percobaan
Langkah-langkah percobaan modul 3
mengenai desain optik, yaitu :
1. Menentukan perbesaran beam, yaitu 3 kali perbesaran
dengan lensa pertama memiliki panjang focus 100 mm
dan lensa kedua memiliki panjang focus 330 mm,
serta bahan kaca yang digunakan adalah BK7.
2. Membuka perangkat lunak OSLO, memilih File
kemudian New Lens dari menu OSLO.
3. Memberikan nama pada kotak New File
Name,memilih Custom lens pada File type dan
mengisikan 4 pada Number of Surfaces untuk
jumlah permukaan lensa. Tombol OK diklik.
4. Selanjutnya akan muncul sheet baru mengiisikan data
sebagai berikut:
a. Lens : Landscape
b. Ent beam radius : 5
c. Field angle : 0
5. Selanjutnya menentukan bahan lensa pertama dengan
memasukkan data BK7 di kolom GLASSS pada
surface 1 (baris kedua, setelah OBJ).
6. Mendesain lensa pertama dengan OSLO, yaitu lensa
dengan panjang fokus 100 mm, dengan mengisikan
data sebagai berikut:
a. Radius (surface 1) : 105 mm
b. Radius (surface 2) : -100 mm
c. Thickness (surface 1) : 10 mm
d. Aperture Radius (surface 1) : 25 mm

vi
e. Aperture Radius (surface 2) : 25 mm
7. Selanjutnya menentukan bahan lensa kedua dengan
memasukkan data BK7 di kolom GLASSS pada
surface 3.
8. Mendesain lensa kedua dengan OSLO, yaitu lensa
dengan panjang fokus 330 mm, dengan mengisikan
data sebagai berikut:
a. Radius (surface 3) : 340 mm
b. Radius (surface 4) : -340 mm
c. Thickness (surface 3) : 5 mm
d. Aperture Radius (surface 3) : 25 mm
e. Aperture Radius (surface 4) : 25 mm
9. Untuk melihat hasil lensa yang didesain, pilih Draw
on.
10. Untuk melihat hasil sinar yang melalui divais optik
yang didesain, maka ditambahkan surface setelah
surface 4 dan menambahkan nilai thickness pada
surface 4.
11. Jarak antar dua lensa pada beam expander dirubah
sehingga sinar hasil beam expander sejajar.
12. Setelah selesai dengan mendesain divais, sekarang
dilakukan percobaan dengan menggunkan laser dan
lensa secara nyata.
13. Lensa disiapkan dan diposisikan sesuai dengan
perhitungan pada simulasi.
14. Hidupkan laser lalu mengukur dan mencatat diameter
beam yang keluar langsung dari laser.
15. Setelah itu mengukur dan mencatat diameter beam
yang keluar dari lensa kedua.
16.
17.
18. BAB IV
19. ANALISA DAN PEMBAHASAN
20.

vi
21. Bab ini membahas tentang analisa data dan
pembahasan tentang desain optik pada beam expander
yang telah dirancang dengan menggunakan software
OSLO, dimana hasil perancangan dari software tersebut
akan dibandingkan dengan percobaan beam expander
secara langsung.
22.
23. 4.1 Analisa
24. Analisa data tersebut dapat dilakukan
setelah dilakukan adanya perancangan beam expander pada
software OSLO yang memiliki beberapa tahapan yang
harus diselesaikan yaitu :
25. Tahap pertama didapatkan sebuah
perancangan bentuk lensa yang digunakan untuk
mengetahui beam expander, yang terdapat pada Gambar
4.1.
26.
27.

28. Gambar 4.1 Perancangan Beam Expander


dengan Mengatur Bentuk Lensa
29.
30. Tahap kedua didapatkan hasil dari sebuah
perancangan bentuk lensa yang digunakan untuk

vi
mengetahui beam expander, dimana hasil tersebut akan
mendapatkan sebuah hasil tampilan perubahan lensa yang
terdapat pada Gambar 4.2.
31.

32. Gambar 4.2 Tampilan Perubahan Lensa


33.
34. Setelah didapatkan tampilan perubahan
lensa tersebut, maka akan dapat melihat ray interccept
curvers analysis yang didalamnya menjelaskan grafik yang
terjadi saat beam expander yang terdapat pada Gambar
4.3.
35.

vi
36.

37. Gambar 4.3 Ray Interccept Curvers Analysis


38.

39. Gambar 4.4 Analysis Data pada OSLO


40.

vi
41. Tabel 4.1 Hasil Pengamatan OSLO dengan
Eksperimen
44. A
p
e
r
t
u
43. r 45.
42. Desain
R e U
Divais Optik
R
a
d
i
u
s
48. 1
7
.
46. Softwar 47. 49.
0
e 5 3
2
OSLO
5
m
m
50. Aplikas 51. 52. 5 53.
i/Ekspe 2 m 2
rimen m
54.
55. Dari percobaan yang dilakukan didapatkan
hasil yang berbeda antara hasil desain beam expander

vi
dengan menggunakan software OSLO dan eksperimen.
Desain yang dilakukan menggunakan software OSLO
diperoleh hasil pembesaran 3,4 kali. Sementara hasil
eksperimen diperoleh hasil pembesaran sebesar 2,5 kali.

56.
57. 4.2 Pembahasan
58. Nufiqurakhmah (2414105026)
59. Tampilan UW1-Ray Intercept Curves
Analysis
60. Analisis dari software OSLO menunjukkan
bahwa hasil bayangan yang diperoleh
dipengaruhi oleh faktor aberasi kromatis
dimana titik fokus dipengaruhi panjang
gelombang cahaya laser (0.58756 m)
61.

62.
63. Setiap perubahan panjang gelombang
0.01nm terjadi pergeseran fokus sejauh 0.25mm. Namun,
analisis ini diragukan karena perubahan yang sangat
signifikan.
64. Aplikasi desain beam expander dengan dua
buah lensa dan sebuah laser memberikan hasil yang
berbeda dengan desain pada software OSLO. Eksperimen

vi
ini hanya menghasilkan perbesaran sinar 2.5 kali. Bahkan
perbesaran tidak berubah meskipun jarak antara kedua
lensa diubah. Seharusnya semakin jauh jarak kedua lensa
beam yang dihasilkan semakin besar. Pada eksperimen
perubahan jarak (diperpanjang / diperpendek) hanya
berpengaruh pada tingkat ketajaman bayangan. Hal ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
1 Pada aplikasi desain digunakan hanya satu buah laser,
sehingga perbesaran sinar (beam expander) kurang
dapat teramati.
65.
2 Material laser. Laser terbuat dari medium aktif dimana
foton bergerak bebas sehingga mengeluarkan cahaya.
Namun, umumnya cahaya sinar laser tidak benar-benar
monokromatis (various ).
3 Beam aberration. Dalam percobaan ini yang paling
berpengaruh adalah aberasi kromatis. Panjang
gelombang yang berbeda dari cahaya laser menjadi
faktor terjadinya aberasi kromatis.
4 Laser yang dilewatkan pada lensa tidak membentuk
fokus dengan conical sempurna sehingga berkas sinar
yang dilewatkan di lensa kedua tidak maksimal dan
berpengaruh pada hasil perbesaran (seperti pada gambar
di bawah ini).
66.

67.
5 Lensa yang digunakan bersifat low power sehingga
difraksi terbatas.

vi
6 Toleransi manufaktur lensa. Namun, hal ini tidak
berpengaruh secara signifikan karena aperture sangat
kecil.
68.
69. 4.2 Pembahasan
70. Angkik Pandu Rizky(2414105052)
71. Percobaan dalam perancangan desain optik
pada OSLO dengan eksperimen yang digunakan untuk
mengetahui besaran beam expander antara keduanya
terdapat pada Tabel 1.1. Hasil perbesaran beam expander
antara OSLO dengan eksperimen memiliki nilai perbesaran
yang berbeda dimana hasil dengan menggunakan software
memiliki perbesaran sebesar 3,4 kali, sedangkan hasil dari
eksperimen didapatkan perbesaran hanya 2,5 kali yang
memiliki selisih perbesarannya sebesar 1,36 kali dari
software.
72. Hasil pembacaan antara software dengan
experimen didapat perbedaan yang jelas yang disebabkan
karena kurang fokusnya laser pada titik fokus lensa yang,
sehingga menyebabkan nilai pada hasil eksperimen
ditemukan tidak sesuai dengan software.
73.
74. 4.2 Pembahasan
75. Sirojulaili (2413106009)
76. Pada praktikum teknik optik P3 yang
membahas tentang desain optik. Untuk
praktikum kali ini pertama-tama yaitu
mendesain suatu divais optik mengunakan
software OSLO. Software OSLO adalah
suatu software yang di gunakan untuk divais
optik. Pada praktikum ini dengan
mengunakan software OSLO kita akan
mendesain suatu divais optik dengan metode
beam expander. Langkah-langkah untuk

vi
melakukan eksperimen sudah diketahui di
dalam modul. Di dalam modul di isikan data-
data yang telah tertera. Data tersebut seperti
lens, radius, field angle dan sebagainya. Dari
data yang di hasilkan oleh software OSLO ini
nilai aperture radius dan ukuran beam. Untuk
hasilnya datanya dapat dilihat di dalam hasil
percobaan. Dan ekperimen yang kedua yaitu
mengubah hasil data yang di peroleh dari
software OSLO ke dalam manual. Untuk
secara manual kita persiapkan dulu alat-alat
yang akan di pergunakan dalam percobaan
desain optik ini. Untuk alat-alat yang di
butuhkan dalam percobaan kali ini yaitu dua
buah lensa yang di pasang secara statif. Dan
lensa di susun berdasarkan hasil software
yang di dapat. Dari percobaan yang dilakukan
di laboratorium terdapat kesulitan unuk
menentukan titik focus yang di dapat dari
kedua buah lensa ini. Ini di sebabkan karena
kurang tepatnya cahaya atau laser yang di
pancarkan ke titik fokus. Pertama-tama kita
olah laser tersebut sedemikian sehingga
mengenai titik fokus pada lensa tersebut.
Setelah mendapatkan nilai titik fokus kita
ukur cahaya laser tersebut seberapa besar
cahaya tersebut mengalami divais. Untuk
hasil dari percobaan yang kedua ini tidak
mengalami perubahan yang berarti pada
cahaya laser.
7 Dari hasil data mengunakan software OSLO terlihat ada
perbedaan mengunakan manual. Ini banyak faktor yang
mempengaruhinya salah satunya adalah tidak tepatnya
pemasangan lensa dsb.

vi
8
9 4.2 Pembahasan
10 Karina Anggraeni (2414105021)
11 Dalam pembuatan software OSLO sesuai
dengan perintah pada modul namun belum
dilakukan optimasi desain divais optik sehingga hal
inilah yang menyebabkan masih terjadi aberasi.
12 Cahaya yang digunakan pada eksperimen
Galilean beam expander harus cahaya yang
monokromatis artinya cahaya yang tidak bisa
diuraikan lagi dan eksperimen sudah menggunakan
cahaya monokromatik dari laser. Apabila
menggunakan cahaya polikromatik maka akan
terjadi dispersi cahaya atau penguraian cahaya.
13 Dari percobaan yang dilakukan didapatkan
hasil yang berbeda antara hasil desain beam
expander dengan menggunakan software OSLO
dan experimen. Desain yang dilakukan
menggunakan software OSLO diperoleh hasil
pembesaran 3.4 X. Perbesaran pada Galilean beam
expander dihitung dengan rumus :
f b D
14 m= f a = d

(4.1)
D
15 Jika dihitung dengan d maka hasilnya

f b
3.4 X, sedangkan jika dihitung dengan fa

340
maka - 105 hasilnya 3.24 X. Sementara hasil

vi
eksperimen diperoleh hasil pembesaran sebesar 2.5
X.
16 Apabila fokus dari lensa pertama dan
kedua diubah atau digeser maka menghasilkan
perbesaran yang berbeda pula. Namun, saat
dilakukan pergeseran pada titik fokus tidak terjadi
perubahan perbesaran pada beamnya. Perbesaran
pada beam tetap 2.5 X. Hal ini terjadi karena
cahaya laser tidak jatuh tepat pada titik fokus,
berkas cahaya yang dihasilkan menyebar
(divergen) atau tegak lurus, sedangkan seharusnya
berkas cahaya yang dihasilkan laser itu berkas
sinar sejajar yaitu berkas cahaya yang satu dengan
yang lain itu sejajar dan jatuh pada titik fokus
17 Hasil eksperimen dengan desain pada OSLO
berbeda, hal ini terjadi karena eksperimen
dipengaruhi oleh beberapa faktor.

18
19 Laser beam divergence menggunakan
1 bukan
sudut penuh sehingga yang digunakan
1
2 .

vi
1
20 L tan
D 0=D 1 +

(4.2)
21 jika disesuaikan dengan persamaan 4.1
maka
D0=D dan D1=d , sehingga rumus perbesaran

beam menjadi
d+( Ltan 1 )
22 d
(4.3)
23 Perhitungan perbesaran beam pada
D
eksperimen hanya d tidak memperhatikan

sudut pada berkas cahaya yang dihasilkan. Hal ini


merupakan faktor yang mempengaruhi perbesaran
beam yang berbeda dengan desain.
24 Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan
perbesaran beam diantaranya:
1. Aberasi sferis adalah gejala kesalahan
terbentuknya bayangan yang diakibatkan pengaruh
kelengkungan lensa. Kelengkungan lensa cembung
yang digunakan pada eksperimen menyebabkan
ketidakpastian letak bayangan sepanjang arah
sumbu optik.
25 2. Aberasi monokromatik adalah aberasi yang
terjadi walaupun sistem optik mempunyai lensa
dengan bidang sferis yang telah sempurna dan tidak
terjadi dispersi cahaya.

vi
26 3. Aberasi kromatis adalah pembiasan cahaya yang
berbeda panjang gelombang pada titik fokus yang
berbeda. Cahaya yang bersumber dari laser
berwarna merah namun sebenarnya tidak semua
cahaya dari laser tersebut merah. Ada batas tertentu
cahaya berwarna lain dalam laser tersebut.
Perbedaan warna ini menyebabkan perbedaan
panjang gelombang yang akhirnya fokusnya
menjadi berbeda pula.
27

28
29 Kurva untuk pergeseran fokus kromatik mewakili
beam aksialdan paraksial variasi titik fokus dengan panjang
gelombang di atas berkisar 0,4-0,65 m. Jika dilakukan
evaluate pada chromatic focal shift maka hasilnya seperti
ini :
30 Sesuai dengan teorinya bahwa aberasi kromatis
adalah pembiasan cahaya yang berbeda panjang gelombang
pada titik fokus yang berbeda. Pada gambar di atas
ditunjukkan bahwa pergeseran fokus linier terhadap
panjang gelombang. Jika panjang gelombang berubah
maka fokus yang dihasilkan juga berubah. Saat panjang
gelombang 0.5 m maka fokusnya adalah -1000 mm.
Panjang gelombang primer diset pada 0.58 m maka
pergeseran fokusnya sekitar -100 mm.
31

vi
32
33
34 4.2 Pembahasan
35 Devic Oktora(2413106007)
36 Pada perangkat lunak OSLO kita diharapkan dapat
mendesain suatu divais optik yang berfungsi sebagai
beam expander dimana pada OSLO ini variabel
yang digunakan untuk merancang adalah titik fokus
dan bahan dari lensa. Digunakan lensa dengan
bahan BK7 dan panjang fokus 105 mm dan 330 mm
mengikuti ketersediaan lensa yang ada di
laboratorium. Pada perangkat lunak ini didapatkan
perbesaran diameter beam sebesar 3,4 kali. Setelah
itu dilakukan percobaan dengan menggunakan laser
dan dua lensa. Didapati bahwa perbesaran terjadi
hanya 2,4 kali. Hal ini dikarenakan pada percobaan
sebenarnya pengukuran diameter beam dilakukan
dengan alat yang seadanya, yaitu dengan
menggunakan kertas sebagai layar dan digambar
dengan alat tulis baru diukur. Dari sini sudah banyak
sekali perambatan kesalah yang terjadi. Selain itu
juga posisi dari laser tidak tepat berada di sumbu
utama dari lensa sehingga terjadi aberasi dari laser

vi
sehingga membuat berkas cahaya yang ditangkap
layar untuk diukur juga bias. Sudah dicoba untuk
melakukan optimasi dengan menggeser dan
merubah posisi lensa sehingga sesuai dengan apa
yang disimulasikan namun berkas cahaya yang
ditangkap di layar tetap terjadi aberasi. Hal ini
mungkin terjadi karena salah satu lensa atau
keduanya memiliki cacat sehingga aberasi terjadi.
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49 BAB V
50 PENUTUP
51
5.1 Kesimpulan
52 Dari percobaan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Dalam perancanagan beam expander dan desain optik
lain di gunakan software OSLO.
2. Dalam eksperimen pembuatan beam expander
menggunakan laser dan dua lensa didapatkan nilai
perbesaran beam yang berbeda dengan desain
menggunakan software OSLO.

vi
3. Manfaat atau kegunaan dari ekperimen ini adalah
untuk mendesain optik dengan optimasi untuk
menurunkan aberasi.
53
5.2 Saran
54 Saran yang dapat diberikan untuk percobaan desain
optik ini adalah:
1. Sebaiknya dilakukan optimasi dalam mendesain
divais optik dengan software OSLO sehingga
menurunkan aberasi.
2. Sebaiknya diberikan penjelasan mengenai fungsi dan
cara kerja alat-alat yang digunakan dalam praktikum
sehingga praktikan dapat memperoleh hasil maksimal
pada percobaan desain optik beam expander.
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67 DAFTAR PUSTAKA
68

1. Modul Praktikum Teknik Optik 2014


2. Bennett, C.A.,2008. Principles of Physical Optiks.
USA: John Wiley & Sons.

3. http://optikafisika.blogspot.com/2013/03/teori-
aberasi.html

vi
4. http://www.edmundoptics.com/technical-resources-
center/lasers/beam-expanders
5. http://spie.org/x34432.xml
6. http://share.its.ac.id/pluginfile.php/2002/mod_resourc
e/ content/1/OPTIKA_GEOMETRI.pdf
69
70
71 LAMPIRAN A
72 KONTRIBUSI ANGGOTA KELOMPOK

73 74 Nama 75 NRP 76 Kontribusi


N

77 78 Karina 79 2414 80 Kata


1 Anggraeni 1050 Pengantar,
21 Bab 2,
Abstract
81 82 Nufiqurakhm 83 2414 84 Paper
2 ah 1050
26
85 86 Angkik 87 2414 88 Bab 5
3 Pandu Rizky 1050
52
89 90 Devic Oktora 91 2413 92 Bab 1, Bab 3
4 1050
07
93 94 Sirojulaili 95 2413 96 Abstrak,
5 1050 Editing
09
97
98
99

vi

Anda mungkin juga menyukai