Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR......................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PENGELOLAAN BMN............................................................... 1

I.1 Dasar Hukum ........................................................... .............. 1

I.2 Pengelolaan BMN.................................................................... 1

BAB II PERSEDIAAN.............................................................................. 16

II.1 Penerimaan Barang Persediaan .............................. .............. 16

II.2 Penyimpan Barang.................................................................. 16

II.3 Pengeluaran Barang................................................ ............... 16

II.4 Penghapusan Persediaan........................................................ 17

II.5 Penghapusan Perlengkapan Dokumen................................. 17

II.6 Kartu Persediaan Barang........................................................ 17

ii
BAB I
PENGELOLAAN BARANG MILIK
NEGARA (BMN)

I.1 Dasar Hukum


1. UU no. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara.
2. UU no. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara
3. PP no. 38 tahun 2008 tentang perubahan atas PP no.6 tahun 2006 tentang
pengelolaan BMN/BMD
4. PP no. 71 tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintah.
5. PMK no. 96 tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan penggunaan,
pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtangan BMN.
6. PMK no. 244 tahun 2012 tentang tata cara pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian BMN.
7. PMK no. 33 tahun 2012 tentang tata cara pelaksanaan sewa barang milik
negara.
8. PMK no. 1 tahun 2013 tentang penyusutan BMN.
9. KMK no. 4/KMK.06/2013 tentang perubahan atas KMK no. 53/KMK.06/
2012 tentang penerapan penyusutan BMN berupa aset tetap pada pemerintah
pusat.

I.2 Pengelolaan BMN


Pengelolaan BMN meliputi:
1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran
2. Pengadaan
3. Penggunaan
4. Pemanfaatan
5. Pengamanan dan pemeliharaan
6. Penilaian
7. Penghapusan
8. Pemindahtanganan
9. Penatausahaan
10. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian

I.2.a Perencanaan kebutuhan dan penganggaran


Perencanaan kebutuhan BMN disusun dalam rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembagasetelah memperhatikan ketersediaan BMN yang
ada.

1
I.2.b Pengadaan
Pengadaan BMN dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif,
transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.

I.2.c Penggunaan
Pengelola barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN, jadi
yang disebut dengan pengelola barang disini adalah menteri keuangan.
Sedangkan pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan
penggunaan BMN, jadi yang disebut dengan pengguna barang disini adalah
kepala kementerian/lembaga/instansi. Adapun wewenang dan tanggung jawab
dari pengelola barang adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan kebijakan, mengatur dan menetapkan pedoman pengelolaan
BMN
2) Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan BMN
3) Menetapkan status penguasaan dan penggunaan BMN
4) Menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan
bangunan
Sedangkan wewenang dan tanggung jawab dari pengguna barang adalah:
1. Menetapkan Kuasa Pengguna Barang (KPB) dan menunjuk pejabat yang
mengurus dan menyimpan BMN
2. Mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran BMN untuk
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya
3. Melaksanakan pengadaan BMN sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku
4. Mengamankan dan memelihara BMN yang berada dalam penguasaannya
Menggunakan BMN yang berada dalam penguasaannya untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian
negara/lembaga.
Penetapan status penggunaan yang dilakukan oleh pengelola barang
adalah:
a. BMN berupa tanah dan/atau bangunan. Dalam hal BMN berupa bangunan
dibangun di atas tanah pihak lain, usulan penetapan status penggunaan
bangunan tersebut harus disertai perjanjian antara pengguna barang
dengan pihak lain tersebut yang memuat jangka waktu, dan kewajiban
para pihak. KPB wajib menyerahkan BMN berupa tanah dan/atau
bangunan yang tidak digunakan kepada pengelola barang. Dalam rangka
optimalisasi BMN, pengelola barang dapat mengalihkan status
penggunaan BMN dari suatu KPB kepada KPB lainnya.
b. BMN yang mempunyai bukti-bukti kepemilikan, seperti sepeda motor,
mobil, kapal, pesawat terbang

2
c. BMN yang nilai perolehannya diatas Rp25.000.000,-
Penetapan status penggunaan yang dilakukan oleh pengguna barang
adalah BMN selain tanah dan/atau bangunan yang nilai perolehan dibawah Rp
25.000.000,00 per unit. Pencatatan oleh KPB dilakukan untuk seluruh BMN
yang berada dalam penguasaan KPB.
Pencatatan dilakukan setelah dilaksanakannya penetapan status
penggunaan. Untuk kondisi yang mendesak, dapat dilakukan pencatatan
terlebih dahulu sebelum ditetapkan status penggunaannya. Penggunaan
sementara dilakukan hanya sesama dengan instansi vertikal dengan cara ijin
ke pengelola barang.
Tata cara penetapan status penggunaan BMN mengacu kepada PMK no.
96 tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan,
penghapusan, dan pemindahtangan BMN.

I.2.d Pemanfaatan
Pemanfaatan BMN terdiri dari sewa, pinjaman pakai, kerjasama
pemanfaatan, dan bangunan guna serah/bangun serah guna.
a. Sewa.
Sewa adalah pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu
tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Penyewaan BMN dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN
yang belum/tidak digunakan serta untuk mencegah penggunaan BMN
oleh pihak lain secara tidak sah. Sewa yang sering dijumpai oleh BPS
provinsi/ kabupaten/ kota adalah kantin dan koperasi. Tata cara sewa
BMN mengacu kepada PMK no 33 tahun 2012 tentang tata cara
pelaksanakan sewa barang milik negara.
b. Pinjam pakai.
Pinjam pakai dilaksanakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah. Jangka waktu pinjam pakai paling lama dua tahun dan dapat
diperpanjang. Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian.
c. Kerjasama pemanfaatan
1) Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan
negara bukan pajak
2) BMN yang dapat dijadikan objek kerja sama pemanfaatan adalah tanah
dan/atau bangunan, baik yang ada pada pengelola barang maupun yang
status penggunaannya ada pada pengguna barang, serta BMN selain
tanah dan/atau bangunan.
3) Kerjasama pemanfaatan atas BMN dilaksanakan dengan ketentuan
sebagai berikut:

3
a) Tidak tersedia atau cukup tersedia dana dalam APBN untuk
memenuhi biaya operasional/ pemeliharaan/ perbaikan yang
diperlukan terhadap BMN tersebut.
b) Mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan melalui tender.
c) Mitra kerjasama harus membayar kontribusi ke rekening kas
umum negara selama jangka waktu pengoperasian yang telah
ditetapkan.
d) Besaran pembayaran kontribusi dan pembagian keuntungan
ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat
yang berwenang
e) Besaran pembayaran kontribusi dan pembagian keuntungan harus
mendapat persetujuan pengelola barang.
f) Selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerjasama dilarang
menjaminkan atau menggadaikan BMN yang menjadi obyek
kerjasama pemanfaatan.
g) Jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama tiga puluh
tahun dan dapat diperpanjang.
4) Contohnya pembangunan jalan tol.
d. Bangun Guna Serah (BGS) dan Bangun Serah Guna (BSG)
1) Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik
pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan
dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian digunakan oleh pihak
lain tersebut dalam jangka waktu tertentu, untuk selanjutnya tanah
beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan
kembali kepada pengelola barang setelah berakhirnya jangka waktu.
2) Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah milik
pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan
dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai
pembangunannya diserahkan kepada pengelola barang untuk
kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu
tertentu yang disepakati.
3) BGS dan BSG dilakukan untuk menyediakan bangunan dan
fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga, yang dana pembangunannya tidak tersedia
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
4) BMN yang dapat dijadikan objek BGS/BSG adalah BMN yang berupa
tanah, baik tanah yang ada pada pengelola barang maupun tanah yang
status penggunaannya ada pada pengguna barang.
5) Tata cara Bangunan Guna Serah dan Bangunan Serah Guna mengacu
kepada PMK No. 96 Tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan,
penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtangan BMN.

4
I.2.e Pengamanan dan pemeliharaan
a. Pengamanan
KPB wajib melakukan pengamanan BMN yang berada dalam
penguasaannya, meliputi pengamanan administrasi, fisik, dan hukum.
BMN berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah RI.
Sedangkan BMN berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti
kepemilikan atas nama Pemerintah RI. Selanjutnya, BMN selain tanah
dan/atau bangunan dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama
pengguna barang. Penyimpanan bukti kepemilikan BMN berupa tanah
dan/atau bangunan dilakukan oleh KPB. Pengamanan fisik contohnya
pemagaran/papan nama untuk tanah yang belum secara langsung
digunakan.
b. Pemeliharaan
KPB bertanggung jawab atas pemeliharaan BMN, dengan berpedoman
pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB). Biaya
pemeliharaan BMN dimaksud dibebankan pada APBN. KPB wajib
membuat Daftar Hasil Pemeliharaan Barang (DHPB) yang berada dalam
kewenangannya, dan melaporkan kepada pengguna barang secara berkala.
Selanjutnya, pengguna barang atau pejabat yang ditunjuk meneliti laporan
tersebut dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan
dalam 1 (satu) tahun anggaran sebagai bahan untuk melakukan evaluasi
mengenai efisiensi pemeliharaan BMN.

I.2.f Penilaian
a. Penilaian BMN dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah
pusat, pemanfaatan, dan pemindahtanganan BMN.
b. Penetapan nilai BMN dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat
dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP).
c. Selanjutnya berdasarkan lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan, khususnya paragraf
52 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) berbasis akrual
nomor 07 tentang akuntansi aset tetap, aset tetap disajikan berdasarkan
biaya perolehan aset tersebut dikurangi akumulasi penyusutan.
d. Penyusutan aset tetap dilakukan untuk:
1) Menyajikan nilai aset tetap secara wajar sesuai dengan manfaat
ekonomi aset dalam laporan keuangan pemerintah pusat;
2) Mengetahui potensi BMN dengan memperkirakan sisa masa manfaat
suatu BMN yang masih dapat diharapkan dapat diperoleh dalam
beberapa tahun ke depan;

5
3) Memberikan bentuk pendekatan yang lebih sistematis dan logis dalam
menganggarkan belanja pemeliharaan atau belanja modal untuk
mengganti atau menambah aset tetap yang sudah dimiliki.
e. Penyusutan dilakukan terhadap aset tetap berupa:
1) Gedung dan bangunan;
2) Peralatan dan mesin;
3) Jalan, irigasi, dan jaringan; dan
4) Aset tetap lainnya berupa aset tetap renovasi (kecuali tanah dalam
renovasi) dan alat musik modern.
5) Aset tetap yang direklasifikasi sebagai aset lainnya berupa aset
kemitraan dengan pihak ketiga dan aset idle.
f. Ketentuan umum penyusutan :
1) Penyusutan dilakukan atas aset tetap yang berada dalam pengelolaan
pengelola barang dan pengguna barang, termasuk yang sedang
dimanfaatkan dalam rangka pengelolaan BMN.
2) Penyusutan aset tetap dilakukan dengan menggunakan metode garis
lurus.
3) Penyusutan dilakukan tanpa memperhitungkan adanya nilai residu.
4) Penyusutan aset tetap setiap semester disajikan sebagai akumulasi
penyusutan di neraca periode berjalan berdasarkan standar akuntansi
pemerintahan berbasis kas menuju akrual.
5) Penyusutan aset tetap diakumulasikan setiap semester dan disajikan
dalam akun akumulasi penyusutan sebagai pengurang nilai aset tetap
dan diinvestasikan dalam aset tetap di neraca.
g. Beberapa hal yang harus dilakukan satker atas BMN dengan kondisi rusak
berat:
1) Pada saat suatu BMN diketahui kondisinya rusak, satker segera
melakukan perubahan kondisi BMN dengan menerbitkan surat
keterangan atas kondisi BMN tersebut.
2) Satker mengusulkan kepada pengelola barang untuk dilakukan
penghapusan atas BMN tersebut dengan menyertakan syarat-syarat
sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
3) Setelah melakukan pengusulan kepada pengelola barang, selanjutnya
satker melakukan reklasifikasi BMN tersebut ke dalam daftar barang
rusak berat. Dampak dari proses reklasifikasi tersebut adalah tidak
dicantumkannya BMN tersebut di dalam laporan barang kuasa
pengguna, posisi BMN di neraca, dan buku barang.
4) Proses reklasifikasi data BMN di atas tidak menghilangkan kewajiban
satker dalam mencetak dan melaporkan daftar barang rusak berat dan
laporan barang rusak berat, serta mengungkapkannya dalam catatan
atas laporan BMN dan catatan atas laporan keuangan.

6
5) Penyusutan tidak dilakukan terhadap BMN yang direklasifikasi
sebagaimana angka 3 (tiga) di atas.
h. Beberapa hal yang harus dilakukan satker atas BMN yang dinyatakan
hilang berdasarkan dokumen sumber yang sah:
1) Jika suatu BMN dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber yang
sah, satker mengusulkan kepada pengelola barang untuk dilakukan
penghapusan atas BMN tersebut dengan menyertakan syarat-syarat
sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
2) Setelah melakukan pengusulan kepada pengelola barang, selanjutnya
satker melakukan reklasifikasi BMN tersebut ke dalam daftar barang
hilang. Dampak dari proses reklasifikasi tersebut adalah tidak
dicantumkannya BMN tersebut di dalam laporan barang kuasa
pengguna, osisi BMN di Neraca, dan Buku Barang. (Proses
reklasifikasi dilakukan melalui menu reklasifikasi BMN ke dalam
daftar barang hilang pada aplikasi SIMAK-BMN).
3) Proses reklasifikasi data BMN sebagaimana angka 2 (dua) di atas tidak
menghilangkan kewajiban satker dalam mencetak dan melaporkan
daftar barang hilang dan laporan barang hilang, serta
mengungkapkannya dalam catatan atas laporan BMN dan catatan atas
laporan keuangan. (Daftar barang hilang dan laporan barang hilang
terlampir)
4) Penyusutan tidak dilakukan terhadap BMN yang direklasifikasi
sebagaimana angka 2 (dua) di atas.
5) Dalam hal BMN berupa aset tetap yang dinyatakan hilang
diketemukan kembali, dilakukan pencatatan sebagaimana perolehan
BMN, yaitu:
a. Dicatat sebagai transaksi perolehannya apabila diperoleh pada
tahun anggaran berjalan.
b. Dicatat sebagai transaksi saldo awal apabila diperoleh sebelum
tahun anggaran berjalan.
i. Aset tetap renovasi merupakan renovasi atas aset tetap yang tidak terdaftar
dalam daftar barang kuasa pengguna satuan kerja tersebut, melainkan
terdaftar dalam daftar barang kuasa pengguna satuan kerja lain atau milik
satuan kerja perangkat daerah yang memenuhi persyaratan kapitalisasi
aset tetap. Adanya perbedaan karakteristik antara ATR dengan aset tetap
secara umum mengakibatkan perlunya penambahan/ pembedaan asumsi
atas penyusutan ATR, sebagai berikut:
1) ATR yang diperoleh sampai dengan 31 desember 2012 diasumsikan
tidak memiliki masa manfaat.
2) ATR yang diperoleh setelah 31 desember 2012 dan menambah masa
manfaat aset tetap induk.

7
3) ATR yang diperoleh setelah 31 desember 2012 dan tidak menambah
masa manfaat aset tetap induk.
4) Transfer BMN merupakan perpindahan kepemilikan BMN dari satu
satker ke satker lainnya dimana kedua satker tersebut merupakan
entitas pemerintah pusat. Pada proses transfer BMN ada beberapa hal
yang harus diperhatikan sebagai berikut:
a) Satker pemberi
Penghapusan BMN dilakukan berdasarkan berita acara serah
terima BMN.
Penghapusan BMN dari pembukuan (SIMAK-BMN) dilakukan
dengan cara menghapus nilai buku BMN dan akumulasi
penyusutannya.
Serah terima BMN dilengkapi dengan serah terima arsip data
komputer atas BMN yang ditransfer keluar.
Arsip data komputer merupakan output SIMAK-BMN yang
memuat informasi data BMN, nilai buku BMN, serta akumulasi
penyusutan atas BMN tersebut.
b) Satker penerima
Pencatatan BMN dilakukan berdasarkan berita acara serah
terima BMN.
Tanggal perolehan BMN dibukukan berdasarkan tanggal
perolehan awal satker pemberi. Hal tersebut dimaksudkan agar
masa manfaat aset dapat diukur berdasarkan perolehan
awalnya.
Tanggal pembukuan BMN dibukukan berdasarkan tanggal
berita acara serah terima BMN.
Pencatatan BMN dilakukan dengan cara membukukan nilai
buku BMN dan akumulasi penyusutannya.
Pencatatan BMN dilakukan dengan cara melakukan proses
terima arsip data komputer atas BMN yang diterima.
Arsip data komputer merupakan output SIMAK-BMN yang
memuat informasi data BMN, nilai buku BMN, serta akumulasi
penyusutan atas BMN tersebut.
5) Hibah BMN merupakan perpindahan kepemilikan BMN dari satker
(entitas pemerintah pusat) ke unit lainnya dimana unit lainnya tersebut
bukan merupakan entitas pemerintah pusat. Pada proses hibah BMN
ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut :
a) Entitas pemerintah pusat sebagai pemberi
Penghapusan BMN dilakukan berdasarkan berita acara serah
terima BMN.

8
Penghapusan BMN dari pembukuan (SIMAK-BMN) dilakukan
dengan cara menghapus nilai buku BMN dan akumulasi
penyusutannya.
b) Entitas pemerintah pusat sebagai penerima
Pencatatan BMN dilakukan berdasarkan berita acara serah
terima BMN.
Tanggal perolehan BMN dibukukan berdasarkan tanggal
perolehan awal unit pemberi. Hal tersebut dimaksudkan agar
masa manfaat aset dapat diukur berdasarkan perolehan
awalnya.
Tanggal pembukuan BMN dibukukan berdasarkan tanggal
berita acara serah terima BMN.
Pencatatan BMN dilakukan dengan cara membukukan nilai
buku BMN dan akumulasi penyusutannya. Akumulasi
penyusutan atas BMN yang diperoleh dari hibah dihitung
secara otomatis oleh aplikasi SIMAK-BMN pada saat satker
melakukan pencatatan BMN.

I.2.g Penghapusan
a. Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan
menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan
pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola
barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik barang yang berada
dalam penguasaannya.
b. Tata cara penghapusan BMN mengacu kepada PMK no. 96 tahun 2007
tentang tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan,
dan pemindahtangan BMN.
c. Penghapusan yang akan dilakukan oleh BPS Kabupaten/Kota dilakukan
dengan cara melakukan menyampaikan surat usul penghapusan kepada
BPS provinsi dan oleh BPS provinsi akan disampaikan ke BPS pusat
disertai dengan penjelasan.
d. Surat usulan penghapusan yang telah sampai ke BPS pusat akan
dikirimkan ke DJKN untuk ditindaklanjuti.

I.2.h Pemindahtanganan
a. Bentuk pemindahtanganan meliputi penjualan, tukar menukar, hibah dan
penyertaan modal pemerintah pusat.
b. Tata cara pemindahtanganan BMN mengacu kepada PMK no. 96 tahun
2007 tentang tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan,
penghapusan, dan pemindahtangan BMN.

9
I.2.i Penatausahaan
a. Penatausahaan BMN meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan
BMN.
b. Seluruh BMN merupakan objek penatausahaan, yang berada dalam
penguasaan KPB
c. Penatausahaan BMN bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi dan
mendukung tertib pengelolaan BMN. Adapun ruang lingkup
penatausahaan BMN meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan
pelaporan BMN
d. Hasil penatausahaan BMN ini nantinya dapat digunakan dalam rangka
1) Penyusunan negara pemerintah pusat setiap tahun,
2) Perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan BMN setiap
tahun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran,
dan
3) Pengamanan administrasi BMN.
e. Pengorganisasian
1) Organisasi penatausahaan BMN pada Pengguna Barang adalah sebagai
berikut:
a) Unit Penatausahaan Pengguna Barang Wilayah (UPPB-W);
UPPB-W adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat kantor
wilayah atau unit kerja lain di wilayah yang ditetapkan sebagai
UPPB-W, yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon III
yang membidangi kesekretariatan dan unit eselon IV yang
membidangi BMN. Penanggung jawab UPPB-W adalah kepala
kantor wilayah atau kepala unit kerja yang ditetapkan sebagai
UPPB-W. UPPB-W ini membawahi UPKPB.
b) Unit Penatausahaan Kuasa Pengguna Barang (UPKPB).
UPKPB adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat satuan kerja
(Kuasa Pengguna Barang), yang secara fungsional dilakukan oleh
unit eselon III, eselon IV dan/atau eselon V yang membidangi
kesekretariatan dan/atau BMN. Penanggung jawab UPKPB adalah
kepala kantor/kepala satuan kerja.
2) Bagan pengorganisasian dalam pelaksanaan pentausahaan BMN
adalah sebagai berikut :

10
a. Bagan organisasi pada pelaksana penatausahaan pada pengguna
barang.

Dana
Kementerian dekono Dana
BLU
Negara/Lembaga n TP

b. Alur organisasi penatausahaan BMN pada Kuasa Pengguna


Barang/Pengguna Barang dan pada Pengelola Barang adalah
sebagai berikut:

11
3) Tugas pelaksana penatausahaan
Tugas pelaksana penatausahaan meliputi pembukuan, inventarisasi,
dan pelaporan. Selain itu juga termasuk tugas dari pelaksana
penatausahaan adalah pengamanan dokumen.
a) Pembukuan merupakan kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN
ke dalam daftar barang menurut penggolongan dan kodefikasi
barang. Tingkat pengguna barang harus mebuat Daftar Barang
Pengguna (DBP), tingkat kuasa pengguna barang harus membuat
Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP), dan tingkat pengelola
barang harus membuat Daftar BMN (tanah dan/atau bangunan).
b) Pengguna barang/kuasa pengguna barang harus menyimpan
dokumen kepemilikan selain tanah dan/atau bangunan yang berada
dalam penguasaannya. Sedangkan pengelola barang harus
meyimpan dokumen kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang
berada dalam pengelolaannya.

I.2.i.a Pembukuan
a) Kegiatan pembukuan pada UPKPB (Satker)
Membukukan dan mencatat semua BMN yang telah ada ke
dalam buku barang dan/atau Kartu Indentitas Barang (KIB),
Membukukan dan mencatat setiap mutasi BMN ke dalam Buku
Barang dan/atau KIB,
Membukukan dan mencatat hasil inventarisasi ke dalam Buku
Barang dan/atau KIB,
Menyusun daftar barang tersebut yang datanya berasal dari
buku barang dan Kartu Indentitas Barang,
Mencatat semua barang dan perubahannya atas perpindahan
barang antar lokasi/ruangan ke dalam daftar barang ruangan
dan/atau daftar barang lainnya,
Mencatat perubahan kondisi barang ke dalam buku barang, dan
Mencatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
bersumber dari pengelolaan BMN yang berada dalam
penguasaannya.
Sebagai catatan : Dalam membukukan dan mencatat BMN ke
dalam buku barang, Kartu Identitas Barang, daftar barang ruangan
dan daftar barang lainnya dapat menggunakan sistem aplikasi yang
sudah ada (SIMAK-BMN).
Dalam melakukan pembukuan akan dikelompokkan jenis
buku/kartu identitas/daftar dan daftar barang yang dimaksud.
Jenis buku/kartu identitas/daftar.

12
Buku barang meliputi buku barang intrakomptabel, buku
barang ekstrakomptabel, buku barang bersejarah, buku barang
persediaan, dan buku barang konstruksi dalam pengerjaan.
Selanjutnya Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi KIB tanah,
KIB bangunan gedung, KIB bangunan air, KIB alat angkutan
bermotor, KIB alat besar darat, dan KIB alat persenjataan.
Selain itu ada daftar barang ruangan, daftar barang lainnya.
Terakhir terdapat Buku Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP).
Jenis daftar barang.
Daftar barang ini terdapat pada UPKPB, UPPB-W, UPPB-E1,
dan UPPB. Daftar barang ini meliputi daftar barang persediaan,
daftar barang tanah, daftar barang gedung dan bangunan. selain
itu terdapat daftar barang peralatan dan mesin yaitu terdiri dari
alat angkutan bermotor, alat besar, alat persenjataan, dan
peralatan lainnya. selanjutnya terdapat daftar barang jalan,
irigasi, dan jaringan, daftar barang aset tetap lainnya, daftar
barang konstruksi dalam pengerjaan, daftar barang barang
bersejarah, dan aset lainnya.
b) Kegiatan pembukuan pada UPPB-W/UPPB-E1/UPPB
Mendaftarkan dan mencatat setiap mutasi BMN dan hasil
inventarisasi ke dalam daftar barang,
Menghimpun PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN
yang berada dalam pengusaannya.
Melakukan pemutakhiran data dalam rangka penyusunan
laporan semesteran dan tahunan dengan unit penatausahaan di
wilayah kerjanya.
Melakukan pembinaan penatusahaan BMN kepada unit
penatusahaan di wilayah kerjanya, dan melakukan pengamanan
dokumen

I.2.i.b Inventarisasi
a. Inventarisasi merupakan kegiatan untuk melakukan pendataan,
pencatatan, dan pelaporan hasil inventariasi BMN yang meliputi :
Pengguna barang, melakukan inventarisasi sekurang-kurangnya
dalam lima tahun (kecuali berupa persediaan dan konstruksi
dalam pengerjaan, dilakukan setiap tahun).
UPKPB melakukan inventarisasi BMN
UPPB-W/UPPB-E1/UPPB mengkoordinasikan pelaksanaan
inventarisasi BMN

13
Kegiatan inventarisasi dalam lima tahun sekali adalah sensus,
sedangkan kegiatan inventarisasi berupa persediaan dan konstruksi
dalam pengerjaan adalah opname fisik. Atas pelaksanaan
inventarisasi dimaksud pengguna barang menyampaikan laporan
kepada pengelola barang selambat-lambatnya 3 bulan setelah
selesainya inventarisasi.
Pengelola barang, melakukan inventarisasi berupa tanah
dan/atau bangunan yang berada dalam pengelolaannya
sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun.
b. Tujuan inventarisasi
Agar semua BMN dapat terdata dengan baik dalam upaya
mewujudkan tertib administrasi dan
Untuk mempermudah pelaksanaan pengelolaan BMN.

I.2.i.c Pelaporan
a. Pelaporan adalah kegiatan penyampaian data dan informasi yang
dilakukan oleh unit pelaksana penatausahaan BMN pada pengguna
barang dan pengelola barang.
b. Maksud pelaporan adalah agar semua data dan informasi mengenai
BMN dapat disajikan dan disampaikan kepada pihak yang
berkepentingan dengan akurat guna mendukung pelaksanaan
pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan BMN dan
sebagai bahan penyusunan neraca pemerintah pusat. Pelaksana
pelaporan adalah seluruh pelaksana penatausahaan pada pengguna
barang dan pengelola barang.
c. Tujuan pelaporan adalah untuk menyampaikan/ mendapatkan data
dan informasi BMN hasil pembukuan dan inventarisasi yang
dilakukan oleh pelaksana penatausahaan pada pengguna barang
dan pengelola barang yang akurat sebagai bahan pengambilan
kebijakan mengenai pengelolaan BMN dan sebagai bahan
penyusunan neraca pemerintah pusat.
Kuasa pengguna barang menyusun Laporan Barang Kuasa
Pengguna (LBKP) semesteran dan tahunan untuk disampaikan
kepada pengguna barang.
Pengguna barang menyusun Laporan Barang Pengguna (LBP)
semesteran dan tahunan untuk disampaikan kepada pengelola
barang.

I.2.i.d Pengamanan Dokumen


a. Pengguna barang/kuasa pengguna barang menyimpan asli
dokumen kepemilikan BMN selain tanah dan/atau bangunan yang

14
berada dalam penguasaannya, menyimpan fotocopy/salinan
dokumen kepemilikan BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang
berada dalam penguasaannya, dan menyimpan asli dan/atau
fotocopy/ salinan dokumen penatausahaan BMN.

I.2.j Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian


a. Pembinaan
1) Menteri keuangan menetapkan kebijakan umum pengelolaan BMN.
2) Menteri keuangan juga menetapkan kebijakan tehnis dan melakukan
pembinaan pengelolaan BMN
b. Pengawasan dan pengendalian
1) Pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap
penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemeliharaan, dan pengamanan BMN yang berada pada
pengusaannya.
2) Pelaksanaan pemantauan dan penertiban dimaksud dilaksanakan oleh
KPB.
KPB dan PB dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan
audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban dimaksud. Kemudian
kuasa pengguna barang dan pengguna barang menindaklanjuti hasil audit
dimaksud sesuai dengan ketentuan undang-undang.

15
BAB II
PERSEDIAAN

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang
yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat. Persediaan merupakan aset yang berwujud
Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan
operasional pemerintah;
Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;
Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan
kepada masyarakat;
Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam
rangka kegiatan pemerintahan;

II.1 Penerimaan Barang Persediaan


1. Pengadaan barang persediaan
a. Pengadaan barang persediaan harus dilengkapi dengan surat permintaan
barang, yang diajukan oleh subject matter dan disetujui oleh PPK/ KPA.
b. Pengadaan barang dikoordinasikan oleh Kasubbag Tata Usaha
2. Mutasi masuk barang persediaan
Mutasi masuk barang persediaan dapat berasal dari satker lainnya yang
setingkat atau yang lebih tinggi

II.2 Penyimpan Barang


1. Pejabat penerima dan penyimpan barang wajib memeriksa jumlah, kualitas,
spesifikasi dan kondisi barang, untuk setiap barang yang telah diterima.
2. Pejabat penerima dan penyimpan barang harus menolak barang yang tidak
sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam SPK/kontrak atau
dokumen sumber lainnya.
3. Penerimaan barang dicatat dengan tertib (kartu kendali, aplikasi
persediaan/SIMAK BMN), dokumen surat pengantar barang, BAST, SPK,
faktur, kwitansi harus disimpan dengan baik.

II.3 Pengeluaran Barang


1. Setiap barang yang dikeluarkan/dikirim harus didasarkan pada surat
permintaan barang
2. Barang dapat dikeluarkan setelah ada persetujuan atasan penyimpan barang.
3. Penerima barang menandatangani surat permintaan barang

16
4. Pengeluaran barang dicatat dengan tertib, dan surat permintaan barang
disimpan dengan baik.
5. Pengeluaran barang persediaan harus diperhitungkan dengan cermat agar
pada akhir kegiatan tidak ada sisa barang persediaan di gudang, yang tidak
dimanfaatkan.

II.4 Penghapusan Persediaan


1. Persediaan dalam kondisi usang, rusak, dan tidak terpakai dapat dihapuskan.
2. Persediaan yang akan dihapuskan, diusulkan ke provinsi, kemudian provinsi
merekap data dan dikirimkan ke BPS RI.
3. Usulan penghapusan oleh BPS RI ke KPKNL.
4. Rekomendasi/persetujuan penghapusan dokumen dari KPKNL segera di
tindaklanjuti dengan SK penghapusan oleh BPS RI.
5. Setelah SK penghapusan terbit, maka permohonan lelang dapat diajukan ke
KPKNL setempat masing-masing provinsi.
6. Salinan risalah lelang dikirimkan ke BPS RI cq. Biro Umum.

II.5 Penghapusan Perlengkapan Dokumen


1. Seluruh perlengkapan termasuk dokumen hasil pencacahan yang datanya
telah diproses scaning/entry harus di administrasikan dengan baik menurut
jenis, jumlah dan asal dokumen.
2. Setelah kegiatan sensus/survei selesai, rekap data dokumen per provinsi
dikirimkan ke BPS RI untuk di rekap menjadi data nasional.
3. Rekap data nasional akan diusulkan pemusnahan oleh BPS RI ke ANRI
(Arsip Nasional Republik Indonesia) di Jakarta.
4. Persetujuan dari ANRI akan dikirimkan ke seluruh BPS Provinsi untuk
dijadikan dasar mengajukan usul persetujuan penghapusan (dengan cara
dimusnahkan) ke kantor pelayanan kekayaan negara dan lelang setempat.
5. Rekomendasi/persetujuan penghapusan dokumen dari KPKNL segera di
tindaklanjuti dengan permohonan SK penghapusan ke BPS RI.
6. Setelah SK penghapusan terbit, maka permohonan lelang dapat diajukan ke
KPKNL setempat.
7. Salinan risalah lelang dikirimkan ke BPS RI cq. Biro Umum.

II.6 Kartu Persediaan Barang


1. Kartu persediaan barang hanya digunakan untuk satu jenis barang. Kartu ini
berfungsi sebagai kartu kendali, yang digunakan untuk mencatat
penerimaan dan pengeluaran barang. Pencatatan kartu persediaan barang
(kartu kendali) dilakukan oleh bendahara barang atau staf Sub Bagian
Perlengkapan BPS provinsi dan staf Sub Tata Usaha BPS kabupaten/kota.

17
2. Minimal setiap semester dilakukan stock opname barang persediaan dengan
membuat berita acara stock opname.
3. Jika pada saat melakukan stock opname persediaan terdapat barang
persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca,
tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
4. Kartu persediaan barang memuat informasi secara berkala maupun
sewaktuwaktu dengan cepat mengenai:
Tanggal
Uraian
Kuantitas masuk
Harga satuan perolehan
Kuantitas keluar
Saldo (kuantitas dan nilai)
5. Kartu persediaan barang dapat dihasilkan dari SIMAK BMN.
6. Data pengadaan/penerimaan barang dicatat dari surat pengantar barang atau
faktur/kuitansi pembayaran, sedangkan pengeluaran barang dicatat dari bon
permintaan/pengambilan dari unit pemakai.
7. Pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang agar dicatat pada hari/saat
terjadinya mutasi barang.
8. Tata cara pengendalian dan penggunaan barang pakai habis, juga
diperlakukan pula terhadap pengurusan barang cetakan (publikasi, formulir,
dan sebagainya), alat perlengkapan petugas dan barang lainnya yang sejenis.

18

Anda mungkin juga menyukai