Anda di halaman 1dari 13

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

Supply chain management menjadi sorotan dalam dunia industri. Problem pemilihan supplier
merupakan salah satu isu penting, karena pemilihan supplier menjadi bagian dari sebuah Supply chain
maka hubungan tersebut akan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kelangsungan produksi.
Inti utama dari SCM adalah proses distribusi. Distribusi adalah proses untuk memindahkan dan
menyimpan barang mulai dari tingkat supplier sampai ke tingkat pelanggan dalam rantai pasok.
Distribusi yang optimal akan menjadi kunci dari keberhasilan perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya, karena secara langsung proses distribusi akan berdampak pada biaya supply chain dan
customer experience. Pihak yang terlibat dalam rantai pasok ini tidak hanya produsen dan supplier
saja, tetapi juga termasuk transporter, warehouse, retailer, dan pelanggan. Sehingga perusahaan
dalam hal ini produsen, juga harus mempertimbangkan keberadaan dan pemilihan setiap entitas yang
ada dalam rantai pasok ini.
Dalam SCM ada banyak hal yang harus dipertimbangkan terkait dengan berbagai aliran
dalam rantai pasok. Ada tiga tahapan yang digunakan dalam menyusun SCM yaitu, membuat desain
jaringan rantai pasok, perencanaan rantai pasok, dan mengendalikan operasi dalam rantai pasok
tersebut (Chopra dan Meindl, 2007). Dari ketiga tahapan tersebut desain jaringan rantai pasok atau
sering disebut supply chain network merupakan keputusan yang cukup penting, karena keputusan ini
merupakan keputusan strategis jangka panjang yang cukup sulit dan memerlukan biaya yang tidak
sedikit untuk melakukan perubahan di dalamnya. Hal-hal yang terkait dalam tahap ini diantaranya
adalah penentuan lokasi produksi, penentuan lokasi warehouse, pemilihan supplier, dsb.

Pengertian Supply chain dan Supply chain Management


SCM diakui sebagai strategi kompetitif dalam sebuah industri maupun organisasi. Organisasi
terus berusaha untuk menyediakan produk dan layanan kepada pelanggan yang lebih cepat, murah,
dan lebih baik daripada pesaing. Dalam mencapai kesuksesan, mereka harus bekerja atas dasar kerja
sama dengan organisasi-organisasi yang berkaitan dengan penyediaan rantai agar dapat berhasil.
Sebuah rantai suplai terdiri dari semua pihak yang terlibat, langsung atau tidak langsung, dalam
memenuhi permintaan pelanggan. SCM tidak hanya meliputi produsen dan pemasok, tetapi juga
gudang, pengecer, dan bahkan pelanggan sendiri. Dalam sebuah pabrik, SCM meliputi semua fungsi
yang terlibat dalam menerima dan mengisi permintaan pelanggan. Fungsi-fungsi ini meliputi
pengembangan produk baru, pemasaran, operasi, distribusi, keuangan, dan layanan pelanggan. Sebuah
rantai pasok bersifat dinamis dan terus menerus melibatkan arus informasi, produk, dan dana antar
tahapan yang berbeda.
Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja secara bersama-sama
untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-
perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau retailer, serta
perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Pengertian supply chain menurut
Schroeder adalah sebuah proses bisnis dan informasi yang berulang yang menyediakan produk atau
layanan dari pemasok melalui proses pembuatan dan pendistribusian kepada konsumen. Sedangkan
menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), supply chain adalah suatu tempat sistem organisasi
menyalurkan barang produksi dan jasa kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan
dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik
mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyalur barang tersebut. Pengertian manajemen adalah
teknik atau seni untuk mengarahkan dan menggerakkan orang lain dalam rangka mencapai tujuan.
Pengertian Supply chain Management (SCM) menurut Schroeder adalah perancangan, desain,
dan kontrol arus material dan informasi sepanjang rantai pasokan dengan tujuan kepuasan konsumen
sekarang dan di masa depan. Menurut Simchi-Levi et al., SCM adalah suatu pendekatan dalam
mengintegrasikan berbagai organisasi yang menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran
barang, yaitu supplier, manufacturer, warehouse dan stores sehingga barang-barang tersebut
dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, waktu yang
tepat dan biaya yang seminimal mungkin. Dari definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Supply chain Management (SCM) adalah sebuah teknik manajemen pengelolaan aliran produk yang
terorganisir mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi hingga ke rantai paling akhir yaitu
konsumen.

Aliran Proses dalam Supply chain


Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah
aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream) ataupun sebaliknya.
Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi,
mereka dikirim ke distributor, lalu ke retailer, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran
uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi bisa terjadi
dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki
oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku
sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang menerima.
Pada gambar 1 memberikan ilustrasi sebuah supply chain yang sederhana. Sebuah supply
chain akan memiliki komponen-komponen yang biasanya disebut channel. Misalnya ada supplier,
manufaktur, distribution center, wholesaler, dan retailer. Semua channel tersebut bekerja untuk
memenuhi kebutuhan konsumen akhir.

Hulu/Upstream Hilir/downstream

Distribution End
Supplier Manufactures Wholesaler Retailer
center Customers

Aliran Produk/Material
Aliran Biaya
Aliran Informasi
Gambar 1. Struktur Supply chain

1. Konsep Supply chain Management (SCM)


Konsep supply chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama
melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing-masing perusahaan, dan pemecahannya
dititik beratkan pada pemecahan secara intern di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru
ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak
dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai
penyediaan barang.
Dalam supply chain, ada beberapa elemen-elemen (pelaku utama) yang merupakan perusahaan-
perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu1:
a. Supplier
b. Manufactures
c. Distributors
d. Retail outlets
e. Customers
Chain 1: Supplier
Rantai pada supply chain dimulai dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan
pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan mulai. Bahan pertama disini bisa dalam
bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, suku cadang atau barang dagang.
Chain 1- 2: Supplier-Manufactures
Rantai pertama tadi dilanjutkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer yang merupakan
tempat mengkonversi ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan kedua mata rantai
tersebut sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, penghematan
inventory carrying cost dengan mengembangkan konsep supplier partnering.

1
Eko Indrajit, Richards, Konsep Manajemen Supply Chain, Grasindo, Jakarta, 2002.
Chain 1-2-3 : Supplier - Manufactures Distributor
Dalam tahap ini barang jadi yang dihasilkan disalurkan kepada pelanggan, dimana biasanya
menggunakan jasa distributor atau wholesaler yang merupakan pedagang besar dalam jumlah
besar.
Chain 1-2-3-4 : Supplier- Manufactures Distributor Retail Outlets
Dari pedagang besar tadi barang disalurkan ke toko pengecer (retail outlets). Walaupun ada
beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada customer, namun
secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas.
Chain 1-2-3-4-5: Supplier-Manufacturer-Distributor-Retail Outlets-Customer
Customer merupakan rantai terakhir yang dilalui dalam supply chain dalam konteks ini
sebagai end-user.

Selama dua dasawarsa terakhir ini, ada dua konsep yang banyak digunakan dan dikembangkan
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pergerakan barang tersebut, yang kedua merupakan
kelanjutan yang pertama, yaitu2:
1. Mengurangi jumlah supplier
Konsep ini dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an yang bertujuan mengurangi ketidak
seragaman, biaya-biaya negosiasi dan pelacakan (tracking). Konsep ini adalah awal
perubahan kecenderungan dari konsep multiple supplier ke single supplier. Dengan demikian,
cara lama yang dahulu dianggap ampuh seperti mencari sourcing dengan cara tender terbuka
makin tidak populer, karena tender terbuka tidak menjamin terbatasnya jumlah supplier.
Konsep ini berkembang menuju tahap selanjunya, yaitu tahap yang kedua, seperti akan
dijelaskan sebagai berikut.
2. Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance
Konsep ini dikembangkan sejak pertengahan tahun 1990-an dan diharapkan masih akan
populer pada abad ke-21 ini. Konsep ini menganggap bahwa hanya dengan supplier
partnership, key supplier untuk barang tertentu merupakan strategic sources yang dapat
diandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan barang dalam Supply chain. Konsep ini
selalu dibarengi dengan konsep perbaikan terus menerus dalam biaya dan mutu barang.

Area Cakupan SCM


Untuk mencapai tujuan SCM, ada beberapa kegiataan yang biasa dilakukan oleh SCM, yaitu
pengembangan produk, pengadaan, perencanaan dan pengendalian, produksi, dan distribusi.

Tabel 1. Area Cakupan Supply chain Management

Bagian Cakupan Kegiatan

Riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam


Pengembangan produk perancangan produk baru
Memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan
Pengadaan/Pembelian pembelian bahan baku dan komponen, membina hubungan dengan
supplier
Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas,
Perencanaan dan perencanaan produksi, dan persediaan
pengendalian produksi

Operasi/produksi Eksekusi produksi, pengendalian persediaan dan mutu


Perencanaan jaringan distribusi, penjadualan pengiriman,
Pengiriman/distribusi memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman,
memonitor service level di tiap pusat distribusi

2
Eko Indrajit, Richards, Konsep Manajemen Supply Chain, Grasindo, Jakarta, 2002.
Sumber: Pujawan (2005)

Ada 2 tipe dalam menjalankan SCM, yaitu sistem tarik (pull process) dan sistem dorong
(push process).

Customer
PULL

Distribution
Channels

Manufacturer
PUSH

Supplier

Gambar 2. Proses Dorong pada SCM Lebih Dominan (Copra, Sunil. 2007)

Pada gambar 2 dapat dijelaskan bahwa proses dorong (push process) memulai proses
produksi sebelum permintaan konsumen datang sebagai antisipasi ketika permintaan konsumen
datang sehingga permintaan konsumen dapat dengan cepat dipenuhi. Sebagai bentuk antisipasi
permintaan konsumen, proses dorong akan mempersiapkan pengadaan barang maupun jasa, pabrikasi,
dan segala perlengkapan yang dibutuhkan. Perusahaan yang banyak menggunakan supply chain
kategori proses dorong (push process) dengan rentan waktu yang cukup panjang dibanding proses
tarik (pull processs) ialah perusahaan bertipe mass production seperti mie instan, minyak goreng, dll.

Gambar 3. Proses Tarik pada SCM Lebih Dominan (Copra & Meindl. 2007)

Dibandingkan dengan gambar sebelumnya, proses dorong (push process) pada gambar ini
lebih pendek daripada proses tarik (pull process). Hal ini dapat dijelaskan bahwa proses tarik (pull
process) memulai proses produksi ketika ada permintaan dari konsumen sebagai respon terhadap
permintaan konsumen. Ketika proses dorong berlangsung, perusahaaan hanya melakukan pengadaan
barang maupun jasa dari supplier tanpa dilakukan pengolahan lanjutan. Barang tersebut akan
disimpan dan dilakukan proses produksi lanjutan seperti perakitan ketika telah ada permintaaan dari
konsumen. Perusahaan yang banyak menggunakan supply chain kategori ini adalah perusahaan
bertipe perakitan seperti perakitan mobil, laptop, dll.

Drivers of SCM
Supply chain mempunyai 4 area dasar yang harus dibuat, yaitu fasilitas, invetory, transportasi,
dan informasi (Chopra and Meindl, 20017).
a. Fasilitas adalah suatu tempat untuk menyimpan barang yang dirakit atau dibuat. Fasilitas
terbagi menjadi dua yaitu produksi (production site) dan tempat penyimpanan (storage site).
Lokasi, kapasitas, serta fleksibilitas sangat berpengaruh pada kekuatan dari supply chain. Jika
kapasitas besar dan lokasi sangat strategis maka SCM akan berjalan baik dan berhasil.
b. Inventory adalah semua bahan baku dan barang jadi. Inventory juga sangat berpengaruh pada
Supply chain.
c. Transportasi adalah perpindahan barang dari fasilitas satu ke fasilitas lainnya. Transportasi
dapat berupa kombinasi rute dan model yang masing-masing memiliki karakter yang berbeda.
d. Informasi adalah berisi data analisa mengenai ketiga hal diatas ditambah dengan pelanggan.
Informasi sangat penting dan mempengaruhi area dari supply chain yang lainnya.

Manfaat dengan Mengelola SCM


Kegiatan SCM memiliki beberapa manfaat, diantaranya kepuasan pelanggan terpenuhi,
meningkatkan pendapatan, menurunnya biaya, pemanfaatan aset yang semakin tinggi, peningkatan
laba, dan perusahaan semakin besar.
a. Kepuasan pelanggan. Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari aktivitas
proses produksi setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau pengguna yang
dimaksud dalam konteks ini tentunya konsumen yang setia dalam jangka waktu panjang. Untuk
menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen harus puas dengan pelayanan yang
disampaikan oleh perusahaan.
b. Meningkatkan pendapatan. Semakin banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra perusahaan
berarti akan turut meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga produk-produk yang dihasilkan
perusahaan tidak akan terbuang percuma, karena diminati konsumen.
c. Menurunnya biaya. Pengintegrasian aliran produk dari perusahan kepada konsumen akhir berarti
pula mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.
d. Pemanfaatan aset semakin tinggi. Aset terutama factor manusia akan semakin terlatih dan
terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga manusia akan mampu
memberdayakan penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan
SCM.
e. Peningkatan laba. Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi
pengguna produk perusahaan, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.
f. Perusahaan semakin besar. Jika jumlah pelanggan setia meningkat, hal ini dapat meningkatkan
jumlah produksi dan lambat laun perusahaan dapat berkembang. Selain itu perusahaan juga dapat
semakin besar dikarenakan semakin banyaknya mitra dengan pihak di luar perusahaan tersebut.

Tantangan Dalam Mengelola SCM


Selain manfaat pada SCM, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi ketika menerapkaan
SCM, antara lain kompleksitas struktur supply chain dan ketidakpastian
a. Kompleksitas struktur supply chain dapat terjadi karena pada jaringan supply chain
melibatkan banyak pihak. Contoh sederhananya adalah pada struktur supply chain banyak
melibatkan perusahaan sebagai supplier, distributor, retailer, hingga konsumen akhir.
b. Ketidakpastian terjadi dapat disebabkan karena ketidakpastian permintaan; ketidakpastian
pasokan seperti lead time, harga dan kualitas bahan baku; ketidakpastian internal seperti
kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, dan ketidakpastian kualitas produksi.
2. Contoh SCM
Berikut ini contoh Supply chain pada perusahaan biskuit :

Bagan diatas menunjukkan aliran supply chain mulai dari hulu ke hilir pada perusahaan biskuit.
Terlihat bahwa supplier pada perusahaan biskuit tidak hanya dari 1 supplier melainkan dari berbagai
macam supplier dan memiliki levelnya masing-masing. Seperti penghasil gandum sebagai supplier
tingkat 1 akan menyerahkan gandumnya kepada supplier tingkat 2 yaitu pabrik terigu dari perusahaan
biskuit untuk diolah menjadi terigu. Begitu juga dengan penghasil tebu, penghasil garam, penghasil
minyak, penghasil telor, penghasil alumunium sebagai supplier tingkat 1 akan menyerahkan bahan
mentahnya kepada supplier tingkat 2 untuk diproses lebih lanjut menjadi bahan setengah jadi.
Selanjutnya barang setengah jadi tersebut yang berada di tangan supplier tingkat 2 akan di
distribusikan oleh distributor ke pabrik biskuit untuk diolah menjadi biskuit jadi sebagai proses
produksi terakhir dalam sebuah pabrik. Selanjutnya biskuit telah jadi dan siap untuk didistribusikan
oleh distributor ke retailer (supermarket) dan berakhir di tangan konsumen akhir

Daftar Pustaka
Chopra, S., and Meindl, P. 2007. Supply chain Management: Strategy, planning, and operations. New
Jersey : Pearson Education, IMC.
Pujawan, I N. (2005). Supply chain Management. Surabaya : Guna Widya.
Nugroho, Istu. 2010. Managemen Industri : Supply chain Management. Yogyakarta : Fakultas Teknik
Universitas Negeri Yogyakarta.
Eko Indrajit, Richards. 2002. Konsep Manajement Supply chain. Jakarta : Grasindo.
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_rantai_suplai (diakses 9 Desember 2013 pukul 22.55 WIB)
Guwindra, Gugi. Sejarah SCM Dan IT Dalam Industri Manufactur. (Online)
http://www.scribd.com/doc/100741189/Sejarah-SCM-Dan-IT-Dalam-Industri-Manufactur.
(diakses 9 Desember 2013 pukul 23.00 WIB)
Ada beberapa aplikasi dalam SCM yang dapat diketahui, yaitu :
a. Lot Size / Batch Size (Rata-rata kuantitas order)
b. Network Design pada Supply chain
c. Bullwhip Effect
d. CPFR

A. Lot Size / Batch Size


Lot Size / Batch Size adalah rata-rata jumlah yang dipesan atau diproduksi oleh level tertentu
dalam supply chain di waktu yang ditentukan. Salah satu aplikasi dari lot size ini adalah penggunaan
EOQ (Economic Order Quantity).
Rumus untuk menghitung EOQ tanpa koordinasi dengan supplier (hanya mempertimbangkan biaya
yang ditanggung buyer) :
Q = 2 . /
Rumus untuk menghitung EOQ koordinasi dengan supplier (mempertimbangkan biaya yang
ditanggung oleh buyer dan supplier):
Q (b,s)= 2 ( + )/ ( + )
Sehingga, rumus untuk menghitung TC (Total Cost) adalah sebagai berikut:
TC(s) = (D/Q) Cs + (Q/2) Hs TC(b) = (D/Q) Cb + (Q/2) Hb
TC = TC(b) + TC(s)
Keterangan:
Q = Batch size/jumlah pemesanan
D = Permintaan (unit/hari, unit/bulan, atau unit/tahun)
Cb = Biaya pesan yang dikeluarkan oleh buyer (Rp/pesan)
Cs = Biaya pesan/setup yang dikeluarkan oleh supplier (Rp/pesan)
Hb = Holding cost / biaya simpan yang ditanggung buyer (Rp/unit/hari, Rp/unit/bulan, dst)
Hs = Holding cost / biaya simpan yang ditanggung supplier (Rp/unit/hari, Rp/unit/bulan, dst)
h = fraksi biaya simpan (%)
S = Harga jual produk di buyer/ biaya produksi yang ditanggung supplier
TC(b) = total cost yang ditanggung buyer
TC = total cost sistem
Dimana : Hb = Hs = h.S

Contoh Soal :
Sebuah pabrik motor menerima pesanan sebuah komponen dari sebuah distributor. Rata-rata
permintaan komponen sebanyak 300 unit/hari Harga jual adalah $ 500/komponen sedangkan biaya
produksi yang dikeluarkan pabrik untuk membuat 1 unit adalah $450. Fraksi biaya simpan distributor
adalah 20%/tahun sedangkan fraksi biaya simpan di pabrik adalah 15%/tahun. Setiap kali pemesanan,
distributor harus menanggung biaya sebesar $100, sedangkan pabrik harus menanggung biaya setup
sebesar $125. Berapakah jumlah pesanan ekonomis yang harus dilakukan ?
Diketahui :
D = 300 unit/hari
Pabrik motor = supplier distributor = buyer
Biaya produksi (Ss)= $ 450/unit Sb = $ 500/unit
hs = 15%/tahun hb = 20%/tahun
Cs = $ 125/pesan Cb = $ 100/pesan
Asumsi = 1 tahun = 365 hari

Dijawab :
Hs = $ 450/unit x 15%/tahun = $ 67,5/unit/tahun
Hb = $ 500/unit x 20%/tahun = $100/unit/tahun
D = d x 365
= 300 x 365
= 109.500 unit/tahun
Perhitungan EOQ tanpa koordinasi (hanya melibatkan data buyer)
Q = 2 /
= 2 (100)(109.500)/ 100
= 219000
= 467.97 468 unit

TC(b) = (D/Q) Cb + (Q/2) Hb


= (109.500/468).100 + (468/2).100
= $46.797,43
TC(s) = (D/Q) Cs + (Q/2) Hs
= (109.500/468).125 + (468/2).67,5
= $45.041,79
TC (sistem) = TC(b) + TC(s)
= $46.797,43 + $45.041,79
= $91.839,22

Perhitungan EOQ dengan koordinasi

Q (b,s) = 2 ( + )/ ( + )
= 2(109.500)( 125 + 100)/ (67,5 + 100)
= 542,38 543 unit

TC(b) = (D/Q) Cb + (Q/2) Hb


= (109.500/543) .100 + (543/2) .100
= $47.315,74
TC(s) = (D/Q) Cs + (Q/2) Hs
= (109.500/543) .125 + (543/2) . 67,5
= $43.533,43
TC = TC(b) + TC(s)
= $47.315,74 + $43.533,43
= $90.849,17

Tabel 1. Perbandingan antara sebelum dan sesudah koordinasi dengan supplier


Tanpa Koordinasi Dengan Koordinasi
Ukuran Pesanan Ekonomis 468 543 (naik)
Total Ongkos Pembeli $46.797,43 $47.315,74 (naik)
Total Ongkos Pemasok $45.041,79 $43.533,43 (turun)
Total Ongkos Sistem $91.839,22 $90.849,17 (turun)

Tabel 1 menunjukkan manfaat dari koordinasi pada supply chain. Dengan koordinasi, sistem
secara total akan memperoleh penghematan biaya-biaya persediaan. Namun, perlu dicermati bahwa
dengan melakukan koordinasi, menjadikan biaya yang ditanggung pembeli meningkat. Ini berarti
bahwa perubahan pada kebijakan pemesanan tidak selalu menguntungkan kedua belah pihak. Pembeli
tentulah tidak akan mudah mengubah kebijakannya karena jelas dia akan rugi. Tetapi bila mekanisme
koordinasi ini diikuti dengan pembagian keuntungan yang adil, kedua belah pihak akan
mendapatkan keuntungan karena secara total biaya yang ditanggung kedua belah pihak/total ongkos
sistem menurun.
Pembagian keuntungan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan
memberikan bonus atau diskon terhadap pembeli. Apabila kedua belah pihak memiliki posisi tawar
yang seimbang maka penghematan total dibagi sama rata. Misalnya, dari tabel 1 diperoleh
penghematan biaya sistem adalah $ 990,05, maka kedua belah pihak akan mendapatkan bagian
sebesar 445,025.
B. Network Design pada Supply chain
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam membuat network design :
1. Jumlah dan lokasi fasilitas
2. Bagaimana menentukan fasilitas
3. Alokasi fasilitas
4. Pangsa pasar

Network design merupakan jaringan distribusi dalam supply chain. Perhitungan pada jaringan
distribusi dimaksudkan agar mencari biaya distribusi yang paling minimal. Ada dua cara untuk
menentukan jalur distribusi yang paling optimal, yaitu :
1. Metode heuristik
2. Metode matematis

Berikut ini merupakan sebuah kasus tentang network design pada supply chain :

Facility /Warehouse P1 P2 C1 C2 C3 C4
W1 2 5 3 2 3 4
W2 4 3 5 4 2 5
Kapasitas/Permintaan 80.000 40.000 10.000 20.000 40.000 30.000
Penyelesaian :
1. Metode heuristik
C1 = 10.000
2 W1 3
P1 = 80.000 2
4 3
4 C2 = 20.000

5 5 4
W2 2 C3 = 40.000
P2 = 40.000 3
5
C4 = 30.000

Total biaya transportasi Untuk C1: Untuk C3 :


P1 to W1 to C1 = 2 + 3 = 5* (biaya P1 to W1 = 5*
terkecil) P1 to W2 = 6
P1 to W2 to C1 = 4 + 5 = 9 P2 to W1 = 8
P2 to W1 to C1 = 5 + 3 = 8 P2 to W2 = 5*
P2 to W2 to C1 = 3 + 5 = 8 Untuk C4:
Untuk C2: P1 to W1 = 6*
P1 to W1 = 4* P1 to W2 = 9
P1 to W2 = 9 P2 to W1 = 9
P2 to W1 = 7 P2 to W2 = 8
P2 to W2 = 7
Dari hasil perhitungan biaya diatas di masing-masing pasar, maka dipilih biaya yang paling
kecil (Metode heuristik : least cost). Kemudian dihitung total biaya keseluruhan :
TC = (2 x 80.000)+(3x10.000)+(2x20.000)+(3x20.000)+(4x30.000)+(3x20.000)+(2x20.000)
= $ 510.000
80.000
10.000 C1 = 10.000
W1
P1 = 80.000
20.000
C2 = 20.000
30.000 20.000
20.000
W2 20.000
C3 = 40.000
P2 = 40.000

C4 = 30.000
Metode Matematis
Jika : Xijpw = aliran dari pabrik i ke gudang j
Xijpw = aliran dari gudang j ke pelanggan k
Maka Tujuan / Objective :

Min Z = x

Berdasarkan pada soal di atas, maka penyelesaian dengan metode matematis adalah sebagai
berikut :
Min Z =

211 +412 + 521 +322 +311 +212 +313 +414 +521 +422 +223 +524

Constrain:

1. Capacity Plant 1 = 11 + 12 80.000

2. Capacity Plant 2 = 21 + 22 40.000

3. Demand C1 = 11 + 21 = 10.000

4. Demand C2 = 12 + 22 = 20.000

5. Demand C3 = 13 + 23 = 40.000

6. Demand C4 = 14 + 24 = 30.000
7. Link/Balance Constrain

a. 11 + 12 + 13 + 14 = 11 + 21

b. 21 + 22 + 23 + 24 = 12 + 22
8. Non Negative Integer

a. 0

b. 0
Variabel Keputusan :

11 = Jumlah alokasi dari pabrik 1 menuju warehouse 1

12 = Jumlah alokasi dari pabrik 1 menuju warehouse 2

21 = Jumlah alokasi dari pabrik 2 menuju warehouse 1

22 = Jumlah alokasi dari pabrik 2 menuju warehouse 2

11 = Jumlah alokasi dari warehouse 1 menuju market 1

12 = Jumlah alokasi dari warehouse 1 menuju market 2

13 = Jumlah alokasi dari warehouse 1 menuju market 3

14 = Jumlah alokasi dari warehouse 1 menuju market 4

21 = Jumlah alokasi dari warehouse 2 menuju market 1

22 = Jumlah alokasi dari warehouse 2 menuju market 2

23 = Jumlah alokasi dari warehouse 2 menuju market 3

24 = Jumlah alokasi dari warehouse 2 menuju market 4
Hasil solusi menggunakan software WinQSB adalah sebagai berikut :
Dari solusi di atas dapat diketahui bahwa jalur yang optimal adalah :
60.000 10.000
W1 C1 = 10.000
P1 = 80.000
20.000
C2 = 20.000
30.000
40.000
W2 40.000 C3 = 40.000
P2 = 40.000

C4 = 30.000

C. Bullwhip Effect pada Supply chain


Bullwhip Effect merupakan ketidakpastian disebabkan oleh distorsi informasi di sepanjang
supply chain. Ketidak validan yang disebabkan informasi dari channel bawah ke channel atasnya.
Informasi yang diberikan pada pelaku selanjutnya berbeda dari informasi yang diberikan pelaku
sebelumnya.

Rumus untuk mengetahui bullwhip effect adalah sebagai berikut :



BE =
Dimana :
CVo = koefisien variasi order
CVd = koefisien variasi demand
Bila hasil perhitungan :
BE > 1, maka ada Bullwhip effect
BE < 1, maka tidak ada bullwhip effect
Rumus untuk menghitung CVo dan CVd adalah sebagai berikut :

CVo =

CVd =

Dimana :
S = standard deviasi
X = average
Rumus untuk menghitung standard deviasi adalah sebagai berikut :
2
=1 ( )
=
(1)
Contoh soal adalah sebagai berikut :
Bulan Order Demand
Januari 400 375
Februari 375 350
Maret 525 500
April 500 550
Mei 250 260
Juni 215 200
Juli 300 350
Agustus 415 400
September 450 400
Oktober 500 475
November 525 500
Desember 600 625
S 119.05 121.03
Rata-rata 421.25 415.42
CV 0.28 0.29
BE 0.97

Contoh perhitungan :
(400+375++600)
a.
= 12
= 421.25
2
=1 ( )
So = (1)
(400421.5)2 +(375421.5)2 ++ (600421.5)2
= (121)
= 119.05

b. CVo =
119.05
= 421.25
= 0.28

c. BE =
0.28
= 0.29
= 0.97
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi bullwhip effect karena nilai
BE < 1 (0.97 < 1).
D. Collaborative Planning, Forecasting, and Replenishment (CPFR)
Perbedaan informasi yang dimiliki oleh masing-masing pihak pada supply chain
menyebabkan perkiraan penjualan yang mereka buat bisa sangat berbeda. Misalnya ritel meramalkan
penjualan suatu produk pada suatu periode sebesar 5000 unit, sedangkan distributor, untuk produk dan
wilayah yang sama, meramalkan 8000 unit. Apabila ramalan tersebut dijadikan dasar bagi mereka
untuk menentukan kebijakan pemesanan dan persediaan, padahal yang sebenarnya lebih akurat adalah
ramalan ritel, maka akan terjadi ketimpangan yang besar yang bisa jadi berakibat pada kelebihan
produk di distributor.
Untuk mengurangi permasalahan akibat perbedaan ramalan yang besar antara dua atau lebih
pelaku supply chain, sejumlah perusahaan besar mengembangkan suatu kerja sama perencanaan dan
peramalan yang dinamakan CPFR. Yang inti dari inisial CPFR adalah mengurangi perbedaan antara
ramalan yang dibuat oleh dua atau lebih pelaku pada suatu supply chain, kemudian secara bersama-
sama menentukan kebijakan replenishment. Pada prakteknya masing-masing pelaku (misal ritel dan
distributor) akan sama-sama membuat ramalan secara terpisah. Kedua ramalan kemudian
dibandingkan apabila selisih ramalan diatas suatu angka batas tertentu, keduanya harus melakukan
review atas angka-angka ramalan mereka sampai akhirnya diperoleh angka-angka yang selisihnya
dibawah batas tadi.
Pada industri ritel (dimana ritel sebagai pembeli dan pabrik sebagai penjual), ada empat
proses yang masuk pada model CPFR yaitu :
Strategy & planning : Menciptakan aturan dasar untuk hubungan kolaboratif. Pada tingkat ini
pembeli maupun penjual menentukan keputusan product mix and placement, kemudian membuat
perencanaan event.
Demand & supply management : membuat proyeksi permintaan pelanggan, order dan kebutuhan
pengiriman selama horizon perencanaan.
Excecution : melakukan pemesanan, menyiapkan dan melakukan pengiriman, menerima dan
menyimpan produk di rak ritel, mencatat transaksi penjualan, serta melakukan pembayaran.
Analysis : memonitor perencanaan dan eksekusi, terutama kalau ada hal-hal yang terjadi diluar
rencana. Hasilnya digunakan untuk menghitung kinerja dan sebagai dasar untuk melakukan
perbaikan berkelanjutan.
Pada masing-masing dari empat proses diatas, ada 2 aktifitas kolaboratif yang dilakukan oleh
kedua belah pihak (pembeli dan penjual). Pada fase strategy dan planning, yang dilakukan adalah
collaborative arragement dan joint bussines plan. Aktivitas collaborative arragement untuk
menentukan sasaran kolaborasi, mendefinisikan ruang lingkup, dan tanggung jawab masing-masing
pihak. Sedangkan aktivitas joint bussines plan pada intinya adalah mengidentifikasikan event yang
mempengaruhi penjualan seperti promosi, pembukaan/penutupan toko, perubahan kebijakan
persediaan, dan pengenalan produk baru. Pada fase demand & supply management, ada aktivitas
peramalan permintaan dan peramalan /perencanaan order. Pada fase eksekusi, ada aktivitas order
generation dan order fulfillment. Order generation adalah aktivitas mengubah ramalan menjadi
pesanan yang definitif, sedangkan order fulfillment mencakup produksi, pengiriman, dan display
produk di rak toko sehingga dibeli oleh konsumen. Sedangkan fase analisis terdiri dari exception
management dan performance assessment.

Anda mungkin juga menyukai