Supply chain management menjadi sorotan dalam dunia industri. Problem pemilihan supplier
merupakan salah satu isu penting, karena pemilihan supplier menjadi bagian dari sebuah Supply chain
maka hubungan tersebut akan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kelangsungan produksi.
Inti utama dari SCM adalah proses distribusi. Distribusi adalah proses untuk memindahkan dan
menyimpan barang mulai dari tingkat supplier sampai ke tingkat pelanggan dalam rantai pasok.
Distribusi yang optimal akan menjadi kunci dari keberhasilan perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya, karena secara langsung proses distribusi akan berdampak pada biaya supply chain dan
customer experience. Pihak yang terlibat dalam rantai pasok ini tidak hanya produsen dan supplier
saja, tetapi juga termasuk transporter, warehouse, retailer, dan pelanggan. Sehingga perusahaan
dalam hal ini produsen, juga harus mempertimbangkan keberadaan dan pemilihan setiap entitas yang
ada dalam rantai pasok ini.
Dalam SCM ada banyak hal yang harus dipertimbangkan terkait dengan berbagai aliran
dalam rantai pasok. Ada tiga tahapan yang digunakan dalam menyusun SCM yaitu, membuat desain
jaringan rantai pasok, perencanaan rantai pasok, dan mengendalikan operasi dalam rantai pasok
tersebut (Chopra dan Meindl, 2007). Dari ketiga tahapan tersebut desain jaringan rantai pasok atau
sering disebut supply chain network merupakan keputusan yang cukup penting, karena keputusan ini
merupakan keputusan strategis jangka panjang yang cukup sulit dan memerlukan biaya yang tidak
sedikit untuk melakukan perubahan di dalamnya. Hal-hal yang terkait dalam tahap ini diantaranya
adalah penentuan lokasi produksi, penentuan lokasi warehouse, pemilihan supplier, dsb.
Hulu/Upstream Hilir/downstream
Distribution End
Supplier Manufactures Wholesaler Retailer
center Customers
Aliran Produk/Material
Aliran Biaya
Aliran Informasi
Gambar 1. Struktur Supply chain
1
Eko Indrajit, Richards, Konsep Manajemen Supply Chain, Grasindo, Jakarta, 2002.
Chain 1-2-3 : Supplier - Manufactures Distributor
Dalam tahap ini barang jadi yang dihasilkan disalurkan kepada pelanggan, dimana biasanya
menggunakan jasa distributor atau wholesaler yang merupakan pedagang besar dalam jumlah
besar.
Chain 1-2-3-4 : Supplier- Manufactures Distributor Retail Outlets
Dari pedagang besar tadi barang disalurkan ke toko pengecer (retail outlets). Walaupun ada
beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada customer, namun
secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas.
Chain 1-2-3-4-5: Supplier-Manufacturer-Distributor-Retail Outlets-Customer
Customer merupakan rantai terakhir yang dilalui dalam supply chain dalam konteks ini
sebagai end-user.
Selama dua dasawarsa terakhir ini, ada dua konsep yang banyak digunakan dan dikembangkan
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pergerakan barang tersebut, yang kedua merupakan
kelanjutan yang pertama, yaitu2:
1. Mengurangi jumlah supplier
Konsep ini dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an yang bertujuan mengurangi ketidak
seragaman, biaya-biaya negosiasi dan pelacakan (tracking). Konsep ini adalah awal
perubahan kecenderungan dari konsep multiple supplier ke single supplier. Dengan demikian,
cara lama yang dahulu dianggap ampuh seperti mencari sourcing dengan cara tender terbuka
makin tidak populer, karena tender terbuka tidak menjamin terbatasnya jumlah supplier.
Konsep ini berkembang menuju tahap selanjunya, yaitu tahap yang kedua, seperti akan
dijelaskan sebagai berikut.
2. Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance
Konsep ini dikembangkan sejak pertengahan tahun 1990-an dan diharapkan masih akan
populer pada abad ke-21 ini. Konsep ini menganggap bahwa hanya dengan supplier
partnership, key supplier untuk barang tertentu merupakan strategic sources yang dapat
diandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan barang dalam Supply chain. Konsep ini
selalu dibarengi dengan konsep perbaikan terus menerus dalam biaya dan mutu barang.
2
Eko Indrajit, Richards, Konsep Manajemen Supply Chain, Grasindo, Jakarta, 2002.
Sumber: Pujawan (2005)
Ada 2 tipe dalam menjalankan SCM, yaitu sistem tarik (pull process) dan sistem dorong
(push process).
Customer
PULL
Distribution
Channels
Manufacturer
PUSH
Supplier
Gambar 2. Proses Dorong pada SCM Lebih Dominan (Copra, Sunil. 2007)
Pada gambar 2 dapat dijelaskan bahwa proses dorong (push process) memulai proses
produksi sebelum permintaan konsumen datang sebagai antisipasi ketika permintaan konsumen
datang sehingga permintaan konsumen dapat dengan cepat dipenuhi. Sebagai bentuk antisipasi
permintaan konsumen, proses dorong akan mempersiapkan pengadaan barang maupun jasa, pabrikasi,
dan segala perlengkapan yang dibutuhkan. Perusahaan yang banyak menggunakan supply chain
kategori proses dorong (push process) dengan rentan waktu yang cukup panjang dibanding proses
tarik (pull processs) ialah perusahaan bertipe mass production seperti mie instan, minyak goreng, dll.
Gambar 3. Proses Tarik pada SCM Lebih Dominan (Copra & Meindl. 2007)
Dibandingkan dengan gambar sebelumnya, proses dorong (push process) pada gambar ini
lebih pendek daripada proses tarik (pull process). Hal ini dapat dijelaskan bahwa proses tarik (pull
process) memulai proses produksi ketika ada permintaan dari konsumen sebagai respon terhadap
permintaan konsumen. Ketika proses dorong berlangsung, perusahaaan hanya melakukan pengadaan
barang maupun jasa dari supplier tanpa dilakukan pengolahan lanjutan. Barang tersebut akan
disimpan dan dilakukan proses produksi lanjutan seperti perakitan ketika telah ada permintaaan dari
konsumen. Perusahaan yang banyak menggunakan supply chain kategori ini adalah perusahaan
bertipe perakitan seperti perakitan mobil, laptop, dll.
Drivers of SCM
Supply chain mempunyai 4 area dasar yang harus dibuat, yaitu fasilitas, invetory, transportasi,
dan informasi (Chopra and Meindl, 20017).
a. Fasilitas adalah suatu tempat untuk menyimpan barang yang dirakit atau dibuat. Fasilitas
terbagi menjadi dua yaitu produksi (production site) dan tempat penyimpanan (storage site).
Lokasi, kapasitas, serta fleksibilitas sangat berpengaruh pada kekuatan dari supply chain. Jika
kapasitas besar dan lokasi sangat strategis maka SCM akan berjalan baik dan berhasil.
b. Inventory adalah semua bahan baku dan barang jadi. Inventory juga sangat berpengaruh pada
Supply chain.
c. Transportasi adalah perpindahan barang dari fasilitas satu ke fasilitas lainnya. Transportasi
dapat berupa kombinasi rute dan model yang masing-masing memiliki karakter yang berbeda.
d. Informasi adalah berisi data analisa mengenai ketiga hal diatas ditambah dengan pelanggan.
Informasi sangat penting dan mempengaruhi area dari supply chain yang lainnya.
Bagan diatas menunjukkan aliran supply chain mulai dari hulu ke hilir pada perusahaan biskuit.
Terlihat bahwa supplier pada perusahaan biskuit tidak hanya dari 1 supplier melainkan dari berbagai
macam supplier dan memiliki levelnya masing-masing. Seperti penghasil gandum sebagai supplier
tingkat 1 akan menyerahkan gandumnya kepada supplier tingkat 2 yaitu pabrik terigu dari perusahaan
biskuit untuk diolah menjadi terigu. Begitu juga dengan penghasil tebu, penghasil garam, penghasil
minyak, penghasil telor, penghasil alumunium sebagai supplier tingkat 1 akan menyerahkan bahan
mentahnya kepada supplier tingkat 2 untuk diproses lebih lanjut menjadi bahan setengah jadi.
Selanjutnya barang setengah jadi tersebut yang berada di tangan supplier tingkat 2 akan di
distribusikan oleh distributor ke pabrik biskuit untuk diolah menjadi biskuit jadi sebagai proses
produksi terakhir dalam sebuah pabrik. Selanjutnya biskuit telah jadi dan siap untuk didistribusikan
oleh distributor ke retailer (supermarket) dan berakhir di tangan konsumen akhir
Daftar Pustaka
Chopra, S., and Meindl, P. 2007. Supply chain Management: Strategy, planning, and operations. New
Jersey : Pearson Education, IMC.
Pujawan, I N. (2005). Supply chain Management. Surabaya : Guna Widya.
Nugroho, Istu. 2010. Managemen Industri : Supply chain Management. Yogyakarta : Fakultas Teknik
Universitas Negeri Yogyakarta.
Eko Indrajit, Richards. 2002. Konsep Manajement Supply chain. Jakarta : Grasindo.
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_rantai_suplai (diakses 9 Desember 2013 pukul 22.55 WIB)
Guwindra, Gugi. Sejarah SCM Dan IT Dalam Industri Manufactur. (Online)
http://www.scribd.com/doc/100741189/Sejarah-SCM-Dan-IT-Dalam-Industri-Manufactur.
(diakses 9 Desember 2013 pukul 23.00 WIB)
Ada beberapa aplikasi dalam SCM yang dapat diketahui, yaitu :
a. Lot Size / Batch Size (Rata-rata kuantitas order)
b. Network Design pada Supply chain
c. Bullwhip Effect
d. CPFR
Contoh Soal :
Sebuah pabrik motor menerima pesanan sebuah komponen dari sebuah distributor. Rata-rata
permintaan komponen sebanyak 300 unit/hari Harga jual adalah $ 500/komponen sedangkan biaya
produksi yang dikeluarkan pabrik untuk membuat 1 unit adalah $450. Fraksi biaya simpan distributor
adalah 20%/tahun sedangkan fraksi biaya simpan di pabrik adalah 15%/tahun. Setiap kali pemesanan,
distributor harus menanggung biaya sebesar $100, sedangkan pabrik harus menanggung biaya setup
sebesar $125. Berapakah jumlah pesanan ekonomis yang harus dilakukan ?
Diketahui :
D = 300 unit/hari
Pabrik motor = supplier distributor = buyer
Biaya produksi (Ss)= $ 450/unit Sb = $ 500/unit
hs = 15%/tahun hb = 20%/tahun
Cs = $ 125/pesan Cb = $ 100/pesan
Asumsi = 1 tahun = 365 hari
Dijawab :
Hs = $ 450/unit x 15%/tahun = $ 67,5/unit/tahun
Hb = $ 500/unit x 20%/tahun = $100/unit/tahun
D = d x 365
= 300 x 365
= 109.500 unit/tahun
Perhitungan EOQ tanpa koordinasi (hanya melibatkan data buyer)
Q = 2 /
= 2 (100)(109.500)/ 100
= 219000
= 467.97 468 unit
Q (b,s) = 2 ( + )/ ( + )
= 2(109.500)( 125 + 100)/ (67,5 + 100)
= 542,38 543 unit
Tabel 1 menunjukkan manfaat dari koordinasi pada supply chain. Dengan koordinasi, sistem
secara total akan memperoleh penghematan biaya-biaya persediaan. Namun, perlu dicermati bahwa
dengan melakukan koordinasi, menjadikan biaya yang ditanggung pembeli meningkat. Ini berarti
bahwa perubahan pada kebijakan pemesanan tidak selalu menguntungkan kedua belah pihak. Pembeli
tentulah tidak akan mudah mengubah kebijakannya karena jelas dia akan rugi. Tetapi bila mekanisme
koordinasi ini diikuti dengan pembagian keuntungan yang adil, kedua belah pihak akan
mendapatkan keuntungan karena secara total biaya yang ditanggung kedua belah pihak/total ongkos
sistem menurun.
Pembagian keuntungan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan
memberikan bonus atau diskon terhadap pembeli. Apabila kedua belah pihak memiliki posisi tawar
yang seimbang maka penghematan total dibagi sama rata. Misalnya, dari tabel 1 diperoleh
penghematan biaya sistem adalah $ 990,05, maka kedua belah pihak akan mendapatkan bagian
sebesar 445,025.
B. Network Design pada Supply chain
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam membuat network design :
1. Jumlah dan lokasi fasilitas
2. Bagaimana menentukan fasilitas
3. Alokasi fasilitas
4. Pangsa pasar
Network design merupakan jaringan distribusi dalam supply chain. Perhitungan pada jaringan
distribusi dimaksudkan agar mencari biaya distribusi yang paling minimal. Ada dua cara untuk
menentukan jalur distribusi yang paling optimal, yaitu :
1. Metode heuristik
2. Metode matematis
Berikut ini merupakan sebuah kasus tentang network design pada supply chain :
Facility /Warehouse P1 P2 C1 C2 C3 C4
W1 2 5 3 2 3 4
W2 4 3 5 4 2 5
Kapasitas/Permintaan 80.000 40.000 10.000 20.000 40.000 30.000
Penyelesaian :
1. Metode heuristik
C1 = 10.000
2 W1 3
P1 = 80.000 2
4 3
4 C2 = 20.000
5 5 4
W2 2 C3 = 40.000
P2 = 40.000 3
5
C4 = 30.000
C4 = 30.000
Metode Matematis
Jika : Xijpw = aliran dari pabrik i ke gudang j
Xijpw = aliran dari gudang j ke pelanggan k
Maka Tujuan / Objective :
Min Z = x
Berdasarkan pada soal di atas, maka penyelesaian dengan metode matematis adalah sebagai
berikut :
Min Z =
211 +412 + 521 +322 +311 +212 +313 +414 +521 +422 +223 +524
Constrain:
1. Capacity Plant 1 = 11 + 12 80.000
2. Capacity Plant 2 = 21 + 22 40.000
3. Demand C1 = 11 + 21 = 10.000
4. Demand C2 = 12 + 22 = 20.000
5. Demand C3 = 13 + 23 = 40.000
6. Demand C4 = 14 + 24 = 30.000
7. Link/Balance Constrain
a. 11 + 12 + 13 + 14 = 11 + 21
b. 21 + 22 + 23 + 24 = 12 + 22
8. Non Negative Integer
a. 0
b. 0
Variabel Keputusan :
11 = Jumlah alokasi dari pabrik 1 menuju warehouse 1
12 = Jumlah alokasi dari pabrik 1 menuju warehouse 2
21 = Jumlah alokasi dari pabrik 2 menuju warehouse 1
22 = Jumlah alokasi dari pabrik 2 menuju warehouse 2
11 = Jumlah alokasi dari warehouse 1 menuju market 1
12 = Jumlah alokasi dari warehouse 1 menuju market 2
13 = Jumlah alokasi dari warehouse 1 menuju market 3
14 = Jumlah alokasi dari warehouse 1 menuju market 4
21 = Jumlah alokasi dari warehouse 2 menuju market 1
22 = Jumlah alokasi dari warehouse 2 menuju market 2
23 = Jumlah alokasi dari warehouse 2 menuju market 3
24 = Jumlah alokasi dari warehouse 2 menuju market 4
Hasil solusi menggunakan software WinQSB adalah sebagai berikut :
Dari solusi di atas dapat diketahui bahwa jalur yang optimal adalah :
60.000 10.000
W1 C1 = 10.000
P1 = 80.000
20.000
C2 = 20.000
30.000
40.000
W2 40.000 C3 = 40.000
P2 = 40.000
C4 = 30.000
Dimana :
S = standard deviasi
X = average
Rumus untuk menghitung standard deviasi adalah sebagai berikut :
2
=1 ( )
=
(1)
Contoh soal adalah sebagai berikut :
Bulan Order Demand
Januari 400 375
Februari 375 350
Maret 525 500
April 500 550
Mei 250 260
Juni 215 200
Juli 300 350
Agustus 415 400
September 450 400
Oktober 500 475
November 525 500
Desember 600 625
S 119.05 121.03
Rata-rata 421.25 415.42
CV 0.28 0.29
BE 0.97
Contoh perhitungan :
(400+375++600)
a.
= 12
= 421.25
2
=1 ( )
So = (1)
(400421.5)2 +(375421.5)2 ++ (600421.5)2
= (121)
= 119.05
b. CVo =
119.05
= 421.25
= 0.28
c. BE =
0.28
= 0.29
= 0.97
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi bullwhip effect karena nilai
BE < 1 (0.97 < 1).
D. Collaborative Planning, Forecasting, and Replenishment (CPFR)
Perbedaan informasi yang dimiliki oleh masing-masing pihak pada supply chain
menyebabkan perkiraan penjualan yang mereka buat bisa sangat berbeda. Misalnya ritel meramalkan
penjualan suatu produk pada suatu periode sebesar 5000 unit, sedangkan distributor, untuk produk dan
wilayah yang sama, meramalkan 8000 unit. Apabila ramalan tersebut dijadikan dasar bagi mereka
untuk menentukan kebijakan pemesanan dan persediaan, padahal yang sebenarnya lebih akurat adalah
ramalan ritel, maka akan terjadi ketimpangan yang besar yang bisa jadi berakibat pada kelebihan
produk di distributor.
Untuk mengurangi permasalahan akibat perbedaan ramalan yang besar antara dua atau lebih
pelaku supply chain, sejumlah perusahaan besar mengembangkan suatu kerja sama perencanaan dan
peramalan yang dinamakan CPFR. Yang inti dari inisial CPFR adalah mengurangi perbedaan antara
ramalan yang dibuat oleh dua atau lebih pelaku pada suatu supply chain, kemudian secara bersama-
sama menentukan kebijakan replenishment. Pada prakteknya masing-masing pelaku (misal ritel dan
distributor) akan sama-sama membuat ramalan secara terpisah. Kedua ramalan kemudian
dibandingkan apabila selisih ramalan diatas suatu angka batas tertentu, keduanya harus melakukan
review atas angka-angka ramalan mereka sampai akhirnya diperoleh angka-angka yang selisihnya
dibawah batas tadi.
Pada industri ritel (dimana ritel sebagai pembeli dan pabrik sebagai penjual), ada empat
proses yang masuk pada model CPFR yaitu :
Strategy & planning : Menciptakan aturan dasar untuk hubungan kolaboratif. Pada tingkat ini
pembeli maupun penjual menentukan keputusan product mix and placement, kemudian membuat
perencanaan event.
Demand & supply management : membuat proyeksi permintaan pelanggan, order dan kebutuhan
pengiriman selama horizon perencanaan.
Excecution : melakukan pemesanan, menyiapkan dan melakukan pengiriman, menerima dan
menyimpan produk di rak ritel, mencatat transaksi penjualan, serta melakukan pembayaran.
Analysis : memonitor perencanaan dan eksekusi, terutama kalau ada hal-hal yang terjadi diluar
rencana. Hasilnya digunakan untuk menghitung kinerja dan sebagai dasar untuk melakukan
perbaikan berkelanjutan.
Pada masing-masing dari empat proses diatas, ada 2 aktifitas kolaboratif yang dilakukan oleh
kedua belah pihak (pembeli dan penjual). Pada fase strategy dan planning, yang dilakukan adalah
collaborative arragement dan joint bussines plan. Aktivitas collaborative arragement untuk
menentukan sasaran kolaborasi, mendefinisikan ruang lingkup, dan tanggung jawab masing-masing
pihak. Sedangkan aktivitas joint bussines plan pada intinya adalah mengidentifikasikan event yang
mempengaruhi penjualan seperti promosi, pembukaan/penutupan toko, perubahan kebijakan
persediaan, dan pengenalan produk baru. Pada fase demand & supply management, ada aktivitas
peramalan permintaan dan peramalan /perencanaan order. Pada fase eksekusi, ada aktivitas order
generation dan order fulfillment. Order generation adalah aktivitas mengubah ramalan menjadi
pesanan yang definitif, sedangkan order fulfillment mencakup produksi, pengiriman, dan display
produk di rak toko sehingga dibeli oleh konsumen. Sedangkan fase analisis terdiri dari exception
management dan performance assessment.