Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI FOTO

ACARA : BENTANG ALAM FLUVIAL

Disusun Oleh:
Wahyu Prasetyo
21100113120011

LABORATORIUM GEOMORFOLOGI DAN


GEOLOGI FOTO
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
APRIL 2014
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto, acara Bentang Alam


Fluvial yang disusun oleh praktikan bernama Wahyu Prasetyo, ini telah disahkan
pada:
hari :
tanggal :
pukul :
Sebagai tugas laporan praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto mata
kuliah Geomorfologi.

Semarang, 03 April 2014


Asisten Acara, Praktikan,

Fauzu Nuriman Wahyu Prasetyo


NIM. 21100112120010 NIM. 21100113120011
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Maksud ................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .................................................................................................. 1
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum ........................................ 1
BAB II DASAR TEORI
2.1 Pengertian Bentang Alam Fluvial ....................................................... 2
2.2 Macam-macam proses fluvial .............................................................. 2
2.3 Macam-macam proses fluvial .............................................................. 3
2.4 Macam-macam Bentang Alam Fluviatil .............................................. 5
2.5 Genesa Pembentukan lembah Sungai .................................................. 8
2.6 Morfometri ........................................................................................... 9
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan ...................................................................................... 10
3.2 Diagram Alir ......................................................................................... 10
BAB IV MORFOMETRI
4.1 Sayatan Satuan Struktural Rapat ........................................................... 13
4.2 Sayatan Satuan Struktural Renggang .................................................... 14
4.3 Satuan Fluvial ....................................................................................... 16
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Satuan Delineasi Fluvial ....................................................................... 18
5.2 Satuan Delineasi Denudasional ............................................................. 20
5.3 Satuan Struktural Rapat ........................................................................ 21
5.4 Satuan Struktural Renggang .................................................................. 23
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 25
6.2 Saran ..................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola-pola Pengaliran Sungai .......................................................... 5


Gambar 2.2 Sungai Teranyam ............................................................................ 6
Gambar 2.3 Endapan Gosong ............................................................................ 6
Gambar 2.4 Tanggul Alam ................................................................................. 7
Gambar 2.5 Kipas Aluvial .................................................................................. 7
Gambar 2.6 Delta ............................................................................................... 8
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Van Zuidam ..................................................................... 9


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
Menentukan tentang delineasi dari suatu bentang alam.
Menggambarkan pola pengaliran sungai dari bentang alam fluvial.
Mencari perhitungan morfometri dari persen kelerengan dan beda tinggi
dari bentang alam fluvial.
Membuat profil eksagrasi dari sayatan peta topografi.
Memahami tentang bentang alam fluvial baik penjelasan, proses
pembentukannya serta hal-hal yang terkait dalam bentang alam fluvial.

1.2 Tujuan
Dapat menentukan tentang delineasi dari suatu bentang alam.
Dapat menggambarkan pola pengaliran sungai dari bentang alam
fluvial.
Dapat mencari perhitungan morfometri dari persen kelerengan dan beda
tinggi dari bentang alam fluvial.
Dapat membuat profil eksagrasi dari sayatan peta topografi.
Dapat memahami tentang bentang alam fluvial baik penjelasan, proses
pembentukannya serta hal-hal yang terkait dalam bentang alam fluvial.

1.3 Waktu Pelaksanaan Praktikum


Praktikum Laboratorium :
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Maret 2014
Pukul : 15.30 WIB - Selesai
Tempat Pelaksanaan : Ruang GS 302 Gedung Pertamina Sukowati,
Teknik Geologi, Universitas Diponegoro,
Semarang.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Bentang Alam Fluvial


Bentang alam fluvial adalah satuan geomorfologi yang
pembentukannya erat hubungannya dengan proses fluviatil. Proses fluviatil
adalah semua proses yang terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang
mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang
disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang merupakan air yang
mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak terkonsentrasi
(sheet water).
Proses fluviatil akan menghasilkan suatu bentang alam yang khas
sebagai akibat tingkah laku air yang mengalir di permukaan. Bentang alam
yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena proses
sedimentasi yang dilakukan oleh air permukaan. Perlu diketahui bahwa air
permukaan merupakan salah satu mata rantai dari siklus hidrologi. Adanya
air permukaan sangat dikontrol oleh adanya air hujan, sedangkan besar
kecilnya jumlah air permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
antara lain kelerengan, iklim, litologi dan nilai curah hujan. Sungai
merupakan aliran air yang dibatasi suatu alur yang mengalir ke tempat /
lembah yang lebih rendah karena pengaruh gravitasi. Sungai termasuk
sungai besar, sungai kecil maupun anak sungai.
Pada pembuatan delineasi suatu bentang alam, bentang alam fluvial
pada peta topografi biasanya diberi warna hijau, yang mana meliputi sungai
utama dan juga dataran banjir yang ada di pinggiran sungai utama tersebut.

2.2 Macam-macam proses fluvial


Proses fluviatil dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:
1. Proses erosi
Menurut Sukmana, 1979, proses erosi adalah suatu proses atau
peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh
pergerakan air atau angin. Sedangkan Arsyad, 1982, mendefinisikan
proses erosi sebagai peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atu
bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami.
Menurut Holy,1980, berdasarkan agen penyebabnya, agen penyebab
erosi dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu erosi oleh air, erosi oleh
angin, erosi oleh gletser dan erosi oleh salju. Dalam bentang alam ini,
agen penyebab erosi yang paling dominan adalah air.
2. Proses Transportasi
Proses transportasi adalah proses perpindahan/pengangkutan
material yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai
sebagai efek dari gaya gravitasi.
3. Proses Sedimentasi
Adalah proses pengendapan material karena aliran sungai tidak
mampu lagi mengangkut material yang di bawanya. Apabila tenaga
angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran besar dan
lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu, baru kemudian material
yang lebih halus dan ringan.
Bagian sungai yang paling efektif untuk proses pengendapan ini
adalah bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan sungai,
karena biasanya pada bagian kelokan ini terjadi pengurangan energi yang
cukup besar.
Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan
besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi
semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin halus.

2.3 Pola pengaliran


Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya dapat
membentuk suatu pola atau system tertentu yang dikenal sebagai pola
pengaliran. Pola ini dapat dibedakan menjadi beberapa variasi bergantung
struktur batuan dan variasi litologinya.
a. Pola pengaliran rectangular, dimana anak sungai dan induk
sungainya membentuk sudut tegak lurus. Biasanya terdapat pada
daerah patahan yang bersistem teratur.
b. Pola pengaliran sejajar, dimana pola yang arah alirannya sejajar.
Pola ini berkembang pada daerah lereng mempunyai kemiringan
nyata.
c. Pola pengaliran dendritik, dimana pola pengalirannya berbentuk
cabang pohon ynag berarah dan tidak beraturan. Berkembang pada
daerah dengan resistensi beragam.
d. Pola pengaliran trellis, pola yang bernentuk seperti daun dengan
anak-anak sungai sejajar. Biasanya memanjang dan sejajar dengan
jurus perlapisan batuan.
e. Pola pengaliran radial, yaiu pola pengaliran yang arah-arah
pengalirannya menyebar ke segala arah dari satu pusat. Biasanya
berkembang pada kerucut gunung api, kubah stadia muda, dan bukit
kerucut.
f. Pola pengaliran annular, yaitu pola pengaliran dimana anak
sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar, seiring dijumpai
pada daerah kubah stadia dewasa.
g. Pola pengaliran multi basinal, disebut juga sink hole yaitu pola
pengaliran yang tidak sempurna, kadang tampak kadang hilang.
Berkembang pada daerah karst.
h. Pola pengaliran contorted, adalah pola pengaliran yang arahnya
berbalik dari arah semula. Pola ini terdapat pada daerah patahan.
Gambar 2.1 Pola-pola Pengaliran Sungai
Pola pengaliran dalam suatu peta topografi umumnya untuk sungai
yang besar (sungai utama) biasanya diberi warna biru tua, untuk sungai
kecil (anak sungai) biasanya diberi warna biru muda. Sedangkan pada jala
diberi warna merah.

2.4 Macam-macam Bentang Alam Fluviatil


Bentang alam fluviatil dapat dibedakan menjadi beberapa macam
berdasar proses pembentukannya, antara lain:
a. Sungai teranyam (braided stream)
Sungai teranyam terbentuk pada bagian hilir sungai yang
mempunyai kemiringan datar atau hampir datar. Pembentukannya
dikarenakan oleh erosi yang berlebihan pada daerah hulu sungai
sehingga terjadi pengendapan pada bagian alurnya dan membentuk
gosong tengah (channel bar). Karena adanya gosong yang banyak dan
berjajar (berderet), maka alirannya memberikan kesan teranyam.
Gambar 2.2 Sungai Teranyam
b. Bar deposit (endapan gosong)
Adalah endapan sungai yang terdapat pada bagian tepi atau
tengah alur sungai. Endapan pada tengah alur disebut sebagai gosong
tengah (channel bar) sedang endapan pada tepi disebut sebagai gosong
tepi (point bar).

Gambar 2.3 Endapan Gosong


c. Tanggul alam (natural levee)
Adalah tanggul yang terbentuk secara alamiah, hasil
pengendapan luapan banjir dan terdapat pada tepi sungai sebelah
menyebelah. Material pembentuk tenggul alam berasal dari material
hasil transportasi sungai saat banjir dan diendapkan di luar saluran
sehingga membentuk tanggul-tanggul sepanjang aliran
Gambar 2.4 Tanggul Alam
d. Kipas alluvial (alluvial fan)
Adalah bentang alam alluvial yang terbentuk oleh onggokan
material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu
dataran di depan gawir. Biasanya tersusun oleh perselingan pasir dan
lempung unconsolidated sehingga merupakan lapisan penyimpan air
yang cukup baik.

Gambar 2.5 Kipas Aluvial


e. Delta
Adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir
setelah masuk pada daerah base level. Selanjutnya akan dibahas
sendiri pada bab bentang alam pantai dan delta
Gambar 2.6 Delta

2.5 Genesa Pembentukan lembah Sungai


Siklus lembah sungai dibagi menjadi tiga tingkatan (stadia) yaitu
muda dewasa dan tua :
a. Stadia muda, dicirikan oleh:
- biasanya di daerah hulu
- sungai sangat aktif, erosi berlangsung cepat
- erosi vertikal lebih kuat daripada erosi lateral
- lembah sungai mempunyai profil berbentuk V
- gradien sungai curam, terdapat jeram dan air terjun
- anak sungai sedikit dan kecil
- aliran sungai deras (energi pengangkutan besar)
- bentuk sungai relatif lurus
b. Stadia dewasa, ditandai oleh:
- kecepatan aliran mulai berkurang
- gradien sungai sedang, tidak terdapat jeram dan air terjun
- mulai terbentuk dataran banjir dan tanggul alam
- erosi lateral (ke samping) lebih kuat dari erosi vertikal
- mulai terbentuk meander sungai
- pada tingkat ini sungai mencapai kedalaman paling besar
c. Stadia tua, ditandai oleh:
- kecepatan aliran semakin berkurang
- lebih banyak sedimentasi daripada erosi
- berkembang di daerah hilir
- banyak terbentuk sungai meander, danau tapal kuda dan tanggul alam
- terjadi pelebaran lembah walaupun sangat lembat

2.6 Morfometri
Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan, sebagai
aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga klasifikasi semakin tegas
dengan angka angka yang jelas.
Rumus kemiringan lereng dari peta topografi dan foto udara :

Rumus:

% = 100% h = n IK

1
= 2000
d = p Skala peta

Keterangan:
h : perbedaan ketinggian
IK : indeks kontur
n : jumlah sayatan yang melewati
d : Jarak titik tertinggi dengan terendah (m)
p : jarak sayatan yang terbentuk
Tabel 2.1 Hubungan kelas relief - kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian.
(sumber: Van Zuidam,1985)
Klasifikasi Relief % Relief Beda Tinggi
Datar 02 < 50
Bergelombang landai 37 5 50
Bergelombang curam 8 13 25 75
Berbukit bergelombang 14 20 50 200
Berbukit terjal 21 55 200 500
Pegunungan sangat terjal 56 140 500 1000
Pegunungan sangat curam > 140 >1000
BAB III
METODOLOGI

3.1 Praktikum Laboratorium


3.1 Alat
- Pulpen
- Pensil dan Karet Penghapus
- Penggaris
- Pensil warna
- Isolasi bening
- Gunting
3.2 Bahan
- Peta Topografi
- Kertas millimeter blok
- Kertas kalkir minimal ukuran A4 dua kertas
3.3 Diagram Alir
3.3.1 Pembuatan Delinasi

Mulai

Menyiapkan alat alat dan bahan yang dibutuhkan

Menaruh kertas kalkir di atas peta topografi

Mengamati dan membuat garis perbatasan antara kontur rapat,


kontur renggang, daerah denudasional da fluvial
Mewarnai bagian kontur rapat dengan warna ungu tua kontur yang
renggang dengan warna ungu muda, daerah denudasional dengan
warna coklat dan fluvial warna hijau

Selesai

3.3.2 Mencari persen kelerengan dan beda tinggi suatu daerah fluvial

Mulai

Menyiapkan alat alat dan bahan yang dibutuhkan

Taruh kertas kalkir di atas peta topografi

Membuat sayatan yang memotong 5 kontur (renggang dan rapat)


pada peta topografi dan menentukan titik tertinggi dan terendah
dari masing-masing kontur. Serta 5 sayatan pada daerah fluvial
dengan jarak 1 kontur di dekatnya

Menghitung besar persentase, menghitung nilai beda


tinggi dari masing masing kontur dan menentukan
klasifikasi dataran
Selesai

3.3.3 Sayatan pada Peta Topografi

Mulai

Menyiapkan alat alat yang dibutuhkan

Taruh kertas kalkir di atas peta topografi

Memberikan sayatan sepanjang 25-30 cm pada peta topografi


yang melewati daerah struktural rapat, struktural renggang,
denudasional dan fluvial

Membuat profil exagrasi pada milimeter block

Selesai
3.3.4 Membuat Pola Pengaliran Sungai dan Jalan

Mulai

Menyiapkan alat alat yang dibutuhkan

Taruh kertas kalkir di atas peta topografi

Membuat pola pengaliran sungai dan jalan sesuai dengan


ketentuan

Selesai
BAB IV
MORFOMETRI

4.1 Sayatan Satuan Struktural Kotur Rapat


Rumus rumus dasar penghitungan :

Rumus:

% =
100% h = 5 12,5 = 62,5
1
= 2000
25000 = 12,5 d = n 25000

Sayatan A
o n = 0, 6 cm
o d = 0, 6 25000 = 15000 cm = 150 meter
62,5
o % = 150
100% = 41,7%

Sayatan B
o n = 0, 7 cm
o d = 0, 7 25000 = 175000 cm = 175 meter
62,5
o % = 175
100% = 35,7%

Sayatan C
o n = 0, 7 cm
o d = 0, 7 25000 = 175000 cm = 175 meter
62,5
o % = 175
100% = 35,7%

Sayatan D
o n = 0, 8 cm
o d = 0, 8 25000 = 20000 cm = 200 meter
62,5
o % = 100% = 31,5%
200
Sayatan E
o n = 0, 5 cm
o d = 0, 5 25000 = 12500 cm = 125 meter
62,5
o % = 100% = 50%
125

Rata-rata sayatan satuan struktural kontur rapat


41,7%+35,7%+35,7%+31,25%+50%
Rata-rata kelerengan
5

38,9%

Setelah Prosentase kelerengan di rata-rata morfologi satuan struktural


kontur rapat menurut klasifikasi Van Zuidam adalah Berbukit Terjal
Sedangkan beda tinggi pada morfologi ini diperoleh

Top Hill Down Hill = 770 500 = 270 meter

4.2 Sayatan Satuan Struktural Kontur Renggang


Rumus rumus dasar penghitungan :

Rumus:

% = 100% h = 5 12,5 = 62,5

1
= 2000
25000 = 12,5 d = n 25000

Sayatan F
o n = 2, 9 cm
o d = 2, 9 25000 = 72500 cm = 725 meter
62,5
o % = 725
100% = 8,6%

Sayatan G
o n = 2, 5 cm
o d = 2,5 25000 = 62500 cm = 625 meter
62,5
o % = 625
100% = 10 %
Sayatan H
o n = 1, 8 cm
o d = 1, 8 25000 = 45000 cm = 450 meter
62,5
o % = 100% = 13,9%
450

Sayatan I
o n = 1, 5 cm
o d = 1, 5 25000 = 37500 cm = 375 meter
62,5
o % = 375
100% = 16,7%

Sayatan J
o n = 2,1 cm
o d = 2,1 25000 = 52500 cm = 5255 meter
62,5
o % = 525
100% = 11,9%

Rata-rata sayatan satuan struktural kontur renggang


8,6%+10%+13,9%+11,9%+16,7%
Rata-rata kelerengan
5

12,2 %

Setelah Prosentase kelerengan di rata-rata morfologi satuan struktural


kontur renggang menurut klasifikasi Van Zuidam adalah Bergelombang
Curam Berbukit bergelombang.
Sedangkan beda tinggi pada morfologi ini diperoleh

Top Hill Down Hill = 332 m 172 m = 160 m

4.3 Sayatan Satuan Fluvial


Rumus rumus dasar penghitungan :

Rumus:

% =
100% h = 1 12,5 = 12,5
1
R = 2000
25000 = 12,5 d = n 25000
a

Sayatan K
o n = 0, 8 cm
o d = 0, 8 25000 = 20000 cm = 200 meter
12,5
o % = 200
100% = 6,25%

Sayatan L
o n = 1, 2 cm
o d = 1, 2 25000 = 30000 cm = 300 meter
12,5
o % = 300
100% = 4,1 %

Sayatan M
o n = 0,6 cm
o d = 0,6 25000 = 15000 cm = 150 meter
12,5
o % = 150
100% = 8,3%

Sayatan N
o n = 0,5 cm
o d = 0,5 25000 = 12500 cm = 125 meter
12,5
o % = 125
100% = 10%

Sayatan O
o n = 0, 3 cm
o d = 0, 3 25000 = 7500 cm = 75 meter
12,5
o % = 100% = 16,7%
75

Rata-rata sayatan satuan Fluvial


6,25%+10%+4,1%+8,3%+16,7%
Rata-rata kelerengan
5

9,07 %

Setelah Prosentase kelerengan di rata-rata morfologi satuan Fluvial


menurut klasifikasi Van Zuidam adalah Bergelombang Curam.
BAB V
PEMBAHASAN

Pada hari kamis tanggal 27 Maret 2014 dilaksanakan praktikum yang kedua
Geomorfologi dan Geologi Foto dengan acara yang kedua yaitu Bentang Alam Fluvial.
Bentang alam fluvial adalah satuan geomorfologi yang pembentukannya erat
hubungannya dengan proses fluviatil. Proses fluviatil adalah semua proses yang terjadi di
alam baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk
permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang merupakan air
yang mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak terkonsentrasi (sheet
water).
Pada praktikum ini akan dibahas 4 macam pembahasan yakni satuan delneasi
fluvial, satuan delineasi denudasional, satuan struktural rapat dan renggang. Berikut hasil
pembahasan dari praktikumnya:
5.1 Satuan Delineasi Fluvial
Suatu bentang alam fluvial dalam peta topografi digambarkan dengan
bentuk yang berkelok-kelok dan ada yang memanjang. Umumnya pada
sungai besar di peta topgrafi digambarkan dengan dua buah garis.
Sedangkan sungai kecil atau anak sungai biasanya pada peta topografi
digambarkan dengan satu garis.
Pada delineasi bentang alam fluvial biasanya diwarnai dengan warna
hijau. Delineasi dari bentang alam fluvial tersebut mencangkup dari sungai
besar (sungai utama) dan juga dataran banjir yang ada di pinggiran sungai
besar. Sedangkan untuk sungai kecilnya sendiri tidak diberi warna untuk
delineasinya. Pada pewarnaan pola aliran sungainya, untuk sungai besar
diberi warna biru tua sedangkan pada sungai kecil (anak sungai) diberi
warna biru muda. Sedangkan pad jalan diberi warna merah.
Pada peta topografi di daerah Randudongkal dan sekitarnya ini
delineasi bentang alam fluvial melewati sungai Tjomal, sungai Wakung,
sungai Genitri, sungai Arus, sungai Subah, sungai Glagan dan sungai
Bedjasa. Dari beberapa sungai yang dilewati delineasi bentang alam fluvial
dikarenakan selain terdapat endapan banjir di pinggiran sungai sungai
tersebut juga karena sungai sungai tersebut merupakan sungai utama yang
mana dai sungai utama tersebut terdapat cabang cabang anak sungai yang
banyak. Dan juga merupakan transportasi air utama ketika terjadi hujan
maupun tidak terjadi hujan.
Pada perhitungan morfometri yang di dapat pada satuan delineasi
fluvial ini di dapat 5 sayatan sebagai samplenya, masing masing
mempunyai persen kelerengan antara lain 6,25%, 10%, 4,1%, 8,3% dan
16,7%. Dari kelima sample sayatan tersebut didapat rata rata 9,07 %. Dan
dari hasil rata rata tersebut menurut klasifikasi Van Zuidam termasuk
daerah yang bergelombang curam.
Pada pola pengaliran sungainya untuk sungai yang besar diberi warna
biru tua sedangkan sungai kecil diberi warna biru muda. Pola pengaliran
sungai yang ada pada peta topografi ini termasuk ke dalam jenis denditrik.
Disebut denditrik karena bentuk pola alirannya berbentuk seperti pohon yang
mana cabang-cabang anak sungainya arahnya tidak beraturan. Dan
diinpretasikan bahwa daerah Randudongkal memiliki batuan yang resistensinya
seragam, lapisan sedimen mendatar, batuan beku massif atau daerah lipatan.
Sehingga pola sungai yang ada di daerah Randudongkal ini termasuk pola
pengaliran denditrik.
Kenampakan morfologi bentang alam fluvial yang ada di daerah
Randudongkal dan sekitarnya ini antara lain terdapan endapan gosong (Bar
deposit). Endapan gosong tersebut yang dapat dilihat di bagian tepi atau
tengah alur sungai. Endapan pada tengah alur disebut sebagai gosong tengah
(channel bar) sedang endapan pada tepi disebut sebagai gosong tepi (point
bar). Terdapat endapan gosong (Bar deposit) tersebut karena poses fluviatil
yang terjadi di sungai sungai yang ada di daerah Randudongkal ini dapat
diinpretasikan bahwa sewaktu tejadi proses transportasi aliran sungai, aliran
sungai tersebut membawa material material yang cukup banyak sewaktu
terjadi banjir. Setelah energi transportasi aliran sungai tersebut melemah
(aliran sungai kembali normal) maka material material yang berukuran
besar dan berat akan terendapkan di tengah sungai bila sungai tersebut tidak
ada kelokannya sehingga terbentuk channel bar. Sedangkan pada sungai
yang ada kelokannya otomatis bila energi transportasi airnya tidak cukup
kuat maka material material yang berukuran besar dan berat akan
terendapkan di tepi sungai, sehingga terbentuklah point bar. Selain endapan
gosong, sungai sungai yang ada di daerah Randudongkal ini bisa saja
terbentuk tanggul alam. Tanggul alam tersebut merupakan hasil
pengendapan luapan banjir dan terdapat pada tepi sungai sebelah
menyebelah. Material pembentuk tenggul alam berasal dari material hasil
transportasi sungai saat banjir dan diendapkan di luar saluran sehingga
membentuk tanggul-tanggul sepanjang aliran sungainya. Dari kedua macam
kenampakan morfologi yang dapat di temukan di sungai sungai yang ada
di daerah Randudongkal ini selain karena proses fluviatilnya juga karena
genesa dari sungainya tersendiri. Sungai sungai yang ada di daerah
Randudongkal ini dapat diinpretasikan termasuk ke dalam stadia dewasa,
dikarenakan karena banyak terdapat meander (kelokan) sungai. Dimana dari
meander tersebut bisa terbentuk point bar maupun channel bar. Umumnya
sungai yang ada di peta topografi tersebut adalah stadia dewasa, namun ada
yang satadia muda tepatnya di daerah struktural rapat karena merupakan
hulu sungai.

5.2 Satuan Delineasi Denudasional


Pada satuan delineasi denudasional ini dapat diwarnai dengan warna
coklat. Dikatakan daerah denudasional karena daerahnya yang konturnya
jarang atau sangat renggang dan adanya keseragaman relief sehingga pada
daerah ini biasanya ditempati pemukiman penduduk serta jalan.
Pada satuan delineasi denudasional di daerah Randudongkal dan
sekitarnya ini meliputi daerah Sikasur, Simpur, Bantarpari, Sumurkidang,
Kebandingan, Semaja, Semaja 2, Semingkir, Semingkir 1, Karangmontjol,
Karanganjar, Pringtaliamba, Kedunglandji, Bangkot, Slebak 1, Slebak 2,
Karangemplak, Bandjaranjar, Mursid, Tjomal, Bogo 1, Bogo 2, Geger
Nagarunting, Igir Kletjer, Katam, Kemiri Sewu, Babakan, Panusupan,
Tireme dan Randudongkal.
Kenampakan yang bisa dilihat di satuan delineasi denudasional ini
antara lain daerah pemukiman penduduk, jalan serta daerah yang berkontur
jarang. Adanya keseragaman relief muka bumi yang menjadikan daerah ini
disebut daerah denudasional, sehingga memungkinkan aktivitas manusia
lebih berkembang. Hal itu ditandai dengan banyaknya pemukiman
penduduk serta jalan jalan yang digunakan warga sebagai penunjang
aktivitas kesehariannya.

5.3 Struktural Rapat


Pada delineasi di struktural rapat ini diberi warna ungu tua. Termasuk
daerah dengan struktural rapat dikarenakan jarak antar kontur pada intesitas
rapat hingga sangat rapat. Dan kenampakannya daerahnya yang curam.
Pada peta topografi daerah Randudongkal dan sekitarnya ini yang
termasuk daerah struktural rapat antara lain daerah G. Wisnu, G.
Wadasgumantung, Djangkung, G. Djenggol, Mentek, G. Tukung, Igir
Sibenda, G. Tjeaula, G. Mritja, Kaliurang, Binangun, Mritja, Igir Krikil,
Krikil, Djumleng, Djumleng 2, G. Tugel, G. Serut, Sibedil 1, Sibedil 2,
Benda, Karangsengon dan Salam.
Pada perhitungan morfometri yang di dapat pada satuan struktural
rapat ini di dapat 5 sayatan sebagai samplenya, masing masing
mempunyai persen kelerengan antara lain 41,7%, 35,7%, 50%, 35,7% dan
31,25%. Dari kelima sample sayatan tersebut didapat rata rata 38,9%.
Pada daera struktural rapat Top hill nya di dapat di ketinggian 770 meter,
sedangkan Down hill nya didapat ketinggian 500 meter. Sehingga beda
tingginya didapat 270 meter. Dan dari hasil rata rata tersebut dan hasil
perhitungan beda tingginya menurut klasifikasi Van Zuidam termasuk
daerah yang berbukit terjal.
Pola pengaliran sungai yang didapat daerah struktural rapat ini adalah
pola pengaliran denditrik. Disebut denditrik karena bentuk pola alirannya
berbentuk seperti pohon yang mana cabang-cabang anak sungainya arahnya
tidak beraturan. Dan diinpretasikan bahwa daerah struktural rapat ini memiliki
litologi yang resistensinya seragam, lapisan sedimen mendatar, batuan beku
massif atau daerah lipatan. Sehingga pola sungai yang ada di daerah struktural
rapat ini termasuk pola pengaliran denditrik.
Sungai yang ada pada daerah struktural rapat ini dapat diinpretasikan
termasuk ke dalam stadia muda. Dapat dikatakan stadia muda dikarenakan selain
sebagi hulu sungai, juga karena anak sungai sedikit dan kecil serta bentuk
sungainya yang relatif lurus.
Litologi yang terdapat pada daerah ini dapat diinpretasikan terdapat batuan
beku serta tidak menutup kemungkinan adanya batuan sedimen di daerah struktural
rapat ini walaupun intensitasnya rendah. Adanya batuan sedimen tersebut
menandakan bahwa daerah struktural rapat tersebut sudah mulai adanya proses
pelapukan dan sedimentasi, yang mana umumnya banyak dijumpai di sekitar
sungai. Struktur struktur geologi yang mungkin dapat ditemui pada daerah ini
antara lain kekar kekar yang mana bisa dijumpai di sungai, karena sungai
merupakan zona lemah. Selain itu adanya indikasi sesar dan lipatan tidak menutup
kemungkinan dapat ditemukan di daerah struktural rapat ini. Hal itu dikarenakan
bila adanya indikasi lipatan terdapatnya pada daerah yang memiliki struktural rapat
tiba tiba daerah setelahnya memiliki struktural renggang. Dan indikasi sesar
dapat ditemukan di zona lemah seperti sungai.
Tata guna lahan yang dapat dimanfaatkan di daerah struktural rapat ini
antara lain untuk lahan perkebunan. Potensi positif dari daerah ini selain
untuk perkebunan dan pertanian yaitu untuk obyek wisata dan juga obyek
studi geologi. Sedangkan potensi negatifnya yaitu dapat terjadinya longsor
karena daerah struktural rapat ini termasuk curam.

5.4 Struktural Renggang


Pada delineasi di struktural renggangt ini diberi warna ungu muda. Termasuk
daerah dengan struktural renggang dikarenakan jarak antar kontur pada intesitas
renggang. Dan kenampakannya daerahnya yang tidak begitu curam dan landai.
Pada peta topografi daerah Randudongkal dan sekitarnya ini yang termasuk
daerah struktural renggang antara lain daerah Wisnu, Separuk, Simaling, Bulakan
1, Bulakan 2, Bulakan3, Sodong, Tanda, Genitri, Pedjarakan, Tjengis, dan
Tjempaka.
Pada perhitungan morfometri yang di dapat pada satuan struktural renggang
ini di dapat 5 sayatan sebagai samplenya, masing masing mempunyai persen
kelerengan antara lain 8,6%, 10%, 13,9%, 11,9% dan 16,7%. Dari kelima sample
sayatan tersebut didapat rata rata 12,2%. Pada daera struktural renggang Top hill
nya di dapat di ketinggian 332 meter, sedangkan Down hill nya didapat ketinggian
172 meter. Sehingga beda tingginya didapat 160 meter. Dan dari hasil rata rata
tersebut dan hasil perhitungan beda tingginya menurut klasifikasi Van Zuidam
termasuk daerah yang bergelombang curam.
Pola pengaliran sungai yang didapat daerah struktural renggang ini adalah
pola pengaliran denditrik. Disebut denditrik karena bentuk pola alirannya
berbentuk seperti pohon yang mana cabang-cabang anak sungainya arahnya
tidak beraturan. Dan diinpretasikan bahwa daerah struktural renggang ini
memiliki litologi yang resistensinya seragam, lapisan sedimen mendatar, batuan
beku massif atau daerah lipatan. Sehingga pola sungai yang ada di daerah
struktural renggang ini termasuk pola pengaliran denditrik.
Sungai yang ada pada daerah struktural renggang ini dapat diinpretasikan
sudah mulai termasuk ke dalam stadia dewasa. Dapat dikatakan stadia dewasa
dikarenakan mulai terbentuknya dataran banjir dan tanggul alam di sungai pada
daerah struktural renggan ini dan juga sudah terbentuknya meander sungai.
Litologi yang terdapat pada daerah ini dapat diinpretasikan terdapat batuan
sedimen. Dimana litologi tersebut umumnya dapat ditemukan di sepanjang sungai
pada daerah struktural renggang ini. Struktur struktur geologi yang mungkin
dapat ditemui pada daerah ini antara lain kekar kekar yang mana bisa dijumpai di
sungai, karena sungai merupakan zona lemah. Selain itu adanya indikasi sesar,
indikasi sesar tersebut bisa ditemukan di sungai yang ada kelokan (meander).
Tata guna lahan yang dapat dimanfaatkan di daerah struktural renggang ini
antara lain untuk lahan perkebunan dan juga pemukiman penduduk. Potensi positif
dari daerah ini untuk perkebunan, pertanian dan juga obyek studi geologi.
Sedangkan potensi negatifnya yaitu dapat terjadinya banjir dikarenakan dekat
dengan sungai sungai besar.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Pada satuan delineasi fluvial ini delineasinya diberi warna hijau.
Perhitungan morfomerti yang didapat adalah 9,07% dimana termasuk
daerah yang bergelombang curam. Pola pengaliran di satuan delineasi
fluvial ini termasuk dendritik. Kenampakan morfologi bentang alam
fluvial yang bisa ditemukan yaitu endapan gosong (Bar Deposit) yang
berupa Channel bar dan Point Bar, dan juga tanggul alam. Stadia pada
sungai yaitu dari stadia muda ke stadia dewasa.
Pada satuan delineasi denudasional ini delineasinya diberi warna coklat.
Kenampakan yanb bisa dilihat di daerah ini antara lain pemukiman dan
jalan.
Pada satuan struktural rapat, delineasinya diberi warna ungu tua.
Perhitungan morfometrinya didapat rataan persen kelerengan 38,9%
dengan beda tinggi yaitu 270 meter sehingga termasuk daerah yang
berbukit terjal. Pola pengalirannya berbentuk dendritik dengan stadia
sungainya yaitu stadia muda. Tata guna lahan sebagai perkebunan,
potensi positif sebagai obyek studi geologi dan potensi negatifnya yaitu
longsor.
Pada satuan struktural renggang, delineasinya diberi warna ungu muda.
Perhitungan morfometrinya didapat rataan persen kelerengan 12,2%
dengan beda tinggi yaitu 160 meter sehingga termasuk daerah yang
bergelombang curam hingga berbukit bergelombang. Pola pengalirannya
berbentuk dendritik dengan stadia sungainya yaitu stadia dewasa. Tata
guna lahan sebagai perkebunan dan pemukiman, potensi positif sebagai
obyek studi geologi dan potensi negatifnya yaitu banjir dan longsor.
6.2 Saran
Praktikan agar lebih teliti lagi dalam perhitungan morfometrinya.
Penyampaian materinya sudah cukup bagus tapi terlalu cepat, sehingga
untuk kedepannya agar bisa disesuaikan dengan baik lagi dan agar para
praktikan dapat memahami dengan lebih baik lagi.
Pada acara bentang alam fluvial ini sebaiknya praktikan juga dibawa
ke lapangan secara langsung agar tahu secara lansung bentang alam
fluvial di lapangan
DAFTAR PUSTAKA

http://www.aryadhani.blogspot.com
Diakses pada Selasa, 29 Maret 2014 pukul 21.00 WIB
http://www.geofacts.co.cc/2011/01/van-zuidam.html
Diakses pada Selasa, 29 Maret 2014 pukul 22.15 WIB
http://ipankreview.wordpress.com/category/geomorfologi/
Diakses pada Rabu, 30 Maret 2014 pukul 04.50 WIB
Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: UNS Press
Staff Asisten Geomorfologi dan Geologifoto. 2013. Buku Panduan Praktikum
Geomorfologi dan Geologifoto Edisi - 7, Semarang: Teknik Geologi Undip.

Anda mungkin juga menyukai