Anda di halaman 1dari 8

PSIKODIAGNOSTIK

Rancangan Assessment Setting Pendidikan

OLEH:
NAMA: NURUL FAJRIANI S.
NIM: Q11116515

PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
TUGAS PSIKODIAGNOSTIK

Tawuran Antar Pelajar

Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran sering terjadi diantara pelajar. Namun,
mengapa tawuran antar pelajar ini merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh
masyarakat di Indonesia?. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa tawuran
merupakan salah satu kegiatan rutin dari pelajar yangmenginjak usia remaja. Tawuran antar pelajar
sering terjadi di kota-kota besar yang seharusnya memiliki masyarakat dengan peradaban yang
lebih maju.
Para pelajar remaja yang sering melakukan aksi tawuran tersebut lebih senang melakukan
perkelahian di luar sekolah. Tawuran tersebut telah menjadi kegiatan yang turun-temurun pada
sekolah tersebut. Sehingga tidak heran apabila ada yang berpendapat tawuran sudah membudaya
atau sudah menjadi tradisi pada sekolah tertentu. Masalah ini bukan perkara baru dan jangan
dianggap remeh. Padahal masalah tawuran antar pelajar akan membawa dampak panjang , bukan
hanya bagi pelajar yang terlibat, namun juga untuk keluarga, sekolah, serta lingkungan masyarakat
di sekitarnya.
Perkelahian ini sering terjadi bukan hanya dari pelajar SMA tetapi juga pelajar SMP.
Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korbannnya cenderung meningkat. Tawuran
yang sering terjadi apabila dapat dikatakan hampir setiap bulan, minggu, bahkan mungkin tiap hari
selalu terjadi perkelahian antar pelajar yang kadang-kadang berujung dengan hilangnya pelajar
secara sia-sia.
Pelajar yang seharusnya menimba ilmu di sekolah untuk masa depan yang lebih baik untuk
menjadi penerus bangsa malah berkeliaran di luar. Tawuran pelajar yang terjadi bertubi-tubi, telah
mencapai taraf yang memprihatinkan. Pernahkah kita berfikir, mengapa anak-anak tega
membunuh temannya sendiri? Apakah tidak ada andil dari pihak lain yang menyebabkan anak tega
melakukan tindakan seperti ini?Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar Indonesia
merupakan fenomena yang menarik untuk dibahas dan dicari jalan keluarnya untuk mengatasi
masalah tawuran antar pelajar.
Perkelahian yang dilakukan oleh sesama pelajar ini sangat merugikan pihak selain para
pelajar itu sendiri, dan untuk mencari jalan penyelesaian terbaik dalam menekan permasalahan ini
agar tidak terus menerus dalam kehidupan para pelajar dan tidak berdampak buruk pada masa
depan mereka. Tawuran merupakan suatu kegiatan perkelahian atau tindak kekerasan yang
dilakukan oleh sekelompok orang.
Di Indonesia, tawuran telah menjadi tradisi, atau bahkan budaya. Perilaku menyimpang ini
biasanya diakibatkan oleh masalah-masalah sepeleh atau biasa saja yang disebabkan oleh hal-hal
serius yang menjurus pada tindakan kekerasan.Dan belakangan ini tawuran semakin marak di
kalangan pelajar. Tawuran antar pelajar saat ini sudah menjadi masalah yang sangat mengganggu
ketertiban dan keamanan di lingkungan sekitarnya. Saat ini, tawuran antar pelajar sekolah tidak
hanya terjadi di lingkungan sekolah atau sekitar saja, namun terjadi di jalan-jalan umum, dan
mengakibatkan pengrusakan fasilitas publik. Penyimpangan pelajar ini menyebabkan pihak
sekolah, guru, dan masyarakat yang melihat pasti dibuat bingung dan takut bagaimana untuk
melerainya, sampai akhirnya melibatkan kepolisian.
Hal ini dikarenakan senjata yang dibawa oleh pelajar-pelajar yang dipakai pada saat
tawuran bukan senjata biasa. Bukan lagi mengandalkan keterampilan tangan, tinju satu lawan satu.
Sekarang, tawuran sudah menggunakan alat bantu, seperti benda yang ada di sekeliling (batu dan
kayu). Mereka juga memakai senjata tajam senjata yang bisa merenggut nyawa seseorang.
Contohnya pisau, besi, dan lainnya.Penyimpangan seperti tawuran antar pelajar, menjadi
kerusuhan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang. Yang menjadi pertanyaan adalah
bagaimana bisa seorag pelajar yang tega melakukan tindakan yang ekstrem sampai menyebabkan
hilangnya nyawa pelajar lain hanya karena masalah-masalah kecil?
Tawuran antar pelajar bisa terjadi antar pelajar sesama satu sekolah, ini biasanya dipicu
karena permasalahan kelompok, cenderung akibat pola berkelompok yang menyebabkan
pengelompokan berdasarkan hal-hal tertentu. Misalnya, kelompok anak-anak nakal, kelompok
kutu buku, kelompok anak-anak kantin. Pengelompokan tersebut yang biasanya dikenal dengan
sebutan Gank. Namun, ada juga tawuran antar pelajar yang terjadi antara dua kelompok yang beda
sekolah.
Rancangan wawancara

Di lingkungan sekolah, Penerapan psikodiagnostik dalam bidang ini adalah


memberikan wawancara dan konseling untuk menemukan penyebab masalah tersebut.
Selanjutnya bila memungkinkan dapat dilakukan intervensi dengan berbagai metode
yang sesuai. Salah satu contoh metode yang dilakukan dalam wawancara sebaiknya
menggunakanmetode wawancara face to face. Karena metode ini lebih efektif untuk
melakukan wawancara dibandingkan dengan wawancara melalui telpon. Selain
wawancara, konseling juga bisa membantu untuk memecahkan penyebab terjadinya
tawuran ini.

a. Wawancara orang tua siswa yang bersangkutan


Pertama-tama,

Wawancara

Menurut Kaplan (2013) Wawancara adalah proses interaktif, bahwa peserta (pewawancara
dan yang diwawancarai) mempengaruhi satu dengan yang lainnya . Pewawancara yang baik
adalah seseorang yang mampu mengatur nada bicara dengan baik dalam sebuah wawancara
dengan hangat, terbuka, dan percaya diri. Moleong (dalam Herdiansyah, 2005) mengatakan bahwa
wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa wawancara yaitu interaksi antara dua pihak
yang memiliki maksud tertentu.
Ada pula beberapa macam bentuk wawancara dari beberapa tokoh:
Bentuk-bentuk wawancara (Herdiansyah, 2009):
o Wawancara Terstruktur terkesan seperti interogasi karena sangat kaku dan
pertukaran informasi antara peneliti dengan subjek yang diteliti sangat minim.
o Wawancara Semi-Terstruktur wawancara ini lebih tepat jika dilakukan pada
penelitian kualitatif.
Wawancara Tidak Terstruktur hampir mirip dengan bentuk wawancara semi
terstruktur.

Bentuk Wawancara, dibagi menjadi tradisional dan tidak tradisional (Stewart & Cash, 2014)

1. Bentuk wawancara tradisional berdasarkan fungsinya (Redding dalam Stewart & Cash,
2014):
a. Wawancara Memberi Informasi
Tujuan utamanya adalah saling bertukar informasi secara akurat dan efektif. Sisi ini sekilas
akan terlihar tidak seperti wawancara karena pertanyaan dan jawaban hanya berperan
kecil dalam kejadian tersebut. Wawancara dalam bentuk ini sekedar bertukar fakta, data,
laporan, dan opini dari satu pihak ke pihak lain.
b. Wawancara Mengumpulkan Informasi
Pewawancara memiliki tujuan tertentu untuk mengumpulkan keakuratan, kedalaman, dan
informasi berguna melalui variasi teknik pertanyaan, banyak dibuat dan dipersiapkan
secara matang sebelum wawancara dan kadang dibuat langsung di tempat secara hati-hati
dengan melihat respons secara perasaan, tindakan, dan sikap dari responden.

c. Wawancara Seleksi
Seleksi penting dalam kehidupan kita sebagai perorangan dan organisasi. Bentuk umum
dari wawancara seleksi mengambil tempat antara perekrut yang sedang menyeleksi
pelamar potensial untuk posisi dalam organisasi dan pelamar yang berusaha mendapatkan
posisi tersebut.
d. Meninjau Perilaku Responden
Jika pihak yang diwawancarai memiliki suatu masalah pribadi atau organisasi, pihak-
pihak yang mungkin terlibat dalam wawancara konsultasi di mana pewawancara
berusaha untuk membantu pihak yang diwawancarai untuk mencapai wawasan dalam
sebuah masalah dan kemungkinan dalam menghadapi sebuah masalah.
e. Meninjau Perilaku Pewawancara
Dalam bentuk wawancara, penekanannya pada perilaku wawancara, kinerja, atau sikap.
Pelaku pewawancara sangat penting dalam hubungan konsumen dengan pekerja bagian
pelanggan.
f. Persuasif
Wawancara persuasif terjadi setiap kali salah satu pihak berupaya mengubah atau
memperkuat pemikiran, perasaan, atau bertindak dari pihak lain.

2. Bentuk wawancara non-tradisional berdasarkan fungsinya (Redding dalam Stewart & Cash,
2014):
a. Wawancara yang Terfokus Pada Kelompok
Terdiri atas sekelompok kecil orang sebagai pihak yang diwawancarai dan pewawancara
sangat terampil, dipilih dengan cermat kecil pertanyaan yang fokus pada topik tertentu.
b. Wawancara Telepon
Wawancara melalui telepon menjadi sangat biasa dan kadang mengganggu. Wawancara
telepon nyaman dan tidak mahal. Pewawancara dan responden dapat berbicara dengan
beberapa orang pada saat bersamaan, langsung menjawab atau mengklarifikasi
pertanyaan, didengar dan menerima umpan balik. Masalah utama pada wawancara
telepon adalah kurangnya kehadiran kedua pihak. Mendengar suara tidak sama dengan
mengamati responden, penampilan pewawancara, cara, kontak mata, gerakan wajah,
postur.
c. Wawancara Konferensi Video
Lebih dari 10 tahun kemudian, konferensi video telah berkembang jauh melampaui segala
perkiraan termasuk berbagai jenis wawancara. Karena sinyal visual terbatas pada bagian
atas atau wajah peserta atau gambaran kelompok dalam pihak wawancara, isyarat
nonverbal menjadi lebih sedikit. Hal ini lebih sulit untuk berinteraksi secara bebas dan
alami dengan orang-orang di layar.
d. Wawancara E-mail
Internet tidak memiliki isyarat penting nonverbal dalam wawancara. Salah satu hambatan
untuk diatasi adalah keengganan salah satu pihak untuk mengetik jawaban yang
seharusnya lebih mudah mereka berikan secara langsung atau melalui telepon.
e. Wawancara Virtual
Wawancara virtual mendapatkan banyak perhatian, tetapi makna dan penggunaannya
tergantung pada cara seseorang atau organisasi dalam mengartikan istilah tersebut.

Ada 3 faktor dasar dari pewawancara:


1. Pendekatan Direktif
Pewawancara menetapkan tujuan wawancara dan upaya untuk mengontrol alur, iklim,
formalitas, dan arah wawancara. Pertanyaan akan ditutup dengan singkat, jawaban
langsung. Pendekatan direktif mudah untuk dipelajari, membutuhkan waktu sedikit,
memungkinkan anda mempertahankan kontrol dan mudah untuk meniru dari satu
wawancara ke yang berikutnya.
2. Pendekatan Non-Direktif
Dalam pendekatan nondirektif, responden memiliki kontrol yang signifikan terhadap
materi, panjangnya jawaban, iklim wawancara dan formalitas. Pendekatan non direktif
memungkinkan responden untuk berbagi kontrol. Pertanyaan cenderung terbuka dan netral
untuk memberikan kesempatan maksimal pada responden dan kebebasan untuk merespons.
3. Pendekatan Kombinasi
Peran yang kita mainkan harus membimbing, tetapi tidak mendikte pendekatan. Anda
dapat memilih kombinasi pendekatan direktif dan nondirektif. Terlalu sering pilihan
pendekatan wawancara diatur oleh peran dan harapan masyarakat.

Daftar pustaka

https://media.neliti.com/media/publications/157152-ID-wawancara-sebagai-salah-satu-metode-
peng.pdf

Anda mungkin juga menyukai