Anda di halaman 1dari 34

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, 29 September 2017

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


BLOK MUSKULOSKELETAL

PROBLEM BASED LEARNING


NYERI OTOT DAN SARAF

Tutor: dr.

CHELSEA PUTRI NINGSIH 11020160001


PUTRI YUNAN CHAERUNISYA 11020160011
BAMBANG SUKOCO 11020160019
DWI DENO ZUBIRANTO 11020160038
ANDI ALISA KURNIATI 11020160055
ARMYN DWI PUTRA 11020160069
FUAD AMJAD 11020160082
SELVIANI 11020160100
GITA ANANDA PRATIWI 11020160117
CITRA ANNISA FITRI 11020160129
NURMALA SINTA A 11020160145
NUR ASHIANTY HADIJAH 11020160165
KASUS

Skenario 2:
Seorang laki-laki usia 66 tahun datang ke polklinik dengan keluhan bengkak pada
bagian belakang lutut kiri yang dialami sejak 2 minggu terakhir, awalnya kecil
namun lama kelamaan membesar sehingga terlihat seperti benjolan. Riwayat jatuh
kedepan akibat didorong satu bulan yang lalu. Nyeri jika lutut dibengkokan,
riwayat demam tidak ada, riwayat berobat ada dengan minum obat anti sakit.

KATA SULIT :

Nyeri :Pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan akibat kerusakan


jaringan
Benjolan :Bagian yang bengkak pada dahi (kepala dan sebagainya)
Bengkak :Tumor (Bengkak) dalam konteks gejala infeksi bukan sel kanker
seperti yang umum dibicarakan akan tetapi pembengkakan yang
terjadi pada area yang mengalami infeksi karena meningkatnya
permeabilitas sel dan meningkatnya aliran darah.

Referensi: Dorland WA,Newman. 2010.Kamus Kedokteran Dorland edisi


31.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. P. 702, 1003.

KATA KUNCI :

1. Laki-laki usia 66 tahun


2. Mengeluh bengkak pada bagian belakang lutut kiri sejak 2 minggu terakhir
3. Riwayat jatuh kedepan 1 bulan lalu
4. Awalnya kecil lama kelamaan membesar seperti benjolan
5. Nyeri jika lutut dibengkokan
6. Riwayat demam tidak ada
7. Riwayat obat dengan minum obat anti sakit
PERTANYAAN:

1. Apakah faktor usia mempengaruhi keluhan pada skenario tersebut ?


2. Apa yang menyebabkan bengkak yang awalnya kecil dan lama-kelamaan
meembesar pada bagian belakang pasien ?
3. Bagaimana mekanisme nyeri pada extremitas bawah atau pada pada
benjolan (kista) ?
4. Jelaskan struktur anatomi yang terlibat !
5. Mengapa tidak ada riwayat demam pada skenario tersebut ?
6. Bagaimana langkah diagnosis dari skenario tersebut ?
7. Jelaskan penatalaksanaan berdasarkan skenario tersebut ?
8. Jelaskan Diagnosis Differential (DD) dari skenario tersebut !
9. Jelaskan perspektif islam berdasarkan pada skenario!
JAWABAN PERTANYAAN:

1. Apakah faktor usia mempengaruhi keluhan pada skenario tersebut ?


Jawab :

Bakers cysts merupakan kejadian yang biasanya terjadi pada orang


dewasa dan jarang pada anak anak. Prevalensi Bakers cyst secara signifikan
lebih tinggi pada usia diatas 50 tahun, tanpa kecenderungan untuk ras atau jenis
kelamin. Insiden kista Baker bervariasi tergantung pada kondisi yang
berhubungan.

Meskipun insidensi dan prevalensi Bakers cysts bervariasi, kista ini


umumnya terjadi sekunder akibat patologi intra artikular lainnya pada pasien
dewasa. Pada suatu penelitian dapat diidentifikasi adanya Bakers cyst 4,7% -
37% pada sendi lutut tanpa gejala pada orang dewasa. Penelitian lain
menunjukkan bahwa 42% dari pasien dengan osteoarthritis memiliki Bakers cyst
yang terdeteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi.

Kista Bilateral terlihat pada 16% dari pasien tersebut. Hingga 48%
pasien dengan rheumatoid arthritis dan 21,7% pasien dengan gout arthritis telah
terbukti memiliki Bakers cyst. Pada populasi anak, prevalensi Bakers cyst
jarang. Pada anak-anak pembentukan Bakers cyst primer terdapat pada 95%
kasus.

Bentuk idiopatik mempengaruhi anak-anak antara usia 2 sampai 14


tahun, dua kali lebih sering pada laki-laki. Biasanya tanpa gejala, tetapi dapat
menyebabkan ketidaknyamanan dan keterbatasan gerakan. Pada penelitian yang
lain. Bakers cyst sering pada juvenile rheumatoid arthritis, di mana penelitian
menunjukan 61% terdapat kista dan terdapat hubungan dengan effusi sendi.

2. Apa yang menyebabkan bengkak yang awalnya kecil dan lama-kelamaan


membesar pada bagian belakang pasien?

Jawab:

Lutut dibungkus dalam suatu membrane kedap air yang bagian paling
dalamnya disebut membran synovial.Membran tersebut mensekresi sejumlah kecil
cairan yang disebut cairan synovial yang berfungsi sebagai pelumas dan nutrisi
sendi.

Ketika sendi mengalami iritasi/trauma,membran synovial akan mensekresi


cairan synovial dalam jumlah yang abnormal.Cairan tersebut nantinya akan
mencari jalan keluar melalui bagian paling lemah dari kapsul yang berada
dibagian belakang lutut yang menyebabkan terjadinya penumpukan suatu massa
yang disebut kista sehingga membentuk benjolan.

3. Bagaimana mekanisme nyeri pada extremitas bawah atau pada pada


benjolan (kista) ?

Jawab :

Patogenesis timbulnya Bakers cyst pada orang dewasa berkaitan


dengan adanya saluran hubungan antara sendi lutut dan bursa
gastrocnemiosemimembranosus,serta berkaitan dengan mekanika cairan. Bursa
gastrocnemio-semimembranosus terletak diantara tendon gastrocnemius dan
muskulus semimembranosus dan merupakan gambaran anatomi normal. Bursa ini
berhubungan dengan kapsula sendi lutut melalui celah melintang pada kapsula
posterior setinggi kondilus medial femoralis, di mana tendon gastrocnemius
menyatu dengan kapsula sendi.
Celah berbentuk horisontal berukuran 4 sampai 24 mm. Hubungan antara
bursa dan kapsula sendi hampir tidak terdapat pada anak-anak, dan terdapatnya
celah ini meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Integritas kapsula sendi
menurun sesuai dengan usia, dan menurut teorinya celah tersebut merupakan
akibat dari rupturnya kapsula sendi karena proses degenerasi.
Rauschning mengamati bahwa, ketika tidak ditemukan celah, terlihat
kapsula sendi menipis di daerah yang sama dengan celah dan Bakers cysts
adalah herniasi dari sinovium, seperti yang didalilkan oleh Baker. Adanya
hubungan antara bursa gastrocnemio-semimembranosus dan kapsula sendi,
memungkinkan terjadinya gerakan cairan sinovial diantara dua ruangan (telah
diperlihatkan pada arthrography).
Mekanisme seperti katub memungkinkan cairan hanya mengalir searah
yaitu dari sendi ke dalam bursa. Bakers cyst biasanya bukan merupakan kelainan
tersendiri, kista ini umumnya terkait dengan kelainan intra-artikular. Kelainan
intraartikulermenyebakan adanyan effusi sendi yang meningkatkan tekanan dalam
ruang sendi.
Effusi sendi dan fibrin dipompa dari sendi lutut ke kista, fibrin berfungsi
sebagai katup satu arah yang memblokir kembalinya efusi ke dalam sendi lutut.
Efusi yang terjebak dengan viskositas normal di dalam kista diserap melalui
membran semipermeabel, meninggalkan konsentrat fibrin. Hal ini menjelaskan
sulitnya aspirasi isi kista yang kental dan lengket tersebut.
Kista barker biasanya tidak menimbulkan gejala tetapi, umumnya
penderita kista barker akan mengeluhkan nyeri pada bagian lutut ketika ekstensi
dan fleksi.

4. Jelaskan struktur anatomi yang terlibat !

Anatomi sendi lutut

Sendi lutut merupakan sendi yang terbesar pada tubuh manusia. Sendi ini
terletak pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah. Pada dasarnya
sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio condylaris diantara condylus femoris
medialis, lateralis dan condylus tibiae yang terkait dalam sebuah sendi pelana,
diantara patella dan fascies patellaris femoris.

Gambar 1 : Sendi lutut

1. Tulang pembentuk sendi lutut

Sendi lutut dibentuk dari tiga buah tulang yaitu tulang femur, tulang tibia,
tulang fibula dan tulang patella.

a. Tulang femur

Merupakan tulang panjang yang bersendi keatas dengan pelvis dan


kebawah dengan tulang tibia. Tulang femur terdiri dari epiphysis proksimal,
diaphysis dan epiphysis distalis. Pada tulang femur ini yang berfungsi dalam
persendian lutut adalah epiphysis distalis. Epiphysis distalis merupakan bulatan
sepanjang yang disebut condylous femoralis lateralis dan medialis.

Dibagian proksimal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil yang disebut
epicondilus lateralis dan medialis. Bila dilihat dari depan, terdapat dataran sendi
yang melebar ke lateral yang disebut facies patelaris yang nantinya bersendi
dengan tulang patella. Dan bila dilihat dari belakang, diantara condylus lateralis
dan medialis terdapat cekungan yang disebut fossa intercondyloideal.

Gambar 2a.Tulang Femur Gambar 2b.Tulang Femur

tampak depan tampak belakang

b. Tulang patella

Merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia dengan bentuk


segitiga dan gepeng dengan aspex menghadap kearah distal. Pada permukaan
depan atau anterior tulang patella kasar sedangkan permukaan dalam atau dorsal
memiliki permukaan sendi yang lebih besar dan facies medial yang lebih kecil.

Gambar 3a. Patella tampak depan Gambar 3b. Patella tampak belakang

c. Tulang tibia

Merupakan salah satu tulang tungkai bawah selain tulang fibula, tibia
merupakan tulang kuat satu-satunya yang menghubungkan femur dan tumit kaki.
Seperti halnya tulang femur, tulang tibia dibagi tiga bagian, bagian ujung
proksimal, corpus dan ujung distal bagian dari tulang tibia yang membentuk sendi
lutut adalah bagian proksimal, dimana pada bagian ujung proksimal terdapat
condillus medialis dan tubercullum inter condiloseum lateral. Didepan dan
dibelakang eminentia terdapat fossa intercondilodea anterior dan posterior.

Gambar 4. Tulang Tibia

d. Tulang fibula

Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang, terletak di sebelah lateral dari
tibia juga terdiri dari tiga bagian : epiphysis proximal, diaphysis dan epiphysis
distalis. Epiphysis proximalis membulat disebut capitulum fibula yang
keproximal.

Gambar 5. Fibula
1) Jaringan lunak sekitar sendi lutut

a. Meniscus

Meniscus merupakan jaringan lunak, meniscus pada sendi lutut adalah


meniscus lateralis. Adapun fungsi meniscus adalah:

1. Penyebaran pembebanan

2. Peredam kejut (shock absorber)

3. Mempermudah gerakan rotasi

4. Mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan diserap oleh


meniscus dan diteruskan ke sebuah sendi.

b. Bursa
Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya
gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membrane synovial. Ada
beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain :

1. bursa popliteus

2. bursa supra patellaris

3. bursa infra patellaris

4. bursa subcutan prapatelaris

5. bursa subpatellaris

c. Ligamen-ligamen Sendi Lutut

Ligamen mempunyai sifat yang cukup lentur dan jaringannya cukup kuat
yang berfungsi sebagai pembatas gerakan dan stabilitas sendi.

Ada beberapa ligamen sendi lutut yaitu :


1) Ligamentum cruciatum anterior

Berjalan dari depan fossa intercondyloidea anterior ke permukaan medial condilus


lateralis femoris yang berfungsi menahan hiperekstensi dan menahan bergesernya
tibia ke depan.
2) Ligamentum cruciatum posterior

Berjalan dari facies lateralis condylus medialis femoris menuju ke fossa


intercondylodea tibia yang berfungsi menahan bergesernya tibia ke arah belakang.

3) Ligamentumcollaterallateral
Berjalan dari epicondylus lateralis ke capitulum fibula yang berfungsi menahan
gerakan varus atau samping luar.

4) Ligamentum collateral mediale

Berjalan dari epicondylus medial ke permukaan medial tibia (epicondylus


medialis tibia) yang berfungsi menahan gerakan valgus atau samping dalam
eksorotasi. Namun secara bersamaan fungsi fungsi ligament collateralle
menahan bergesernya tibia ke depan pada lutut 90.

5) Ligamentum patella

Yang merupakan lanjutan dari tendon M. Quadriceps Femoris yang berjalan dari
patella ke tuberositas tibia.

6) Ligamentum retinacullum patella lateral dan medial

Ligament ini berada disebelah lateral dari tendon M. Quadricep Femoris dan
berjalan menuju tibia, dimana ligamen-ligamen ini melekat dengan tuberositas
tibia.

7) Ligamentum popliteum articuatum

Terletak pada daerah condylus lateralis femoris erat hubungannya dengan M.


Popliteum.

8) Ligamentum popliteum oblicum

Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turun menyilang menuju fascia
popliteum yang berfungsi mencegah hyperekstensi lutut.
Gambar 6 : ligamen

d. Otot-otot sendi lutut


a) Otot-otot pada bagian depan tungkai atas (M. Quadriceps Femoris)

Gambar 7. M. Quadriceps

a) M. Rectus Femoris

Origo : Spina iliaca anterior superior

Insertion : Tuberositas tibiae melalui ligament patela

Innervasi : N. Femoralis
Aksio : Ekstensi tungkai bawah

b) M. Vastus Medialis

Origo : Bagian paling caudal line intertrochanterica Labium Mediale linea aspera

Insertion : Tepi medial tendon M. Rectus femoris bagian

Lateral patella Innervasi : N. Femoralis

Aksio : Ekstensi tungkai bawah

c) M. Vastus Intermedius

Origo : Permukaan anterior dan lateral femur

Insertion : Tendon M. Rectus femoris

Innervasi : N. Femoralis

Aksio : Ekstensi tungkai bawah

d) M. Vastus Lateralis

Origo : Permukaan anterior dan caudal trochanter mayor

Insertion : Tepi lateral tendon M.Rectus femoris

Innervasi : N. Femoralis

Aksio : Ekstensi tungkai bawah

b) Otot-otot pada bagian belakang tungkai atas

Gambar 8 : M. Hamstring
a) M. Adductor Magnus

Origo : Ramus ossis ischii

Insertion : 2/3 proximal linea aspera

Innervasi : N. Obturatorius dan N. ischiadicus

Aksio : adduksi-hip

b) M. Piriformis

Origo : Os sacrum, facies pelvic (plexus scaralis)

Insertion : Tepi patella, tuberositas tibia

Innervasi : N. Femoralis

Aksio : Exorotasi dan adduksi hip

c) M. Sartorius

Origo : Sias

Insertion : Tuberositas tibia

Innervasi : N. Femoralis

Aksio : Fleksi-knee dan abduction-hip

d) M. Gracilis

Origo : Ramus inferior ossis pubis

Insertion : Mediale tuberositas tibiae

Innervasi: N. Obturatorius

Aksio : Adduksi-hip dan fleksi

e) M.Gastrocnemius

Origo : - Caput mediale : epicondylus medialis femoris

- Caput laterale : epicondylus lateralis femoris


Insertion : - Tuber calcanei dengan perantara tendo calcanei achilles

- Facies posterior fibulae dan Linea poplitea tibiae

Innervasi : N. Tibialis

Aksio : Fleksi tungkai bawah

f) M. Biceps femoris

Origo : - Caput longum : Tuber ischiadicum

- Caput brevis : Labium lateral linea aspera

Insertion : - Capitulum fibulae

- Condylus lateralis tibiae

Innervasi : - N. Tibialis

- N. Peroneus Communis

Aksio : Fleksi pada articulation coxae

g) M. Semitendinosus

Origo : Tuber ischiadicum

Insertion : Tuberositas tibiae (medial)

Innervasi : N. Tibialis

Aksio : Fleksi-knee dan endorotasi-knee

h) M. Semi Membranosus

Origo : Tuber ischiadicum

Insertion : Condylus medial tibiae dan lig. Popliteum oblicum

Innervasi : N. Tibialis

Aksio : Flexi-knee dan endorotasi


3) Meniscus sendi lutut

Gambar 9 : Meniscus

Meniscus medialis

Meniscus medialis berbentuk semi sirkulasi dan bersatu dengan ligament


collateral medial.

Meniscus lateralis

Meniscus lateralis berbentuk hampir sirkuler, tempat-tempat perlengketannya


dekat satu sama lain. Meniscus lateralis tidak bersatu dengan kapsula atau
ligament collateral dan maka dari itu meniscus lateral lebih mobile daripada
meniscus medialis.
Gambar 10 : menicus

4) Vascularisasi dan persarafan sendi lutut

Regio femoralis anterior (A. femoralis)

Di regio femoralis anterior dibungkus oleh selubung yang merupakan lanjutan


dari jaringan ikat ektraperitonial dan dinamakan femoral sheat yang dibungkus
oleh fascia latae sedangkan dasarnya merupakan lekukan yang dibentuk oleh
mm.iliopsoas dan pectineus.

Regio femoralis posterior

Di regio femoralis posterior terdapat a. perforantes yang dipercabangkan dari a.


profunda femoris.

Regio genu anterior

Di regio genu anterior tidak terdapat saraf dan pembuluh darah yang besar. Pada
sisi medial kira-kira selebar tangan, di sebelah dorsal patella terdapat v. saphena
magna.

Regio posterior

Arteri genu superior lateralis berjalan ke lateral proksimal terhadap condylus


lateralis femoris tertutup oleh tendon M. biceps femoris menuju M. vastus
lateralis.
5. Mengapa tidak ada riwayat demam pada skenario tersebut ?

Jawab:

Seperti yang kita ketahui sendiri bahwa mekanisme demam terjadi ketika
pembuluh darah disekitar hipotalamus terkena pirogen eksogen tertentu (seperti
bakteri) atau pirogen endogen (Interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor)
sebagai penyebab demam, maka metabolit asam arakidonat dilepaskan dari
endotel sel jaringan pembuluh darah.

Metabolit seperti prostaglandin E2, akan melintasi barrier darah-otak dan


menyebar ke dalam pusat pengaturan suhu di hipotalamus, yang kemudian
memberikan respon dengan meningkatkan suhu. Dengan titik suhu yang telah
ditentukan, hipotalamus akan mengirimkan sinyal simpatis ke pembuluh darah
perifer. Pembuluh darah perifer akan berespon dengan melakukan vasokonstriksi
yang menyebabkan penurunan heat loss melalui kulit.

Peningkatan aktivitas simpatis juga akan menimbulkan piloerection. Jika


penyesuaian ini tidak cukup menyelamatkan panas dengan mencocokkan titik
suhu yang baru, maka akan timbul menggigil yang dipicu
melalui spinal dan supraspinal motor system, yang bertujuan agar tubuh mencapai
titik suhu yang baru.

Ketika demam terjadi, banyak rekasi fisiologis berlangsung, termasuk


konsumsi oksigen meningkat sebagai respon terhadap metabolisme sel meningkat,
peningkatan denyut jantung, peningkatan cardiac output, jumlah leukosit
meningkat, dan peningkatan level C-reactive protein. Konsumsi oksigen
meningkat sebesar 13% untuk setiap kenaikan 1C suhu tubuh, asalkan menggigil
tidak terjadi.

Jika menggigil ada, konsumsi oksigen dapat meningkat 100% sampai


200%. Beberapa sitokin dilepaskan selama keadaan demam yang akan
menginduksi fisiologis stres (tegang). Sitokin ini dapat memicu percepatan
katabolisme otot dengan menyebabkan penurunan berat badan, kehilangan
kekuatan, dan keseimbangan negatif nitrogen negatif.

Fisiologis stres diwujudkan dengan ketajaman mental menurun, delirium,


dan kejang demam, yang lebih sering terjadi pada anak-anak.Pada tahap akhir jika
demam turun, penurunan suhu badan sampai ke suhu normal, maka akan ditandai
dengan kemerahan, diaforesis, dan tubuh akan merasa hangat.
Pada skenario tidak didapatkan riwayat demam dikarenakan tidak adanya
hubungan antara benjolan dari belakang lutut dan meningkatnya suhu tubuh atau
tidak dalam batas normal, kita bisa melihat dari beberapa gejala akibat benjolan
dibelakang lutut yaitu Cedera atau kecelakaan, Efusi sendi, Penyakit Arthritis,
Radang sendi. Gejala-gejala tersebut tidak memiliki hubungan dengan demam.

6. Bagaimana langkah diagnosis dari skenario tersebut ?

Jawab :

Pemeriksaan fisik secara umum dan pemeriksaan fisik secara khusus pada Lutut :
Look
Observasi pasien pada saat berjalan atau berdiri untuk menentukan gait.
Pasien tidur terlentang, kedua tungkai bawah menghadap keatas, selalu bedakan
sendi yang sehat dan yang sakit
-Adanya skar,sinus,topus,kemerahan atau rash
-Postur atau deformitas yang sering terjadi genu valgum atau genuvarum
Muscle wasting :
-Perbedaan panjang tungkai
-Deformitas saat fleksi : Jika pasien terlentang dalam keadaan salah satu sendi
lutut fleksi, kemungkinan disebabkan oleh masalah pada lutut atau panggul
atau keduanya
-Bengkak : pembesaran prepatelar bursa(housemaids knee). Bengkak yang besar
hingga diatas lutut dan melintasi margin lutut akan membentuk horseshoe shaped,
kemungkinan disebabkan oleh infeksi, cedera yang besar kadangkala tumor
-Bakers cyst: pembesaran bursa pada fossa popliteal
Feel
Hangat: rasakan kulitnya dan bandingkan kedua tungkai
Efusi : Dengan Patelar tap : Lutut diekstensikan, kosongkan suprapatelar dengan
cara menggeser tangan kiri pemeriksa kearah bawah hingga mencapai puncak atas
patella. Dengan ujung jari tangan kanan, tekan ke bawah secara cepat diatas
patella. Pada efusi yang sedang akan dirasakan adanya cairan pada tangan kiri saat
dilakukan ketukan pada tangan kanan.
-Ripple test : Lutut diekstensikan dan otot quadrisep direlaksasikan,kosongkan
suprapatelar seperti ketukan pada patella. Jari pemeriksa dibuka,usapkan medial
patella ke arah lateral, kemudian usapkan kembali dari arah lateral ke medial,
kemudian lihat bulging yang menandakan adanya akumulasi cairan pada daerah
tersebut.
Move
-Fleksi aktif dan ekstensi : Pasien dalam posisi supine arahkan pasien agar
menekuk lutut hingga mendekati kearah dada kemudian kembalikan tungkai
kearah semula (0-140). Rasakan krepitasi yang terjadi antara patella dan condylar
femoral ini menandakan adanya osteoporosis atau patella kondromalasia (khusus
pada penderita perempuan dewasa muda).
-Tungaki tetap diluruskan, jika lutut tidak dapat sepenuhnya dalam keadaan
ekstensi ini menandakan adanya kelemahan pada quadrisep.
-Pasif fleksi dan ekstensi
Pemeriksaan Radiologi

1. Ultrasonografi (USG)

USG adalah alat pencitraan non-invasif, mudah tersedia, akurat, dan hemat
biaya untuk mendiagnosis patologi jaringan lunak di regio lutut temasuk Bakers
cyst. USG memungkinkan penilaian jenis lesi, ukuran kista, hubungannya dengan
otot yang berdekatan, tendon, pembuluh darah dan adanya septasi intrakistik.
Kelemahan USG adalah kurang sensitif terhadap lesi intra-artikular sehingga
diperlukan pencitraan lebih lanjut untuk mengkonfirmasi adanya keusakan
internal yang terkait.

Evaluasi sistem muskuloskeletal dengan ultrasonografi memerlukan


ketepatan pemilihan tranducer. Tranducer frekuensi tinggi mempunyai resolusi
tinggi tetapi penetrasinya kurang dalam. Sehingga struktur yang letaknya lebih
dalam memerlukan tranducer frekuensi redah. Pemeriksaan fosa poplitia
menggunakan tranducer linier frekuensi 7-15MHz. Pemeriksaan USG untuk
mendeteksi Bakers cyst dilakukan dengan memposisikan pasien prone, lutut
diekstensikan dan kedua kaki menggantung di tepi meja pemeriksaan.
Pemeriksaan dimulai dengan menempatkan transducer pada aspek poplitea lutut
pada transversal view dan dilanjutkan pada longitudinal view. Pada transversal
view, Bakers cyst tampak sebagai lesi kistik anechoic, hypoechoic atau
hiperechoic batas tegas dengan peningkatan akustik posterior, yang
menunjukkan pembesaran bursa semimembranosus-gastrocnemius. Biasanya
berbentuk crescent-shaped.

Pada sebagian besar kasus terdiri dari tiga komponen yaitu body, base dan
neck. Body merupakan ujung membulat yang lebih besar dan superfisial. Base
(yang lebih kecil dan komponen lebih dalam), terletak di tendon
semimembranosus, medial head gastrocnemius dan kapsula sendi posterior. Neck
yang menghubungkan body dan base terletak diantara di tendon
semimembranosus dan medial head gastrocnemius.

Menurut Ward et al,. diagnosis pasti dari Bakers cyst adalah identifikasi
nect yang berisi cairan antara tendon semimembranosus dan medial head
gastrocnemius. Pada longitudinal view. Bakers cyst umumnya memiliki
gambaran bulat di ujung proksimal dan distal. Ujung yang tajam atau irreguler
biasanya menunjukkan adanya ruptur Bakers cyst, sedangkan cairan anechoic
atau hypoechoic di luar batas kista merupakan bocornya cairan dari Bakers cyst
yang ruptur.

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dianggap sebagai Gold standart dalam visualisasi dan karakterisasi


massa lutut. MRI dapat mengkonfirmasi, sifat unilocular dan kistik dari kista
poplitea jinak; mengevaluasi hubungannya dengan struktur anatomi di sendi dan
jaringan sekitarnya; dan menggambarkan patologi intra-artikular yang terkait.
Selain itu, MRI bersifat non-invasif dan tidak melibatkan paparan radiasi. Pada
MRI, Bakers cyst tampak sebagai massa dengan intensitas sinyal rendah pada
T1-weighted image, intensitas sinyal menengah pada proton densiti, dan intensitas
sinyal tinggi pada proton densityweighted fat saturation. Kelebihan dari MRI
adalah kemampuan gambar aksial untuk memvisualisasikan neck dari hubungan
kista dengan sendi yang berisi cairan. Bakers cyst dapat dilihat dari edema
dengan intensitas sinyal tinggi di jaringan lunak yang berdekatan.

7. Jelaskan penatalaksanaan berdasarkan skenario tersebut ?

Jawab :

FARMAKOLOGI

1. Obat-Obatan
Dokter mungkin akan memberikan obat-obatan untuk meredakan gejala,
seperti Obat pereda rasa sakit seperti ibuprofen, naproxen, aspirin,
acetaminophen (paracetamol) juga dapat dibeli secara bebas.
2. Aspirasi dengan Bantuan USG
Dokter juga bisa mengeluarkan cairan yang ada di dalam kista itu sendiri.
Apabila Anda memiliki kista sekunder (terkumpulnya cairan yang ada di depan
dan belakang lutut), mungkin dokter juga akan mengeluarkan cairan yang ada di
depan atau di bagian samping lutut Anda. Anda akan merasa lebih nyaman
karena nyeri dan bengkak akan berkurang sehingga Anda bisa
menggerakkan lutut dengan lebih bebas. Dokter akan menggunakan USG
agar bisa menyuntikkan jarum ke dalam cairan dengan tepat dan menyedot
cairan kista tersebut ke dalam tabung suntik.
Dokter akan menggunakan jarum suntik ukuran 18 atau 20 karena
kista ini memiliki cairan yang kental.
Mungkin dokter juga harus melakukan lebih dari satu tindakan
tergantung pada jumlah cairan yang ada atau karena cairannya
terkumpul di beberapa tempat.
Biasanya dokter akan melakukan aspirasi (pengurasan cairan) yang
diikuti dengan suntikan steroid.
Beberapa studi menunjukkan bahwa setelah tindakan tersebut
diterapkan, gejala-gejalanya akan berkurang dan fungsi lutut
semakin membaik
3. Menyuntiknya dengan suntikan steroid.
Sebuah studi klinis menunjukkan bahwa rasa nyeri, bengkak, dan
jangkauan gerak persendian akan membaik setelah diberi suntikan
kortikosteroid langsung ke dalam kista pada pasien yang menderita kista
Baker yang disebabkan oleh osteoarthritis.Dokter akan menyuntikkan
kortikosteroid langsung di dalam rongga kista. Steroid bisa membantu
mengurangi radang dan bengkak di tempat tersebut. Untuk
memvisualisasikan kista dan memandu arah jarum, dokter mungkin akan
menggunakan mesin USG.
4. Pembedahan/Operasi
Apabila gejalanya tidak hilang, pengobatan lain tidak berhasil, atau kista
semakin bertambah besar, ini bisa dijadikan pilihan terakhir. Ketika Anda
diberi pembiusan lokal, dilakukan pembedahan dengan membuat tiga
sayatan (sepanjang tiga hingga empat milimeter) di sekitar kista untuk
mengeluarkan cairannya. Dokter bedah mungkin tidak menghilangkan
seluruh kista karena kista tersebut biasanya bisa sembuh sendiri. Setelah
cairan di dalam kista habis, dokter bedah akan menjahit bekas
sayatannya.Biasanya tindakan ini memerlukan waktu satu jam (atau
mungkin kurang, tergantung pada ukuran kista). Kista berukuran besar
membutuhkan waktu yang lebih lama karena pembengkakan mungkin
telah menyelimuti pembuluh darah dan saraf.

NON FARMAKOLOGI

1. Kunjungi fisioterapis. Radang yang terjadi di area kista Baker bisa


mengakibatkan otot mengencang dan sendi menjadi kaku Anda harus melakukan
latihan kekuatan dan kelenturan yang tidak menimbulkan nyeri untuk membantu
memulihkan area tersebut dan agar otot dan sendi Anda tetap aktif. Ini bisa
membantu mencegah kekakuan dan/atau lemahnya sendi dan otot di sekitarnya di
masa datang.
Lakukan peregangan hamstring sambil berdiri. Carilah bangku
atau objek yang memiliki tinggi kira-kira 50 cm. Tempatkan kaki
yang tidak terkena kista di atas bangku dengan lutut sedikit
ditekuk. Condongkan tubuh ke depan dan ke bawah (dengan
punggung tetap lurus) hingga paha Anda terasa meregang. Tetaplah
dalam posisi ini selama tiga puluh detik.
Coba berlatih peregangan hamstring sambil berbaring.
Berbaringlah telentang. Tekuk lutut kaki yang ingin Anda
regangkan. Tempatkan satu tangan di belakang paha dan tangan
yang lain di belakang betis. Tarik kaki Anda ke arah tubuh
menggunakan tangan, dan jagalah agar lutut tetap ditekuk dengan
sudut 20. Bagian belakang paha Anda akan terasa meregang.
Pertahankan posisi ini selama tiga puluh detik.
Lakukan peregangan hamstring sambil duduk. Untuk
melakukan latihan ini, duduklah di tepian kursi. Tekuk kaki yang
tidak terkena kista dalam posisi duduk yang normal, dan tempatkan
kaki yang terkena kista di depan Anda dengan lutut sedikit ditekuk.
Dari posisi ini, condongkan tubuh ke depan (dengan punggung
tetap lurus dan kepala di atas) hingga paha belakang Anda terasa
meregang. Tetaplah dalam posisi ini selama tiga puluh detik.
2. Coba gerakan kontraksi kuadrisep statis. Tempatkan gulungan handuk
di bawah lutut dengan kaki lurus. Dorong lutut Anda ke bawah ke arah
handuk untuk mengencangkan otot-otot paha Anda (kuadrisep). Letakkan
jari pada paha untuk merasakan kencangnya otot ketika Anda melakukan
kontraksi.
3. Tempelkan es pada lutut di sekitar kista tersebut. Sesegera mungkin
Anda harus menempelkan es pada lutut Anda yang terkena kista. Es bisa
membantu mengurangi bengkak dan radang di sekitar area yang terkena
kista, yang juga akan membantu mengurangi nyeri. Tempelkan es di lutut
Anda hanya selama lima belas hingga dua puluh menit dalam satu waktu.
Sebelum menempelkan es yang baru, biarkan area tersebut berubah
menjadi hangat ke suhu ruangan (lima belas hingga dua puluh menit
kemudian). Ini bisa membantu mengurangi bengkak dan nyeri di hari
pertama atau kedua setelah terkena kista. Dalam periode ini, Anda bisa
menempelkan es pada lutut Anda sesering mungkin.Balut es (atau benda
beku yang lain) dengan handuk (jangan pernah menempelkannya langsung
pada kulit) sebelum Anda menempelkannya.
4. Gunakan kompresi. Kompresi membantu mengurangi bengkak di area
yang terkena kista serta membantu menstabilkan lutut. Ikatkan perban
elastis (ace wrap), plester latihan (trainer's tape), pelindung lutut, atau
bahkan selembar kain di sekitar area yang terkena kista.Ikat dengan cukup
ketat untuk menstabilkan lutut tetapi jangan terlalu ketat agar tidak
menghalangi sirkulasi darah.
5. Angkat kaki Anda. Anda bisa mengurangi pembengkakan dan
mengembalikan aliran darah ke jantung dengan meninggikan posisi kaki.
Sambil berbaring, angkat kaki Anda di atas posisi jantung (atau setinggi
yang Anda inginkan asalkan tidak membuat Anda merasa nyeri). Apabila
Anda tidak mampu mengangkat kaki yang terkena kista, usahakan agar
kaki Anda minimal tetap sejajar dengan lantai.Cobalah juga untuk
mengganjal kaki dengan bantal saat Anda tidur agar posisinya tetap
terangkat.

8. Jelaskan Diagnosis Differential (DD) dari skenario tersebut !

Jawab :

(1). Barker cyst

Pada tahun 1840, Adam pertama kali mendeskripsikan tentang kista


popliteal. Dr William Baker pada tahun 1877 mendiskripsikan pembengkakkan di
fossa poplitea dan menyimpulkan bahwa temuan ini akibat sekunder dari
keluarnya cairan dari sendi lutut. Sejak saat itu namanya secara eponim
digunakan untuk kista poplitea. Bakers cyst didefinisikan sebagai distensi
abnormal berisi cairan dari bursa gastrocnemius-semimembranosus. Kista ini
biasanya meluas ke posterior diantara tendon medial head muskulus
gastrocnemius dan muskulus semimembranosus melalui suatu saluran hubungan
dengan sendi lutut. Kista paling sering terdapat di aspek posteromedial lutut.

Bakers cyst merupakan lesi kistik yang paling sering di sekitar sendi
lutut. Kista ini memberikan gambaran sebagai massa yang terdapat di aspek
posteromedial lutut. Bakers cysts biasanya terjadi pada orang dewasa dan jarang
terjadI pada anak anak. Kista ini jarang bermanifes sendirian dan sering
ditemukan berkaitan dengan patologi intra-artikular dan kondisi inflamasi, seperti
osteoarthritis, meniscus tears, dan rheumatoid arthritis. Pada anak-anak, Bakers
cyst hanya sedikit yang terkait dengan kondisi tersebut dan lebih sering
ditemukan tidak sengaja selama pemeriksaan fisik rutin. Insiden Bakers cyst
bervariasi tergantung pada kelainan sendi lutut lain yang terkait.

Epidemiologi

Bakers cysts merupakan kejadian yang biasanya terjadi pada orang


dewasa dan jarang pada anak anak. Prevalensi Bakers cyst secara signifikan
lebih tinggi pada usia diatas 50 tahun, tanpa kecenderungan untuk ras atau jenis
kelamin. Insiden kista Baker bervariasi tergantung pada kondisi yang
berhubungan. Meskipun insidensi dan prevalensi Bakers cysts bervariasi, kista
ini umumnya terjadi sekunder akibat patologi intra artikular lainnya pada pada
pasien dewasa.

Pada suatu penelitian dapat diidentifikasi adanya Bakers cyst 4,7% -


37% pada sendi lutut tanpa gejala pada orang dewasa. Penelitian lain
menunjukkan bahwa 42% dari pasien dengan osteoarthritis memiliki Bakers cyst
yang terdeteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi. Kista Bilateral terlihat pada
16% dari pasien tersebut. Hingga 48% pasien dengan rheumatoid arthritis dan
21,7% pasien dengan gout arthritis telah terbukti memiliki Bakers cyst. Pada
populasi anak, prevalensi Bakers cyst jarang.

Pada anak-anak pembentukan Bakers cyst primer terdapat pada 95%


kasus. Bentuk idiopatik mempengaruhi anak-anak antara usia 2 sampai 14 tahun,
dua kali lebih sering pada laki-laki. Biasanya tanpa gejala, tetapi dapat
menyebabkan ketidaknyamanan dan keterbatasan gerakan. Pada penelitian yang
lain. Bakers cyst sering pada juvenile rheumatoid arthritis, di mana penelitian
menunjukan 61% terdapat kista dan terdapat hubungan dengan effusi sendi.

Klasifikasi

Bakers cyst dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu primer atau
idiopatik dan sekunder. Bakers cyst primer jika distensi bursa semimembranosus
dengan sendi lutut tidak terkait dengan penyakit sendi lain dan tidak terdapat
hubungan antara bursa semimembranosus-gastrocnemius dan rongga sendi lutut.
Bakers cyst sekunder jika terkait dengan penyakit sendi lain dan terdapat
hubungan yang terbuka antara bursa semimembranosus-gastrocnemius dan
rongga sendi lutut. Sebagian besar Bakers cyst adalah kista sekunder dan terkait
dengan penyakit degeneratif sendi lutut. Kista primer jarang terjadi dan terutama
terjadi pada anak-anak.

Patofisiologi

Patogenesis timbulnya Bakers cyst pada orang dewasa berkaitan


dengan adanya saluran hubungan antara sendi lutut dan bursa gastrocnemio
semimembranosus, serta berkaitan dengan mekanika cairan. Bursa
gastrocnemio-semimembranosus terletak diantara tendon gastrocnemius dan
muskulus semimembranosus dan merupakan gambaran anatomi normal. Bursa ini
berhubungan dengan kapsula sendi lutut melalui celah melintang pada kapsula
posterior setinggi kondilus medial femoralis, di mana tendon gastrocnemius
menyatu dengan kapsula sendi.

Celah berbentuk horisontal berukuran 4 sampai 24 mm. Hubungan


antara bursa dan kapsula sendi hampir tidak terdapat pada anak-anak, dan
terdapatnya celah ini meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Integritas
kapsula sendi menurun sesuai dengan usia, dan menurut teorinya celah tersebut
merupakan akibat dari rupturnya kapsula sendi karena proses degenerasi.
Rauschning mengamati bahwa, ketika tidak ditemukan celah, terlihat kapsula
sendi menipis di daerah yang sama dengan celah dan Bakers cysts adalah
herniasi dari sinovium, seperti yang didalilkan oleh Baker.

Adanya hubungan antara bursa gastrocnemio-semimembranosus dan


kapsula sendi, memungkinkan terjadinya gerakan cairan sinovial diantara dua
ruangan (telah diperlihatkan pada arthrography). Mekanisme seperti katub
memungkinkan cairan hanya mengalir searah yaitu dari sendi ke dalam bursa.
Bakers cyst biasanya bukan merupakan kelainan tersendiri, kista ini umumnya
terkait dengan kelainan intra-artikular. Kelainan intraartikuler menyebakan
adanyan effusi sendi yang meningkatkan tekanan dalam ruang sendi.

Effusi sendi dan fibrin dipompa dari sendi lutut ke kista, fibrin berfungsi
sebagai katup satu arah yang memblokir kembalinya efusi ke dalam sendi lutut.
Efusi yang terjebak dengan viskositas normal di dalam kista diserap melalui
membran semipermeabel, meninggalkan konsentrat fibrin. Hal ini menjelaskan
sulitnya aspirasi isi kista yang kental dan lengket tersebut.

Bakers cyst pada anak-anak bisa idiopatik, berkaitan dengan juvenile


rheumatoid arthritis atau hemophilia. Bakers cyst pada juvenile rheumatoid
arthritis berkaitan dengan effusi sendi lutut. Masih terjadi kontroversi tentang
apakah Bakers cyst pada anak-anak berhubungan dengan kapsula sendi.
Beberapa peneliti meyakini bahwa kista terjadi karena iritasi bursal primer
daripada perluasan abnormalitas sendi.

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari Bakers cyst bervariasi. Pada anak-anak, kista ini
paling sering merupakan temuan insidental pada pemeriksaan fisik karena tidak
bergejala. Tetapi dapat juga menimbulkan rasa tidak nyaman, gerakan terbatas
dan teraba massa di rego poplitea yang nyeri. Presentasi klinis pada pasien
dewasa dapat berupa nyeri samar-samar lutut posterior, pembengkakan atau
massa lokal, dan terasa tegang di daerah poplitea.

Gejala dan temuan fisik lainnya sering berkaitan dengan kelainan yang
terkait dengan kista, seperti meniskus tear atau arthritis. Pembesaran progresif dari
Bakers cyst dapat menyebabkan gangguan pada fleksi dan ekstensi penuh lutut,
pseudotrombo flebitis akibat kebocoran atau ruptur dari kista dan deep vein
trombosis akibat kompresi langsung pada arteri dan vena poplitea.
Pemeriksaan Radiologi

1. Ultrasonografi (USG)

USG adalah alat pencitraan non-invasif, mudah tersedia, akurat, dan hemat
biaya untuk mendiagnosis patologi jaringan lunak di regio lutut temasuk Bakers
cyst. USG memungkinkan penilaian jenis lesi, ukuran kista, hubungannya dengan
otot yang berdekatan, tendon, pembuluh darah dan adanya septasi intrakistik.
Kelemahan USG adalah kurang sensitif terhadap lesi intra-artikular sehingga
diperlukan pencitraan lebih lanjut untuk mengkonfirmasi adanya keusakan
internal yang terkait.

Evaluasi sistem muskuloskeletal dengan ultrasonografi memerlukan ketepatan


pemilihan tranducer. Tranducer frekuensi tinggi mempunyai resolusi tinggi tetapi
penetrasinya kurang dalam. Sehingga struktur yang letaknya lebih dalam
memerlukan tranducer frekuensi redah. Pemeriksaan fosa poplitia menggunakan
tranducer linier frekuensi 7-15MHz. Pemeriksaan USG untuk mendeteksi Bakers
cyst dilakukan dengan memposisikan pasien prone, lutut diekstensikan dan
kedua kaki menggantung di tepi meja pemeriksaan.

Pemeriksaan dimulai dengan menempatkan transducer pada aspek poplitea


lutut pada transversal view dan dilanjutkan pada longitudinal view. Pada
transversal view, Bakers cyst tampak sebagai lesi kistik anechoic, hypoechoic
atau hiperechoic batas tegas dengan peningkatan akustik posterior, yang
menunjukkan pembesaran bursa semimembranosus-gastrocnemius. Biasanya
berbentuk crescent-shaped.Pada sebagian besar kasus terdiri dari tiga komponen
yaitu body, base dan neck. Body merupakan ujung membulat yang lebih besar
dan superfisial.

Base (yang lebih kecil dan komponen lebih dalam), terletak di tendon
semimembranosus, medial head gastrocnemius dan kapsula sendi posterior. Neck
yang menghubungkan body dan base terletak diantara di tendon
semimembranosus dan medial head gastrocnemius. Menurut Ward et al,.
diagnosis pasti dari Bakers cyst adalah identifikasi nect yang berisi cairan
antara tendon semimembranosus dan medial head gastrocnemius.

Pada longitudinal view. Bakers cyst umumnya memiliki gambaran bulat di


ujung proksimal dan distal. Ujung yang tajam atau irreguler biasanya
menunjukkan adanya ruptur Bakers cyst, sedangkan cairan anechoic atau
hypoechoic di luar batas kista merupakan bocornya cairan dari Bakers cyst yang
ruptur.

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI dianggap sebagai Gold standart dalam visualisasi dan karakterisasi
massa lutut. MRI dapat mengkonfirmasi, sifat unilocular dan kistik dari kista
poplitea jinak; mengevaluasi hubungannya dengan struktur anatomi di sendi dan
jaringan sekitarnya; dan menggambarkan patologi intra-artikular yang terkait.
Selain itu, MRI bersifat non-invasif dan tidak melibatkan paparan radiasi.

Pada MRI, Bakers cyst tampak sebagai massa dengan intensitas sinyal
rendah pada T1-weighted image, intensitas sinyal menengah pada proton densiti,
dan intensitas sinyal tinggi pada proton densityweighted fat saturation.
Kelebihan dari MRI adalah kemampuan gambar aksial untuk memvisualisasikan
neck dari hubungan kista dengan sendi yang berisi cairan. Bakers cyst dapat
dilihat dari edema dengan intensitas sinyal tinggi di jaringan lunak yang
berdekatan.

Terapi

Ada banyak pilihan terapi untuk Bakers cys, yang ditentukan oleh
penyebab yang mendasari dan kondisi terkait. Kadang-kadang tanpa pengobatan
atau tindakan suportif sederhana menghasilkan resolusi spontan kista atau
pengurangan gejala yang terkait. Jika tidak, Teknik invasif minimal dan bedah
merupakan alternatif terapi.

Aspirasi dipandu USG dengan injeksi kortikosteroid adalah prosedur


dengan risiko relatif rendah dan cukup berhasil untuk pengobatan osteoarthritis
lutut dengan Bakers cyst. Pada penelitian Acebes et al, pasien dengan
osteoarthritis lutut dengan Bakers cyst yang memperlihatkan gejala disuntik
intra-artikuler dengan kortikosteroid setelah aspirasi kista.

Pada follow-up minggu kemudian, peneliti mengamati penurunan yang


signifikan dalam nyeri lutut dan pembengkakan serta penurunan yang signifikan
dalam ukuran kista. Tetapi metode ini kurang efektif jika kista merupakan kista
kompleks yaitu dengan septasi atau temuan abnormal lainnya. Dari satu
penelitian dikatakan bahwa terlihat tanda-tanda kista kambuh pada pasien pada 6
bulan follow-up.

Kista kompleks mungkin sulit untuk aspirasi dan penyuntikkannya karena


adanya septasi dan debris intrakistik dan ini bisa mengganggu hasil prosedur.
Metode yang lain untuk terapi adalah sclerotherapy. Metode ini menggunakan
cara mengiritasi/membuat sklerosis dengan memberikan agen sklerosing seperti
etanol, fenol, tetrasiklin, kelompok Streptococcus pyogenes dan lainnya. Dari
satu penelitian disebutkan bahwa ukuran kista menurun secara signifikan pada
MRI setelah lebih dari 7 bulan setelah injeksi serial agen sclerosing (12,5%
dekstrosa dan natrium morrhuate.

(2). Ganglion cyst

Ganglion cyst adalah massa kistik jinak berisi bahan koloid yang dibatasi
oleh jaringan ikat padat tanpa lapisan sinovial disekitar sendi atau tendon sheats.
Isi bahan koloid berupa cairan gelatin yang kaya akan hyaluronic acid dan
mukopolisakarida.

Ganglion cysts merupakan lesi akibat dari degenerasi myxoid jaringan ikat
yang berkaitan dengan kapsula sendi dan tendon sheaths. Paling sering di bagian
dorsal pergelangan tangan, tetapi ganglion cysts dapat ditemukan di tempat lain di
dalam tubuh, termasuk di dalam dan sekitar sendi lutut. Jarang ganglion cysts
muncul intramuskular. Ganglion cyst dapat tidak memperlihatkan gejala atau
dapat menyebabkan nyeri lutut posterior tidak spesifik dan keterbatasan dalam
fleksi.

Gambaran USG dari ganglion adalah tampak sebagai massa anechoic batas
tegasdengan dinding tipis atau tebal bentuk oval atau multilokulated disekitar
sendi atau tendon. Kadang kadang ganglion cyst kronik mempunyai internal echo
sehingga tampak sebagai tumor solid hipoechoic.

(3). Lipoma

Menurut Sterling V. Mead (1954), lipoma adalah neoplasma jinak yang


tunggal atau mutiple, yang terbentuk dari jaringan lemak. Biasanya terdiri dari
massa lobus yang kekuningan. Gustav O. Kruger (1968), lipoma adalah
neoplasma jinak yang terdiri dari jaringan lemak yang berkembang di setiap
tempat di rongga mulut. Pada neoplasma ini bibir dan pipi adalah lokasi yang
paling sering terjadi.

Ada beberapa kemungkinan etiologi dari lipoma menurut MS tan dan B


Singh (2004) yaitu; Lipoblastic embryonic cell nest in Origin, Metafase sel otot,
Degenerasi lemak, Hereditar, Hormonal, Trauma, Infeksi, Iritasi kronis.

Patofisiologi
Lipoma adalah neoplasma jaringan lunak jinak yang paling sering terjadi
pada orang dewasa, yaitu sekitar 1% populasi. Lipoma paling sering ditemukan
antara usia 40-60 tahun.Neoplasma ini jinak tumbuh lambat yang terdiri dari sel -
sel lemak matang. Dimana tampak metabolik sel-sel lipoma berbeda dari sel
normal meskipun sel-sel tersebut secara histologis serupa.
Jaringan lemak berasal dari jaringan ikat yang berfungsi sebagai depot
lemak. Jaringan lemak ini adalah jaringan yang spesial terdiri dari sel spesifik
yang mempunyai vaskularisasi tinggi, berlobus dan berfungsi sebagai depot lemak
untuk keperluan metabolisme. Sel-sel lemak primitif biasanya berupa butir-butir
halus di dalam sitoplasma.

Sel ini akan membesar seperti mulberry sehingga akhirnya derajat deposisi
lemak menggeser inti ke arah perifer.Jaringan lemak berasal dari sel-sel mesenkim
yang tidak berdifferensiasi yang dapat ditemukan di dalam tubuh. Beberapa sel-sel
ini menjadi jaringan sel lemak yang matang membentuk lemak dewasa.

Terjadinya suatu lipoma dapat juga disebabkan oleh karena adanya


gangguan metabolisme lemak. Pada lipoma terjadi proliferasi baik histologi dan
kimiawi, termasuk komposisi asam lemak dari jaringan lemak normal.
Metabolisme lemak pada lipoma berbeda dengan metabolisme lemak normal,
walaupun secara histologi gambaran sel lemaknya sama.
Pada lipoma dijumpai aktivitas lipoprotein lipase menurun. Lipoprotein
lipase penting untuk transformasi lemak di dalam darah. Oleh karena itu asam
lemak pada lipoma lebih banyak dibandingkan dengan lemak normal. Hal ini
dapat terjadi bila seseorang melakukan diet, maka secara normal depot lemak
menjadi berkurang, tetapi lemak pada lipoma tidak akan berkurang bahkan
bertambah besar.
Ini menunjukkan bahwa lemak pada lipoma bukan merupakan lemak yang
dibutuhkan oleh tubuh.Apabila lipoma membesar akan tampak sebagai suatu
penonjolan yang dapat menekan jaringan di sekitarnya. Pada dasar mulut,
pembesaran lipoma dapat mengganggu fungsi pengunyahan dan fungsi bicara,
sedangkan pertumbuhannya menekan gigi geligi maka dapat menyebabkan
tanggalnya gigi di sekitar lipoma tersebut.

(4). Trombosis Vena Dalam (TVD)

Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah.


Trombus atau bekuan darah dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung, atau
mikrosirkulasi dan menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau
emboli.Trombus adalah bekuan abnormal dalam pembuluh darah yang terbentuk
walaupun tidak ada kebocoran.

Trombus terbagi menjadi 3 macam yaitu trombus merah (thrombus


koagulasi), trombus putih (trombus aglutinasi) dan trombus campuran.Trombus
merah dimana sel trombosit dan lekosit tersebar rata dalam suatu masa yang
terdiri dari eritrosit dan fibrin, sering terdapat pada vena.Trombus putih terdiri
dari fibrin dan lapisan trombosit, leukosit dengan sedikit eritrosit, biasanya
terdapat dalam arteri. Bentuk yang paling sering adalah trombus campuran.

Trombosis Vena Dalam (DVT) merupakan penggumpalan darah yang


terjadi di pembuluh balik (vena) sebelah dalam.Terhambatnya aliran pembuluh
balik merupakan penyebab yang sering mengawali TVD. Penyebabnya dapat
berupa penyakit pada jantung, infeksi, atau imobilisasi lama dari anggota gerak.
Epidemiologi
Insiden DVT di Amerika Serikat adalah 159 per 100 ribu atau sekitar 398
ribu per tahun. Tingkat fatalitas TVD yang sebagian besar diakibatkan oleh
emboli pulmonal sebesar 1% pada pasien muda hingga 10% pada pasien yang
lebih tua.
Patogenesis
Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan
cair, tetapi akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu
permukaan. Virchow mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar
terbentuknya trombus.
Hal ini dikenal sebagai Triad Virchow. Triad ini terdiri dari:
1. Gangguan pada aliran darah yang mengakibatkan stasis
2.Gangguan pada keseimbangan prokoagulan dan antikoagulan yang
menyebabkan aktivasi faktor pembekuan, dan
3. Gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan
prokoagulan.
Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan
mekanisme protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi:
1.Gangguan sel endotel
2.Terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel
3.Aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor
von Willebrand
4.Aktivasi koagulasi
5.Terganggunya fibrinolisis
6.Statis
Mekanisme protektif terdiri dari:
1.Faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh
2.Netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel
3.Hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor
4.Pemecahan faktor pembekuan oleh protease
5.Pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trobosit yang beragregasi oleh
aliran darah
6.Lisisnya trombus oleh system fibrinolisis
Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran
yang cepat, terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan
trombus vena terutama terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan
fibrin dalam jumlah yang besar dan sedikit trombosit.

Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko dari TVD adalah sebagai berikut :
1.Duduk dalam waktu yang terlalu lama, seperti saat mengemudi atau sedang naik
pesawat terbang.
Ketika kaki kita berada dalam posisi diam untuk waktu yang cukup lama, otot-otot
kaki kita tidak berkontraksi sehingga mekanisme pompa otot tidak berjalan
dengan baik.
2. Memiliki riwayat gangguan penggumpalan darah. Ada beberapa orang yang
memiliki faktor genetic yang menyebabkan darah dapat menggumpal dengan
mudah.
3. Bed Rest, dalam keadaan lama, misalnya rawat inap di rumah sakit dalam
waktu
lama atau dalam kondisi paralisis.
4. Cedera atau pembedahan
Cedera terhadap pembuluh darah vena atau pembedahan dapat memperlambat
aliran darah dan meningkatkan resiko terbentuknya gumpalan darah.
Penggunaan anestesia selama pembedahan mengakibatkan pembuluh vena
mengalami dilatasi sehingga meningkatkan resiko terkumpulnya darah dan
terbentuk trombus.
5.Kehamilan
Kehamilan menyebabkan peningkatan tekanan di dalam pembuluh vena daerah
kaki dan pelvis. Wanita-wanita yang memiliki riwayat keturunan gangguan
penjendalan darah memiliki resiko terbentuknya trombus.
6.Kanker
Beberapa penyakit kanker dapat meningkatkan resiko terjadinya trombus dan
beberapa pengelolaan kanker juga meningkatkan resiko terbentuknya trombus
7.Inflamatory bowel sydnrome
8.Gagal jantung
Penderita gagal jantung juga memiliki resiko TVD yang meningkat
dikarenakan darah tidak terpompa secara efektif seperti jantung yang normal
9.Pil KB dan terapi pengganti hormon
10.Pacemaker dan kateter di dalam vena
11.Memiliki riwayat TVD atau emboli pulmonal
12.Memiliki berat badan yang berlebih atau obesitas
13.Merokok
14.Usia tua (di atas 60 tahun)
15.Memiliki tinggi badan yang tinggi.

9. Jelaskan perspektif islam berdasarkan pada skenario!

Jawab :

"Aku mendengar Rasulallah shallallahu alayhi wa sallam bersabda :


Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah walau hanya tertusuk duri, kecuali
Allah akan mencatat baginya kebaikan dan dihapus baginya kesalahan dan
dosanya." (HR.Muslim)

Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua


perkaranya menjadi kebaikan, dan hal itu tidak pernah terjadi kecuali bagi
seorang mukmin: jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu
menjadi kebaikan baginya, dan jika ia mendapatkan musibah, ia bersabar, maka
itu menjadi kebaikan baginya (HR. Muslim no. 2999).

Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali dia juga menurunkan


penawarnya.(H.R.Bukhari)
DAFTAR PUSTAKA

Dorland WA,Newman. 2010.Kamus Kedokteran Dorland edis31.Jakarta:Penerbit


Buku Kedokteran EGC. P. 702, 1003.
Herman AM, Marzo JM. Popliteal Cysts: A Current Review. Orthopedics. 2014;
37(8): e678-84

J.M Dinham,Carshalton.1975.Poplyteal Cyst in Children The Case Againt


Surgery.The Bone an Join Surgery.Page 69

Liao ST, Chiou CS, Chang CC. Pathology associated to the Baker's cysts: a
musculoskeletal ultrasound study. Clin Rheumato. 2010; 29:1043-47

J. M Dinham, Carshalton. 1975. Poplyteal Cyst in Chlidren The Case Against


Surgery. The Journal of Bone an Join Surgery. Page 69

Rasjad Chairuddin. Penganar Ilmu Bedah Ortopedi : kista baker. Edisi pertama.
Bagian Ilmu Bedah FK. Universitas Hasanudin Indonesia, Makassar 2003 : 217

Alessi S, Depaoli R, Canepari M, Bartolucci F, Zacchino M, Draghi F. Bakers


cyst in pediatric patients: Ultrasonographic characteristics. Journal of
Ultrasound . 2012; 15:76e-81

Bandinelli F. et al. Longitudinal ultrasound and clinical follow-up of Baker's cysts


injection with steroids in knee osteoarthritis. Clinical Rheumatology. April 2012
Vol. 31 Issue 4, p727
Bandinelli F. et al. Longitudinal ultrasound and clinical follow-up of Baker's cysts
injection with steroids in knee osteoarthritis. Clinical Rheumatology. April 2012
Vol. 31 Issue 4, p727
Di Sante L. et al. Ultrasound-guided aspiration and corticosteroid injection of
Baker's cysts in knee osteoarthritis: a prospective observational study. American
Journal of Physical Medicine & Rehabilitation. 2010 Dec;89(12):970-5.
Ward EE, Jacobson JA, Fessell DP, Hayes CW, Holsbeeck MV. Sonographic
Detection of Bakers Cysts: Comparison with MR Imaging. Am J Roentgenol.
2001;176:373-80
Tsang JPK, Yuen MK. Sonography of Bakers Cyst (Popliteal Cyst): the Typical
and Atypical Features. Hong Kong J Radiol. 2011;14:200-6

Herman AM, Marzo JM. Popliteal Cysts: A Current Review. Orthopedics. 2014;
37(8): e678-84
Alessi S, Depaoli R, Canepari M, Bartolucci F, Zacchino M, Draghi F. Bakers
cyst in pediatric patients: Ultrasonographic characteristics. Journal of
Ultrasound . 2012; 15:76e-81

Garg S, Al-Jabri T, Mutnal S, Moftah F. A giant ganglion cyst of the


semimembranosus tendon: a case report. Cases Journal . 2009; 2(8305): 1-3

Col Pankaj Sharma.2016.Lipoma of the quadrigeminal plate cistern. Millitary


Hospital Bhopal, India. Volume 72.

Jayanegara, Andi Putra.2016 Diagnosis dan Tatalaksana


Deep Vein Thrombosis.RSUD dr. Doris Sylvanus, Palangka Raya, Kalimantan
Tengah, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai