Anda di halaman 1dari 3

Tawur Agung Kesanga : Wisuda Bumi di

Prambanan

Candi Boko
Sabtu, 20 Maret 2004, prosesi ritual Wisuda Bhumi diawali dengan mendak tirtha dari
Candi Boko yang diiringi dengan gamelan baleganjur dari umat Hindu Banyuwangi. Iring-
iringan ini dengan berjalan kaki (3 KM lebih) menuju Candi Prambanan. Tampak juga Sekjen
Bimas Hindu dan Buddha (Tjok Khrisnu) mewakili Dirjen Bimas Hindu dan Budha.
Kemudian ritual dilanjutkan di Candi Prambanan dengan pelaksanaan Wisuda Bhumi (Tawur
Agung) yang diawali dengan puja para pandita Jawa yang didukung oleh para wasi,
pemangku dan pinandita yang dominan dari Jawa.

Sesaji yang dihaturkan dalam upacara ini benar-benar bernuansa Jawa, sebuah kearifan lokal,
yang tidak dibayang-bayangi oleh sesaji Bali. Upacara caru sangat kental nuansa Jawanya,
dengan nyambleh hewan kurban (tanpa diolah). Tampak sebuah gunungan padmasana
yang dibuat dari berbagai jenis buah, terlihat di depan sesaji. Sepanjang acara berlangsung,
kidung pujian Jawa dilantunkan oleh 60 umat Hindu dari Blitar yang diiringi dengan gamelan
Jawa yang dipimpin Adi Suripto.
Dilanjutkan dengan sendratari wayang Jawa, dengan lakon Sahadewa Ruwatan Sudamala.
Seluruh rangkaian acara akhirnya ditutup dengan persembahyangan bersama. Acara demi
acara berjalan dengan lancar, sederhana, tidak tumpang tindih, dan setiap tahapan acara
dijelaskan oleh pembawa acara dalam bahasa Jawa.
Secara umum, walaupun dibayangi oleh masa kampanye Pemilu, terasa nuansa Nyepi tahun
ini berbeda dari sebelumnya. Siaran TV lokal Jawa Tengah dan Yogyakarta menayangkan
acara Wisuda Bhumi di Prambanan, juga media cetak lokal dan nasional. Perhatian yang
besar diperlihatkan oleh Gubernur DIY, dengan larangan kampanye Pemilu di wilayah
Yogyakarta pada 21 Maret 2004, sebagai wujud penghormatan terhadap umat Hindu yang
sedang merayakan hari raya Nyepi. TVRI maupun RCTI memberitakan acara Prambanan
secara nasional, walaupun dengan siaran tunda masing-masing selama 30 menit.

Anthusiasme umat Hindu Jawa memang tak terbendung, sejak pagi hari mereka sudah datang
berbondong-bondong, dengan busana yang beragam, tidak sedikit hanya menggunakan
pakaian sehari-hari yang sederhana, dari usia anak, remaja, bahkan yang sudah lanjut usia.
Sebuah gambaran betapa hausnya umat Hindu Jawa dalam menyambut acara Wisuda Bhumi
di Prambanan ini.
Umat Hindu yang hadir diperkirakan sekitar 12,000 orang; terlihat dengan tidak
mencukupinya tempat yang tersedia, yang hanya untuk 10,000 orang. Walaupun acara seperti
ini dilaksanakan setiap tahun, namun umat sepertinya sangat menikmati dan tak pernah
bosan. Mereka duduk hanya beralaskan rumput, karena alas yang tersedia sangat terbatas.
Menurut keterangan panitia daerah, sosialisasi untuk acara ini tidak maksimal, sehingga
masih banyak umat yang tidak hadir.

Dari pembicaraan dengan umat setempat dan panitia, terungkap bahwa acara ini merupakan
kebanggaan dan sangat memberi arti terhadap eksistensi mereka sebagai umat Hindu di Jawa
Tengah. Kebanggaan ini terlihat dari wajah-wajah ceria dan sumringah tanpa keluhan,
walaupun acara berjalan cukup lama di bawah siraman panas teriknya matahari.

Mengamati tumpah ruahnya umat Hindu yang hadir, tidak terlintas dalam pikiran bahwa
umat Hindu adalah kelompok umat yang minoritas di negeri ini. Kerinduan akan masa silam
tampak dari kata-kata beberapa orang yang sudah sepuh: entah kapan Hindu akan kembali
seperti dulu. Sebuah ungkapan hati yang sangat menyentuh yang seharusnya menjadi
perhatian para tokoh pembina umat dari pusat. Tak ketinggalan, sekelompok kecil umat
Hindu dari Bali hadir berbaur dengan umat Hindu dari Jawa, ikut serta tenggelam dalam
acara sakral untuk kesejahteraan bhumi dan seisinya ini.

Selain dihadiri oleh umat Hindu, para undangan juga berasal dari tokoh-tokoh umat agama
lain, seperti Islam, Kristen, Katolik, Budha. Menurut Sujaelanto (Pembimas Hindu Jawa
Tengah), selain mereka memang diundang, ada juga yang meminta agar diundang, terlihat
juga undangan dari kelompok sampradaya. Undangan yang hadir juga dari Perwakilan
Gubernur DIY, Gubernur Jawa Tengah, Bupati Klaten dsb. Umumnya mereka menyambut
baik dan mendukung acara Wisuda Bhumi dan mengharapkan agar acara ini berkelanjutan,
demi ketentraman dan kedamaian tanah Jawa.
Dalam sambutannya, Ketua Panitia Daerah menyatakan bahwa terselenggara-nya acara ini
karena kerjasama antara Panitia Nasional yang dibentuk oleh Parisada Pusat dengan Panitia
Daerah serta dukungan dari berbagai pihak lainnya. Sambutan sekaligus dharma wacana oleh
Ketua Parisada Pusat yang diwakili oleh Sekretaris Umum, Adi Suripto, mendapat perhatian
besar dari para undangan dan juga para wartawan media, wartawan harian Kompas meminta
naskah sambutan dan menjadi berita harian itu dengan judul Para pemuka Agama
hendaknya menjadi penjaga Moral.

Panitia Nasional menyumbangkan 500 eksemplar majalah Media Hindu dan 50 buah buku
Pengetahuan Dasar Agama Hindu kepada Panitia Daerah. Media Hindu dan buku-buku
tersebut akan dibagikan kepada pasraman-pasraman yang tersebar di seluruh Jawa Tengah.
Dalam pembicaraan dengan Ketua Umum Panitia Daerah, mereka sangat berterima kasih
dengan bantuan pusat, karena sebelumnya mereka masih sangat ragu akan suksesnya acara
ini yang disebabkan minimnya dana. Namun setelah mereka mendapat suntikan dana dari
pusat sebanyak 25 juta rupiah, mereka menjadi besar hati; karena seluruh dana yang mereka
kumpulkan (termasuk dari Jakarta) hanya sejumlah kurang lebih 51 juta rupiah. Bahkan dari
sejumlah itu, diperkirakan masih tersisa sebesar 21 juta rupiah, yang akan dijadikan modal
untuk acara yang sama di tahun depan, tanpa keragu-raguan lagi.

Mereka mengatakan bahwa dengan pola yang dilaksanakan oleh Panitia Nasional, yaitu
mendukung dan mengangkat gaung daerah menjadi nasional, merupakan pola yang tepat,
sehingga daerah merasa termotivasi untuk berbuat maksimal, serta lebih mendekatkan pusat
dengan daerah yang selama ini merasa tidak terbina. Lagi pula ini merupakan sebuah
pembinaan yang efektif, dan uang yang terkumpul tidak hanya berputar-putar di pusat saja.

Setelah selesai acara di Prambanan, perjalanan diteruskan menuju Dieng untuk melaksanakan
sipeng keesokan harinya ( 21 Maret 2004) sesuai dengan acuan acara. Sipeng di Dieng
tidak dihadiri oleh Panitia Daerah dan juga tanpa kehadiran umat di sekitar Dieng, karena
umumnya umat Hindu Jawa melaksanakan Nyepi dirumah masing-masing dengan patigeni.
Sambil melaksanakan upawasa, rombongan Panitia Nasional menjelajahi tempat-tempat
sakral di kawasan Dieng.
Senin, 22 Maret 2004, rombongan Panitia Nasional menghadiri acara Ngembak Geni dengan
pembacaan doa-doa, bertempat di Alun-Alun Kidul Keraton Yogyakarta. Selesai acara, pukul
10.00 WIB, sebagian rombongan menuju Klaten, bertemu dengan umat Hindu desa Kalangan
yang sedang membangun Pura Untoroyono diatas tanah seluas 1,200 meter lebih.(gading
sewu)

Anda mungkin juga menyukai