Askep DM Ulkus Grade II KMB lngkp1
Askep DM Ulkus Grade II KMB lngkp1
OLEH :
SRI SUPARTI
03/167861/EIK/00311
I. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
(Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes
Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi
insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
II. KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Mellitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak
mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel pancreas yang secara normal
menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai
akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa
darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya
terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah
produksi insulin.
III.ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel
pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe
II, diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
IV. PATOFISIOLOGI
DM Tipe I DM Tipe II
Defisiensi insulin
Penurunan BB polipagi
coma
V. GEJALA KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita
Diabetes Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu
1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat
badan.
2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada
penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan
menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.
VI. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and
Brunner, 1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati diabetik
c. Nefropati diabetik
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada
permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot
dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian
distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan
tungkai bawah distal
VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan
normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja,
atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi
atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) 100
Kurus (underweight)
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan
salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui
bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset
video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1). Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
2). Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,
sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat
suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding
perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan
(lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan
rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi
perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan
dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu
pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30
menit setelah suntikan.
2). Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.
Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin
dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat
efeknya daripada subcutan.
Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak
terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat
penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek insulin
dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik
atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan
subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah
digunakan untuk terapi koma diabetik.
KAKI DIABETES
I. Pengertian
Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstrimitas bawah yang merupakan
komplikasi kronik DM. manifestasi kelaianan kaki diabetes dapat berupa:
dermopati, selulitis, ulkus, osteomilitis dan gangrene.
II. Faktor
Penyebab Kaki DM
1. Faktor endogen:
Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi
trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya
tonus vaskuler
Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
Adanya hormone aterogenik
Merokok
Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
Kaki dingin
Nyeri nocturnal
Tidak terabanya denyut nadi
Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
Kulit mengkilap
Hilangnya rambut dari jari kaki
Penebalan kuku
Gangrene kecil atau luas.
2. Faktor eksogen
a. Trauma
b. Infeksi
Terdapat lima grade ulkus diabetikum/kaki diabetes antara lain:
Grade 0 : tidak ada luka
Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III : terjadi abses
Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
III. Pedoman evaluasi kaki diabetes
1. Evaluasi vaskuler, meliputi:
palpasi pulsus perifer
ukur waktu pengisian pembuluh darah vena dengan cara
mengangkat kaki kemudian diturunkan, waktu lebih dari 20 detik
berarti terdapat iskemia atau kaki pucat waktu diangkat.
Ukur capillary reffile normal 3 detik atau kurang.
2. Evaluasi neurologik, meliputi pemeriksaan sensorik dan motorik
3. Evaluasi muskuloskeletal, meliputi pengukuran luas pergerakan
pergelangan kaki dan abnormalitas tulang.
IV. Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1. Hiegene kaki:
Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara
menekan, jangan digosok
Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan
gesekan yang berlebih
Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara
kaki direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok
dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2. Alas kaki yang tepat
3. Mencegah trauma kaki
4. Berhenti merokok
5. Segera bertindak jika ada masalah
V. Prinsip Penanganan Ulkus Kaki Diabetes
1. perawatan luka
2. Antibiotika
3. Pemeriksaan radiologis
4. Perbaikan sirkulasi dan nutrisi
5. Meminimalkan berat badan
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi Hiperglikemia
2. Monitor tanda dan gejala dipengaruhi oleh beberapa
diabetik ketoasidosis ; gula factor diantaranya: terlalu
darah > 300 mg/dl, pernafasan banyak makan / kurang
bau aseton, sakit kepala, makan, terlalu sedikit
pernafasan kusmaul, anoreksia, insulin, dan kurang
mual dan muntah, tachikardi, aktivitas.
TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur atau
kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai
kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna
kulit, waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
4 Kerusakan Setelah dilakukan Wound care Pengkajian luka akan
integritas askep 6x24 jam 1. Catat karakteristik lebih
jaringan Wound healing luka:tentukan ukuran dan realible dilakukan oleh
meningkat: kedalaman luka, dan klasifikasi pemberi asuhan yang
Dengan criteria pengaruh ulcers sama dengan posisi yang
Luka mengecil 2. Catat karakteristik cairan secret sama dan tehnik yang
dalam ukuran dan yang keluar sama
peningkatan 3. Bersihkan dengan cairan anti
granulasi jaringan bakteri
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing dengan kasa steril
sesuai kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing
steril ketika melakukan
perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada
balutan
11. Bandingkan dan catat setiap
adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari
tekanan
5 Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi
mobilitas Askep 6x24 jam 1. Pastikan keterbatasan gerak ROM exercise membantu
fisik dapat teridentifikasi sendi yang dialami mempertahankan
Mobility level 2. Kolaborasi dengan fisioterapi mobilitas sendi,
Joint movement: 3. Pastikan motivasi klien untuk meningkatkan sirkulasi,
aktif. mempertahankan pergerakan mencegah kontraktur,
Self care:ADLs sendi meningkatkan
Dengan criteria 4. Pastikan klien untuk kenyamanan.
hasil: mempertahankan pergerakan
1. Aktivitas fisik sendi
meningkat 5. Pastikan klien bebas dari nyeri
2. ROM normal sebelum diberikan latihan
3. Melaporkan 6. Anjurkan ROM Exercise aktif:
perasaan jadual; keteraturan, Latih ROM
peningkatan pasif.
kekuatan Exercise promotion
kemampuan 1. Bantu identifikasi program
dalam bergerak latihan yang sesuai Pengetahuan yang cukup
4. Klien bisa 2. Diskusikan dan instruksikan akan memotivasi klien
melakukan pada klien mengenai latihan untuk melakukan latihan.
aktivitas yang tepat
5. Kebersihan diri Exercise terapi ambulasi
klien terpenuhi 1. Anjurkan dan Bantu klien Meningkatkan dan
walaupun dibantu duduk di tempat tidur sesuai membantu berjalan/
oleh perawat atau toleransi ambulasi atau
keluarga 2. Atur posisi setiap 2 jam atau memperbaiki otonomi dan
sesuai toleransi fungsi tubuh dari injuri
3. Fasilitasi penggunaan alat
Bantu
Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing,
feeding and toileting.
1. Dorong keluarga untuk
berpartisipasi untuk kegiatan Memfasilitasi pasien
mandi dan kebersihan diri, dalam memenuhi
berpakaian, makan dan toileting kebutuhan perawatan diri
klien untuk dapat membantu
2. Berikan bantuan kebutuhan klien hingga klien dapat
sehari hari sampai klien dapat mandiri melakukannya.
merawat secara mandiri
3. Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan
diri klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari
5. Dorong klien melakukan
aktivitas normal keseharian
sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai usia
6 Kurang Setelah dilakukan askep
Teaching : Dissease Process
pengetahuan 1. Kaji tingkat pengetahuan klien Dengan pengetahuan yang
selama 3x24 jam,
tentang dan keluarga tentang proses cukup maka keluarga
penyakit dan pengetahuan klien penyakit mampu mengambil
perawatan 2. Jelaskan tentang patofisiologi peranan yang positif
meningkat.
nya penyakit, tanda dan gejala serta dalam program
Knowledge : Illness penyebab yang mungkin pembelajaran tentang
Care dg kriteria : 3. Sediakan informasi tentang proses penyakit dan
1 Tahu Diitnya kondisi klien perawatan serta program
2 Proses penyakit 4. Siapkan keluarga atau orang- pengobatan.
3 Konservasi energi orang yang berarti dengan
4 Kontrol infeksi informasi tentang perkembangan
5 Pengobatan klien
6 Aktivitas yang 5. Sediakan informasi tentang
dianjurkan diagnosa klien
7 Prosedur 6. Diskusikan perubahan gaya
pengobatan hidup yang mungkin diperlukan
8 Regimen/aturan untuk mencegah komplikasi di
pengobatan masa yang akan datang dan atau
9 Sumber-sumber kontrol proses penyakit
kesehatan 7. Diskusikan tentang pilihan
10 Manajemen tentang terapi atau pengobatan
penyakit 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk
melaporkan tanda dan gejala
yang muncul pada petugas
kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.
7 Defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri Bantuan perawatan diri
care asuhan 1. Monitor kemampuan pasien dapat membantu klien
keperawatan 3x24 terhadap perawatan diri dalam beraktivitas dan
jam klien mampu 2. Monitor kebutuhan akan melatih pasien untuk
Perawatan diri personal hygiene, berpakaian, beraktivitas kembali.
Self care :Activity toileting dan makan
Daly Living 3. Beri bantuan sampai klien
(ADL) dengan mempunyai kemapuan untuk
indicator : merawat diri
Pasien dapat 4. Bantu klien dalam memenuhi
melakukan kebutuhannya.
aktivitas sehari- 5. Anjurkan klien untuk
hari (makan, melakukan aktivitas sehari-hari
berpakaian, sesuai kemampuannya
kebersihan, 6. Pertahankan aktivitas
toileting, perawatan diri secara rutin
ambulasi) 7. Evaluasi kemampuan klien
Kebersihan diri dalam memenuhi kebutuhan
pasien terpenuhi sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas
usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri
sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6, Penerbit EGC, Jakarta.