Anda di halaman 1dari 12

BIOMATERIAL KERATIN UNTUK IMPLAN TULANG

TUGAS BIOMATERIAL

Oleh :

Maria Destiani Wulandari 14/363542/TK/41645

Mita Kurniasari 14/353479/TK/41595

Saefullah Thaher 14/363470/TK/41587

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 1


BAB I LATAR BELAKANG ............................................................................. 2
BAB II MATERIAL DAN METODE ................................................................. 4
A Ekstraksi Protein Keratin dari Rambut Manusia ............................................ 4
B Pembuatan Scaffolds Keratin .......................................................................... 5
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 8
BAB IV ALPIKASI PENGGUNAAN BIOMATERIAL KERATIN ................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 11

1
BAB I
LATAR BELAKANG

Saat ini, ribuan operasi dilakukan setiap hari untuk menggantikan atau mengembalikan
tulang yang rusak akibat kecelakaan atau suatu penyakit. Pengobatan dari permasalahan tersebut
difokuskan pada transplantasi jaringan tulang dari satu tempat ke tempat lainnya. Ada berbagai
bentuk transplantasi jaringan. Dalam beberapa kasus, tulang ditransplantasikan dari satu bagian
tubuh yang lain pada pasien yang sama, yang disebut sebagai autograft. Ada pula kasus yang
mentransplantasikan tulang dari satu orang ke orang lain yang disebut sebagai allograft.
Sementara langkah ini dapat digunakan secara efektif hanya untuk mengobati masalah mendasar
dan sering memiliki efek samping serta beberapa kekurangan. Salah satu keterbatasannya adalah
biaya yang dihabiskan untuk melakukan autograft sangat mahal. Cara ini juga memberikan rasa
sakit dan membutuhkan waktu pemulihan yang lama. Demikian pula dengan allograft, cara ini
juga memiliki banyak keterbatasan, antara lain sulit untuk menemukan jumlah yang tepat dari
jaringan tulang yang dibutuhkan, sistem kekebalan tubuh pasien juga mungkin menolak jaringan
tulang dari donor. Permasalahan inilah yang saat ini sedang dicoba untuk diatasi melalui teknik
rekayasa jaringan yang compatible dengan tubuh manusia. Dalam rekayasa ini, digunakan teknik
regenerasi jaringan di mana sel-sel diambil dari dalam tubuh, dikombinasikan dengan bahan
biomaterial di luar tubuh, dan dibentuk menjadi scaffold yang berpori. Bahan ini yang nantinya
akan digunakan untuk membantu dalam pertumbuhan jaringan yang rusak di dalam tubuh.
Banyak eksperimen yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi bahan-bahan yang dapat
digunakan dalam produksi scaffold tersebut. Dalam makalah ini secara khusus difokuskan pada
evaluasi potensi keratin dari rambut manusia untuk dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan scaffold tersebut. Sekitar 300.000 ton rambut per tahun di seluruh dunia dibuang
sebagai limbah (Reichl, 2009). Sebagian besar dari rambut manusia mengandung keratin protein
(KP) dan keratin associated protein (KAP). Keratin adalah salah satu protein yang ada di dalam
rambut, tak berwarna, berserat, memiliki sifat keras, serta tak larut dalam air. Protein ini
umumnya mengandung sulfur yang mengandung asam amino. Protein keratin terdiri dari unsur
sistin (cystine) yaitu senyawa asam amino yang memiliki unsur sulfida. Banyaknya ikatan
disulfida di dalam keratin menunjukkan kekuatan mekanik bahan tersebut. Tiap molekul keratin
berukuran 10 nanometer. Keratin terdiri dari dua macam yaitu, alpha dan betakeratin. Alpha

2
keratin lebih lembut dan hanya ditemukan pada mamalia,
sedangkan beta keratin ditemukan pada burung dan reptil. Keratin juga merupakan salah satu
protein yang stuktur sekundernya telah benar-benar dipelajari, keratin banyak dijumpai pada bulu
(fur dan feather). Tiap molekul protein dalam keratin mempunyai bentuk spiral, yang disebut
spiral--kanan. Dalam pertengahan dasawarsa 1930 istilah dikemukakan untuk membedakan
pola sinar-X keratin dari pola beberapa protein lain. Dalam keratin, tiap putaran spiral
mengandung 3,6 residu asam amino. Jarak dari satu kumparan ke kumparan berikutnya adalah
5,4. Bentuk spiral itu tidak berubah terutama dengan adanya ikatan-ikatan hydrogen antara satu
gugus amida-karbonil dan suatu gugus NH yang jaraknya 3,6 satuan asam amino. Bentuk spiral
ini mengahasilkan produk yang kuat, lunak (lentur) dan bersifat serat.
Struktur berserat dari keratin cukup teratur untuk menyebarkan sinar x dengan cara yang
mengungkapkan keteraturan lipat. Mengukur intensitas dan posisi bintik-bintik pada pola
difraksi sinar x yang dihasilkan memberikan perkiraan jarak antara kemampuan mengulang
teratur dari pola lipat. Linus Pauling dan Robert Corey pertama kali menyadari bahwa ikatan
peptida adalah planar dan kaku. Dengan pembatasan struktural, jumlah pola lipat yang tersedia
untuk protein terbatas pada dua bentuk dasar. Salah satunya berhubungan dengan pola , sebuah
pola difraksi sinar x diamati dengan keratin dari rambut, yang lain berhubungan dengan pola ,
diamati dengan serat sutra, protein berserat sutra, dan dengan keratin yang telah ditarik.
Karakteristik yang disebutkan di atas membuat keratin yang terdapat dalam rambut
manusia merupakan molekul protein yang ideal untuk digunakan dalam produksi scaffold pada
tulang.

3
BAB II

MATERIAL DAN METODE

A. Ekstraksi Protein Keratin dari Rambut Manusia


1. Pembersihan dan proses delipitizing (proses pembersihan dari lemak)
Rambut manusia (wanita Kaukasus) dikumpulkan dari toko salon lokal, dicuci
dengan etanol dan air beberapa kali untuk menghilangkan kotoran dari permukaan
rambut. Rambut yang sudah bersih diletakkan di kloroform (Sigma-Aldrich) dan
larutan metanol (2:!) v/v selama 24 jam dengan tujuan untuk menghilangkan dari
segala jenis lemak pada permukaan rambut. Rambut yang sudah bebas dari lemak
dicuci dan dibiarkan di udara terbuka semalaman untuk menguapkan kloroform dan
metanol.
2. Penyiapan larutan penyangga
Larutan penyangga untuk ekstraksi protein keratin disiapkan dengan menambah
3,025 gram Tris (hidroksimetil) aminometana atau Tris-basa (Fisher), yang
digunakan sebagai larutan penyangga, 197,9 g thiourea (Sigma-Aldrich), 300 g urea
(Fisher), dan 50 mL 2-mercaptoethanol (Sigma-Aldrich) dalam 1000 mL air
deionisasi. pH ditentukan dengan 8M HCl (Sigma-Aldrich) sampai 8,5.
Tris-HCl digunakan untuk menjaga larutan buffer ekstraksi keratin pada pH 8,5.
Thiourea dan urea digunakan untuk memutuskan ikatan non-kovalen yang ditemukan
antara rantai polipeptida pada asam amino. Sebagai tambahan, 2-mercaptoethanol
digunakan untuk mengurangi ikatan disulfida yang ditemukan antara cysteine.
3. Ekstraksi protein
Rambut yang sudah melewati proses delipitizing (60 g) dipotong menjadi bagian
yang lebih kecil dengan panjang rata-rata sekitar 1mm, diikuti dengan proses
pencampuran larutan buffer 1L yang telah dideskripsikan di atas. Larutan
diguncangkan dengan menggunakan tangan selama 3 menit, dan dipanaskan dengan
oven pada suhu 50C selama 3 hari; larutan diguncangkan dengan menggunakan
tangan setiap 12 jam.

4
Kertas saring Whatman dengan ukuran 2m digunakan untuk memisahkan larutan
yang mengandung protein dari residu berupa cuticle-cortex. Lalu, filtrat
disentrifugasi pada kondisi 15000xg (TOMY MX-305) selama 20 menit pada suhu
ruangan menggunakan centrifuging vial (Flacon) 50 mL, dengan tujuan untuk
memisahkan fragmen-fragmen kecil dari residu rambut. Supernatant yang diperoleh
kemudian didialisis pada air deionisasi menggunakan SnakeSkin dialysis tubing.
Selama dialisis, air bagian luar digantikan dengan air deionisasi dua kali sehari
selama empat hari. Selanjutnya, larutan yang mengandung protein mulai berubah
warna menjadi warna susu karena protein mulai membentuk agregat dan mengalami
polimerisasi. Lalu larutan proten dialisis yang memiliki warna susu disimpan dalam
refrigerator pada suhu -80C selama 48 jam. Larutan protein yang sudah beku
disimpan dalam suatu lyophilizer pada tekanan 3,5Pa dan suhu -48C dengan kondisi
operasi selama 48 jam. Akhirnya, bubuk protein keratin diperoleh sebanyak 17 g.
4. Sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel (SDS-PAGE)
Konfirmasi berat molekul protein digunakan gel electrophoresis dengan 4-20%
gradient Tris-HEPES-SDS (Pierce) gel. Sampel dipersiapan dalam larutan
penyangga yang mengandung 1% SDS dan dipanaskan sampai 90C selama 5 menit.
Lalu, sampel dimasukkan ke dalam gel dan ke Bio Rad Mini Protean 3
gel box pada 90V sampai selesai. Pewarnaan (staining) digunakan gelcode blue
reagent (Pierce) selama 2 jam lalu dilakukan proses de-staining semalaman dengan
air RO.

B. Pembuatan Scaffolds Keratin


1. Penghancuran batang rambut menjadi fragmen-fragmen cuticle-cortex
Rambut yang sudah bebas dari lipid (delipidized hair) sebanyak 2,55g dipotong
menjadi bagian yang lebih kecil dengan panjang rata-rata 1mm. Kemudian bagian
kecil tersebut dicampur dengan NaOH 0,1M sebanyak 400mL pada pH 1,0. Natrium
hidroksida digunakan untuk membuat batang rambut menjadi lembut dengan
memutus ikatan ionik yang ditemukan antara rantai polipeptida pada asam amino.
Ikatan ionik antara rantai polipeptida pada asam amino berperan dalam memberi
kekuatan sektiar 30% pada batang rambut. Kemudian, larutan diinkubasi dalam oven

5
dengan proses preheating pada suhu 60C selama 24 jam. Tahap ini diikuti dengan
proses fragmentasi pada batang rambut yang sudah halus menjadi fragmen cuticle-
cortexi menggunakan ultrasonic probe (Fisher scientific, Sonic Dismembrator:
probe diameter 2.7mm and output power 10watt). Selanjutnya, larutan difiltasi
dengan saringan logam berukuran 112m untuk memisahkan cuticle dan residu
cortex dari larutan awal. Kemudian, residu cuticle-cortex dicuci dengan air selama
beberapa menit sampai pH menjadi netral. Fragmen cortex dan cuticle yang
diperoleh disimpan dalam refrigerator pada suhu 4C.
2. Pembuatan scaffolds
Larutan keratin 5% (w/v) dipersiapkan dengan menambah 50mg bubuk keratin ke
dalam 1mL larutan penyangga ekstraksi keratin. Lalu, serat cuticle-cortex sebanyak
50mg diukur dan ditempatkan di gelas vials. Selanjutnya, larutan keratin 5% (w/v)
sebanyak 0,1mL dimasukkan ke dalam vials yang berisi serat cuticle-cortex.
Campuran tersebut diaduk rata dengan spatula selama 5 menit. Kemudian, pre-
cooled aseton (SigmaAldrich) sebanyak 0,1mL ditambahkan ke dalam larutan sedikit
demi sedikit, dan seteleh selesai lansung diinkubasi dalam refrigerator pada suhu -
20C selama satu jam dan dimasukkan ke dalam refrigerator pada suhu 4C selama
30 menit. Aseton digunakan untuk membuat protein menjadi bentuk agregat. Struktur
3D crosslinked berbentuk piringan (disk) diperoleh.
Struktur disc-shaped yang diperoleh kemudian dicuci beberapa kali dengan air
RO dan dibiarkan semalaman di udara terbuka. Kemudian, scaffold didialisis
terhadap air RO menggunakan snakeskin dialysis tubing (Thermo scientific, with a
molecularweight cutoff of about 3.5kDa and diameter 16mm) selama 5 hari; air
bagian luar diganti setiap hari dengan tujuan untuk memisahkan dari aseton dan
semua bahan kimia yang ada di penyangga ekstraksi protein. Terakhir, scaffold hasil
dialisis dikeringkan dan disimpan dibawah tudung (hood) dengan aliran laminer.
3. Coating the scaffold dengan Hydroxyapatite (HA)
Larutan HA 1% (w/v) disiapkan dengan menambah bubuk HA (Sigma-Aldrich)
sebanyak 0,2g dalam air RO sebanyak 20mL. Larutan dicampur dengan ultrasonic
probe (Fisher scientific, Sonic Dismembrator: probe diameter 2.7mm and output
power 10watt) selama 10 menit untuk membentuk koloid. Lalu, 3D keratin dan

6
scaffold komposit serat cuticle-cortex ditempatkan di saringan logam dengan ukuran
pori sebesar 115m dan larutan sebanyak 20mL dituangkan ke scaffold. Terakhir,
scaffold dibiarkan semalaman di udara terbuka.

7
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh Samuel Siyum, diperoleh data bahwa sampel
protein terekstrak memiliki berat molekul di antara 38-52 kDa. Berat molekul yang diukur
melalui riset ini, telah sesuai dengan data-data yang telah dilaporkan sebelumnya.

Sementara struktur 3D scaffold memiliki ukuran pori pada kisaran 50-500 m dengan
persentasi komposisi unsur di dalamnya adalah 54% karbon, 27,2% oksigen, dan 18,6%
nitrogen. Ukuran pori ini berhubungan dengan porositas optimal untuk adhesi, proliferasi, dan
diferensiasi sel sebagaimana yang diebutkan dalam beberapa literatur. Ukuran pori juga sama
seperti range ukuran pori yang ditemukan oleh Vema dan Xu untuk scaffold dari protein keratin.

8
Analisisi unsur untuk kedua scaffold menunjukkan bahwa unsur-unsur yang terdapat pada
permukaan scaffold sama dengan unsur-unsur yang terdapata pada protein tulang. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa kekasaran permukaan berpera penting dalam fierensiasi, proliferai, dan
adhesi sel tulang manusia. Sebuah studi yang dilakukan oleh Li dkk menunjukkan bahwa
kekasaran permukaan HA lebih baik dalam perkembangbiakan dan peningkatan jumlah sel
daripada permukaan yang lebih halus. Hasil juga menunjukkan bahwa adanya hidroxyapatite
(HA) pada permukaan scaffold meningkatkan kekerasan scaffold.

Scaffold mengembang sebesar 150% dalam kurun waktu 90 menit dan kedua xcaffold yang
ditinjau memiliki porositas yang tinggi di atas 50%. Pengembangan ini menjadikan peningkatan
ukuran pori, luar permukaan, membuat pergerakan sel dan nutrisi lebih mudah dalam scaffold
serta mengembangkan adhesi.

Meskipun kedua komposit scaffold menunjukkan compressive strength yang rendah


dibandngkan bioscaffold lain dan tulang kompak alami, keduanya masih menjanjikan menjadi
substrat untuk pertumbuhan sel dan regenerasi tulang semua sifat yang telah disebutkan
sebelumnya. Selama belum diketahui luas scaffold biodegradabel yang dibutuhkan untuk meniru
mechanical properties tulang alami, karena saat scaffold mengalami degradasi, tulang baru
diharapkan tumbuh ke dalamnya dan menyediakan load bearing ability. Barangkali ini adalah
alasan sebaran bahan dengan compressive strength berkisar 2-9 MPa diuji untuk scaffold tulang.

9
BAB IV
APLIKASI PENGGUNAAN BIOMATERIAL KERATIN

1. Lapisan tipis keratin (keratin films)


Pembuatan lapisan tipis protein dari ekstrak keratin bulu domba dan rambut
manusia telah digunakan selama beberapa tahun untuk mengeksplor struktur dan sifat
biologis keratin. Yamauchi dkk adalah yang pertama kali memulai investigasi sifat dari
produk yang dibuat dari ekstrak keratin bulu domba dan dalam pelaksanaannya
mendeskripsikan sifat fisiokimia dan biodegradasi dari lapisan tipis keratin.
Seperti turunan biomaterial alam lainnya, penggunaan produk berbasis keratin
dibatasi oleh lemahnya sifat mekanik dari bahan ini. Oleh karena itu, riset keratin film
mulai bergeser kepada optimasi kekuatan fisis dan fleksibilitas film. Saat ini, Reich dkk
melakukan karakterisasi dua pendekatan berbeda untuk substrat coating dan
mendemonstrasikan cara pertumbuhan 12 sell yang dikultur pada keratin film (Rouse,
2010).
2. Scaffold dan Sponge
Kemampuan ekstrak protein keratin untuk membentuk polimer menjadi struktur 3D
kompleks telah membawanya dikembangkan sebagai scaffold untuk rekayasa jaringan.
Pabrikasi keratin scaffold dari bulu domba untuk penanaman sel diteliti pertama kali oleh
Tachibana dkk pada tahun 2001. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan untuk
mengembangkan aplikasi keratin sebagai scaffold dan sponge adalah regulasi ukuran
poros dan poroitas scaffold, biodegradasi keratin secara in vivo, serta konstruksi,
karakterisasi, dan sitokompabilitas scaffold dari keratin rambut manusia untuk rekayasa
jaringan secara in vitro.
3. Serat keratin
Dalam beberapa tahun terakhir, riset electrospinning bahan polimer biocompatible
meningkat tajam karena melimpahnya potensi aplikasi biomedikal untuk bahan serat
nano. Saat ini, proses electropinning diperluas untuk mencakup regenerasi keratin yang
diekstrak dari bulu domba dan rambut manusia. Karena lemahnya sifat mekanis dari
keratin murni, para peneliti terpaksa menambah polimer alam ataupun buatan untuk
meingkatkan kemampuan proses keratin untuk pembentukan serat.

10
DAFTAR PUSTAKA

Reichl, Stephan. "Films Based on Human Hair Keratin as Substrates for Cell Culture and Tissue
Engineering." Biomaterials 30.36 (2009): 6854-866.
Rouse, Jullian G. 2010. A Review of Kerati Based Biomaterial for Biomedical Apllications.
Material journal,3,999- 1014.

11

Anda mungkin juga menyukai