Anda di halaman 1dari 3

Pohon Pengabul Permohonan (India)

Di sebuah gurun pasir yang sangat panas, seorang pengembara berjalan dengan gontai. Ia
kelihatan lelah sekali. Ia juga kehausan dan kelaparan.

Setelah lama berjalan, ia menemukan sebuah tempat yang cukup teduh untuk beristirahat.
Saat ia beristirahat, ia melihat sebuah pohon rindang di kejauhan. Ia senang sekali
melihatnya dan berkata, "Andai saja aku punya air untuk minum."

Tiba-tiba, ia melihat sebuah kendi berisi air yang dingin di depannya. Pengembara luar biasa
senangnya dan mulai meneguk air dingin dalam kendi.

Setelah puas minum dan hilang hausnya, si pengembara kembali memohon, "Andai saja
aku punya makanan saat ini."

Segera setelah ia memohon, puluhan piring berisi makanan yang lezat-lezat muncul
dihadapannya. Pengembara langsung makan dengan lahapnya. Selesai makan, ia mulai
berpikir bagaimana semua ini bisa terjadi.

Setelah lama berpikir, ia mengetahui bahwa pohon yang ia lihat tadi itu adalah Kalpa
Vriksha. Itu adalah pohon ajaib. Siapa pun yang melihat pohon itu dan memohon,
keinginannya akan terkabul.

Pengembara tidak menyia-yiakan kesempatan itu. Ia langsung meminta ranjang yang


empuk dan langsung terkabul. Sebuah ranjang muncul di hadapannya. Pengembara
membaringkan badannya yang letih dan beristirahat.

Pengembara merasa kakinya pegal sekali. Lalu, ia memohon agar ada orang yang mau
memijit kakinya. Benar saja, seorang wanita muda muncul dan mulai memijat kaki si
pengembara.

Akhirnys, si pengembara tertidur. Pengembara tertidur cukup lama. Saat ia bangun, wanita
muda yang memijitnya tadi masih berada di sisinya. Pengembara mulai berpikir lain.

"Bagaimana semua ini bisa terjadi? Bisakah aku mendapatkan banyak hal dengan
memohon saja tanpa perlu bekerja sama sekali. Ataukah ini hanya tipuan setan," pikirnya.

Selesai pengembara berpikir demikian, mendadak setan muncul menggantikan sosok


wanita muda tadi. Setan itu tertawa terbahak-bahak.
Lalu, si pengembara berkata, "Oh, apakah setan ini akan memakanku?"

Setan mulai membuka mulutnya lebar-lebar hendak memakan pengembara. Melihat hal itu,
pengembara ketakutan. Ia melompat dari ranjang dan langsung berlari sekuatnya.

Setelah lama berlari, pengembara melihat ke belakang. Ternyata, setan itu sudah tidak
mengejarnya. Ia pun bernapas lega.
Kesombongan Pemuda Jago Panah (Turki)
Dahulu kala, ada seorang murid panah yang sangat berbakat. Walaupun ia baru
belajar panahan selama satu tahun, ia sudah sangat pandai memanah.
la bisa memanah sebuah ranting kayu kecil di pucuk pohon. Lalu, dengan panah
berikutnya ia bisa membelah panah pertama menjadi dua. Sayangnya, si murid
menjadi sombong karena kehebatannya. Ia sering berkata bahwa dialah pemanah
terhebat di seluruh dunia.
Suatu hari, guru si murid mengajaknya bepergian ke sebuah bukit. Sang guru adalah
orang tua yang sangat pintar dan bijaksana.
Mereka tiba di tepi sebuah jurang yang sangat dalam. Dua tepi jurang itu
dihubungkan dengan sebatang kayu yang tidak terlalu besar.
Sang guru berjalan menuju bagian tengah kayu, lalu mengambil sebatang anak
panah. Kemudian, ia memanah pohon yang ada di seberang jurang. Setelah itu,
dengan anak panah berikutnya dia memanah anak panah pertama hingga terbelah
menjadi dua.
"Sekarang giliranmu? Lakukan seperti yang aku lakukan!" kata sang guru.
Kini, si murid berjalan ke tengah kayu dengan perlahan dan hati-hati. Tapi, ia sangat
ketakutan ketika melihat ke bawah jurang. Ia tahu, jika sedikit saja terpeleset, ia
akan jatuh ke dalam jurang itu dan mati.
Tangan si murid mulai gemetar ketika mencoba mengambil anak panah. Ia juga tak
bisa tenang saat membidik. Akibatnya, anak panah pertamanya sama sekali tidak
mengenai sasaran.
Setelah mencoba sekali lagi, anak panah si murid tetap tidak bisa mengenai
sasaran. Berikutnya, rasa takut semakin besar menghinggapi hatinya. Si murid
bergegas hendak kembali ke tepi jurang. Tapi, ia tidak bisa melakukannya. Kakinya
sudah gemetar dan ia tidak sanggup bergerak. Ia pun rnerayap melalui pohon itu.
Tolong aku, Guru! Aku takut jatuh," si murid berteriak minta tolong.
Sang guru menolongnya dan membawanya ke tepian. Setelah kejadian itu, sang
guru sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia yakin muridnya telah
mendapatkan pelajaran atas kesombongannya.
Sementara itu, si murid diam dan tertunduk malu. Ia mendapatkan pelajaran bahwa
seharusnya ia tidak menyombongkan ilmu yang ia punya
.

Anda mungkin juga menyukai